Analisis C, A, E, L

E. Analisis C, A, E, L

Tingkat kesehatan BPR pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu BPR. Pendekatan kualitatif sebagaimana dimaksud di atas dilakukan dengan penilaian analisis C, A, E, L. Dimana analisis C, A, E, L merupakan suatu cara atau tehnik di dalam menganalisa tingkat kesehatan bank yang terdiri dari 5 lima faktor penting dalam perbankan yaitu Capital permodalan, Assets Quality kualitas Aktiva, Earnings Rentabilitas, dan Liquidity Likuiditas. Meskipun secara umum analisis CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing- masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan analisis C, A, E, L dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Serta ada perbedaan cara beroperasi antara bank umum dan BPR, sebagai berikut : 1 Bank Umum : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, danatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu b. Memberikan kredit c. Menerbitkan surat pengakuan hutang d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : § Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud § Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud § Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah § Sertifikat BankIndonesia SBI § Obligasi § Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1satu tahun § Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1satu tahun e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang tentang perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku n. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia o. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia p. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia q. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku Untuk mempermudah pemahaman bagaimana bank beroperasi, perlu dipahami bentuk neraca bank yaitu daftar yang memuat mengenai kekayaan asset, kewajiban, dan modal bank. Di bawah ini merupakan neraca bank umum sebagai berikut : Tabel 2.2 Neraca Bank Umum POS AKTIVA POS KEWAJIBAN DAN EKUITAS Kas Giro pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain Surat-surat berharga Kredit yang diberikan Penyertaan Biaya dibayar dimuka Aktiva tetap Aktiva sewa guna usaha Aktiva lain-lain Jumlah Aktiva Giro Kewajiban segera lainnya Tabungan Deposito berjangka Sertifikat deposito Surat berharga yang diterbitkan Pinjaman yang diterima Pinjaman subordinasi Kewajiban lain Ekuitas Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Dahlan Siamat, 2005 : 282 2 BPR : Kegiatan usaha yang diperkenankan bagi BPR secara umum adalah sebagai berikut : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, danatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu b. Memberikan kredit c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan pada bank lain Usaha-usaha yang dilarang bagi BPR berdasarkan undang-undang adalah : a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing c. Melakukan penyertaan modal d. Melakukan usaha perasuransian e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang telah ditetapkan di atas. Di bawah ini merupakan neraca BPR dikutip pada makalah yang disajikan dalam seminar Penyuluhan Kepada Pengurus BPR di Wilayah Kerja Bank Indonesia Semarang, 6-7 Januari 1995 sebagai berikut : Tabel 2.3 Neraca Bank Perkreditan Rakyat BPR POS AKTIVA POS KEWAJIBAN DAN EKUITAS Kas Antar bank aktiva : a. tabungan b. deposito Kredit yang diberikan Aktiva tetap Aktiva lain-lain Jumlah Aktiva Kewajiban segera lainnya Tabungan Deposito berjangka Pinjaman yang diterima Kewajiban lain Ekuitas Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Berdasarkan perbedaan operasi bank umum dan BPR menurut UU No.10 Tahun 1998 yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa hanya bank umumlah yang dapat menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran sedangkan BPR tidak diperkenankan melakukan hal tersebut, maka metode C, A, E, L dirasa terlalu berat jika diterapkan pada BPR karena bobot masing-masing faktor C, A, E, L yang diberikan antara bank umum dan BPR tidak jauh berbeda. Untuk itulah perlu adanya peninjauan ulang dari Bank Indonesia tentang bobot analisis C, A, E, L yang diberikan khususnya pada BPR. a Capital Permodalan Faktor ini berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk pengembangan usaha dan menutup kerugian yang mungkin timbul. Kekurangan modal merupakan gejala yang umum dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal yaitu pertama, karena modal yang jumlahnya kecil; kedua, karena kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar- benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan. Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan BPR memerlukan modal disetor antara Rp.500 juta sampai dengan Rp.5 milyar PBI No.622PBI2004. Namun, BPR-BPR yang pada saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri, jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari perhitungan rasio kewajiban penyediaan modal minimum yang diwajibkan atau disebut juga sebagai kecukupan modal Capital Adequacy Ratio atau CAR. CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko. CAR dengan kata lain adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri baik disamping memperoleh dana- dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman utang, dan lain-lain Kasmir, 2000 : 198. CAR digunakan untuk mengukur proporsi modal sendiri dibandingkan dengan dana luar dalam rangka pembiayaan kegiatan usaha perbankan dan merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko Santoso, 1995; Dendawijaya, 2003. CAR dilakukan dengan membandingkan jumlah modal yang dimiliki bank modal inti dan modal pelengkap dengan jumlah aktiva tertimbang menurut risiko ATMR. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.3212001 tahun 2001 bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8 dari ATMR. Aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada kewajiban yang masih bersifat kontinjen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Perhitungan Capital Adequacy Ratio CAR dirumuskan sebagai berikut Dendawijaya, 2003 : 144 : CAR= 100 mod X ATMR resiko menurut tertimbang aktiva al Secara lebih terperinci, dijabarkan dalam rumus : CAR= 100 mod + _ int mod X ATMR resiko menurut tertimbang aktiva pelengkap al PPAP kekurangan i al Cara perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM bank sesuai dengan SE BI No.261BPPP tanggal 29 Mei 1993 mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1 Dasar Kebutuhan Modal Perhitungan kebutuhan modal didasarkan ATMR, dalam menghitung ATMR terhadap masing-masing pos aktiva diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjamin, serta sifat agunan. Dapat ditambahkan bahwa untuk kredit-kredit yang penarikannya dilakukan secara bertahap, maka bobot risiko dihitung berdasarkan besarnya penarikan kredit pada tahap yang bersangkutan. 2 Bobot Risiko Neraca ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos aktiva neraca tersebut. Besarnya bobot risiko dapat diperinci antara lain sebagai berikut : a. Bobot risiko sebesar 0 untuk: kas, Sertifikat Bank Indonesia SBI, kredit yang dijamin dengan saldo dan tabungan yang cukup milik peminjam. b. Bobot risiko sebesar 20 untuk: giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan serta tagihan lainnya kepada bank lain, kredit kepada bank lain atau pemerintah daerah, kredit kepada atau yang dijamin oleh bank lain atau pemerintah daerah. c. Bobot risiko sebesar 50 untuk: Kredit Pemilikan Rumah KPR yang dijamin oleh hipotek dengan tujuan untuk dihuni. d. Bobot risiko sebesar 100 untuk: kredit kepada atau kredit yang dijamin oleh BUMN, perorangan, koperasi, perumahan swasta, dan lain-lain; aktiva tetap dan inventaris; dan aktiva lainnya selain tersebut diatas. 3 Bobot Risiko Administratif ATMR aktiva administrative dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administrative yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut. 4 Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif 5 Rasio Modal Bank CAR dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank modal inti + modal pelengkap dengan total ATMR. 6 Hasil dari perhitungan rasio modal bank CAR ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya nilai kredit analisis C, A, E, L untuk faktor permodalan. Berdasarkan SK DIR BI No.31146KEPDIR tanggal 12 November 1998, pemberian kredit terhadap Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM bank ditentukan sebagai berikut : 1 Ketentuan penilaian : a. Pemenuhan KPMM sebesar 8 diberi Nilai Kredit NK = 81 sehat, dan untuk setiap kenaikan 0,1 mendapat tambahan 1 dengan nilai maksimum 100. b. Pemenuhan KPMM 8 - 7,9 diberi NK = 65 kurang sehat, dan untuk setiap penurunan 0,1 dari 7,9 NK dikurangi 1 dengan nilai minimum 0. Rumus: NKK = 1 , 8 _ + CAR Rasio NK 2 Bobot CAMEL untuk rasio kecukupan modal CAR adalah 30. 3 Standar penilaian : § S Sehat ≥ 8,0 § KS Kurang Sehat ≥ 6,5 - 8,0 § TS Tidak Sehat 6,5 Dalam aspek modal yang diperhitungkan adalah modal inti dan modal pelengkap Dahlan Siamat, 2005 : 250-253. Modal inti terdiri dari : 1 Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. 2 Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 3 Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual. 4 Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing bank. 5 Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. 6 Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. 7 Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun yang lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. 8 Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50. Jika bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. 9 Dana setoran modal, yaitu dana yang telah disetor penuh untuk penambahan modal namun belum didukung dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat digolongkan sebagai modal disetor; seperti pelaksanaan RUPS maupun pengesahan anggaran dasar. Dana ini untuk sementara ditempatkan pada rekening khusus atau estrow account dan tidak boleh ditarik kembali oleh pemegang saham, penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia. 10 Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan anak perusahaan adalah bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank LKBB lain yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank. Modal pelengkap terdiri dari : 1 Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan direktorat pajak. 