KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL FEATURE DALAM “PESONA ALAM DAN BUDAYA JOGJA: ANTOLOGI FEATURE BENGKEL SASTRA INDONESIA 2010”
KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL FEATURE DALAM “PESONA ALAM DAN BUDAYA JOGJA: ANTOLOGI FEATURE BENGKEL SASTRA INDONESIA
2010”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
YENNY RETNO SARI
C0207053
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
MOTTO
1. Segala sesuatu menjadi lebih mungkin jika dikembangkan usaha untuk menjalaninya. Tanpa adanya usaha, maka kemungkinan akan tertutup, karena berusaha adalah kunci pembuka kemungkinan. (Muhammad Nazhif Masykur)
2. Memang baik menjadi orang penting. Akan tetapi, lebih penting lagi menjadi orang baik, yaitu menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain. (Muhammad Nazhif Masykur)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ayah dan ibu tercinta
2. Kakak dan adikku tersayang
3. Almamater.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan banyak kenikmatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Kohesi dan Koherensi Feature dalam “Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010”. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed.,Ph.D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin serta kemudahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Dr. Dwi Purnanto, M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran.
4. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum., selaku penelaah proposal skripsi yang dengan sabar memberi masukan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Drs. Istadiyantha, M.S., selaku pembimbing akademik yang senantiasa memberi
pengarahan dan bimbimgan dalam proses belajar kepada penulis.
6. Seluruh dosen di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Ayahku Parno dan Ibuku Ngadiyem yang telah merawat dan membesarkan, serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang.
8. Kakak penulis Novaria Sari dan Wahyudi serta adik penulis Ismi Tri Mar’atush,
yang telah memberikan semangat, dan kasih sayang kepada penulis.
9. Sahabat penulis: Diana, Unun, Alfi dan Sulis. Terima kasih atas perhatian dan kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis.
10. Teman-teman Sastra Indonesia UNS angkatan 2007. Aril, Pitha, Ukhti, Tri Harsini, Arvita, Eri, Vitalia, Panca, Betty, Putri, Esti, Pipit, Nana, Ririn, Imas, Wilda, Savitri, Ikhsan, Arief W, Anggoro, Rahmat, Fajar, Hari S, Hari Setiawan, Arif S, Adit, Wibi. Terima kasih atas kebersamaannya selama di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret.
11. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
3. Antonimi (Lawan Kata) ……………………………..……..…... 92
4. Kolokasi (Sanding Kata) ….……………………….................. 93
5. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) ……………………........... 93
6. Ekuivalensi (Kesepadanan)……… ……..……………………. 95 BAB V PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................................... 98
B. Saran ............................................................................................. 101 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 103 LAMPIRAN DATA ......................................................................................... 1
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1 Pembagian Pronomina Persona …………………………..….............. 24 Bagan 2 Contoh Hiponimi …………....................................................…….....
37 Bagan 3 Kerangka Pikir ………………….....……………………….................. 40 Bagan 4 Analisis Hiponimi 1 ……………………………………..…................. 94
Bagan 5 Analisis Hiponimi 2 ………………………………………….….......... 95
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Penanda Kohesi Gramatikal .............................................................. 85 Tabel 2 Penanda Kohesi Leksikal ................................................................... 96
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
FB : Feature Biografi FI : Feature Ilmiah
FMI
: Feature Minat Insani
FP
: Feature Perjalanan
FPP
: Feature Petunjuk Praktis
FS
: Feature Sejarah
K.H.
: Kiai Haji
MAN
: Madrasah Aliyah Negeri
MC
: Master of Ceremonies
: Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
R.A.
: Raden Ajeng
R.M.
: Raden Mas
R.Ngt.
