LANDASAN TEORI
6. Age
Usia (age) adalah suatu durasi kehidupan, sebuah sejarah kehidupan manusia yang ditandai dengan karakteristik khas. Usia merupakan tahapan kehidupan seseorang sejak lahir hingga tua, dimana dalam tahapannya melalui masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Kondisi psikis pada usia muda cenderung labil, kurang dapat mengontrol emosi dengan baik, dan kurang matang dalam menentukan sebuah
commit to user
stabil dan lebih matang dalam menentukan sebuah keputusan.
Hurlock (1993) dalam bukunya Psikologi Perkembangan mendefinisikan masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat. Zakiah Darajad (1990) mendefinisikan remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari anak-anak menuju dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Zakiah Darajad (1995) dalam bukunya yang lain mendefinisikan remaja sebagai tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan membawa akibat terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja. Hasan Bisri (1995) dalam bukunya Remaja Berkualitas, mengartikan remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak- kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, karena pada masa ini remaja telah mengalami perkembangan fisik maupun psikis yang sangat pesat, dimana secara fisik remaja telah menyamai orang dewasa, tetapi secara psikologis mereka belum matang sebagaimana yang dikemukakan oleh Calon (1953), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Perkembangan fisik dan psikis
commit to user
membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Monsk, 2002).
Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Remaja adalah suatu periode dengan permulaan dan masa perlangsungan yang beragam, yang menandai berakhirnya masa kanak- kanak dan merupakan masa diletakkannya dasar-dasar menuju taraf kematangan. Perkembangan tersebut meliputi dimensi biologik, psikologik dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan perkembangan kepribadian. Secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.
Kaplan dan Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20) tahun. Sementara F.J. Monks (2002) berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12 – 15 tahun (masa remaja awal), 15 – 18 tahun (masa remaja pertengahan), dan 18 – 21 tahun (masa remaja akhir).
commit to user
pelanggan yang lebih muda adalah kelompok yang paling mungkin untuk beralih penyedia layanan. Colgate dan Hedge (2001) melaporkan bahwa perilaku beralih penyedia layanan lebih umum terjadi di antara pelanggan muda dibandingkan pelanggan yang lebih tua.
7. Gender
Sheriff dalam Gilbert (1993) menyatakan jenis kelamin perempuan dan laki-laki sebagai bentuk biologis yang menjadi dasar dari sistem klasifikasi yang disebut gender. Secara tradisional kebanyakan dari traits dan perilaku yang disebut gender ini diasosiasikan dengan jenis kelamin secara biologis. Dengan demikian, gender bukan hanya mengacu pada jenis kelamin biologis, tetapi juga gambaran-gambaran psikologis, sosial dan budaya serta ciri-ciri khusus yang diasosiasikan dengan kategori biologis perempuan dan laki- laki (Gilbert, 1993). Gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk
commit to user
pengaruh sosial budaya. Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah. Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun laki-laki.
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman gender, ada beberapa istilah yang perlu diketahui:
a. Buta gender (gender blind), yaitu keadaan seseorang yang tidak memahami tentang konsep gender karena ada perbedaan kepentingan laki-laki dan perempuan.
b. Sadar gender (gender awareness), yaitu keadaan seseorang yang sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
commit to user
seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender.
d. Mawas gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang
memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.
e. Responsif gender (gender concern/ responcive), yaitu kebijakan atau kondisi yang sudah dilakukan dengan memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin.
Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu:
a. Stereotip yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
b. Subordinasi yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
c. Marginalisasi adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus pekerjaan utama.
d. Beban ganda (double burden) adalah adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
commit to user
psikologis seseorang, sehingga kekerasan tersebut menyangkut fisik dan nonfisik.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pola pikirnya yaitu, bahwa cara berfikir laki-laki terkonsentrasi pada suatu hal, contoh langsung membeli barang yang dibutuhkannya dan mengabaikan lainnya. Berbeda dengan perempuan yang bersifat ekspansif. Perempuan
membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan keputusan pembeliannya.
Dalam konteks teknologi internet, Gilbert et al. (2003) mengemukakan bahwa gender menjadi kunci variabel: perempuan memiliki kecenderungan bersifat phobia teknologi dan memiliki kecemasan yang lebih besar terhadap penggunaan teknologi seluler. Kecemasan ini dapat mencegah mereka dari suatu tindakan switching dari satu provider ke provider yang lain.
8. Switching Intention
Switching intention dapat berasal dari sangat beragamnya penawaran produk lain, atau karena terjadi masalah dengan produk yang sudah dibeli. Switching intention didefinisikan sebagai kebebasan memilih yang lebih disukai terhadap sebuah item khusus (Menon dan Khan, 1995).
