Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor)

(1)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+

(STUDI KASUS : KODYA BOGOR)

NANIK HANDAYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+

(STUDI KASUS : KODYA BOGOR)

NANIK HANDAYANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Judul : Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan

Menggunakan Citra Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor)

Nama : Nanik Handayani

NRP : G24103028

Menyetujui,

Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc IT

Dra. Laras Tursilowati, M.Si

NIP. 132 206 238

NIP. 300 001 236

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131 578 806


(4)

(5)

RINGKASAN

NANIK HANDAYANI. Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO dan LARAS TURSILOWATI.

Perubahan penutup lahan dapat merubah distribusi ekosistem lingkungan dan sifat-sifat fisis permukaan seperti kapasitas panas, emisivitas, konduktivitas thermal dan kekasapan permukaan yang selanjutnya akan mengubah penerimaan komponen neraca energi di daerah tersebut. Setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama, tetapi kapasitas panas yang dimiliki berbeda-beda. Sehingga suhu yang dihasilkannya pun juga berbeda. Kapasitas panas suatu benda bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas panas (C) dan perubahannya untuk masing-masing penutup lahan menggunakan data citra satelit Landsat. Hal yang diharapkan dari penelitian ini adalah data penginderaan jauh dapat meminimalkan data lapangan dalam pendugaan kapasitas panas. Studi kasus penelitian adalah Kodya Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan konsep neraca energi. Pendugaan kapasitas panas diperoleh dari dengan pendekatan NDVI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penutup lahan bervegetasi, penggunaan radiasi netto sebagian besar untuk fluks pemanasan laten ( E). Nilai E ini berbanding lurus dengan nilai indeks vegetasi. Sedangkan pada penutup lahan terbangun, nilai NDVI rendah sebanding dengan

nilai E yang rendah, karena energi yang diterima sebagian besar digunakan untuk memanaskan

udara dan tanah. Kapasitas panas tertinggi terjadi pada penutup lahan tubuh air, hal ini dikarenakan tubuh air mampu menyimpan panas lebih baik dibandingkan penutup lahan lain. Sedangkan terendah terjadi pada lahan non vegetasi, karena lahan ini akan lebih cepat naik suhunya dibandingkan tubuh air pada penambahan panas yang sama, tetapi pada malam hari saat terjadi pengurangan panas akibat pancaran gelombang panjang dari permukaan bumi, lahan non vegetesi akan cepat dingin dibandingkan air.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur hamba panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor)” sebagai salah satu syarat kelulusan di Program Studi Meteorologi.

Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Idung Risdiyanto S.Si, M.Sc IT selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Laras Tursilowati M.Si selaku pembimbing II, yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian karya ilmiah ini serta Bapak Dr.Ir. Sobri Effendy M.Si sebagai dosen penguji. Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap dosen dan staf departemen Meteorologi, segenap staf dan peneliti LAPAN Bandung, Dosen dan staf Lab. Hidrometeorologi serta kak Idris [Biotrop], kak Nandang atas bantuan datanya. Kak Erwin, kak Beni, kak Tita, Yetti, Basyar dan Away atas diskusi dan bantuanya. Teman-teman di Lab. Hidromet : Ria, Mia, Rahmat, Kolay, Bonang. Sahabatku Miechan, Nunun, Nonik, Nanda, Linca, Ayu, Neng, Depih, Rina, Santi, Ien, Iin R, Hadi, Goval, Agung, Tomi, Sukma, Lisda, Indah cs (terima kasih atas semangat dan persahabatannya). Serta teman-teman GFM 40 : Yuni, Dee, Ika, Mega, Ida, Jurki, Bismi, Eva, Andika, Febri, Dicka, Kiki, Syahru, Latief, Tria, Tri, Budi, Ponco, Harry, Rifki, Yusuf, Wiranto, Dani, Dicky, Sandhy. And thanks for all of civitas GFM 39, 41, 42 atas segala semangat, keceriaan dan kebersamaan persahabatannya.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada Ibu, Bapak, Mas Joko-Teh Santi, Mas Agus, Mas Heri, Mbak Widi-Mas Pur, keponakan2ku serta Muhammad Ridwan atas segala doa, motivasi dan limpahan kasih sayangnya kepada penulis. Serta seluruh keluarga besar yang memberi dukungan baik moril maupun materiil dan dorongan doanya. Dan semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari dalam karya ilmiah ini belum sepenuhnya sempurna sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2007


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 28 Januari 1985 dari orang tua yang bernama Samsi Jito Martono dan Ibu Siti Martini. Penulis merupakan anak terakhir dari lima bersaudara. Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sumber Sari Indah 2 Bandung. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Pasundan 5 Bandung dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 18 Bandung dan di tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada program studi Meteorologi.

Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yang diadakan Departemen seperti tergabung dalam HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) maupun kegiatan di Fakultas MIPA. Pada tahun ajaran 2006/2007 penulis menjadi asisten mata kuliah Meteorologi Satelit untuk program Sarjana

Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang di Bidang Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung pada bulan Juni – Agustus 2006.


(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Informasi dan status satelit Landsat ………... 2

2. Karakteristik dan kegunaan umum masing-masing kanal dari satelit Landsat………..2

3. Sifat Fisik Benda ……….. ... 4

4. Klasifikasi Penutup Lahan Kodya Bogor tahun 1997 dan 2006 ………..9

5. Kisaran nilai suhu permukaan (oC) tiap penutup lahan tahun 1997 ……….. ... 10

6. Kisaran nilai suhu permukaan (oC) tiap penutup lahan tahun 2006 ……….. ... 10

7. Kisaran nilai rata-rata albedo tiap penutup lahan pada tahun 1997 dan 2006 ……….. 10

8. Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan (oC), Albedo dan Rn (Wm-2) tiap penutup lahan tahun 1997 ……….. ... 10

9. Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan (oC), Albedo dan Rn (Wm-2) tiap penutup lahan tahun 2006 ……….. ... 11

10. Kisaran nilai rata-rata G (Wm-2) pada penutup lahan tahun 1997 dan 2006 ………...11

11. Kuantitatif nilai komponen neraca energi di beberapa penutup lahan tahun 1997 dan 2006 ……….…..12

12. Nilai Suhu dan Radiasi Netto hasil pengukuran langsung di 3 Stasiun ………12

13. Nilai NDVI tiap penutup lahan ……….. ... 13

14. Nilai NDVI pada 3 titik sampel tiap penutup lahan ……….. ... 14

15. Panas Jenis tiap Penutup Lahan ………... 14


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Pengelompokan kelas kenampakan permukaan bumi ………... 6

2. Grafik radiasi netto tiap penutup lahan ……….. ... 11

3. Grafik G tiap penutup lahan ……….. ... 11


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Peta klasifikasi penutup lahan Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 17

2. Peta klasifikasi penutup lahan Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 18

3. Peta sebaran suhu permukaan Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 19

4. Peta sebaran suhu permukaan Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 20

5. Peta sebaran radiasi netto Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 21

6. Peta sebaran radiasi netto Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 22

7. Peta sebaran fluks pemanasan tanah Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 23

8. Peta sebaran fluks pemanasan tanah Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 24

9. Peta sebaran NDVI Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 25

10. Peta sebaran NDVI Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 26

11. Tahapan Penelitian ……….. ... 27

12. Analisis Sumber Kesalahan ……….. ... 28


(11)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+

(STUDI KASUS : KODYA BOGOR)

NANIK HANDAYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+

(STUDI KASUS : KODYA BOGOR)

NANIK HANDAYANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

Judul : Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan

Menggunakan Citra Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor)

Nama : Nanik Handayani

NRP : G24103028

Menyetujui,

Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc IT

Dra. Laras Tursilowati, M.Si

NIP. 132 206 238

NIP. 300 001 236

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131 578 806


(14)

(15)

RINGKASAN

NANIK HANDAYANI. Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO dan LARAS TURSILOWATI.

Perubahan penutup lahan dapat merubah distribusi ekosistem lingkungan dan sifat-sifat fisis permukaan seperti kapasitas panas, emisivitas, konduktivitas thermal dan kekasapan permukaan yang selanjutnya akan mengubah penerimaan komponen neraca energi di daerah tersebut. Setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama, tetapi kapasitas panas yang dimiliki berbeda-beda. Sehingga suhu yang dihasilkannya pun juga berbeda. Kapasitas panas suatu benda bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas panas (C) dan perubahannya untuk masing-masing penutup lahan menggunakan data citra satelit Landsat. Hal yang diharapkan dari penelitian ini adalah data penginderaan jauh dapat meminimalkan data lapangan dalam pendugaan kapasitas panas. Studi kasus penelitian adalah Kodya Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan konsep neraca energi. Pendugaan kapasitas panas diperoleh dari dengan pendekatan NDVI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penutup lahan bervegetasi, penggunaan radiasi netto sebagian besar untuk fluks pemanasan laten ( E). Nilai E ini berbanding lurus dengan nilai indeks vegetasi. Sedangkan pada penutup lahan terbangun, nilai NDVI rendah sebanding dengan

nilai E yang rendah, karena energi yang diterima sebagian besar digunakan untuk memanaskan

udara dan tanah. Kapasitas panas tertinggi terjadi pada penutup lahan tubuh air, hal ini dikarenakan tubuh air mampu menyimpan panas lebih baik dibandingkan penutup lahan lain. Sedangkan terendah terjadi pada lahan non vegetasi, karena lahan ini akan lebih cepat naik suhunya dibandingkan tubuh air pada penambahan panas yang sama, tetapi pada malam hari saat terjadi pengurangan panas akibat pancaran gelombang panjang dari permukaan bumi, lahan non vegetesi akan cepat dingin dibandingkan air.


(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur hamba panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus : Kodya Bogor)” sebagai salah satu syarat kelulusan di Program Studi Meteorologi.

Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Idung Risdiyanto S.Si, M.Sc IT selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Laras Tursilowati M.Si selaku pembimbing II, yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian karya ilmiah ini serta Bapak Dr.Ir. Sobri Effendy M.Si sebagai dosen penguji. Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap dosen dan staf departemen Meteorologi, segenap staf dan peneliti LAPAN Bandung, Dosen dan staf Lab. Hidrometeorologi serta kak Idris [Biotrop], kak Nandang atas bantuan datanya. Kak Erwin, kak Beni, kak Tita, Yetti, Basyar dan Away atas diskusi dan bantuanya. Teman-teman di Lab. Hidromet : Ria, Mia, Rahmat, Kolay, Bonang. Sahabatku Miechan, Nunun, Nonik, Nanda, Linca, Ayu, Neng, Depih, Rina, Santi, Ien, Iin R, Hadi, Goval, Agung, Tomi, Sukma, Lisda, Indah cs (terima kasih atas semangat dan persahabatannya). Serta teman-teman GFM 40 : Yuni, Dee, Ika, Mega, Ida, Jurki, Bismi, Eva, Andika, Febri, Dicka, Kiki, Syahru, Latief, Tria, Tri, Budi, Ponco, Harry, Rifki, Yusuf, Wiranto, Dani, Dicky, Sandhy. And thanks for all of civitas GFM 39, 41, 42 atas segala semangat, keceriaan dan kebersamaan persahabatannya.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada Ibu, Bapak, Mas Joko-Teh Santi, Mas Agus, Mas Heri, Mbak Widi-Mas Pur, keponakan2ku serta Muhammad Ridwan atas segala doa, motivasi dan limpahan kasih sayangnya kepada penulis. Serta seluruh keluarga besar yang memberi dukungan baik moril maupun materiil dan dorongan doanya. Dan semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari dalam karya ilmiah ini belum sepenuhnya sempurna sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2007


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 28 Januari 1985 dari orang tua yang bernama Samsi Jito Martono dan Ibu Siti Martini. Penulis merupakan anak terakhir dari lima bersaudara. Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sumber Sari Indah 2 Bandung. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Pasundan 5 Bandung dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 18 Bandung dan di tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada program studi Meteorologi.

Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yang diadakan Departemen seperti tergabung dalam HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) maupun kegiatan di Fakultas MIPA. Pada tahun ajaran 2006/2007 penulis menjadi asisten mata kuliah Meteorologi Satelit untuk program Sarjana

Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang di Bidang Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung pada bulan Juni – Agustus 2006.


(18)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Informasi dan status satelit Landsat ………... 2

2. Karakteristik dan kegunaan umum masing-masing kanal dari satelit Landsat………..2

3. Sifat Fisik Benda ……….. ... 4

4. Klasifikasi Penutup Lahan Kodya Bogor tahun 1997 dan 2006 ………..9

5. Kisaran nilai suhu permukaan (oC) tiap penutup lahan tahun 1997 ……….. ... 10

6. Kisaran nilai suhu permukaan (oC) tiap penutup lahan tahun 2006 ……….. ... 10

7. Kisaran nilai rata-rata albedo tiap penutup lahan pada tahun 1997 dan 2006 ……….. 10

8. Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan (oC), Albedo dan Rn (Wm-2) tiap penutup lahan tahun 1997 ……….. ... 10

9. Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan (oC), Albedo dan Rn (Wm-2) tiap penutup lahan tahun 2006 ……….. ... 11

10. Kisaran nilai rata-rata G (Wm-2) pada penutup lahan tahun 1997 dan 2006 ………...11

11. Kuantitatif nilai komponen neraca energi di beberapa penutup lahan tahun 1997 dan 2006 ……….…..12

12. Nilai Suhu dan Radiasi Netto hasil pengukuran langsung di 3 Stasiun ………12

13. Nilai NDVI tiap penutup lahan ……….. ... 13

14. Nilai NDVI pada 3 titik sampel tiap penutup lahan ……….. ... 14

15. Panas Jenis tiap Penutup Lahan ………... 14


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Pengelompokan kelas kenampakan permukaan bumi ………... 6

2. Grafik radiasi netto tiap penutup lahan ……….. ... 11

3. Grafik G tiap penutup lahan ……….. ... 11


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Peta klasifikasi penutup lahan Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 17

2. Peta klasifikasi penutup lahan Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 18

3. Peta sebaran suhu permukaan Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 19

4. Peta sebaran suhu permukaan Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 20

5. Peta sebaran radiasi netto Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 21

6. Peta sebaran radiasi netto Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 22

7. Peta sebaran fluks pemanasan tanah Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 23

8. Peta sebaran fluks pemanasan tanah Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 24

9. Peta sebaran NDVI Kota Bogor tahun 1997 ……….. ... 25

10. Peta sebaran NDVI Kota Bogor tahun 2006 ……….. ... 26

11. Tahapan Penelitian ……….. ... 27

12. Analisis Sumber Kesalahan ……….. ... 28


(21)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk merupakan

faktor utama yang mempengaruhi

perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan tingginya

aktivitas manusia dan pesatnya

pembangunan menyebabkan perubahan di

segala bidang. Salah satunya adalah

perubahan penutup dan penggunaan lahan.

Perubahan penutup dan penggunaan

lahan dapat merubah reflektansi radiasi surya permukaan bumi dan menyebabkan pendinginan atau pemanasan lokal.

Perubahan tersebut dapat mengubah distribusi ekosistem lingkungan dan sifat-sifat fisis permukaan seperti kapasitas panas, emisivitas, konduktivitas thermal dan kekasapan permukaan yang selanjutnya akan mengubah penerimaan komponen neraca energi di daerah tersebut.

Kapasitas panas adalah jumlah panas yang terkandung oleh suatu benda. Setiap

permukaan menerima energi radiasi

matahari yang sama, tetapi kapasitas panas yang dimiliki berbeda-beda. Sehingga suhu yang dihasilkannya pun juga berbeda. Kapasitas panas suatu benda bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya. Massa jenis pada penelitian ini dikaitkan dengan jenis penutup lahan dan

diduga dengan pendekatan Normalized

Difference Vegetation Index (NDVI) yang diestimasi dari data satelit Landsat. Sehingga akan diperoleh kapasitas panas tiap penutup lahan.

1.2.Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui nilai kapasitas panas (C) dan perubahannya untuk masing-masing penutup lahan menggunakan data citra satelit Landsat.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

Penginderaan jauh (inderaja) secara umum didefinisikan sebagai suatu cara untuk memperoleh informasi dari objek tanpa mengadakan kontak fisik dengan objek tersebut, sedangkan secara khusus adalah usaha untuk mendeteksi gelombang elektromagnetik baik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh objek. Menurut fungsinya satelit inderaja dibedakan menjadi satelit sumber dan satelit lingkungan-cuaca. Satelit

yang termasuk sumber alam diantaranya adalah SPOT dan LANDSAT, sedangkan satelit lingkungan dan cuaca diantaranya

METEOR dan COSMOS (USSER),

TIROS-N dan NOAA-N(USA).

Satelit Landsat merupakan satelit yang digunakan untuk memantau sumber daya yang ada di bumi. Satelit ini merupakan hasil kerja sama antara National Aeronautics and Space Administration

(NASA) dengan Department of Interior United State pada pertengahan tahun 1960-an. Landsat sebelumnya bernama Earth Resources Technology Satellite (ERTS-1) yang diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 dengan tujuan memberikan gambaran secara menyeluruh tentang permukaan bumi.

Satelit Landsat melewati daerah yang sama setiap 16 hari sekali dengan waktu 103 menit untuk melakukan satu putaran mengelilingi bumi serta memiliki ketinggian orbit pada 705 km. Orbit Landsat melalui 9° Kutub Selatan dan Kutub Utara.

Satelit Landsat 7 diluncurkan dari Vandenburg Air Force Base pada tanggal 15 April 1999 dengan wahana Delta II. Satelit mengorbit pada ketinggian 705 km, sun synchronous, dan memetakan bumi dengan siklus pengulangan 16 hari sekali. Sensornya

merupakan instrumen “single

nadir-pointing”, disebut Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+). Komunikasi melalui S-Band digunakan untuk mengendalikan satelit dan X-Band digunakan untuk data downlink. Meskipun orbit satelit Landsat 7 melewati tempat yang sama setiap 16 hari pada waktu yang sama, perubahan elevasi

matahari dapat menyebabkan variasi

iluminasi sehingga mempengaruhi citra yang

diperoleh. Perubahan ini terutama

disebabkan oleh perubahan musiman posisi utara-selatan matahari relatif terhadap bumi

Sistem Landsat-7 dirancang untuk bekerja 7 band atau kanal energi pantulan (band 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8) dan satu band energi emisi (band 6). Sensor ETM+ bekerja pada 3 resolusi, yaitu 30 meter untuk band 1-5, dan 7; 60 meter untuk band 6; dan 15 meter untuk band 8. Data ETM+ yang dikalibrasi dengan baik dapat diolah untuk mengubah energi surya yang dikumpulkan oleh sensor menjadi nilai radiance. Radiance (radiansi) adalah flux energi (terutama dalam bentuk energi irradian atau energi datang) tiap sudut


(22)

** Beroperasi sampai saat ini

Sumber : Kiefer 1990

energi yang meninggalkan satu unit luasan permukaan pada arah tertentu. Radiansi berhubungan dengan kecerahan (brightness) pada arah tertentu menuju sensor, dan sering dirancukan dengan reflektansi (reflectance),

yang merupakan rasio energi yang

dipantulkan dengan energi datang.

Sementara radiansi merupakan energi yang diukur oleh sensor dan agak dipengaruhi oleh reflektansi.

2.2. Neraca Energi

Neraca energi merupakan

kesetimbangan antara masukan energi dari surya dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks . Persamaan dari neraca

energi permukaaan dapat dituliskan sebagai berikut:

Rn  G H E...1 Dimana Rn adalah radiasi netto (Wm

-2

), G adalah fluks pemanasan tanah (Wm-2), H adalah fluks pemanasan Udara (Wm-2)

dan E adalah fluks pemanasan uap air

(Wm-2).