: Raden Nganten
: Sekolah Dasar
SLTA
: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMEA
: Sekolah Menengah Ekonomi Atas
SMKN
: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
SMS
: Short Messages Service
UNY
: Universitas Negeri Yogyakarta
YME
: Yang Maha Esa
: nol atau zero (pelesapan atau elipsis)
: tanda tanya (dipertanyakan)
: tanda bintang (tidak berterima atau tidak gramatikal)
{} : kurung kurawal (dapat memilih salah satu dari unsur pengganti)
ABSTRAK
YENNY RETNO SARI. C0207053. 2012. Kohesi dan Koherensi Feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 . Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ? dan (2) Bagaimanakah penanda kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ?.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 dan (2) Mendeskripsikan penanda kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian adalah wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010. Data dalam penelitian adalah paragraf yang mengandung penanda-penanda kohesi leksikal dan gramatikal dalam wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Adapun metode analisis data yang peneliti pergunakan adalah metode distribusional. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode penyajian secara informal yaitu berupa perumusan dengan kata-kata biasa yang berisi rincian hasil analisis data.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan berupa pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjuction). Selanjutnya, penanda kohesi leksikal yang ditemukan berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan).
terdapat penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Penanda Yenny Retno Sari 1 kohesi gramatikal yang ditemukan berupa pengacuan (reference),
Dr. Dwi Purnanto, M.Hum 2 penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjuction). Selanjutnya, penanda kohesi leksikal yang ditemukan
berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi ABSTRAK (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-
bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan).
2012. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah
penanda kohesi gramatikal wacana feature dalam Pesona Alam dan
Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ? dan (2) Bagaimanakah penanda kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ?. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 dan (2) Mendeskripsikan penanda kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian adalah wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010. Data dalam penelitian adalah paragraf yang mengandung penanda-penanda kohesi leksikal dan gramatikal dalam wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Adapun metode analisis data yang peneliti pergunakan adalah metode distribusional. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode penyajian secara
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Dengan NIM C0207053 2 Dosen Pembimbing
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai anggota masyarakat dan komunitas, hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi, baik yang bertindak sebagai komunikator (pembicara atau penulis) maupun sebagai komunikan (mitra bicara, penyimak, pendengar, atau pembaca). Menurut Harimurti Kridalaksana (2001:21) bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi manusia memerlukan bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Selain itu, bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana atau alat komunikasi, tanpa bahasa manusia tidak dapat berinteraksi dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Gorys Keraf (2001:1) bahwa tanpa bahasa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh sehingga fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sangat penting.
Komunikator dan komunikan melakukan interaksi sosial dengan bahasa dalam wujud nyata atau konkret berupa wacana, baik wacana lisan atau wacana tulis (Sumarlam, 2008:4). Ide-ide, gagasan, dan isi pikiran diungkapkan dalam bentuk wacana. Anggota masyarakat (partisipan) berkesempatan menjalin komunikasi, interaksi sosial, kerjasama melalui wacana. Komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sarananya dapat dibagi menjadi komunikasi langsung (menggunakan bahasa lisan) dan komunikasi tidak langsung Komunikator dan komunikan melakukan interaksi sosial dengan bahasa dalam wujud nyata atau konkret berupa wacana, baik wacana lisan atau wacana tulis (Sumarlam, 2008:4). Ide-ide, gagasan, dan isi pikiran diungkapkan dalam bentuk wacana. Anggota masyarakat (partisipan) berkesempatan menjalin komunikasi, interaksi sosial, kerjasama melalui wacana. Komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sarananya dapat dibagi menjadi komunikasi langsung (menggunakan bahasa lisan) dan komunikasi tidak langsung
Para ahli bahasa pada umumnya berpendapat sama tentang wacana, yaitu sebagai satuan bahasa yang terbesar. Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan (1976:10) menyebutkan “Discourse structure is, as the name implies, a type of
structure: the term is used to refer to the structure of some postulated unit higher than the sentence, for example the paragraph, or some larger entity such as episode or topic unit ”. (Struktur wacana adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan beberapa satuan yang lebih tinggi dari kalimat, sebagai contoh paragraf, atau yang memiliki satuan lebih besar seperti episode atau satuan topik). Selanjutnya, Soeseno Kartomihardjo (dalam Bambang Kaswanti Purwo, 1993:23) mengemukakan bahwa pada umumnya suatu wacana dipahami sebagai unit bahasa yang lengkap dan lebih besar daripada kalimat. Abdul Chaer (2003:267) mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar Hal senada diungkapkan oleh Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik (2006:3) bahwa mengatakan wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi.
