Kajian Pustaka

2.1.4 Kemudahan Perolehan Modal Usaha

2.1.4.1 Pengertian Modal

Pengertian modal menurut Alam.S (2011) adalah sebagai berikut : “Modal adalah segala sumber daya hasil produksi yang tahan lama, yang dapat digunakan sebagai input produktif dalam proses produksi berikutnya.”

Sedangkan menurut Soetanto Hadianto (2011) : “Modal adalah dana yang berasal dari pemilik, bank, atau pemegang saham ditambah dengan agio saham dan hasil usaha yang berasal dari kegiatan usaha bank.”

Adapula definisi modal menurut Soewartoyo (1992) : “Modal adalah sejumlah uang atau barang yang digunakan untuk kegiatan perusahaan yang terdiri atas modal tetap seperti gedung pabrik, mesin-mesin Adapula definisi modal menurut Soewartoyo (1992) : “Modal adalah sejumlah uang atau barang yang digunakan untuk kegiatan perusahaan yang terdiri atas modal tetap seperti gedung pabrik, mesin-mesin

Dengan perkembangan teknologi yang makin jauhnya spesifikasinya dalam perusahaan serta makin banyaknya perusahaan yang menjadi besar maka faktor produksi modal mempunyai arti penting yang lebih menonjol lagi.

John Stuart Mill dalam Principle of Political Economy (1848) menggunakan istilah “capital” dengan arti: (1) barang fisik yang dipergunakan untuk menghasilkan barang lain, dan (2) suatu dana yang tersedia untuk mengupah buruh.

Adam Smith dalam the Wealth of Nation (1776), juga menggunakan istilah “capital” dan “circulating capital”. Pembedaan ini didasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal itu terkonsumsi dalam jangka waktu tertentu (misal satu tahun). Jika suatu unsur modal itu dalam jangka waktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian sehingga hanya sebagian (kecil) nilainya menjadi susut, maka unsur itu disebut “fixed capital” (misal mesin, bangunan, dan sebagainya). Tetapi jika unsur modal terkonsumsi secara total, maka ia disebut “circulating capital” (misal tenaga kerja, bahan mentah dan sarana produksi).

Dengan demikian, modal atau “capital” adalah suatu konsep abstrak yang manifestasinya dapat berupa barang atau uang. Karena itu, ia merupakan kategori yang kompleks, yang tidak cukup diterangkan hanya dengan satu definisi.

Adapula definisi dari berbagai jenis modal menurut Bambang Riyanto (1991 : 17)

1. Modal Abstrak dan Konkrit : Modal abstrak / capital value suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu adalah relatif permanen, sedangkan modal konkrit / capital goods mengalami perubahan atau pergantian.

2. Modal Aktif dan Pasif : Modal aktif adalah modal yang tertera disebelah debet dari neraca yang menggambarkan bentuk – bentuk dimana seluruh dana yang diperoleh perusahaan diutamakan. Sedangkan modal pasif adalah modal yang tertera disebelah kredit dari neraca yang menggambarkan sumber – sumber dimana dana yang diperoleh

Dari beberapa definisi modal tersebut, maka secara umum dapat dikatakan bahwa antara ahli ekonomi dan pengusaha dapat berbeda dalam memberi arti pada modal. Menurut ahli ekonomi ahli adalah kekayaan perusahaan yang dapat digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya, sedangkan pengusaha berpendapat bahwa modal adalah nilai buku dari surat berharga. Namun berdasarkan pendapat para ahli tersebut, pengertian modal sebenarnya tidak ada perbedaan yang fundamental tetapi tergantung dari sudut mana memandangnya.