Radiasi netto dihitung dari selisih antara gelombang pendek matahari yang datang (RS) dan gelombang panjang yang

datang ke permukaan (RL) dengan

gelombang pendek yang keluar (RS) dan

Satelite Masa Operasi Non Aktif Nama satelit

Landsat 1 23 Juli 1972 6 Januari 1978 RBV, MSS

Landsat 2 22 Januari 1975 25 Februari 1982 RBV, MSS

Landsat 3 5 Maret 1978 31 Maret 1983 RBV, MSS

Landsat 4 16 Juli 1982 14 Desember 1993 MSS, TM

Landsat 5 1 Maret 1984 ** MSS, TM

Landsat 6 5 Oktober 1993 Hilang saat Peluncuran ETM

Landsat 7 15 April 1999 ** ETM+

Saluran (band)

Panjang Gelombang

(µm)

Resolusi Spasial (meter)

Sifat dan Aplikasinya

1 0.45-0.52 30 • Tanggap peningkatan penetrasi tubuh air

• Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah, vegetasi 2 0.53-0.6 30 • Mengindera puncak pantulan vegetasi • Menekankan perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan

3 0.63-0.69 30

• Untuk memisahkan vegetasi

• Saluran pada serapan klorofil dan memperkuat kontras vegetasi dan bukan vegetasi

4 0.76-0.9 30

• Tanggap biomassa vegetasi • Identifikasi tipe vegetasi

• Memperkuat kontras tanah - tanaman dan lahan - air 5 1.55-1.75 30 • Menentukan jenis tanaman dan kandungan air tanaman • Membantu menentukan kondisi kelembaban tanah

6 10.4-12.5 60

• Deteksi suhu objek • Analisa gangguan vegetasi • Perbedaan kelembaban tanah

7 2.08-2.35 30 • Pemisahan formasi batuan • Analisis bentuk lahan

Tabel 2. Karakteristik dan Kegunaan Umum Masing - Masing Kanal dari Satelit Landsat Tabel 1. Informasi dan Status Satelit Landsat


(23)

gelombang panjang yang keluar (hilang) (

L R).

  

RS RS RL RL

Rn ...2

Pada siang hari atau musim panas, proses dominan adalah masukan energi dari radiasi surya ke permukaan. Energi radiasi ini diubah menjadi energi laten melalui proses penguapan dari permukaan dan sebagian lainnya dipindahkan ke dalam tanah maupun keluar untuk memanaskan udara diatasnya.

2.3. Albedo

Albedo adalah perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Energi yang dipantulkan oleh

suatu permukaan memiliki panjang

gelombang yang pendek, sehingga sensor yang digunakan untuk menghitung albedo adalah sensor yang menerima panjang gelombang pendek.

2.4. Suhu Permukaan

Suhu permukaan dapat diartikan

sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan, dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Suhu permukaan bumi merupakan tanggapan

terhadap berbagai fluks energi yang

melaluinya. Energi di permukaan menjadi sumber pembangkit gradien suhu, gradien kecepatan dan gradien konsentrasi. Gradien tersebut merupakan penggerak pada proses pemindahan massa, bahang dan momentum. Proses pemindahan bahang yang utama pada tanah terjadi secara konduksi. Fluks bahang yang mengalir dari dan ke luar permukaan tergantung sifat tanah yang mempunyai nilai konduktivitas bahang.

Energi panas akan dipindahkan dari permukaan yang lebih panas ke udara diatasnya yang lebih dingin. Sebaliknya jika udara lebih panas dan permukaan lebih dingin, panas akan dipindahkan dari udara ke permukaan di bawahnya (Rosenberg, 1974).

Pada saat permukaan suatu benda menyerap radiasi, suhu permukaannya belum tentu sama. Hal ini tergantung pada sifat fisik objek pada permukaan tersebut. Sifat fisis objek tersebut diantaranya : emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Suatu objek di

permukaan yang memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis rendah, sedangkan

konduktivitas thermalnya tinggi akan

menyebabkan suhu permukaannya

meningkat. Hal sebaliknya terjadi pada suatu

objek yang memiliki emisivitas dan

kapasitas jenis yang tinggi sedangkan

konduktivitas thermalnya rendah akan

menyebabkan lebih rendahnya suhu

permukaan. Suhu permukaan akan

mempengaruhi jumlah energi untuk

memindahkan panas dari permukaan ke udara (Adiningsih 2001).

Suhu permukaan merupakan unsur pertama yang dapat diidentifikasi dari citra satelit Thermal. Dimana dalam remote sensing, suhu permukaan dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan, yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan yang berbeda.

2.4.1. Kapasitas Panas

Kapasitas panas suatu benda

bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya.

ΔQ = m C

ΔT…………..…………...….3 C = ρ

c……….………...4 Dimana, ΔQ adalah jumlah energi yang diterima atau dilepaskan (Joule), ΔT adalah selisih suhu (oC), m adalah massa (kg), C adalah kapasitas panas (J m-3oC-1), c

adalah panas jenis (Jkg-1oC-1), dan ρ adalah massa jenis (kgm-3).

Dari persamaan diatas dapat

dikatakan bahwa jika setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama tetapi dengan kapasitas panas yang berbeda, maka suhu yang dihasilkan juga berbeda.

Jika suatu benda berkapasitas panas besar, maka perubahan suhu yang dihasilkan rendah. Sebaliknya jika suatu benda berkapasitas panas kecil, maka perubahan suhu yang dihasilkan tinggi. Kecepatan

suatu benda hingga menjadi panas

bergantung pada konduktivitas termalnya. Semakin besar konduktivitas termal suatu benda, maka semakin cepat perambatan panas dan semakin besar suhunya.

Panas ditransfer melalui tanah, batu dan daerah dibawah permukaan tanah lainnya (kecuali untuk air yang bergerak). Dari Tabel 3 ditunjukkan bahwa kapasitas panas air paling besar dan suhu yang dihasilkan rendah karena konduktivitas termalnya rendah, berbanding terbalik


(24)

Sumber : Geiger et al, 1961

dengan beton yang mempunyai kapasitas panas kecil, sehingga cepat menjadi panas. Bahan beton dapat mewakili jenis penutup lahan pemukiman dan industri.

2.3.2. Proses Perpindahan Panas di Permukaan Bumi

Perubahan suhu tidak terjadi apabila tidak terjadi penambahan/ pengurangan panas. Perpindahan panas terjadi dari benda yang mempunyai tingkat energi lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Perpindahan panas ini dibedakan menjadi tiga, yaitu

konduksi, konveksi dan radiasi.

Konduksi merupakan proses

perpindahan panas pada benda-benda padat (tanah) dimana sebagian energi kinetik molekul benda/medium yang bersuhu lebih tinggi dipindahkan ke molekul benda lebih rendah melalui tumbukan molekul-molekul tersebut.

Berikut ini persamaan yang

menunjukkan proses konduksi, dengan tanda negatif menunjukkan arah perpindahan panas dari suhu tinggi ketempat yang bersuhu lebih rendah. (Sellers, 1965) :

dT G

dz

  ………...………..5

Dimana, G adalah fluks pemanasan tanah (Wm-2), adalah konduktivitas panas (Wm-2K-1), dan dT

dz

adalah gradien suhu

(Km-1).

Konveksi merupakan proses

perpindahan panas yang terjadi pada fluida (cairan dan gas), dimana panas dipindahkan bersama-sama dengan fluida yang bergerak. Proses ini terjadi melalui konveksi paksa (forced convection), dimana udara bergerak melalui lapisan perbatas (boundary layer) pada permukaan kasar sehingga timbul gerak edi yang acak. Dan konveksi bebas (free convection), dimana udara dipanaskan oleh permukaan bumi akibat penerimaan radiasi matahari, sehingga udara akan mengembang dan naik ke tekanan yang lebih

rendah. Persamaan 6 menunjukkan

perhitungan pemindahan panas secara

konveksi dan tanda negatif menunjukkan arah perpindahan panas dari suhu tinggi ke suhu rendah. ( ) p Ts Ta H c Ra

  …………...………...6

Dimana, H adalah fluks panas dari permukaan ke atmosfer atau sebaliknya (Wm-2), ρ adalah kerapatan udara kering (kg m-3), cp adalah panas jenis udara pada Benda Massa Jenis

(g m-3)

Panas Jenis (Joule g

-1o C-1)

Kapasitas Panas (Joule m-3oC-1)

Konduktivitas Bahang (W m-1 oC-1)

Difusivitas Bahang (cm2sec-1) Lahan Basah 8x10

-7-

1x10-6 -

2.51x10-6-

3.35 x10-6

2.93x10-2-

4.18 x10-2

0.9x10-4-

1.6 x10-4 Lahan Kering 3x10

-7

-

6x10-7 - 0.42 x10 -6

-

0.84 x10-6 0.42 x10 -2

-

1.26 x10-2 0.5 x10 -4

- 3 x10-4

Tanah Liat Basah 1.7x10

-6

-

2.2x10-6 0.71-0.84

1.25 x10-6- 1.67 x10-6

8.37 x10-2- 20.93 x10-2

5 x10-4- 17 x10-4 Tanah Liat Kering - 0.71-0.84 0.42 x10

-6-

1.67 x10-6

0.84 x10-2-

6.28 x10-2

0.5 x10-4-

15 x10-4 Pasir Basah - 0.84 0.84 x10

-6-

2.51 x10-6

8.37 x10-2-

25.12 x10-2

3 x10-4-

12 x10-4 Pasir Kering 1.4x10

-6

-

1.7x10-6 0.84

0.42 x10-6- 1.67 x10-6

0.075 x10-2- 2.93 x10-2

1 x10-4- 7 x10-4 Batu 2.5x10

-6

-

2.9x10-6 0.71-0.84 1.79 x10 -6

-

2.42 x10-6 16.75 x10 -2

-

41.87 x10-2 7 x10 -4

- 23 x10-4

Besi 7.9x10-6 0.44 3.42 x10-6 879.27 x10-2 256 x10-4 Beton 2.2x10

-6

-

2.5x10-6 0.88 2.17 x10

-6 46.057 x10-2 22 x10-4

Air Tenang 1x10-6 4.18 4.18 x10-6 5.44 x10-2-

6.28 x10-2

1.3 x10-4- 1.5 x10-4 Udara Tenang 1x10

-9

-

1,4x10-9 1.0046

0.001 x10-6- 0.0014 x10-6

0.21 x10-2- 0.25 x10-2

147 x10-4- 250 x10-4


(25)

tekanan tetap (J kg K-1), Ts adalah suhu permukaan (oC), Ta adalah suhu udara (oC) dan Ra adalah tahanan aerodinamik.