Hal-hal yang perlu diamati dalam kajian keutuhan wacana yaitu aspek kohesi dan koherensi. Pendengar atau pembaca akan mengetahui baik atau tidaknya suatu wacana dengan menganalisis aspek kohesi dan koherensi dalam wacana. Hal ini didukung dengan pendapat Abdul Chaer (1994:269) yang Hal-hal yang perlu diamati dalam kajian keutuhan wacana yaitu aspek kohesi dan koherensi. Pendengar atau pembaca akan mengetahui baik atau tidaknya suatu wacana dengan menganalisis aspek kohesi dan koherensi dalam wacana. Hal ini didukung dengan pendapat Abdul Chaer (1994:269) yang
Selain itu, alasan lain mengapa analisis keutuhan wacana dilihat dari aspek kohesi dan koherensi perlu dilakukan adalah karena kedua aspek tersebut menjadi faktor penentu keutuhan wacana. Mulyana (2005:25-26) menjelaskan bahwa wacana yang mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu (kohesif dan koheren) maka wacana itu adalah wacana yang utuh dan lengkap. Wacana tidak sekedar rentetan atau kelompok kalimat saja, tetapi pertalian unsur-unsur yang terdapat dalam wacana menunjukkan perpaduan makna yang utuh dan menyatu.
Burhan Bungin (2001:1) menjelaskan bahwa media massa sering digunakan sebagai alat mentransformasikan informasi dari dua arah yaitu dari media massa ke masyarakat (dan sebaliknya), atau mentransformasikan informasi di antara masayarakat itu sendiri. Media massa yang berupa media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid, brosur, pamflet, dan spanduk. Media cetak yang berupa surat kabar, majalah, dan tabloid pada umumnya tersusun atas beberapa rubrik, salah satunya adalah feature. Feature adalah cerita atau karangan khas yang berpijak pada fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik (Haris Sumadiria, 2006:150). Menurut Haris Sumadiria (2006:156-157) feature dalam media massa memiliki kedudukan yang sangat penting posisi dan eksistensinya tak tergantikan oleh produk jurnalistik yang lain. Bagi surat kabar yang dikelola secara profesional, kedudukan feature sebagai salah satu bentuk karya jurnalistik Burhan Bungin (2001:1) menjelaskan bahwa media massa sering digunakan sebagai alat mentransformasikan informasi dari dua arah yaitu dari media massa ke masyarakat (dan sebaliknya), atau mentransformasikan informasi di antara masayarakat itu sendiri. Media massa yang berupa media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid, brosur, pamflet, dan spanduk. Media cetak yang berupa surat kabar, majalah, dan tabloid pada umumnya tersusun atas beberapa rubrik, salah satunya adalah feature. Feature adalah cerita atau karangan khas yang berpijak pada fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik (Haris Sumadiria, 2006:150). Menurut Haris Sumadiria (2006:156-157) feature dalam media massa memiliki kedudukan yang sangat penting posisi dan eksistensinya tak tergantikan oleh produk jurnalistik yang lain. Bagi surat kabar yang dikelola secara profesional, kedudukan feature sebagai salah satu bentuk karya jurnalistik
Aprianus Salam (2010:367) mengatakan bahwa feature adalah berita yang ditulis dengan gaya bercerita dan ditekankan pada sisi-sisi human interest- nya, yakni secara manusiawi bisa membangkitkan perasaan tertentu dari pembaca. Misalnya, perasaan haru, kagum, belas kasihan, rasa keadilan, simpati, sayang, cinta, senang, terhibur dan sebagainya. Oleh karena itu, gaya penulisan feature ditekankan pada kemampuannya untuk menyentuh dan membangkitkan perasaan pembaca. Itulah sebabnya, gaya penulisan feature dituntut untuk khas, menarik, basah, mengalir, kaya visi dan dimensi, serta tidak monoton.
