Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah satu-satunya alat komunikasi manusia yang bersifat verbal. Selain dengan bahasa ada kemungkinan orang menggunakan cara lain untuk berkomunikasi; untuk menyampaikan gagasan, perasaan, dan buah pikirannya. Misalnya dengan gambar, simbol-simbol, angka-angka, asap, bendera, isyarat-isyarat, namun semua cara tersebut tidak dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan yang lebih kompleks. Gagasan yang disampaikan dari orang pertama kepada pihak yang lainnya akan mudah dipahami jika disampaikan dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik meliputi ketepatan dalam memilih kosakata dan kalimat yang berkaitan dengan suasana komunikasi atau konteks, sedangkan benar dihubungkan dengan ketepatan struktur gramatikalnya. Kemampuan menentukan suasana, memilih kosakata, dan membuat struktur gramatikal yang mudah ditangkap adalah faktor yang menentukan keberhasilan dalam berkomunikasi. Dengan ketepatan keseluruhan aspek tersebut diharapkan komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Jika komunikasi dilakukan secara lisan, kemungkinan berselisih paham antara penutur dan petutur sangat kecil, namun jika komunikasi tersebut dilakukan dengan media tulisan sebagai prasarananya, tampaknya perlu ada kehati-hatian di situ. Komunikasi lisan atau komunikasi verbal sangat didukung oleh situasi yang berlangsung saat itu. Gerak-gerik penutur menentukan maksud dan tujuan. Gerak tangan, gelengan, anggukan kepala, kedipan mata, raut muka, semuanya mendukung penutur dalam mengungkapkan gagasannya. Namun, dalam komunikasi tulis, semua itu tidak ditemukan. Dalam komunikasi tulis, ada asumsi bahwa mereka, pelibat komunikasi, tidak berada di tempat yang sama. Mereka berjauhan; terpisah; dibatasi oleh ruang. Karenanya, kejelasan makna dalam menyampaikan gagasan harus dikedepankan. Tidak mungkin orang lain bisa memahami gagasannya jika penulis tidak mempertimbangkan kejelasan makna gagasannya. Kejelasan makna gagasan dalam berkomunikasi tulis ini dapat dilakukan dengan melengkapi unsur-unsur kalimat. Ketidaklengkapan unsur kalimat bisa saja berupa ketiadaan subjek atau predikat. Ketiadaan subjek dan atau predikat dalam ragam tulis bisa menyebabkan kalimat tidak memiliki kesatuan gagasan karena unsur inti kalimat tidak ada. Berkaitan dengan ketidaklengkapan unsur kalimat, pada sebuah kalimat majemuk kadang-kadang dijumpai bentuk kalimat yang tidak berkonjungsi. Bisa saja dijumpai sebuah kalimat luas tidak setara yang tidak menggunakan kata penghubung Ramlan, 1987: 53. Antara klausa satu dan klausa lainnya umumnya dibatasi oleh adanya jeda sedang. Perangkaian klausa tanpa konjungsi biasa disebut dengan istilah parataksis. Penanda bahwa sebuah konstruksi disebut parataksis jika ada dua klausa atau lebih yang dipersatukan hanya dengan satu tinggi nada kalimat Bloomfield, 1995: 166. Jika diwujudkan dalam tulisan, penggunaan tinggi nada atau lagu kalimat ditandai dengan tanda baca titik koma ; untuk menggantikan konjungsi yang tidak disertakan tersebut. Suhardi mengatakan dalam Syamsul Arifin, et.al., 1987 parataksis adalah hubungan antara dua klausa yang mempunyai tataran sama dan hubungan itu tidak dinyatakan dengan penghubung, melainkan dengan jeda. Jadi, penanda pemisahan antara klausa satu dan lainnya dalam sebuah kalimat sejajar dinyatakan dengan jeda atau perhentian sejenak untuk menunjukkan bahwa bagian berikutnya bukan merupakan bagian atas klausa sebelumnya. Harimurti Kridalaksana 2001: 155 mengatakan: 1 parataksis adalah hubungan antara dua kalimat, klausa, frase, atau lebih yang mempunyai tataran yang sama, koordinasi antara klausa-klausa, 2 gabungan kalimat dengan kalimat, klausa dengan klausa, frase dengan frase, atau kata dengan kata, tanpa penghubung. Dengan melihat batasan- batasan yang dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa konstruksi parataksis terdapat pada klausa yang sejajar atau memiliki tataran yang sama dan hubungan antarklausa itu tidak dinyatakan dengan konjungsi sebagaimana yang biasa dilakukan. 11 OP digelar, harga turun. 23 Harus ada informasi kapan terjadi, siapa orangnya, di bank mana dia taruh itu . 37 Oi adalah agen perekat persatuan bangsa, karena Oi ada di semua agama, ada di semua suku, ada di semua golongan, ada di semua perbedaan yang ada di bangsa kita, 49 Suku bunga naik, Permata Bank optimistis tak ditinggal nasabah Kalimat 1 sampai dengan 4 di atas menunjukkan kalimat yang berkonstruksi parataksis. Kalimat nomor 1, 2, 4 merupakan konstruksi sejajar atau konstruksi koordinasi. Masing-masing bagian kalimat menunjukkan pola yang sejajar. Artinya, tiap bagian tidak merupakan subordinasi atas bagian yang lainnya. Jika dianalisis kalimat 1. 2, 3, dan 4 menjadi demikian. 1a kl1 kl2 OP digelar harga turun 2a kl1 kl2 kl3 Harus ada informasi kapan terjadi siapa orangnya di bank mana dia taruh itu 3a kl1 kl2 kl3 kl kl5 Oi adalah agen perekat persatuan bangsa karena Oi ada di semua agama ada di semua suku ada di semua golongan ada di semua perbedaan yang ada di bangsa kita. kl inti keterangan 4a kl1 kl2 kl3 Suku bunga naik Permata Bank optimistis tak ditinggal nasabah Konstruksi kalimat nomor 3 berbeda dengan kalimat 1, 2, dan 4. Kalimat ini menunjukkan pola subordinasi. Di dalam klausa yang merupakan anak kalimat ditemukan pola koordinasi. Dalam pola tersebut terdapat konstruksi parataksis. Konstruksi ini ditandai dengan adanya relasi antarunsur yang tidak dihubungkan dengan konjungsi. Makna masing-masing kalimat tersebut tergantung dari jenis konjungsi yang dipergunakan. Jika merupakan alternasi digunakan kata atau; jika menunjukkan hubungan penambahan digunakan kata dan; jika menunjukkan pertentangan digunakan kata tetapi. Dengan berpijak pada definisi di atas dimungkinkan adanya konstruksi parataksis pada kalimat setara. Di samping itu konstruksi parataksis pada frasa. Misalnya pada konstruksi demikian: susah payah, adik beradik. Namun demikian, dalam tesis ini konstruksi parataksis pada frasa tidak dibahas.

B. Rumusan Masalah