Semakin besar perbedaan antara suhu permukaan dan suhu udara diatasnya dengan tahanan aerodinamik yang kecil, maka jumlah energinya akan semakin besar. Proses pemanasan udara melalui konveksi lebih efektif dibandingkan dengan konduksi dan radiasi. Oleh sebab itu, proses pemanasan udara dalam neraca energi hanya diwakili oleh proses konveksi yang ditunjukkan oleh persamaan 7.

Qn

H

...7 Dimana, Qn adalah radiasi netto (Wm

-2) yang dipancarkan oleh suatu permukaan

yang berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan tersebut (Hukum Stefan-Boltzman). Energi radiasi

gelombang panjang yang dipancarkan

permukaan bumi sebagian diserap atmosfer dan sisanya akan keluar dari sistem atmosfer bumi.

4

Qn



Ts

...8

Dimana, ε adalah emivisitas

permukaan, σ adalah tetapan

Stefan-Boltzman (5,67x10-8).

2.4. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Indeks vegetasi atau NDVI adalah

indeks yang menggambarkan tingkat

kehijauan suatu tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah dan band NIR yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Kiefer, 1990). Perhitungan NDVI didasarkan pada perbandingan antara nilai reflektansi gelombang inframerah dekat dengan gelombang cahaya tampak yang diperoleh dari citra satelit. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1. Nilai ini menggambarkan bahwa semakin tinggi nilainya berarti kondisi tanaman yang

dipantau dari citra satelit lebih

memperlihatkan kenampakan tanaman yang subur dan rapat seperti tanaman hutan, sedangkan semakin rendah nilainya berarti kondisi tanaman kurang subur atau telah terjadi pembukaan kawasan hutan maupun persawahan. Oleh sebab itu, NDVI sering

digunakan sebagai parameter untuk

pemantauan kehijauan tanaman. Nilai

NDVI positif (+) terjadi apabila vegetasi

lebih banyak memantulkan radiasi pada

panjang gelombang inframerah dekat

dibandingkan cahaya tampak. Nilai NDVI nol (0) terjadi apabila pemantulan energi yang direkam oleh panjang gelombang cahaya tampak sama dengan gelombang inframerah dekat. Hal ini sering terjadi pada daerah pemukiman, tanah bera, darat non vegetasi, awan dan permukaan air. NDVI negatif (-) terjadi apabila permukaan awan, air dan salju lebih banyak memantulkan energi pada gelombang cahaya tampak dibandingkan pada inframerah dekat.

Menurut (Chemin, 2003 dan Allen et. al., 2001 dalam Khomaruddin, 2005) nilai

Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI), nilai radiasi netto, suhu permukaan dan albedo merupakan fungsi dari soil heat flux (G) :

G = f (Rn, Ts, , NDVI) ...9

0.0038 0.0074 2



1 0.98NDVI4

T Rn

G s

.……10

Dimana,

G =Perpindahan bahang tanah (soil heat flux)(W m-2)

 =Albedo permukaan (diturunkan

dari data satelit)

Ts =Suhu permukaan (°C) (diturunkan

dari data satelit)

NDVI =Normalized Difference Vegetation Index (satelit)

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan September 2007 di Laboratorium Hidrometeorologi, Departemen GFM dan di Bidang Aplikasi

Klimatologi dan Lingkungan. Pusat

Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN, Bandung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data diantaranya:

1. Perangkat lunak Er Mapper 7. 2. Perangkat lunak Arc View GIS 3.3

with Full extention.

3. Perangkat lunak Ms. Office 2007. 4. Seperangkat komputer dan printer.


(26)

Bahan – bahan yang digunakan antara lain :

1. Data citra Landsat Path/Row

122/065, tanggal akuisisi 28

Agustus 1997 dan 27 Juni 2006.

2. Data penggunaan dan penutup

lahan wilayah Bogor (skala

1:25.000, Bakosurtanal 2004). 3. Peta dasar wilayah Bogor (skala

1:25.000, Bakosurtanal 2004).

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pemrosesan Data Citra

Pemrosesan awal citra satelit

dilakukan sebelum analisis spasial dan atribut, yaitu untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari suatu data citra. Beberapa tahapan yang dilakukan pada pemrosesan data citra :

Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan dengan metode registrasi yaitu koreksi antara citra yang belum terkoreksi yaitu citra Landsat TM tahun 1997 dengan citra yang sudah terkoreksi yaitu citra Landsat ETM+ tahun 2006. Tujuan koreksi geometrik ini adalah melakukan koreksi citra terhadap citra yang telah mempunyai koordinat yang benar.

Cropping Wilayah Kajian

Dari data citra satelit Landsat TM/ETM+ path/row 122/065, dilakukan cropping dengan data vector Kodya Bogor.

Cropping dilakukan setelah koreksi

geometrik.

Klasifikasi Penutup Lahan

Pada penelitian ini, proses klasifikasi

penutup lahan menggunakan metode

klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Sistem pengklasifikasian ini lebih banyak menggunakan algoritma yang

mengkaji sejumlah besar pixel dan

membaginya ke sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai DN (Digital Number) pada citra. Metode ini sangat bermanfaat dan efisien dalam menyajikan ruang yang relatif homogen.

Metode klasifikasi ini menggunakan band 1, 2 dan 3. Penggunaan band tersebut berdasarkan daerah spektrum yaitu pada band 1 dengan daerah spektrum warna biru (0.45-0.52µm) yang baik untuk pemetaan perairan pantai dan untuk membedakan vegetasi dan tanah, band 2 dengan daerah

spektrum warna hijau (0.52-0.60µm),

berguna untuk meningkatkan puncak

pantulan vegetasi, penilaian kesuburan dan untuk inventarisasi tanaman. Sedangkan band 3 dengan daerah spektrum warna merah (0.63-0.69µm) yang baik untuk menampilkan jalan dan tanah kosong, untuk menunjukkan kekontrasan antara daerah bervegetasi dan non vegetasi dan untuk pemisahan spesies tumbuhan.

Perbedaan serapan panjang

gelombang yang diterima oleh citra satelit Landsat diaktualisasi dalam berbagai warna yang bisa dilihat pada peta citra secara umum seperti disajikan pada Gambar 1.

3.3.2. Neraca Energi

Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang

sama, semua fluks energi harus

dipertimbangkan ketika persamaan

keseimbangan energi ditentukan (Allen, et

al, 1998 dalam Khomarudin 2005).

Persamaan dari Neraca Energi permukaan dapat dituliskan sebagai :

E H G

Rn  

………...………11 Dimana :

Rn = Radiasi Netto (Wm-2)

G = Fluks Pemanasan Tanah (Wm-2)

H = Fluks Pemanasan Udara (Wm-2)

E = Fluks Pemanasan Uap Air (Wm-2)

Fokus penelitian ini adalah

menentukan nilai kapasitas panas setelah komponen neraca energi lainnya diketahui (Lampiran 13).

Perhitungan albedo

Albedo adalah perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah Gambar 1. Pengelompokan kelas kenampakan permukaan bumi


(27)

energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan.

Pendugaan albedo dari citra Landsat

dalam USGS (2002) dipengaruhi oleh

beberapa parameterseperti :Jarak astronomi bumi-matahari (d), Rata-rata nilai solar

spectral irradiance pada kanal tertentu (ESUN), Spektral Radiance (L ), dan sudut

zenith matahari (Cos), yang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:

2 . . . L d ESUN Cos  ...12 Untuk menghitung nilai d2 perlu diketahui JD (Julian Day) artinya jumlah hari dalam satu tahun yang dihitung dari tanggal 1 Januari sampai tanggal akuisisi

data citra satelit pada tahun yang

bersangkutan. Persaman yang digunakan dalam USGS (2002) :

d2 = (1-0.01674.Cos(0.9856 (JD 4)))2...13

Perhitungan Suhu Permukaan (Ts)

Untuk menghitung nilai suhu

permukaan pada data satelit Landsat sebelumnya harus diketahui dulu nilai suhu kecerahan dengan persamaan sebagai berikut (USGS, 2002) :

2 1 ln 1 B K T K L         ……...14

Dengan K1= 666.09 Wm-2sr-1m-1 dan K2 =

1282.71K untuk Landsat ETM sedangkan untuk Landsat TM, K1= 607,76 Wm-2sr-1m -1

dan K2 = 1260.56K.

Sedangkan persamaan suhu

permukaan adalah sebagai berikut :

( ) 1 s s s T T koreksi T Ln      …...15 Dimana : TS

= Suhu Permukaan yang terkoreksi (K)

=

Panjang gelombang dari radiasi

yang dipancarkan sebesar 11,5 µm

(markham dan Barker 1985)

α = hc/K (1.438 x 10-2 mK)

h Konstanta Planck's (6.26x10

-34

J sec)

c = Kecepatan cahaya (2.998 x 10

8

m.sec-1)

K = Konstanta Stefan Boltzman (1.38 x 10-23 JK-1)

ε = Emisivitas Objek

Nilai emisivitas untuk lahan non vegetasi yaitu sekitar 0.96 dan untuk lahan vegetasi sekitar 0.97. Sedangkan nilai emisivitas untuk air sekitar 0.98 (Artis dan Carnahan 1982 dalam Hermawan 2005).

Perhitungan Radiasi Netto

Radiasi netto adalah jumlah energi radiasi gelombang pendek yang datang dikurangi dengan energi radiasi gelombang pendek yang keluar ditambah energi radiasi gelombang panjang yang datang dan dikurangi energi gelombang panjang yang keluar. Maka persamaan untuk menghitung radiasi netto (Rn) (dalam Khomarudin 2005) adalah sebagai berikut.