2.1.4.2 Pengertian Kemudahan Perolehan Modal Usaha

Modal Sebagai faktor produksi menunjuk pada segala sarana dan prasarana (selain manusia dan pemberian alam) yang dihasilkan untuk digunakan sebagai Modal Sebagai faktor produksi menunjuk pada segala sarana dan prasarana (selain manusia dan pemberian alam) yang dihasilkan untuk digunakan sebagai

Definisi mudah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : “Tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dll, mengerjakan tidak sukar, tidak berat, gampang”

Sedangkan definisi kemudahan adalah : “Hal (sifat) mudah; keadaan mudah” Adapula definisi perolehan yaitu : “Mendapatkan suatu bekalan atau perkhidmatan setelah melakukan sesuatu” Jika dikaitkan dengan konsep ekonomi, kemudahan perolehan modal adalah

sesuatu atau imbalan berupa modal yang diperoleh secara gampang, tidak sukar untuk memperoleh modal

2.1.4.3 Sumber Permodalan Bagi Usaha Kecil dan Menengah

Sumber modal usaha adalah segala sesuatu yang menjadi input untuk menjalankan usaha yang kemudian memperoleh benefit di kemudian hari. Sulistiyono (2009). Sumber permodalan sektor Usaha Kecil dan Menengah sangat minim, karena akses mereka yang sulit untuk mengajukan kredit pada bank. Padahal modal diperlukan sebagai salah satu investasi awal untuk memulai usaha. Upaya membangun sistem pembiayaan yang tepat bagi UKM, tidak dapat dipisahkan dari Sumber modal usaha adalah segala sesuatu yang menjadi input untuk menjalankan usaha yang kemudian memperoleh benefit di kemudian hari. Sulistiyono (2009). Sumber permodalan sektor Usaha Kecil dan Menengah sangat minim, karena akses mereka yang sulit untuk mengajukan kredit pada bank. Padahal modal diperlukan sebagai salah satu investasi awal untuk memulai usaha. Upaya membangun sistem pembiayaan yang tepat bagi UKM, tidak dapat dipisahkan dari

1. Sistem Pembiayaan Mikro.

Indonesia mempunyai banyak pengalaman mengembangkan sistem pembiayaan dengan pola manajemen dari bawah (grass root) atau lebih dikenal sebagai pembiayaan mikro. Perkembangan sistem pembiayaan mikro secara garis besar ada 2 (dua) jalur. Pertama, sistem ini lahir dan merupakan bagian dari sistem sosial-kultural masyarakat. Sistem ini bersifat mandiri dan mengakar kuat di tengah- tengah masyarakat. Bentuk konkrit penerapan sistem ini diantaranya pola arisan atau gotong royong. Kedua, sistem pembiayaan mikro yang pertumbuhannya diprakarsai melalui program pemerintah. Ada kaitan kepentingan antara motif dan kepentingan pembangunan dengan pendirian lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro yang diprakarsai oleh pemerintah, dan menunjukkan eksistensi dan perannya antara lain ; Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah dan Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur, Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) koperasi serta berbagai bentuk lembaga kredit pedesaan yang memiliki visi menumbuhkan lembaga keuangan mikro yang mandiri. Walaupun latar belakang pendiriannya berbeda, keduanya memiliki muara sama, yaitu melayani kebutuhan permodalan usaha mikro dan usaha kecil yang tidak memenuhi syarat dan akses dengan lembaga keuangan formal.

2. Kredit Program.

Di Indonesia Kredit program pernah menjadi salah satu sistem pembiayaan UKM sampai dihentikannya sistem ini pada sekitar tahun 2000. Pada masa itu tercipta berbagai skim kredit untuk mendukung penyelenggaraan program pembangunan. Asumsi yang digunakan yaitu kemampuan modal dan bisnis UKM masih terbatas sehingga belum kuat untuk bersaing.

Pemberian kemudahan dan keringanan dalam bentuk kredit berbunga lunak (subsidi) dianggap sebagai kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing UKM. Ragam kredit program cukup banyak, mulai dari kredit lunak di bidang pertanian seperti bimas/inmas, kredit usaha tani (KUT), kredit intensifikasi tambak, kredit perunggasan, kredit sapi perah, kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA), serta berbagai skim kredit lunak lainnya.

Sejalan dengan implementasi kebijakan pengurangan subsidi termasuk subsidi untuk kredit, maka berbagai kredit program dihapuskan. Dalam masa transisi tinggal satu kredit dengan bunga lunak yaitu kredit ketahanan pangan Sejak itu tidak ada lagi sistem pembiayaan melalui mekanisme kredit program.