2 Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap adalah maksimum sebesar 1,25 dari jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko ATMR. 3 Modal pinjaman hybrid atau quasi capital , yaitu utang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh. b. Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia. c. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang ditahan dan cadangan- cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi. d. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. 4 Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman. b. Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam hubungan ini pada saat bank mengajukan permohonan persetujuan, bank harus menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman subordinasi tersebut. c. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh. d. Minimal berjangka waktu 5 tahun. e. Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat. f. Hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada kedudukannya sama dengan modal. b Assets Quality Kualitas Aktiva Di dalam menganalisis suatu bank, pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif bank secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk, dapat saja modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian aset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Untuk itulah kelangsungan usaha suatu bank tergantung pada kesiapan bank itu sendiri untuk menghadapi risiko kerugian dari penanaman dana, oleh karena itu setiap pengurus bank wajib menjaga kualitas aktiva produktifnya. Kualitas aktiva produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan antar bank, penyertaan termasuk komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif Widjanarto, 2003 : 169. Aktiva produktif pada umumnya berfungsi sebagai pendapatan utama bank, namun sebagai sumber utama pendapatan, pada aset ini juga terdapat risiko terbesar Taswan, 2003 : 195. Aktiva produktif meliputi Dahlan Siamat, 2005 : 230-231 : 1 Kredit, adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk : § cerukan overdraft, yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari. § pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang. § pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 2 Surat Berharga, adalah surat pengakuan hutang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. 3 Penempatan Dana antar Bank, adalah penanaman dana bank pada bank lain dalam bentuk giro, interbank call money, deposito berjangka, sertifikat deposito, kredit, dan penanaman dana lainnya yang sejenis. 4 Tagihan Akseptasi, adalah tagihan yang timbul sebagai akibat akseptasi yang dilakukan terhadap wesel berjangka. 5 Reserve Repurchase Agreement atau Reserve Repo, adalah tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali. 6 Tagihan Derivatif, adalah tagihan karena potensi keuntungan dari suatu perjanjiankontrak transaksi derivatif selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar transaksi derivatif pada tanggal laporan, termasuk potensi keuntungan karena mark to market dari transaksi spot yang masih berjalan. 7 Penyertaan Modal, adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham pada bank dan perusahaan di bidang keuangan lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi convertible bonds, dengan opsi saham equity options atau jenis transaksi tertentu, yang berakibat bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan lainnya. 8 Transaksi Rekening Administratif, adalah kewajiban komitmen dan kontijensi yang antara lain meliputi penerbitan jaminan, letter of credit, standby letter of credit, fasilitas kredit yang belum ditarik dan atau kewajiban komitmen dan kontijensi lain. 9 Bentuk penyediaan dana lainnya Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31147KEPDIR tanggal 12 November 1998 tentang kualitas aktiva produktif disebutkan bahwa kualitas aktiva produktif yang dinilai kualitasnya meliputi penanaman dana baik dalam rupiah maupun valuta asing, dalam bentuk kredit dan surat berharga. Aktiva produktif lainnya, seperti penanaman dana dalam bentuk penyertaan dan penempatan dana antar bank tidak dilakukan penilaian kualitasnya oleh Bank Indonesia. Pengertian kualitas yang dimaksudkan sebagai keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali yang ditanamkan dalam surat- surat berharga atau sering juga disebut dengan istilah kolektibilitas. Kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan atas : 1 Prospek usaha 2 Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur 3 Kemampuan membayar Aktiva produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif kredit yang diperkirakan akan atau sudah tidak memberikan penghasilan atau bahkan menimbulkan kerugian kepada pihak bank. Batas risiko yang digunakan untuk menilai aktiva produktif yang diklasifikasikan pada Bank Perkreditan Rakyat BPR adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Bobot Risiko Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan Keterangan Bobot Risiko Lancar Kurang Lancar 50 Diragukan 75 Macet 100 Sumber : Peraturan Bank Indonesia No.819PBI2006 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.819PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang kualitas aktiva produktif dan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat yang menyebutkan besarnya penyisihan yang harus dibentuk sekurang-kurangnya sebesar : 1 0,5 dari aktiva produktif yang digolongkan lancar 2 10 dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai 3 50 dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai 4 100 dari aktiva produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai Penilaian terhadap faktor kualitas aktiva produktif dalam analisis C, A, E, L didasarkan pada dua macam rasio yaitu : 1 Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif atau rasio KAP kualitas Aktiva Produktif KAP = 100 X produktif aktiva asikan diklasifik yang produktif aktiva Frianto Pandia dkk, 2005 : 39 Bobot C, A, E, L dari rasio KAP Kualitas Aktiva Produktif adalah 25. Ketentuan penilaian : 1 Rasio sebesar 22,5 atau lebih, NK Nilai Kredit = 0 2 Untuk setiap penurunan 0,15 dimulai dari 22,5 mendapat tambahan nilai 1 NK + 1 dengan maksimum 100. Rumus: NKK = 15 , _ 5 , 22 KAP rasio 2 Rasio PPAP Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk terhadap PPAP yang Wajib Dibentuk PPAPWD Rasio PPAP = 100 X PPAPWD PPAPD Frianto Pandia dkk, 2005 : 41 Bobot C, A, E, L pada rasio PPAP adalah 5. Ketentuan penilaian : 1 Rasio sebesar 0, Nilai Kredit NK = 1 2 Untuk setiap kenaikan 1 dimulai dari 0 mendapat tambahan nilai 1 NK + 1 dengan maksimum 100. Rumus NKK = 1 PPAP rasio c Earnings Rentabilitas Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan suatu bank dalam memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya, maka tentu saja lama-kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Laba merupakan salah satu tujuan dari bank dengan alasan menurut Simorangkir 2000 : 152 sebagai berikut: 1 Dengan laba yang cukup, keuntungan dapat dibagi kepada pemegang saham dan atas persetujuan pemegang saham, sebagian dari laba dapat disisihkan sebagai cadangan. Hal ini akan menaikkan kredibilitas bank di mata masyarakat. 2 Laba merupakan penilaian dari keterampilan manajer. Manajer bank yang cakap dan terampil umumnya dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar daripada manajer yang kurang cakap. 3 Meningkatkan daya tarik bagi pemilik modal investor untuk menanamkan modalnya dengan membeli saham yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh bank. Nantinya, bank akan memiliki modal yang semakin kuat untuk melakukan penawaran produk dan jasanya kepada masyarakat. Untuk itu digunakan analisis rasio rentabilitas bank menurut Dendawijaya 2003 : 117 adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang berhasil dihimpun dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Tingkat rentabilitas bank harus terus dijaga karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkanprofitable. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar Syamsudin, 2000 : 59. Layaknya perusahaan pada umumnya, setiap bank diwajibkan pula untuk menjaga tingkat rentabilitasnya. Penilaian rentabilitas merupakan penilaian terhadap kondisi dan kemampuan rentabilitas bank untuk mendukung kegiatan operasional dan permodalan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas dalam analisis C, A, E, L diukur dengan menggunakan dua rasio, yaitu : 1 Rasio ROA Return On Total Asset. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan laba secara keseluruhan. Rasio ROA didapat dari perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap rata-rata total aset. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Return On Total Asset ROA dirumuskan sebagai berikut Dahlan Siamat, 2005 : 213 : ROA = 100 _ X aset total rata rata pajak sebelum laba Laba sebelum pajak dan rata-rata total aset yang dimaksud dalam rasio ini adalah dibatasi untuk periode yang sama dalam 12 bulan terakhir. Rata-rata total aset adalah penjumlahan antara jumlah nilai neraca bank pada awal tahun V0 dengan jumlah nilai neraca pada akhir tahun bersangkutan V1 yang kemudian dibagi 2dua. Penilaian ROA untuk faktor rentabilitas didasarkan atas ketentuan sebagai berikut : § Untuk ROA sebesar 0 atau negatif, diberikan nilai kredit = 0 § Untuk setiap kenaikan 0,015 dimulai dari 0, Nilai Kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Rumus : NKK = 015 , ROA rasio 2 Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam 12 bulan BOPO. Rasio beban operasional adalah perbandingan antara beban operasionaal daan pendapatan operasional. Perhitungan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Pada umumnya, beban dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga daan hasil bunga dikarenakan kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut Dahlan Siamat, 2005 : 213 : BOPO = 100 tan X l operasiona pendapa l operasiona beban Ketentuan penilaian : § Untuk BOPO sebesar 100 atau lebih, diberikan nilai kredit = 0. § Untuk setiap penurunan sebesar 0,08 dimulai dari 100, nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100. Rumus: NKK= 08 , _ 100 BOPO rasio d Liquidity Likuiditas Likuiditas adalah kemampuan suatu bank melunasi kewajiban- kewajiban keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh tempo. Secara lebih spesifik, likuiditas adalah kesanggupan bank menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh tempo dan memberikan pinjaman loan kepada masyarakat yang memerlukan. Pada awal terjadinya krisis perbankan di Indonesia banyak yang mengatakan persoalan perbankan pada saat itu ”hanyalah” masalah likuiditas dan bukan masalah solvabilitas dan akan segera bisa diatasi. Apakah masalah likuiditas sebenarnya tidak penting dan dapat dengan mudah diselesaikan?. Likuiditas adalah masalah yang sangat krusial dalam industri perbankan. Dengan demikian, pengelolaan likuiditas yang baik sangat menentukan bagi suatu bank, dan masalah likuiditas ini harus dipantau secara terus-menerus oleh pengawas bank. Demikian juga laporan-laporan bank kepada publik untuk keperluan transparansi, selalu menyertakan laporan-laporan yang memuat rasio-rasio yang terkait dengan kondisi likuiditas suatu bank, yang memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang likuiditas suatu bank. Pengelolaan likuiditas juga merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank. Sulitnya pengelolaan tersebut disebabkan karena dana yang dikelola oleh bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya berfluktuasi. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat, dan jenis sumber dana yang dikelola bank. Untuk mengukur posisi likuiditas suatu bank, umumnya digunakan rasio likuiditas yang dapat digunakan dalam menilai kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban- kewajiban yang harus dipenuhinya. Ukuran rasio likuiditas tersebut berbeda dengan rasio likuiditas yang sering digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan-perusahaan non bank karena adanya perbedaan sifat usaha serta perbedaan struktur aktiva dan pasiva. Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas Dendawijaya, 2003 ; Syamsudin, 2000. Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen resiko likuiditas. Penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2dua rasio, yaitu : 1 Cash Ratio Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar Cash Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank tersebut Kasmir, 2003 : 271. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam praktek akan dapat mempengaruhi profitabilitasnya. Rumus untuk mencari Cash Ratio adalah sebagai berikut Lukman Demdawijaya, 2003 : 117 : Cast rasio = 100 tan X lancar g hu likuid alat Alat likuid yang dimaksud meliputi kas dan penanaman pada bank lain dalam bentuk giro dan tabungan dikurangi dengan tabungan bank lain pada bank. Sedangkan hutang lancar meliputi kewajiban segera, tabungan, dan deposito. Ketentuan penilaian : § Sebesar 0, diberi Nilai Kredit NK = 0. § Untuk setiap kenaikan 0,05 dimulai dari 0, Nilai Kredit NK ditambah 1 dengan maksimum 100. Rumus: NK = 05 , rasio cash 2 Loan to Deposit Ratio LDR LDR merupakan rasio yang membandingkan antara jumlah kredit yang diberikan terhadap dana yang diterima oleh pihak bank dalam rupiah maupun valuta asing. LDR dirumuskan sebagai berikut Lukman Dendawijaya, 2003 : 118 : LDR = 100 X diterima yang dana diberikan yang kredit Dana yang diterima oleh pihak bank menurut Lukman Dendawijaya 2003 : 118, antara lain : a. KLBI Kredit Likuiditas Bank Indonesia. b. Giro, deposito dan tabungan masyarakat. c. Pinjaman bukan dari bank, jangka waktu lebih dari 3 bulan diluar pinjaman subordinasi. d. Deposito dan pinjaman dari bank lain, jangka waktu lebih dari 3 bulan. e. Modal inti. f. Modal pinjaman Kredit yang diberikan, antara lain : a. Kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan kredit sindikasi yang dibiayai bank lain. b. Kredit kepada bank lain dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan. c. Kredit sindikasi, yaitu fasilitas kredit yang diberikan bank kepada debitor biasanya nasabah korporasi atau perusahaan secara bersama-sama dengan bank-bank lain berdasarkan kesepakatan bersama atas beberapa ketentuan, seperti porsi volume kredit masing-masing bank, tingkat suku bunga, porsi jaminan agunan masing-masing bank, wanprestasi oleh debitor, berbagai fee, dan lain-lain. Kredit sindikasi ini biasanya diberikan bank karena kekurangan dana jika dibiayai sendiri atau menghindari terjadinya pelanggaran atas Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK. LDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar Dendawijaya, 2003 : 118 Ketentuan penilaian : § Rasio sebesar 115 atau lebih, akan diberi Nilai Kredit NK = 0. § Untuk setiap penurunan 1 mulai dari 115, Nilai Kredit NK ditambah 4 dengan maksimum 100. Rumus: NKK= 4 1 _ 115 X LDR Secara ringkas masing-masing komponen dalam analisis CAMEL ini terdiri dari beberapa bagian kecil yang masing-masing memiliki bobot resiko dan perhitungan nilai kredit tersendiri. perhitungan tingkat kesehatan bank ini dapat diliat pada tabel berikut ini :

F. Pemenuhan ketentuan lain yang mempengaruhi tingkat kesehatan