Rn = Rsin + Rlin – Rsout – Rlou...16

Rn = (1- α) Rsin + εaTa 4

0.7 (1 + 0,17 N2) -

εTs 4

...17

Dimana,

Rn = Radiasi netto (W m-2)

Rsin = Radiasi gelombang pendek yang

datang (W m-2) (Diturunkan dari data Satelit)

Rsout = Radiasi gelombang pendek yang

keluar (W m-2)

Rlin = Radiasi gelombang panjang yang

datang (W m-2),(Swinbank,1963) Rlout = Radiasi gelombang panjang yang

keluar (W m-2)

α = Albedo permukaan (Diturunkan

dari Data Satelit)

Ts = Suhu permukaan (K) (Diturunkan

dari Data Satelit)

Ta = Suhu udara (K) (Diduga dari Data

Satelit)

ε = Emisivitas permukaan (Weng,

2001)

εa = emisivitas udara (0,938 x 10 -5 T 2)

 = Tetapan Stefan Bolztman (5,67 x 10

-8

W m-2 K-4)

N = Faktor keawanan (%) (sama dengan


(28)

Indeks Vegetasi

Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

NDVI=(band4–band3)/(band4+band3) ….18

Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada wahana penginderaan jauh. Kisaran panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang digunakan oleh kanal merah dan kanal inframerah tercakup dalam satelit Landsat ETM+ band 3 dan band 4, yaitu masing-masing 0.63-0.69 µm dan 0.76-0.90 µm.

Secara teoritis nilai indeks vegetasi berkisar antara (-1) sampai (+1), tetapi

kisaran sebenarnya menggambarkan

kehijauan vegetasi adalah 0.1 sampai 0.6.

Nilai indeks vegetasi yang tinggi

menunjukkan vegetasi tersebut rapat.

Perhitungan Soil Heat Flux (G)

Perpindahan bahang tanah (soil heat flux) dipengaruhi oleh perbedaan suhu

permukaan dengan suhu tanah pada

kedalaman tertentu dan nilai konduktivitas thermal (k) dari suatu jenis tanah. Karena tidak dilakukan pengukuran suhu tanah di

lapangan dan bertujuan untuk

memaksimalkan penggunaan data

penginderaan jauh, maka nilai soil heat flux

dihitung dari proporsi penggunaan radiasi netto (Rn). (Dalam Khomarudin 2005), FAO (1998) menghitung energi ini sebesar 0.1 Rn, namun Chemin (2003) dan Allen et. al. (2001) menghitung soil heat flux dari nilai radiasi netto, suhu permukaan, albedo dan nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) sebagai berikut.

2



4

98 . 0 1 0074 . 0 0038 . 0 NDVI T Rn

Gs

…...19

Dimana,

G =Perpindahan bahang tanah (soil

heat flux)(W m-2)

 =Albedo permukaan (diturunkan

dari data satelit)

Ts =Suhu permukaan (°C) (diturunkan

dari data satelit)

NDVI =Normalized Difference Vegetation Index (satelit)

Kapasitas Panas

Nilai kapasitas panas (C) tergantung dari massa jenis (ρ) dan panas jenis (c). Karena pada penelitian ini menggunakan

data penginderaan jauh, maka nilai ρ

diperoleh dari hubungan antara nilai NDVI setiap lahan dengan massa jenis hasil dari

penelitian. Sehingga akan diperoleh

persamaan regresi :

ρ = a NDVI + b …………...20

Sehingga nilai kapasitas panas diperoleh dari :

C = ρ x c ……….…..…..21 Dimana :

C = Kapasitas panas (Joule m-3oC-1) c = Panas jenis (Joule g-1oC-1)

ρ = Massa jenis (g m-3)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kodya Bogor

Kodya Bogor terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara sehingga memiliki potensi yang

strategis bagi perkembangan dan

pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat

kegiatan nasional untuk industri,

perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Secara geografis Kodya Bogor terletak pada 106°43’30”BT- 106°51’00”BT dan 6o30’30”LS-6°41’00”LS. Luas Kodya

Bogor 21,56 km² dengan jumlah

penduduknya 834.000 jiwa (2003)

(/www.kotabogor.go.id. )

Dari aspek klimatologi udara Kodya Bogor relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26°C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor adalah 21,8°C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat. Kodya Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330 m dari permukaan laut.


(29)

4.2. Pengolahan Awal Data Citra Satelit 4.2.1. Koreksi Geometrik

Pengolahan citra Landsat 5 TM dan 7

ETM+ digital didahului dengan koreksi geometrik terhadap citra tersebut. Hal ini dilakukan karena citra tersebut belum memiliki sistem koordinat yang sama dengan koordinat geografis yang sebenarnya di lapangan.

Proses selanjutnya yaitu menentukan titik ikat antara citra satelit yang belum terkoreksi dengan data vektor yang sudah terkoreksi (Define Ground Control). Pada saat menentukan titik ikat, diambil pada posisi yang tidak mudah berubah seperti garis pantai dan daerah yang tidak tertutup awan. Hal ini dilakukan untuk memperkecil nilai kesalahan dari interpolasi (Root Mean Square) antara titik ikat.

4.2.2. Klasifikasi Penutup Lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat Hasil klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor diperoleh melalui interpretasi digital citra Landsat TM tahun 1997 dan Landsat ETM+ tahun 2006 menggunakan klasifikasi

tidak terbimbing (Unsupervised

Classification). Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi ini adalah kelas spektral. Kelas spektral tersebut merupakan pengelompokan berdasarkan nilai natural spektral citra, maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut dari hasil klasifikasi dengan membandingkan data rujukan sebagai referensi. Data rujukan yang dipakai pada penelitian ini adalah data spasial penutup dan penggunaan lahan Kodya Bogor tahun 2004 (Bakosurtanal). Proses klasifikasi menggunakan band 1, 2 dan 3. Penggunaan band ini berdasarkan daerah spektrum dengan serapan panjang gelombang yang diterima oleh citra satelit Landsat diaktualisasi dalam berbagai warna yang bisa dilihat pada peta citra.

Tabel 4. Klasifikasi Penutup Lahan Kodya Bogor tahun 1997 dan 2006

Penutup lahan Luas Lahan (ha)

1997 2006

Tubuh air 63.27 61.74

Vegetasi 797.94 776.88

Lahan Terbangun 1392.57 1421.73

Lahan Terbuka 79.74 73.17

Total 2333.52 2333.52

Hasil klasifikasi penutup lahan pada penelitian ini dibagi menjadi empat kelas

penutup lahan, yaitu : tubuh air, lahan terbangun, lahan terbuka dan vegetasi (Tabel 4, Lampiran 1 dan 2). Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa jenis penutup lahan terluas di kodya Bogor didominasi oleh lahan terbangun seluas 1392.57 ha pada tahun 1997 dan 1421.73 ha tahun 2006.

Kenaikan luas lahan terbangun ini

kemungkinan disebabkan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk, termasuk infra strukturnya (jalan, perumahan,

gedung-gedung) dan perkembangan kegiatan

pembangunan yang terjadi di daerah ini.

Sedangkan untuk lahan vegetasi, pada tahun 1997 seluas 797.94 ha dan pada tahun 2006 mengalami pengurangan menjadi 776.88 ha. Hal ini disebabkan terjadinya konversi lahan vegetasi menjadi lahan non vegetasi. Tubuh air sebagian besar terdapat di sungai Ciliwung, Cisadane dan sumber berupa badan air lainnya. Lahan berair ini mengalami pengurangan luas dari 63.27 ha tahun 1997 menjadi 61.74 ha tahun 2006.

Luasan pada masing-masing penutup lahan diatas tidak sepenuhnya menunjukkan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hasil luasan pada masing-masing penutup lahan

dipengaruhi oleh beberapa kesalahan

perhitungan seperti faktor error secara spasial ketika proses klasifikasi penutup lahan sehingga perlu dilakukan ground cek

ke lapangan.

4.3. Pendugaan Suhu Permukaan dan Komponen Neraca Energi dari Data Satelit Landsat

4.3.1. Pendugaan Suhu Permukaan

Berdasarkan hasil estimasi suhu permukaan di Kodya Bogor menggunakan citra Landsat TM tahun 1997 dan ETM+ tahun 2006, suhu permukaan untuk penutup lahan non vegetasi (lahan terbangun dan lahan terbuka) pada tahun 1997 mempunyai kisaran suhu permukaan 23 – 32oC dengan suhu rata-rata terendah dimiliki oleh lahan terbuka 27oC dan lahan terbangun memiliki suhu rata-rata tertinggi sebesar 29oC.

Sedangkan pada tahun 2006 penutup lahan non vegetasi mempunyai kisaran suhu permukaan 21-33 oC dengan suhu rata-rata terendah dimiliki oleh lahan terbuka 26oC dan suhu rata-rata tertinggi dimiliki oleh lahan terbangun sebesar 29oC. Pada penutup lahan vegetasi suhu rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 1997 sebesar 27oC sedangkan

pada tahun 2006 suhu rata-rata sebesar 27oC. Penutup lahan tubuh air memiliki perbedaan


(30)

suhu rata-rata yang tidak signifikan yaitu sebesar 27oC untuk tahun 2006 dan 28oC untuk tahun 1997. Adapun sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun 1997 dan 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Tabel 5. Kisaran nilai suhu permukaan (oC) tiap penutup lahan tahun 1997

Penutup lahan Max Min Mean

Tubuh air 32 23 28

Lahan Terbangun 31 22 29

Vegetasi 32 23 27

Lahan Terbuka 31 24 27

Tabel 6. Kisaran nilai suhu permukaan (oC) tiap penutup lahan tahun 2006

Penutup lahan Max Min Mean

Tubuh air 31 23 27

Lahan Terbangun 33 21 29

Vegetasi 32 23 27

Lahan Terbuka 30 24 26

Adanya perbedaan suhu permukaan pada beberapa penutup lahan seperti ditunjukkan oleh Tabel 5, Tabel 6, Lampiran 3 dan Lampiran 4 disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pada saat yang sama dan dengan masukan energi yang sama respon perubahan suhu permukaan lahan ditentukan oleh sifat fisik dari masing-masing jenis penutup lahan. Sifat fisik tersebut adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal pada suatu penutup lahan. Diduga nilai radiasi global yang sampai di permukaan dan yang dipantulkan kembali oleh bumi tidak semua sama antara tahun 1997 dan 2006.