Kredit program pada dasarnya merupakan pembiayaan sistem kredit Bank yang diarahkan untuk mendukung kepentingan pembangunan. Esensi dukungan pembiayaan kredit program, sebenarnya serupa dengan sistem pembiayaan grass root. Faktor keterbatasan kemampuan untuk memenuhi persyaratan kredit Bank, merupakan kelemahan UKM dan dijembatani melalui penyediaan kredit berbunga lunak (bersubsidi).

Sebagai suatu sistem, kredit program ini dapat berjalan dan membantu pembiayaan UKM. Namun ada 2 (dua) titik krusial yang menjadi ciri kredit program yaitu bunga lunak (subsidi) dan batas ambang (treshold) ukuran tingkat kemampuan UKM. Penerapan subsidi kredit menciptakan distorsi pasar, tentu saja tidak sejalan dengan sistem pembiayaan yang efisien. Sedangkan batas ambang kemampuan UKM, sejauh ini parameternya masih samar sehingga tidak ada ujungnya.

3. Kredit Komersial Perbankan.

Sistem pembiayaan perbankan tetap merupakan sumber pembiayaan utama bagi UKM. Garis besar pemberian kredit Bank mendasarkan pada aspek kelayakan bisnis (komersial) dan sangat minim intervensi aspek non komersial. Sistem dan prosedur serta persyaratan kredit Bank relatif baku. Pemanfaatan kesempatan sangat tergantung pemenuhan persyaratan oleh UKM (bankable).

Dengan mendasarkan pada aspek kelayakan usaha, maka syarat pokok pemanfaatan kredit Bank yaitu dengan melakukan pembenahan dan peningkatan kemampuan di pihak UKM sendiri. Dalam lingkup seperti ini, maka hanya UKM yang memiliki usaha layak dan memiliki manajemen dan administrasi rapi yang lebih cepat memanfaatkan peluang kredit Bank. Prasyarat seperti ini yang sering memperlihatkan hanya sebagian kecil UKM yang dapat memanfaatkan kredit Bank.

Dengan orientasi pada pertimbangan komersial, maka optimalisasi pemberian kredit untuk UKM, disentuh melalui jalur kebijakan perbankan. Kebijakan yang bersifat mengarahkan (rowing) pemberian kredit bagi usaha kecil dengan Dengan orientasi pada pertimbangan komersial, maka optimalisasi pemberian kredit untuk UKM, disentuh melalui jalur kebijakan perbankan. Kebijakan yang bersifat mengarahkan (rowing) pemberian kredit bagi usaha kecil dengan

4. Surat Berharga/Pasar Modal

Dalam sepuluh tahun terakhir, sistem pembiayaan surat berharga telah berkembang pesat. Peraturan perundangan tentang pasar modal melalui Undang- undang RI Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, beserta peraturan perundangannya dan juga dilengkapi infrastruktur pendukungnya seperti lembaga penunjang bursa efek, konsultan hukum, lembaga penjamin emiten mengarahkan sistem pembiayaan surat berharga tumbuh menjadi industri keuangan yang prospektif.

Konsentrasi pembiayaan melalui surat berharga, memang membutuhkan persyaratan yang lebih ketat. Semua ini sebagai konsekuensi dari sifat transparansi dan profesionalisme perusahaan. Namun demikian, sistem pembiayaan ini tetap prospektif bagi UKM.

5. Multifinance

Selain sistem pembiayaan sebagaimana diurakan di atas, masih ada sistem pembiayaan lain seperti : modal ventura, anjak piutang (factoring), penyewaan

(leasing), pegadaian, asuransi, pemanfaatan laba BUMN bagi pengembangan UKM serta investasi masyarakat. Masing-masing memiliki sistem pembiayaan sendiri- sendiri dan menjadi sumber sumber pembiayaan bagi UKM. Tingkat pemanfaatan sistem pembiayaan tersebut oleh UKM tergantung pada kesesuaian dan pemenuhan persyaratan masing-masing lembaga. (Sumber : Muhammad Taufik Deputi Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha

Kementrian Koperasi. Usaha Kecil dan Menengah; Membangun Sistem Pembiayaan bagi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK), Infokop Nomor 23 Tahun XIX, 2003, Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah)