Keaveney (1995) dalam penelitiannya mengenai switching intention dalam industri jasa, menyebutkan bahwa ketidaktahuan konsumen dan harga merupakan sebagian dari banyak faktor yang dapat menyebabkan konsumen berniat untuk beralih ke penyedia jasa lain.
commit to user
jasa baru yang lebih mahal. Menurut Dharmmesta (1999) brand switching intention adalah niat perpindahan merek oleh konsumen karena beberapa alasan tertentu atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain. Penilaian konsumen terhadap merek dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya dan pengetahuan konsumen tentang produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut.
Menurut Beatty, Kahle dan Homer (1988) dalam Dharmmesta (1999) komitmen merek dapat didefinisikan sebagai kesertaan emosional atau perasaan. Ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media cetak, media audio ataupun melalui interpersonal, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek (brand switching).
Menurut Srinivasan (Shellyana dan Dharmmesta, 2002), niat perpindahan merek pada pelanggan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor keperilakuan, persaingan dan waktu. Menurut Van Trijp, Hoyer dan Inman (1996), perpindahan merek yang dilakukan konsumen disebabkan oleh pencarian variasi. Sedangkan menurut Assael (Shellyana dan Dharmmesta, 2002),
commit to user
keterlibatan pembelian yang rendah. Sikap akan mengikuti perilaku pembelian dengan keterlibatan rendah. Dalam hal ini, konsumen tidak termotivasi untuk melakukan penyelesaian masalah yang ekstensif. Meskipun demikian, konsumen bergeser melalui proses keputusan terbatas dimana mereka hanya mempertimbangkan beberapa alternatif produk pada situasi superfisial dan karenanya hanya membentuk kepercayaan terbatas terhadap alternatif-alternatif tersebut. Konsumen dalam keadaan ini tidak mengevaluasi alternatif secara seksama, sehingga mereka tidak membentuk sikap apapun terhadap alternatif tersebut. Pada situasi dengan keterlibatan rendah, sikap cenderung terjadi setelah barang atau jasa dibeli. Jadi, apabila konsumen memiliki keterlibatan rendah dalam pembelian, mereka cenderung terlibat dalam penyelesaian masalah terbatas dan bergeser melalui formasi kepercayaan, kemudian perilaku, dan akhirnya formasi sikap. Ketika konsumen terlibat dalam pemrosesan informasi dengan keterlibatan rendah, mereka bergerak melalui rute periferal menuju persuasi. Pada keadaan seperti ini tanggapan kognitif kurang mungkin terjadi karena orang-orang tidak memperhatikan dengan seksama mengenai pro dan kontra terhadap isu-isu tersebut. Selain itu, mereka menggunakan isyarat periferal untuk menentukan akan menerima atau menolak pesan tersebut. Isyarat persuasi periferal mencakup faktor-faktor seperti daya tarik dan keahlian sumber pesan, jumlah argumen sederhana yang ditampilkan, dan rangsangan positif atau negatif yang membentuk
commit to user
berubah, tetapi tidak berarti bahwa sikap dan perasaan juga terpengaruh. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kondisi keterlibatan rendah, tugas pembelian tidak membuat orang mengembangkan perasaannya mengenai produk (Mowen dan Minor, 2002).
Konsumen yang melakukan peralihan merek secara spontan (spontaneous brand switching) seringkali mengganti merek meskipun bukan karena mereka tidak senang dengan merek yang telah digunakan sebelumnya. Fenomena ini sangat sering terjadi pada produk dengan keterlibatan rendah dimana terdapat sedikit sekali perbedaan di antara merek-merek tersebut. Konsumen seringkali mengganti merek karena mereka terpengaruh oleh rangsangan baru (Mowen dan Minor, 2002).
Motivasi merupakan keadaan yang diaktivasi atau digerakkan dimana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan. Motivasi dimulai dengan timbulnya rangsangan yang memacu pengenalan kebutuhan. Jika rangsangan menimbulkan perbedaan antara keadaan yang diinginkan seseorang dengan keadaan aktual yang dirasakan orang tersebut, maka akan timbul kebutuhan baru, hal ini mengacu pada perilaku meninggalkan produk lama dan menggantinya dengan produk baru yang lebih sesuai dengan yang dibutuhkan orang tersebut (Mowen & Minor, 2002).
Niat switching seringkali dipengaruhi oleh prngaruh rangsangan merek lain. Walaupun sikap konsumen terhadap suatu merek sangat
commit to user
lebih menguntungkan, maka merek lain ini kemungkinan yang akan dibelinya kembali (Mowen dan Minor, 2002).