4.3.2. Pendugaan Albedo

Albedo (α) merupakan nisbah antara

radiasi pantulan dan radiasi yang datang. Dalam penelitian ini, nilai albedo diperoleh

dari pengolahan data citra Landsat

TM/ETM+ dengan memanfaatkan fungsi dari kanal 1, 2 dan 3.

Tabel 7. Kisaran nilai rata-rata albedo (%) tiap penutup lahan pada tahun 1997 dan 2006

Penutup lahan Tahun

1997 2006

Vegetasi 5.7 9.8

Lahan Terbangun 6.5 10.6

Tabel 7 menunjukkan deskripsi albedo tiap penutup lahan pada tahun 1997 dan 2006. Secara umum nilai albedo non vegetasi lebih tinggi dibandingkan tipe

penutup lahan bervegetasi. Hal ini

disebabkan lebih banyak energi radiasi

gelombang pendek yang dipantulkan

kembali oleh penutup lahan non vegetasi

dibandingkan dengan penutup lahan

bervegetasi.

4.3.3. Pendugaan Radiasi Netto

Radiasi netto adalah selisih nilai radiasi yang diterima permukaan bumi dan radiasi yang ditinggalkan dari permukaan bumi ke atmosfer. Radiasi netto bernilai positif pada siang hari dan bernilai negatif pada malam hari. Radiasi netto yang positif inilah yang digunakan untuk memanaskan udara, memanaskan tanah atau lautan dan penguapan.

Berdasarkan persamaan radiasi netto, radiasi gelombang pendek ditentukan oleh nilai albedo, sedangkan radiasi gelombang panjang yang diterima bumi ditentukan oleh nilai suhu udara dan radiasi gelombang panjang yang keluar ditentukan oleh nilai suhu permukaan.

Tabel 8. Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan (oC), Albedo (%) dan Rn (Wm-2) tiap penutup lahan tahun 1997

Penutup lahan Suhu α Rn

Vegetasi 27 5.7 333

Lahan Terbangun 29 6.5 319

Tubuh air 28 5.8 331

Lahan terbuka 27 6.1 328

Tabel 9. Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan (oC), Albedo (%) dan Rn (Wm-2) tiap penutup lahan tahun 2006

Penutup lahan Suhu α Rn

Vegetasi 27 9.8 300

Lahan Terbangun 29 10.6 283

Tubuh air 27 10.2 294

Lahan terbuka 26 9.9 303

Nilai radiasi netto tanggal 28 Agustus 1997 dan 27 Juni 2006 dalam berbagai penutup lahan dapat dilihat dalam Tabel 8,


(31)

Tabel 9, Lampiran 5 dan Lampiran 6. Penutup lahan di daerah lahan terbangun mempunyai nilai radiasi netto yang rendah di bandingkan dengan penutup lahan lain, sedangkan di penutup lahan bervegetasi mempunyai energi radiasi netto paling tinggi. Adanya perbedaan penerimaan Rn pada tiap tipe penutup lahan, dipengaruhi oleh albedo, radiasi gelombang pendek dan radiasi gelombang panjang.

Nilai rataan radiasi netto pada tiap

jenis penutup lahan yang diterima

permukaan pada tahun 1997 lebih besar

dibandingkan tahun 2006, seperti

ditunjukkan Gambar 2. Hal ini bisa dijelaskan berdasarkan data Rn, secara empiris dapat dikatakan bahwa perubahan penutup lahan telah merubah nilai Rn. Namun demikian faktor lain yang mungkin bisa menyebabkan perubahan Rn adalah pengambilan data citra Landsat pada kedua tahun dengan sensor yang berbeda yaitu TM dan ETM+.

4.3.4. Pendugaan Soil Heat Flux (G) Soil Heat Flux (G) dipengaruhi oleh perbedaan suhu permukaan dengan suhu tanah. Dalam persamaan untuk menghitung G diperlukan nilai albedo, radiasi netto dan

NDVI. Dalam persamaan ini suhu

permukaan berbanding lurus dengan G. Tabel 10 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa penutup lahan terbangun mempunyai nilai G lebih tinggi dibandingkan pada penutup lahan bervegetasi. Sedangkan lahan terbuka memiliki nilai G lebih rendah dari penutup lahan lain.

Tabel 10. Kisaran nilai rata-rata G (Wm-2) pada penutup lahan tahun 1997 dan 2006

Penutup lahan Tahun

1997 2006

Vegetasi 38.84 37.15

Lahan Terbangun 39.43 37.63

Tubuh air 39.02 37.05

Lahan terbuka 38.45 36.74

Hal ini disebabkan tipe penutup lahan non vegetasi (lahan terbangun dan lahan terbuka) mempunyai proporsi yang lebih besar dalam memanfaatkan radiasi netto yang diterima untuk memanaskan tanah dibandingkan tipe penutup lahan lainnya. Hal ini menyebabkan tingginya nilai G pada penutup lahan tersebut. faktor lain yang turut mempengaruhi nilai G yaitu tingginya nilai konduktivitas thermal pada penutup lahan tersebut. Sebaran nilai Soil Heat Flux (G) ditunjukkan di Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Gambar 3. Grafik G tiap penutup lahan. Gambar 2. Grafik Rn tiap penutup lahan.


(32)

4.4. Komponen Neraca Energi pada Beberapa Penutup Lahan

Perubahan penutup lahan tidak hanya mengindikasikan perubahan tipe vegetasi tetapi juga mengubah sifat-sifat permukaan seperti albedo, emisivitas, dan kekasapan yang selanjutnya akan mengubah komponen neraca energi. Proporsi komponen neraca energi yang di terima permukaan di tiap penutup lahan pada tahun 1997 dan 2006 di tunjukan oleh Tabel 11.

Pada penutup lahan terbangun dan lahan terbuka, radiasi netto yang diterima permukaan lebih banyak

dipergunakan untuk memanaskan udara.

Energi yang dipergunakan untuk

memanaskan air dan tanah hanya sebagian kecil. Hal ini mengindikasikan suhu udara pada penutup lahan tersebut lebih tinggi dibandingkan penutup lahan lainnya.

Sedangkan penutup lahan vegetasi mempergunakan energinya untuk fluks pemanasan laten. Hal ini disebabkan pada

tipe penutup lahan vegetasi banyak

ditumbuhi pepohonan yang sangat

berpotensi untuk proses transpirasi. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya nilai E disebabkan pada daerah tersebut banyak terbentuk kandungan uap air seperti kabut dan embun. Hal ini akan mengakibatkan nilai estimasi E yang didapatkan adalah nilai E dari embun dan kabut, bukannya dari objek yang dimaksud.

Penutup lahan tubuh air

menggunakan sebagian besar radiasi netto yang diterima untuk fluks pemanasan laten dan sisanya hanya sebagian kecil dari energi radiasi netto yang dipergunakan untuk memanaskan udara dan memanaskan tanah. Hal ini berimplikasi terhadap tingginya tingkat evaporasi pada tubuh air.

Dari hal diatas dapat disimpulkan jika suatu daerah penutup lahannya didominasi oleh tipe non vegetasi maka komponen G dan H akan semakin meningkat, sebaliknya jika suatu penutup lahan didominasi oleh lahan bervegetasi dan tubuh air maka nilai

E akan semakin meningkat sedangkan nilai

G dan H akan semakin menurun.

Tabel 12 memperlihatkan nilai suhu dan radiasi netto hasil pengukuran langsung di 3 stasiun yaitu Baranangsiang, Cimanggu dan Muara. Radiasi netto terbesar terjadi pada tahun 1997 dibandingkan pada tahun 2006, hal ini sesuai dengan radiasi netto hasil estimasi citra satelit Landsat dari tiap

jenis penutup lahan yang diterima

permukaan. Hal ini bisa dijelaskan

berdasarkan data Rn secara empiris dapat dikatakan bahwa perubahan penutup lahan telah merubah nilai Rn. Oleh karena itu, mekanisme perubahan komponen neraca energi ini perlu dipertimbangkan dalam perencanaan suatu wilayah yang umumnya melakukan perubahan dari vegetasi menjadi non vegetasi.

Komponen

Tubuh Air Vegetasi Lahan Terbangun Lahan Terbuka

1997 2006 1997 2006 1997 2006 1997 2006

Rn (Wm-2) 330 294 333 301 320 283 328 303

G (Wm-2) 39 37 39 37 39 38 38 37

H (Wm-2) 31 24 99 82 205 196 232 213

E (Wm-2) 260 234 195 182 75 50 58 53

Albedo (%) 6 10 6 10 6 10 6 10

Stasiun Koordinat Tmin (

o

C) Tmax (oC) Trata (oC) Rn (Wm2)

1997 2006 1997 2006 1997 2006 1997 2006

Baranangsiang 6o58 S - 106o80 E * 22.5 * 32.2 * 26.8 * 141.9

Muara 6o40 S – 106o45 E 22.5 21.4 31 32.4 26.7 26.9 * 211.9

Cimanggu 6o37 S – 122o35 E 21.6 * 32.8 * 27.9 * 249.8 *

Tabel 11. Kuantitatif nilai komponen neraca energi di beberapa penutup lahan

Tabel 12. Nilai Suhu dan Radiasi Netto hasil pengukuran langsung di 3 Stasiun

*Tidak ada data Sumber : BMG, GFM-IPB


(33)

4.5. Perbandingan Nilai Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Komponen Neraca Energi

Indeks vegetasi atau NDVI adalah

indeks yang menggambarkan tingkat

kehijauan suatu tanaman. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1. Nilai ini menggambarkan bahwa semakin tinggi nilainya berarti kondisi tanaman yang

dipantau dari citra satelit lebih

memperlihatkan kenampakan tanaman yang subur dan rapat seperti tanaman hutan, sedangkan semakin rendah nilainya berarti kondisi tanaman kurang subur atau telah terjadi pembukaan kawasan hutan maupun persawahan.

Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai NDVI tertinggi terjadi pada lahan terbuka dan lahan bervegetasi, sedangkan nilai NDVI terendah terjadi pada tubuh air. Nilai NDVI untuk penutup lahan bervegetasi menurun dari tahun 1997 dan 2006. Hal ini disebabkan oleh konversi lahan dari penutup lahan bervegetasi menjadi non vegetasi. Dan juga faktor jenis, ketinggian tanaman dan kerapatan vegetasi. Sebaran nilai NDVI ditunjukkan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

Tabel 13. Nilai NDVI tiap penutup lahan

Indeks vegetasi mempengaruhi

komponen neraca energi seperti dijelaskan pada Gambar 4 dan merujuk Tabel 12. Pada penutup lahan bervegetasi, penggunaan radiasi netto sebagian besar untuk fluks

pemanasan laten ( E). Nilai E ini

berbanding lurus dengan nilai indeks

vegetasi. Sehingga semakin tinggi nilai E,

maka semakin banyak vegetasi di daerah tersebut sehingga akan semakin tinggi pula nilai indeks vegetasi di penutup lahan tersebut, sedangkan nilai G dan H akan semakin rendah.

Pada penutup lahan tubuh air, nilai NDVI paling rendah dibandingkan penutup lahan lainnya. Karena penggunaan radiasi netto yang diterima lebih banyak digunakan

untuk evaporasi. Sedangkan pada penutup lahan terbangun, nilai NDVI rendah sebanding dengan nilai E yang rendah, karena energi yang diterima sebagian besar digunakan untuk memanaskan udara dan tanah.

Pada penutup lahan terbuka memiliki nilai NDVI terbesar dibandingkan dengan penutup lahan lainnya. Energi yang diterima oleh penutup lahan terbuka sebagian besar digunakan untuk memanaskan udara dan hanya sebagian kecil energi radiasi netto

digunakan untuk memanaskan E dan G.

4.6. Pendugaan Kapasitas Panas dengan NDVI

Nilai kapasitas panas (C) tergantung

dari massa jenis (ρ) dan panas jenis (c). Pada penelitian ini, nilai massa jenis (ρ) diduga dari nilai NDVI. Nilai NDVI menunjukkan tingkat kehijauan dan kerapatan vegetasi tiap penutup lahan yang diasumsikan menjadi tinggi dan luas daerah penutup lahan tersebut. Hal ini diperlihatkan oleh besarnya nilai NDVI, semakin tinggi nilai NDVI maka massa jenis semakin rendah.

Karena pengolahan citra dilakukan setiap pixel maka luas daerah yang ditunjukkan nilai NDVI mewakili 900 m2.

Pada penelitian ini diambil 3 titik sampel nilai NDVI tiap penutup lahan

Penutup lahan NDVI

1997 2006

Tubuh air 0.036 -0.170

Lahan Terbangun 0.074 -0.152

Vegetasi 0.185 0.017


(34)

(Tabel 14) tahun 1997 dan 2006 dengan titik koordinat sama tiap sampel dan tidak

mengalami perubahan penutup lahan.

Kemudian nilai NDVI diregresikan dengan massa jenis hasil penelitian Geiger et al

1961. Sehingga didapatkan persamaan regresi sebagai berikut:

ρ = -2E-06NDVI + 10-6

Tabel 14. Nilai NDVI pada 3 titik sampel tiap penutup lahan

Penutup Lahan

Koordinat (utm) NDVI

x y 1996 2006

Vegetasi

698970 9270180 0.32 0.18

699000 9269970 0.31 0.19

699180 9270780 0.26 0.14

Tubuh Air

698220 9269190 -0.28 -0.23 698250 9269190 -0.02 -0.28

698250 9269160 -0.27 -0.2

Lahan Terbangun

697980 9271440 -0.04 -0.16

697800 9271230 -0.01 -0.15

699600 9270840 -0.05 -0.14

Lahan Terbuka

696720 9271710 0.38 0.2

696780 9271650 0.36 0.21

699930 9271980 0.03 -0.02

Dari persamaan regresi tersebut, nilai massa jenis tiap penutup lahan diperoleh dengan memasukkan nilai NDVI, kemudian untuk mendapatkan nilai kapasitas panas tiap penutup lahan dapat dihitung dengan cara mengalikan massa jenis terhadap panas jenis (Tabel 15).

Tabel 15. Panas Jenis tiap Penutup Lahan

Berdasarkan Tabel 16, kapasitas panas tertinggi terjadi pada penutup lahan tubuh air, hal ini dikarenakan tubuh air mampu menyimpan panas lebih baik dibandingkan penutup lahan lain. Dilihat dari besarnya panas jenis, sebagai contoh penutup lahan tubuh air dan lahan terbangun Tabel 15).

Lahan terbangun akan lebih cepat naik suhunya dibandingkan tubuh air pada penambahan panas yang sama, tetapi pada malam hari saat terjadi pengurangan panas akibat pancaran gelombang panjang dari permukaan bumi, lahan terbangun akan cepat dingin dibandingkan air.

Dengan penambahan energi tertentu, perubahan suhu lebih kecil pada benda yang mempunyai kapasitas panas yang besar, panas jenis yang menyebabkan perubahan suhu yang kecil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kapasitas panas yang dihasilkan berada pada selang atau mendekati nilai kapasitas panas pada penelitian (Geiger et al 1961), tetapi terdapat juga nilai kapasitas panas yang menjauh. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena ketidasesuaian peneliti dalam menentukan jenis penutup lahan.

Penutup lahan Panas jenis (Joule g-1oC-1)

Tubuh air 4.18 Lahan Terbangun 0.88 Vegetasi 3.13 Lahan Terbuka 1.4

Penutup Lahan

Kapasitas panas Joule m-3oC-1

1997 2006 Geiger et

al, 1961

Vegetasi

1.13x10-6 2.0 x10-6

2.51x10-6- 3.35 x10-6 1.19 x10-6 1.94 x10-6

1.50 x10-6 2.25 x10-6

Rata -rata 1.27x10-6 2.06x10-6

Tubuh Air

6.52 x10-6 6.10 x10-6

4.18 x10-6 4.35 x10-6 6.52 x10-6

6.44 x10-6 5.85 x10-6

Rata -rata 5.77x10-6 6.16x10-6

Lahan Terbangun

0.95 x10-6 1.16 x10-6

2.17 x10-6 0.89 x10-6 1.14 x10-6

0.97 x10-6 1.13 x10-6

Rata -rata 0.94x10-6 1.14x10-6

Lahan Terbuka

0.34 x10-6 0.84 x10-6

0.42 x106- 0.84 x10-6 0.39 x10-6 0.81 x10-6

1.32 x10-6 1.46 x10-6

Rata -rata 0.68x10-6 1.04x10-6

Tabel 16. Kapasitas Panas tiap Penutup Lahan


(35)

Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai kapasitas panas pada tahun 1997 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006, hal

ini ditunjukkan oleh besarnya suhu

permukaan pada tahun 1997 dibandingkan dengan tahun 2006 (Tabel 5 dan Tabel 6).

Hal ini berpengaruh juga pada proporsi komponen neraca energi yang ditunjukkan Tabel 11, pada tabel tersebut memperlihatkan nilai radiasi netto tahun 1997 lebih besar dibandingkan tahun 2006. Artinya bahwa nilai kapasitas panas sangat mempengaruhi proporsi komponen neraca energi yang berimplikasi pada besarnya suhu pada tiap penutup lahan.

Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa mekanisme perubahan kapasitas

panas perlu dipertimbangkan dalam

perencanaan suatu wilayah yang umumnya melakukan perubahan dari vegetasi menjadi non vegetasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Indeks vegetasi (NDVI)

mempengaruhi komponen neraca energi. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada penutup lahan bervegetasi, penggunaan radiasi netto sebagian besar untuk fluks pemanasan laten ( E). Nilai E ini berbanding lurus dengan nilai indeks vegetasi. Sedangkan pada penutup lahan terbangun, nilai NDVI rendah

sebanding dengan nilai E yang rendah,

karena energi yang diterima sebagian besar digunakan untuk memanaskan udara dan tanah.

Massa jenis dikaitkan dengan jenis

penutup lahan dan diduga dengan

pendekatan Normalized Difference

Vegetation Index (NDVI) yang diestimasi dari data satelit Landsat. Sehingga diperoleh nilai kapasitas panas untuk tiap penutup lahan.

Kapasitas panas tertinggi terjadi pada penutup lahan tubuh air, hal ini dikarenakan tubuh air mampu menyimpan panas lebih baik dibandingkan penutup lahan lain. Sedangkan terendah terjadi pada lahan non vegetasi, karena lahan ini akan lebih cepat naik suhunya dibandingkan tubuh air pada penambahan panas yang sama, tetapi pada malam hari saat terjadi pengurangan panas akibat pancaran gelombang panjang dari permukaan bumi, lahan non vegetesi akan cepat dingin dibandingkan air.

Nilai kapasitas panas pada tahun 1997

lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006, hal ini ditunjukkan oleh besarnya suhu permukaan pada tahun 1997 dengan tahun 2006 dan berpengaruh juga pada proporsi komponen neraca energi.

Perhitungan komponen neraca energi dari data citra satelit pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan, yaitu

masih banyaknya asumsi-asumsi yang

digunakan sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungannya. Dan juga masih terdapat nilai kapasitas panas yang menjauh dari hasil penelitian menurut

Geiger et al 1961. Hal ini kemungkinan kesalahan peneliti dalam menentukan jenis penutup lahan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan akurasi dengan menghilangkan asumsi-sumsi yang digunakan.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S.E., Hartati,S., dan Mujiasih, S. 2001. Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Lahan Studi Kasus Cekungan Bandung. Warta LAPAN. Vol.3 No.1 Maret 2001. Hal :29-44.

Anonim. Kota Bogor.

http://www.kotabogor.go.id [10 Agustus 2007]

Anonim. Renstra Kota Bogor.

http://www.jabar.go.id [10 Agustus 2007]

Geiger, R. 1959. The Climate Near The Ground. Harvard University Press. Cambridge, Massachusetts.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.

Handoko. 1997. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor.

Hermawan, Erwin. 2005. Analisis

Perubahan Komponen Neraca Energi Permukaan, Distribusi Urban Heat Island dan THI (Temperature Humidity Index) Akibat Perubahan Penutup Lahan Dengan Menggunakan Citra

Landsat TM/ETM+ (Studi kasus

Bandung tahun 1991 dan 2001). Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.

