Latar Belakang Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan yang Dilakukan Dengan Basis Rasisme

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan berbeda-beda oleh Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan ini dapat dilihat dari fakta bahwa di dunia ini saja terdiri dari 187 seratus delapan puluh tujuh negara. 1 Perbedaan yang berupa perbedaan suku, ras, agama, dan antar golongan yang lebih dikenal dengan istilah SARA. Sebagian masyarakat dapat menerima perbedaan tersebut dan menyadari bahwa perbedaan ini merupakan hal yang lazim dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi sebagian masyarakat ada juga yang memandang suatu perbedaan merupakan penghambat dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Diantaranya, ada masyarakat yang menganggap bahwa rasnya lebih unggul di-bandingkan dengan ras lainnya. Pemikiran ini memunculkan suatu paham yang berkembang dalam masyarakat, yakni paham rasisme. Negara-negara di dunia ini memiliki perbedaan baik bentuk, pemerintahan, sistem hukum, kebiasaan, kebudayaan, dan lain-lain. Perbedaan- perbedaan ini yang dapat menunjukan karakter suatu bangsa. Hal ini sebenarnya dipengaruhi oleh keanekaragaman penduduk di tiap-tiap negara. Menjadi hal yang wajar bila di suatu Negara dijumpai berbagai perbedaan pada penduduknya. 2 Pemahaman mengenai perbedaan ras ini mengantarkan pemikiran manusia bahwa rasnya lah yang lebih unggul dibandingkan ras lain atau sebaliknya. Sehingga tidak jarang dijumpai adanya diskriminasi ras di antara masyarakat. 1 http:socialeone.blogspot.com201111tahukah-anda-ada-berapa-negara-di- dunia.html,diakes pada tanggal 3 Maret 2013 2 ibid. Universitas Sumatera Utara Bentuk nyata dari diskriminasi ras ini juga memiliki tingkatan dalam masyarakat, dari hanya sekedar pengucilan ras minoritas atau inferior, sampai penghinaan dan juga tindak kejahatan yang dilakukan terhadap ras tertentu bahkan sampai usaha untuk memusnahkan suatu ras tertentu atau lebih popular dengan istilah genosida. 3 Beberapa dari artikel tentang kejahatan dan hukum pidana di berbagai media massa, baik dari media cetak, elektronik maupun online, dapat ditemukan beberapa artikel dengan ras dan rasisme sebagai referensinya. Berdasarkan pengamatan yang dapat dilihat pada artikel-artikel yang terdapat dalam media- media itu, masyarakat sepertinya cenderung memiliki perbedaan pemahaman terhadap kejahatan dan keadilan yang mana hal ini dipengaruhi oleh apakah mereka orang berkulit putih atau ras Kauskasia orang di benua Eropa dan Amerika, dan orang dengan kulit berwarna seperti ras Mongoloid orang di Asia Timur dan Asia Ternggara ras Negroid orang di benua Afrika dan berbagai ras lainnya. Terdapat data yang kompeten dari bukti empiris, teoritis posisi, pengalaman pribadi dan sudut pandang politik menyatakan bahwa bagaimana sangkut paut dan dampak ras dan rasisme terhadap kejahatan dan keadilan. Terdapat tiga contoh yang dapat mengilustrasikan hal tersebut: 4 1. ‘Etnis minoritas’, seperti Afrika, Karibia, dan Asia memiliki resiko lebih besar untuk menjadi korban kejahatan dibandingkan orang berkulit putih dan menjadi sasaran kekerasan berbasis rasial. Pola dari viktimisasi ini 3 ibid. 4 Ben Bowling Coretta Phillips, Racism, Crime and Justice, Pearson Education, London, 2001, hal. 13 Universitas Sumatera Utara disetujui oleh kebanyakan orang, tetapi bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Beberapa orang berkata ini adalah dampak dari kondisi sosial ekonomi, beberapa menitik beratkan pada rasisme “kulit putih”, yang lainnya lebih menyalahkan korban itu sendiri. 2. Beberapa kelompok etnis terutama ras dari Afrika dan Karibia lebih memiliki kemungkinan besar dibanding ras kulit putih untuk ditangkap oleh polisi dan dipenjarakan oleh pengadilan. Sedikit yang tidak setuju dengan data statistik ini, tapi bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Mungkin orang berkulit hitam lebih cenderung mudah untuk melakukan kejahatan dibandingkan orang berkulit putih. Dengan asumsi bahwa ini benar, para krimonolog telah berdebat tentang keterhubungan ciri biologis, psikologis, budaya dan struktural teori. Sisanya, tidak menganggap etnis memiliki keterkaitan. Pada dasarnya, kritikus berpendapat bahwa ada diskriminasi dalam proses peradilan pidana terhadap pelanggar berkulit hitam lebih sering ditangkap dan dipenjara dibandingkan orang berkulit putihyang melakukan pelanggaran yang sama. 3. Orang Afrika, Karibia, dan Asia secara mencolok kurang terwakili dibandingkan