Selain itu saat ini pemerintah di Indonesia telah menerapkan program KUR (Kredit Usaha Rakyat) adalah kredit untuk pembiayaan usaha produktif segment mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang layak / feasible namun belum bankable untuk modal kerja dan/atau kredit investasi melalui pola pembiayaan secara langsung maupun tidak langsung (linkage) yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit dengan kriteria sebagai berikut:

1. Tidak sedang menerima kredit dari perbankan/kredit program dari pemerintah

2. UMKMK yang sedang menerima kredit konsumtif dari perbankan : Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit, dan Kredit Konsumtif lainnya diperbolehkan menerima KUR (Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia)

Permodalan merupakan salah satu kebutuhan penting yang diperlukan untuk memajukan dan mengembangkan UKM. Pemerintah melalui kebijakannya telah

berupaya menyediakan berbagai skema kredit dan bantuan permodalan yang dibutuhkan UKM. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kredit permodalan yang disediakan pemerintah tersebut sulit didapatkan oleh pengusaha kecil. Usaha kecil sulit memenuhi administrasi dan persyaratan perbankan seperti agunan dan jaminan lain yang dapat menghubungkannya dengan Bank. Di pihak lain sistem perbankan dan situasi perbankan dan situasi perbankan yang belum pulih di Indonesia kurang memberikan toleransi agar usaha kecil dapat akses dengan modal. Hal ini ditopang juga oleh lembaga pendukung seperti lembaga penjaminan dan lembaga pelayanan jasa kurang berkembang dan terkoordinir untuk membangun situasi kondusif agar pengusaha mampu akses dengan permodalan, sehingga saling terkait satu dengan yang lain. Riana Pangabean (1995)

Teori Akses Permodalan

Peluso dan Ribot (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan menghasilkan keuntungan dari sesuatu, termasuk diantaranya objek material, perorangan, institusi, dan simbol. Akses secara empiris memfokuskan diri pada siapa yang mendapatkan apa, dengan cara apa, dan kapan. Seperti akses pengendalian dan mempertahankan mempunyai kesamaan dengan ide Karl Marx mengenai hubungan buruh dan pemilik modal. Hubungan antara aktor yang mempunyai modal dan yang berperan sebagai buruh secara paralel berhubungan dengan aktor yang mengontrol akses yang lain dan aktor yang mempertahankan akses mereka.

Akses modal merupakan suatu faktor yang jelas yang bisa digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya, dengan mengendalikan dan Akses modal merupakan suatu faktor yang jelas yang bisa digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya, dengan mengendalikan dan

Sementara interpretasi penulis dari teori akses permodalan tersebut dan kaitannya dengan kemudahan perolehan modal adalah, jika adanya hubungan yang baik antara pemberi modal dan penerima modal maka akses modal akan mudah dan lancar, sehingga akses permodalan mudah diperoleh

Dokumen yang terkait

FAKTOR RISIKO DIABETES MELLITUS PADA PENDUDUK PULAU GILI KETAPANG, DESA GILI KETAPANG, KECAMATAN SUMBERASIH, KABUPATEN PROBOLINGGO (Analisis Data Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Probolinggo Tahun 2012)

1 11 20

Strategi publik relation PT. anugrah Bersama Sejahtera dalam menjalin loyalitas custumer

6 92 84

Pengaruh kompetensi, independensi, dan keahlian profesional terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi (studi kasus pada kantor akuntan publik di wilayah Jakarta Selatan)

4 32 171

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Analisis pengaruh atribut kualitas audit terhadap kepuasan klien kantor akuntan publik

0 18 122

Strategi Partai Keadilan Sejahtera dalam meraih simpati publik : Studi kasus pemilihan umum 1999 dan 2004

0 17 95

pengaruh tindakan supervisi pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

3 43 157

Tinjauan sign system usability di Kebun Binatang Bandung

6 56 113

Analisis Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan dan Implikasinya Pada Tax Coverage Income Ratio (Studi Kasus pada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I)

0 2 1

Karakteristik Ibu pada Penderita Abortus dan Tidak Abortus di RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011-2012

0 0 9