Juanda, Ardi. 2000. Analisis Numerik Model Matematika Fisika Kelengasan Tanah Sebagai Fungsi Suhu Permukaan Tanah. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.

Kiefer, Lillesand. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri et al, penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada Unversity Press. Terjemahan dari :

Remote Sensing and Image

Interpretation.

Khomarudin, M.Rokhis. 2005. Pendugaan

Evapotranspirasi Skala Regional

Menggunakan Data Satelit

Penginderaan Jauh [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Rosenberg, Norman J.1974. Microclimate: The Biological Environment. John Wiley & Sons. New York

Sellers, W.D. 1965. Physical Climatology. The University of Chicago Press, Chicago 60637.

USGS. 2002. Landsat 7 Science Data Users Handbook.

http://ltpwww.gsfc.nasa.gov/IAS /handbook_htmls/chapter111.html. [12 Juli 2006]

Wahyudi, Tri. 2006. Pendugaan Diffusivitas Thermal dan Damping Depth Pada

Beberapa Penutup Lahan Untuk

Menduga Suhu Udara Menggunakan Citra Satelit Terra/Aster. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.


(37)

(38)

(39)

Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006


(40)

Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun 1997


(41)

Lampiran 4. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun 2006


(42)

Lampiran 5. Peta sebaran radiasi netto Kodya Bogor tahun 1997


(43)

Lampiran 6. Peta sebaran radiasi netto Kodya Bogor tahun 2006


(44)

Lampiran 7. Peta sebaran fluks pemanasan tanah Kodya Bogor tahun 1997


(45)

Lampiran 8. Peta sebaran fluks pemanasan tanah Kodya Bogor tahun 2006


(46)

Lampiran 9. Peta sebaran NDVI Kodya Bogor tahun 1997


(47)

Lampiran 10. Peta sebaran NDVI Kodya Bogor tahun 2006


(48)

Data Citra

Landsat

TM/ETM+

Koreksi Atmosferik

dan Geometrik

Cropping

Wilayah

Rn

H

G

E

NDVI

Band 6

Kapasitas

Panas

Klasifikasi

Penutup Lahan

Band 1, 2, 3

Band 3, 4

Ts


(49)

Lampiran 12. Analisis Sumber Kesalahan

Sumber Kesalahan

Data Citra Landsat TM / ETM +

Kualitas Data Kondisi at mosfer

Landsat Receiver Receiver clock

Ant enna

 Noise

Pengolahan Data

 Import t ipe dat a Landsat dengan menggunakan sof t w are ERmapper (ASCII, unsigned Int eger and signed Int eger t ype).

 Proses koreksi geomet r ik.

 Proses koreksi at mosferik.

 Proyeksi pet a dan t ransfor masi dat um.

 Persamaan em pir is yang digunakan dalam ekst raksi nilai.

 Penggunaan beberapa asumsi dasar.

 Validasi dengan dat a observasi di lapangan.

Data st asiun cuaca

Resolusi t em poral (observasi per jam, harian at au bulanan)

Akurasi dat a observasi

Dat a series dan st at ist ik

Dist ribusi lokasi st asiun cuaca

Peta Klasifikasi Penutup Lahan

Perlu dilakukan ground chek unt uk memast ikan penut upan lahan yang sebenar nya ke lapangan.


(1)

(2)

(3)

Data Citra

Landsat

TM/ETM+

Koreksi Atmosferik

dan Geometrik

Cropping

Wilayah

Rn

H

G

E

NDVI

Band 6

Kapasitas

Panas

Klasifikasi

Penutup Lahan

Band 1, 2, 3

Band 3, 4

Ts

Lampiran 11. Tahapan Penelitian


(4)

Lampiran 12. Analisis Sumber Kesalahan

Sumber Kesalahan

Data Citra Landsat TM / ETM +

Kualitas Data Kondisi at mosfer

Landsat Receiver Receiver clock

Ant enna  Noise

Pengolahan Data

 Import t ipe dat a Landsat dengan menggunakan sof t w are ERmapper (ASCII, unsigned Int eger and signed Int eger t ype).

 Proses koreksi geomet r ik.  Proses koreksi at mosferik.

 Proyeksi pet a dan t ransfor masi dat um.

 Persamaan em pir is yang digunakan dalam ekst raksi nilai.

 Penggunaan beberapa asumsi dasar.  Validasi dengan dat a observasi di

lapangan.

Data st asiun cuaca

Resolusi t em poral (observasi per jam, harian at au bulanan) Akurasi dat a observasi

Dat a series dan st at ist ik Dist ribusi lokasi st asiun cuaca

Peta Klasifikasi Penutup Lahan

Perlu dilakukan ground chek unt uk memast ikan penut upan lahan yang sebenar nya ke lapangan.


(5)

Lampiran 13. Daftar Istilah

Albedo Perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan.

Cropping Pengambilan wilayah kajian dari satu cakupan wilayah yang ditangkap satelit.

Diffusivitas Thermal Perbandingan antara konduktivitas thermal dengan kapasitas panas suatu benda bervolume yang menggambarkan suatu distribusi panas pada kondisi tertentu.

Emisivitas Ratio total energi radian yang diemisikan suatu benda per unit waktu per unit luas pada suatu permukaan dengan panjang gelombang tertentu pada temperature benda hitam pada kondisi yang sama.

Ground Control Point Suatu proses penentuan titik ikat dari sebuah image terkoreksi dalam proses koreksi geometrik supaya suatu citra yang belum terkoreksi memiliki referensi geografis yang sesuai dengan koordinat di permukaan bumi. Image Processing Suatu prosedur dalam pengolahan sebuah image/citra.

Image Enhanchment Suatu teknik penajaman citra yang dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam/kontras.

Irradiance Jumlah energi yang diterima oleh suatu objek persatuan luas.

Kanal(Band/Channell) Informasi yang diterima oleh sensor berupa spektral gelombang elektromagnetik dan spektral elektromagnetik ini ditransmisikan ke bumi melalui suatu saluran yang disebut sebagai channel.

Kapasitas Panas Jumlah panas yang terkandung oleh suatu benda.

Klasifikasi Unsupervised Sistem pengklasifikasian terkomputerisasi, dimana pada prosesnya banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel dan membaginya kedalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai DN (Digital Number) pada citra.

Konduktivitas Thermal Kemampuan fisik suatu benda untuk menghantarkan panas dengan pergerakan molekul.

Koreksi Atmosferik Suatu prosedur Image Processing untuk mengurangi efek hamburan cahaya di atmosfer pada sebuah citra satelit.

Koreksi Geometrik Suatu prosedur Image Processing untuk mengkoreksi distorsi spasial dan letak geografis pada sebuah citra satelit.

Landsat TM Land Satellite Thematic Mapper. Satelit komersial yang dapat digunakan untuk memantau sumberdaya alam yang awalnya digunakan dalam bidang geologi namun telah berkembang penggunaan untuk bidang yang lain. NDVI Normalized Difference Vegetation Index. Salah satu indeks kehijauan suatu

objek dapat digunakan untuk memantau tingkat kekeringan dan kerapatan vegetasi.


(6)

Path Sistem lokasi secara horizontal dipermukaan bumi untuk suatu cakupan citra Landsat TM/ETM+.

Pixel Kontraksi sebuah image, merupakan ukuran minimum objek yang dikenali di permukaan bumi.

Radiasi Netto Energi bersih yang diterima oleh suatu permukaan.

Radiance Jumlah energi yang dipancarkan atau dipantulkan suatu objek per unit luas dan panjang gelombang tertentu.

Remote Sensing Teknik untuk mendapatkan data tentang lingkungan dan permukaan bumi dari jarak jauh, sebagai contoh melalui pesawat atau satelit.

Resolusi spasial Pengukuran area terkecil yang teridentifikasi pada citra sebagai unit terpisah diskrit.

Row Sistem lokasi secara horizontal dipermukaan bumi untuk suatu cakupan citra Landsat TM/ETM+.

Sensible Heat Flux Perpindahan bahang terasa, salah satu komponen neraca energi yang merupakan suatu energi akibat adanya perpindahan panas dari permukaan bumi ke atmosfer dan tidak berhubungan dengan fase perubahan air. Soil Heat Flux Perpindahan bahang tanah, salah satu komponen neraca energi yang

merupakan suatu energi akibat adanya perpindahan panas dari permukaan bumi ke dalam tanah dan tidak berhubungan dengan fase perubahan air. Suhu Permukaan Suatu gambaran energi yang terdapat pada suatu permukaan bumi.


Dokumen yang terkait

Identifikasi Sebaran Dan Potensi Agroforestri Menggunakan Citra Landsat Tm 5 Di Kecamatan Wampu Dan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

1 45 100

Kajian Manajemen Perparkiran Perkotaan Studi Kasus : Kawasan Pasar Baru Kota Padangsidimpuan

2 51 167

Analisis Perubahan Fungsi Lahan Di Kawasan Pesisir Dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut)

1 62 6

Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus : Kelurahan Braga)

10 84 115

Analisis Perubahan Konsentrasi Total Suspended Solids (TSS) Dampak Bencana Lumpur Sidoarjo Menggunakan Citra Landsat Multi Temporal (Studi Kasus: Sungai Porong, Sidoarjo)

0 0 6

Pemetaan Sebaran Total Suspended Solid (TSS) Menggunakan Citra Landsat Multitemporal dan Data In Situ (Studi Kasus : Perairan Muara Sungai Porong, Sidoarjo)

0 0 6

Pendeteksian Kerapatan Vegetasi dan Suhu Permukaan Menggunakan Citra Landsat Studi Kasus : Jawa Barat Bagian Selatan dan Sekitarnya

0 0 10

Identifikasi Kejadian Hujan Konvektif Menggunakan Citra MTSAT 2R pada Musim Kemarau di Daerah Perkotaan Yogyakarta Tahun 2014

0 0 10

Interpretasi Hibrida Untuk Identifikasi Perubahan Lahan Terbangun dan Kepadatan Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga)

0 0 8

Penentuan Suhu Permukaan Tanah Kawah Wurung – Ijen Jawa Timur Menggunakan Citra Landsat 8 Sebagai Studi Pendahuluan Dalam Survei Eksplorasi Panas Bumi

0 0 7