jumlah tenaga kerja mereka sebagai pegawai kepolisian dan pegawai penjara dan kurang lebih tidak memiliki eksistensi di dalam profesi hukum pidana. Tetapi, ada lagi penjelasan yang bertentangan. Beberapa berpendapat bahwa etnis minoritas enggan untuk menjadi pegawai dari “sistem” , atau terdapat batasan sosial ekonomi atau batasan pendidikan pada pekerjaannya. Pendapat lain menunjukan adanya Universitas Sumatera Utara diskriminasi rasial dalam prosedur pengrekrutan, pemilihan dan promosi, dan adanya keberadaan budaya rasis di kelembagaan pekerjaan dalam bidang hukum pidana. Dari contoh diatas, ras dan rasisme sering menjadi fokus diskusi pada pola pelanggaran, viktimisasi, dan peradilan pidana. Studi penelitian yang meng- gambarkan hubungan antara ras dan rasisme terhadap pola dari kejahatan dan proses peradilan pidana pun tumbuh secara nyata. Di Indonesia tidak terkecuali, masalah diskriminasi ras baik secara terang- terangan atau secara tersirat ada dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Tidak perlu jauh-jauh mengambil contoh. Tiap Individu sebagai warga negara Indonesia terkadang dalam pemikiran terliar menganggap bahwa kelompok ras atau etnisnya memiliki keunggulan dibandingkan kelompok ras atau etnis lainnya. Orang Jawa dalam pandangan sehari-hari dianggap lebih memiliki keunggulan berupa sifat yang sopan dan santun dibandingkan orang dari kelompok ras atau etnis lain, begitu juga dengan orang Batak yang dalam pandangan sehari-hari dianggap memiliki keunggulan berupa kegigihan dan determinasi dibandingkan dengan orang dari kelompok ras atau etnis lain. Begitu juga orang dari ras atau etnis lainnya, yang memiliki keunggulan masing masing. Hal ini pada awalnya adalah hal yang wajar jika pemikiran ini digunakan untuk menambah semangat untuk lebih kreatif dan produktif dalam persaingan sehat di masyarakat. Tetapi sebaliknya, jika pemikiran ini digunakan dengan cara lebih ekstim, yaitu dengan menganggap kelompok ras atau etnisnya lebih unggul dibandingkan ras lain dan Universitas Sumatera Utara menganggap ras lain tidak memiliki daya unggul sama sekali, maka hal ini dapat menjadi cikal bakal sebuah diskriminasi ras atau etnis. 5 Indonesia perlu suatu peraturan hukum mengenai penghapusan dis- kriminasi ras yang lebih dapat diterima dan tidak bertentangan dengan karak- teristik masyarakat di Indonesia. Dalam pembuatan peraturan hukum tersebut, diperlukan suatu politik hukum untuk menciptakan peraturan hukum yang dalam penerapannya dapat tercapai tujuan darimana hukum itu berasal. Jika hukum di Indonesia bersumber pada Pancasila maka setiap produk perundang-undangan tidak mungkin terlepas dari sumbernya, yakni dari mana hukum dijiwai, dipersepsikan dan dalam penjabarannya atau diwujudkan dalam bentuk manifestasinya harus bernafaskan Pancasila. Diskriminasi ras ini dianggap sebagai gejala sosial yang negatif, sehingga diperlukan suatu upaya untuk menghapuskan diskriminasi ras dalam masyarakat. Dunia internasional telah membuat suatu upaya untuk menghapuskan diskriminasi rasial ini dengan mengeluarkan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965. Di Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi internasional ini dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965. 6 5 Peraturan hukum mengenai diskriminasi ras diperlukan karena diskriminasi ras ini bertentangan dengan http:www.kumham-jogja.infokarya-ilmiah37-karya-ilmiah-lainnya361-penghapusan- diskriminasi-ras-dan-etnis-di-indonesia, diakses pada tanggal 7 April 2013 6 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Bakatullah, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 14 Universitas Sumatera Utara Pancasila, Pancasila Sila ke-3 “Persatuan Indonesia” dan Sila ke-5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Untungnya sekarang telah diciptakan suatu produk hukum berdasarkan politik hukum di Indonesia yang sejalan dengan Pancasila dan karakter bangsa Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Pengahapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis dan mengenai diskriminasi ras dan etnis ini juga telah dibahas dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana Baru RUUKUHP baru. Hal inilah yang ingin dikaji dan dibahas lebih lanjut oleh penulis mengenai politik hukum pidana dan sistem pemidanaannya, dan karena hal tersebutlah maka penulis mengangkat judul skripsi mengenai“POLITIK HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN YANG DILAKUKAN DENGAN BASIS RASISME”

B. Perumusan Masalah