Pembelian berdasarkan mencari keragaman (variety seeking purchases ) mengacu pada kecenderungan konsumen untuk secara spontan membeli merek produk baru meskipun mereka masih terus
mengungkapkan kepuasan terhadap merek yang lama. Salah satu pertimbangan atas perilaku mencari keragaman adalah konsumen mencoba untuk mengurangi kejenuhan dengan membeli merek baru. Perilaku beralih merek merupakan metode beberapa konsumen untuk meningkatkan stimulasi dengan memasukkan sesuatu yang baru dalam pola konsumsi mereka. Pembelian berdasarkan mencari keragaman bersifat pengalaman, karena pembelian tersebut dilakukan untuk mempengaruhi perasaan. Apabila konsumen merasa jenuh, mereka akan merasa di bawah optimal, sehingga dengan membeli merek yang baru konsumen mencoba untuk membuat diri mereka menjadi lebih baik (Mowen dan Minor, 2002).
Perilaku keluar (exit behavior) mengacu pada pilihan konsumen untuk meninggalkan hubungan atau menurunkan tingkat konsumsi barang atau jasa (Mowen dan Minor, 2002). Para peneliti yang menyelidiki perilaku mengeluh dalam industri telepon genggam mendapatkan bahwa konsumen yang mengeluh karena faktor ketidakpuasan lebih mungkin untuk meninggalkan hubungan atau mengurangi tingkat konsumsi produk atau jasa.
commit to user
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ranganathan, et al. (2006) dengan judul penelitian : “Switching behavior of mobile users : do users’ relational investments and demographics matter?” Penelitian ini bertujuan untuk menguji perilaku switching dari pengguna telepon seluler. Variabel independen dalam penelitian ini mempengaruhi variabel dependennya secara langsung. Adapun variabel independennya dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu relational investments (service usage, relationship duration , dan service bundling) dan faktor demografi pengguna (age dan gender ). Sedangkan variabel dependennya adalah perilaku switching pengguna. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan MOBCO (perusahaan penyedia layanan seluler di Amerika Utara) yang berjumlah 30.590 pelanggan, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah para pelanggan MOBCO yang tidak di bawah kewajiban kontrak. Data sampel dalam penelitian ini diperoleh dari file-file pelanggan MOBCO. Alat analisis dalam penelitian ini adalah regresi logistik, yang digunakan untuk menguji hubungan antar variabel yang termuat dalam hipotesis. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa service usage memiliki pengaruh kuat terhadap switching behavior pengguna layanan seluler, relationship duration dan service bundling juga mempengaruhi switching behavior pengguna layanan seluler. Selain itu, age dan gender juga berpengaruh terhadap switching behavior pengguna layanan seluler. Pelanggan yang lebih muda cenderung lebih mudah melakukan tindakan switching dibanding pelanggan yang lebih
commit to user
switching dibanding pelanggan perempuan. Dalam penelitian ini, semua hipotesisnya didukung.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lopez, et al. (2006) dengan judul penelitian: “The impact of customer relationship characteristics on customer switching behavior .” Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik hubungan pelanggan pada perilaku beralih (switching behavior ) pelanggan. Dalam penelitian ini, variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara langsung. Variabel independen dalam penelitian ini antara lain service usage pada fixed-telephone, akuisisi terbaru pada fixed-telephone, dan investasi pada layanan pelengkap, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku beralih (switching) pemasok. Populasi dalam penelitian ini adalah para pengguna fixed-telephone di Inggris, sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 272 orang. Data sampel dalam penelitian ini diperoleh dari survei panel pengguna teknologi di Inggris. Alat analisis dalam penelitian ini adalah regresi logistik, yang digunakan untuk menguji hubungan antar variabel yang termuat dalam hipotesis. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa service usage berpengaruh secara negatif terhadap switching supplier, akuisisi sambungan telepon berpengaruh secara positif terhadap switching supplier. Selain itu, penggunaan layanan komplementer tidak berpengaruh secara negatif terhadap switching supplier.
commit to user
dengan judul penelitian : “Customer switching behavior in the Chinese retail banking industry.” Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor pengaruh perilaku beralih bank (switching bank) pelanggan dalam industry perbankan Cina. Dalam penelitian ini, variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara langsung. Variabel independen dalam penelitian ini antara lain price, reputation, service quality, affective advertising competition, involuntary switching, distance, switching costs, dan demographic characteristics , sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku beralih bank (switching bank). Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah Bank di kota Jiaozuo, Cina. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 421 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan convenience sampling, sedangkan data sampel diperoleh dengan metode survei, yaitu dengan membagikan kuesioner pada responden. Alat analisis dalam penelitian ini adalah regresi logistik, yang digunakan untuk menguji hubungan antar variabel yang termuat dalam hipotesis. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa price dan reputation berpengaruh secara positif terhadap switching bank, sedangkan service quality, affective advertising competition, involuntary switching, distance, dan switching costs berpengaruh secara negatif terhadap switching bank. Selain itu, usia muda dan penghasilan tinggi berpengaruh positif terhadap switching bank, sedangkan usia tua dan penghasilan rendah tidak berpengaruh secara negatif terhadap switching bank. Dalam penelitian ini juga menyatakan
commit to user
switching bank dan terdapat perbedaan persepsi mengenai faktor-faktor pengaruh switching diantara kelompok demografi.