Latar Belakang Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec

9 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, karena di Indonesia pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari luasnya lahan pertanian dan banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sub sektor peternakan meletakkan prioritas utamanya pada pengembangan usaha ternak sapi potong. Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai konsikuensi atas pertambahan penduduk Indonesia. Perkembangan pola konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah. Pada awal kemerdekaan, pembangunan lebih diarahkan untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat. Saat ini, ketika pendapatan perkapita rakyat Indonesia semakin meningkat, kebijakan mulai bergeser untuk memenuhi kebutuhan protein Soeprapto dan Abidin, 2006. Daging sapi merupakan bahan pangan sebagai sumber protein hewani, lemak dan mineral yang sangat baik. Bahan pangan daging yang baik berasal dari sapi yang sehat. Kualitas daging sapi dipengaruhi oleh cara pengelolaan dan asal bibit. Pengelolaan dan bibit yang baik akan menghasilkan daging sapi yang baik UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10 dan sehat. Sapi potong dikembangkan dengan tujuan menghasilkan daging. Selain itu sapi potong memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan, antara lain tenaga kerja, kotoran kandang, dan dapat menempatkan status sosial yang baik bagi pemiliknya Mosher, 1998. Permintaan pasar akan daging sapi meningkat terus-menerus dari tahun sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan gizi dan pangan. Biasanya permintaan pasar setiap tahunnya bervariasi tergantung pada kebutuhan daging di pasar. Hal ini sangat erat hubunganya dengan kehidupan sosial dan agama Darmono,1993. Usaha ternak sapi menurut Soedjana 2005 secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori ditinjau dari pelakunya, yaitu : 1. Dikelola oleh petani secara tradisional 2. Diusahakan secara komersial oleh perusahaan besar 3. Diusahakan oleh sistem inti-plsma Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh peternak sapi tradisional adalah produktivitas ternak sapi yang rendah. Pemeliharaan sapi dengan sistem tradisinal menyebabkan kurangnya peran peternak dalam mengatur perkembangbiakan ternaknya. Peran ternak ruminansia dalam masyarakat tani bukan sebagai komuditas utama Haryanto, 2009. Keberhasilan ternak sapi bergantung pada 3 unsur yaitu bibit, pakan dan manajemen atau pengelolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, dan kesehatan ternak. Manajemen juga UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11 mencakup penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja Santoso, 2001. Usaha ternak juga merupakan suatu kegiatan peternakan dimana peternak dan keluarganya melakukan pemeliharaan ternak yang bertujuan memperoleh pendapatan dari hasil penjualan ternak. Bagi peternak, ternak sapi berfungsi sebagai sumber pendapatan, protein hewani, dan penghasil pupuk. Fungsi lain adalah sebagai bibit dan tabungan. Kontribusi ternak sapi terhadap pendapatan bergantung pada jenis sapi yang dipelihara, cara pemeliharaan, dan alokasi sumber daya yang tersedia di setiap wilayah. Usaha peternakan di Indonesia di dominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. Peternakan bukanlah suatu hal yang jarang dilaksanakan. Hanya skala pengelolaannya masih merupakan sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai. Hampir semua rumah tangga terutama di pedesaan yang mengusahakan ternak sapi sebagai bagian kegiatan sehari-hari. Beberapa peternak sapi potong di Kabupaten Langkat melakukan usaha peternakan dengan pola kemitraan. Salah satu kegunaan kemitraan ini adalah untuk mengatasi permasalahan kekurangan modal usaha. Kemitraan ini sering disebut dengan sistem gado yaitu bentuk pemeliharaan dengan sistem kerjasama antar pemilik modal dan peternak. Dimana pemilik modal menyediakan sapi potong untuk dipelihara dan dikembangkan oleh peternak, yang mana hasilnya ternak sapi potong dibagi dua antar kedua belah pihak pemilik modal dan peternak yaitu 50 untuk peternak dan 50 untuk pemilik modal, bila sapi potong yang dipelihara tidak menghasilkan anak dan ternak tersebut dijual maka dari hasil penjualan tersebut peternak menerima 50 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12 dari hasil penjualan setelah dikurangi harga beli sapi pada saat ternak sapi tersebut pertama kali diserahkan pemilik modal kepada peternak. Di dalam era pembangunan, penyuluhan diungkapkan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku bagi orang atau masyarakat yang terlibat dalam pembangunan, yaitu mengubahmemperbarui pola pikir atau pola tindak tradisional petani-ternak menjadi pola pikir atau pola tindak yang inovatif atau modern masa kini. Oleh karena itu penyuluh perlu memahami pula pengetahuan atau inovasi atau teknologi baru, sistem sosial, lingkungan, peralatanmediasaluran yang akan dimanfaatkan dan lainnya. Berbagai unsur terlibat dalam proses penyuluhan, sedangkan berbagai unsur tersebut mempunyai karakteristik dan potensi yang beragam, maka ada bermacam cara untuk menyampaikan pesan, pengetahuan, ide ataupun inovasi, agar pesan, pengetahuan, ide ataupun inovasi itu menjadi tepat guna dan berdaya guna untuk meningkatkan produktivitas usaha, pendapatan dan kesejahteraan peserta dan lingkungannnya. Lahirnya penyuluhan peternakan sebagai jawaban terhadap tantangan dari pertumbuhan dan kemajuan masyarakat dalam pembangunan untuk melayani kebutuhan petani yang menjadi pelaku utama proses perubahan pertanian. Mulailah perkembangan dari pengertian penyuluhan yaitu tak hanya sebagai ilmu dan seni untuk menyampaikan suatu subjek pengetahuan menjadi menarik dan mudah tercerna oleh petani, tetapi juga pengertian penyuluhan pertanian sebagai lembaga yang melayani kebutuhan petani akan informasi ilmu dan teknologi dan ekspresi diri dalam menanggapi dan memanfaatkan lingkungannya Syamsuddin, 1982. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13 Di Sumatera Utara, prospek pengembangan agribisnis peternakan cukup besar terutama agribisnis ternak potong ruminansia hewan pemamah biak khususnya sapi potong. Namun karena berbagai keterbatasan serta permasalahan yang dihadapi, prospek pengembangan tersebut sampai saat ini belum dapat diwujudkan secara optimal. Dikatakan Sumatera Utara memiliki prospek pengembangan agribisnis peternakan cukup besar karena jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu yang memiliki populasi sapi potong tertinggi kedua pada tahun 2012 yaitu 590.451 ekor. Sedangkan Provinsi Lampung memiliki populasi sapi potong terbesar yaitu sebanyak 798.459 ekor Direktorat Jenderal Peternakan 2012. Di Sumtera Utara, Kabupaten langkat merupakan daerah produsen sapi potong yang memiliki tingkat populasi tertinggi dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Perkembangan populasi sapi potong di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada grafik 1. Gambar 1. Grafik Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong per KabKota di Sumatera Utara Tahun 2007-2011. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 2007 2008 2009 2010 2011 langkat simalungun asahan deli serdang serdang bedagai Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2011 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana hubungan antara karakteristik petani peternak sapi dengan kinerja penyuluh di daerah penelitian.

1.2 Identifikasi Masalah