Dalam hal ini, wacana yang diteliti adalah wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 . Kegiatan “Bengkel Sastra Indonesia 2010” merupakan salah satu program kerja bidang Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Balai Bahasa Yogyakarta yang bertujuan ikut berperan serta dalam membina kemampuan menulis bagi masyarakat, tak terkecuali bagi siswa. Peran serta itu, antara lain diwujudkan dalam pen yelenggaraan kegiatan “Bengkel Sastra Indone sia 2010” bagi siswa SLTA se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh pelajar SLTA se-Daerah Istimewa Yogyakarta dari lima kabupaten, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kodya Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman. Buku berjudul Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 , merupakan kumpulan Dalam hal ini, wacana yang diteliti adalah wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 . Kegiatan “Bengkel Sastra Indonesia 2010” merupakan salah satu program kerja bidang Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Balai Bahasa Yogyakarta yang bertujuan ikut berperan serta dalam membina kemampuan menulis bagi masyarakat, tak terkecuali bagi siswa. Peran serta itu, antara lain diwujudkan dalam pen yelenggaraan kegiatan “Bengkel Sastra Indone sia 2010” bagi siswa SLTA se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh pelajar SLTA se-Daerah Istimewa Yogyakarta dari lima kabupaten, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kodya Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman. Buku berjudul Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 , merupakan kumpulan
Feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 , menyajikan hal yang menarik di setiap tulisan, berbagai fakta disajikan dengan gaya bercerita. Dengan gaya bercerita, tulisan-tulisan dalam antologi ini seakan menggambarkan imaji para pembaca secara bebas dan tidak sekedar memaparkan fakta secara apa adanya.
Wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 , menarik untuk diteliti karena sejumlah karangan atau tulisan yang berupa karangan khas (feature) merupakan hasil dari proses awal para pelajar SLTA. Mereka mengembangkan kreativitas mengarang atau menulis pada kegiatan “Bengkel Sastra Indonesia 2010” yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat menjadi proses awal untuk memasuki proses lanjut yang tak berkesudahan, dan dari tangan- tangan mereka lahir sejumlah pemikir-pemikir yang mencerahkan.
Selain itu, feature dalam antologi ini memiliki keunikan-keunikan sebagai berikut. Petama, isinya menggambarkan berbagai macam jenis-jenis feature , mulai dari (1) feature minat insani (human interest feature), (2) feature sejarah (hystorical feature), (3) feature biografi atau tentang riwayat perjalanan hidup seorang tokoh (biografical feature), (4) feature perjalanan (travelogue feature ), (5) feature petunjuk praktis (how to do feature), dan (6) feature ilmiah (scientific feature). Kedua, hal-hal yang pokok selalu ditonjolkan sehingga pembaca secara mudah memahami dan menafsirkan isi yang disampaikan, sedangkan isinya berupa pemaparan masalah-masalah secara garis besar. Ketiga, Selain itu, feature dalam antologi ini memiliki keunikan-keunikan sebagai berikut. Petama, isinya menggambarkan berbagai macam jenis-jenis feature , mulai dari (1) feature minat insani (human interest feature), (2) feature sejarah (hystorical feature), (3) feature biografi atau tentang riwayat perjalanan hidup seorang tokoh (biografical feature), (4) feature perjalanan (travelogue feature ), (5) feature petunjuk praktis (how to do feature), dan (6) feature ilmiah (scientific feature). Kedua, hal-hal yang pokok selalu ditonjolkan sehingga pembaca secara mudah memahami dan menafsirkan isi yang disampaikan, sedangkan isinya berupa pemaparan masalah-masalah secara garis besar. Ketiga,
Dari uraian latar belakang tersebut, maka judul penelitian ini adalah ”Kohesi Gramatikal dan Leksikal Feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ”.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan. Pembatasan masalah ini berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Pembatasan masalah memungkinkan peneliti mengadakan penelitian yang lebih terarah sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat menjawab rumusan masalah yang sesuai tujuan dan tidak menyimpang dari pokok permasalahannya. Dengan pembatasan masalah ini, peneliti akan lebih mudah mencermati hal-hal yang dikembangkan. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti tentang wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 . Selanjutnya, masalah yang dikaji dalam penelitian ini mengenai penanda kohesi gramatikal dan leksikalnya.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai beriikut.
1. Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ?
2. Bagaimanakah penanda kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam
dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010.
2. Mendeskripsikan penanda kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam
dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis adalah manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, dalam hal ini ilmu kebahasaan atau linguistik khususnya mengenai analisis wacana. Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang wacana feature yang ditulis oleh pelajar SLTA Yogyakarta, yaitu dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, terutama mengenai penanda kohesi 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis adalah manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, dalam hal ini ilmu kebahasaan atau linguistik khususnya mengenai analisis wacana. Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang wacana feature yang ditulis oleh pelajar SLTA Yogyakarta, yaitu dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, terutama mengenai penanda kohesi
2. Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penulis feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, tentang pentingnya kohesi dan koherensi dalam suatu wacana, dan selanjutnya diharapkan dapat menulis feature yang lebih baik dan benar sehingga dapat memudahkan pembaca memahami isi wacana feature tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab memuat pokok pikiran yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki satu kesatuan yang saling berhubungan. Urutan penelitian ini tersusun sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka membahas tentang penelitian terdahulu yang sesuai dan sejenis dengan penelitian ini dan teori-teori yang berkaitan dengan hal- hal atau masalah yang akan diteliti untuk kemudian dijadikan sebagai landasan atau acuan dalam penelitian ini. Kerangka pikir dalam penelitian ini menjelaskan secara singkat proses pengkajian dan pemahaman terhadap masalah yang akan diteliti.
Bab III Metode Penelitian yaitu memuat berbagai cara yang dipakai dalam penelitian untuk mengumpulkan data, jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, teknik klasifikasi data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data.
Bab IV Analisis Data berisi uraian tentang analisis terhadap data-data yang menjadi objek penelitian berdasarkan data yang tersedia, yang berupa penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010.
Bab V Penutup berisi Simpulan dan Saran, simpulan berisi hasil penelitian dan pembahasan, serta saran-saran yang sesuai dengan penelitian ini.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Studi Terdahulu
Di Indonesia, penelitian yang berkaitan dengan wacana sudah banyak dilakukan, analisis wacana sebagai bagian dari ilmu bahasa sudah tidak begitu asing bagi para peneliti bahasa. Adapun para peneliti bahasa yang telah melakukan penelitian di bidang analisis wacana antara lain: Wening Handri Purnami (2008), Tiara Perdana Putri (2010), Nowo Ratnanto (2010), dan Rina Kurniawati (2010).
Wening Handri Purnami (2008) dalam sebuah jurnal ilmiah kebahasaan dan kesastraan, meneliti wacana dalam tajuk rencana. Penelitian berjudul Aspek Gramatikal dalam Wacana Tajuk Rencana , dideskripsikan bagaimana penggunaan aspek gramatikal dalam wacana tajuk rencana pada harian Kedaulatan Rakyat . Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pertalian antara kalimat-kalimat pembentuk wacana tajuk rencana dapat dinyatakan dengan pertalian antarunsur gramatikal yang terdapat dalam kalimat-kalimat itu. Pertalian antara unsur-unsur gramatikal itu dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Tiara Perdana Putri (2010), dengan
judul Penanda Kohesi pada Wacana Rubrik “Suara Merdeka” dalam Harian Joglo Semar, disajikan deskripsi tentang penanda kohesi garmatikal dan leksikal dalam wacana Rubrik “Suara Merdeka” dalam Harian Joglo Semar. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa, terdapat empat jenis penanda kohesi gramatikal judul Penanda Kohesi pada Wacana Rubrik “Suara Merdeka” dalam Harian Joglo Semar, disajikan deskripsi tentang penanda kohesi garmatikal dan leksikal dalam wacana Rubrik “Suara Merdeka” dalam Harian Joglo Semar. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa, terdapat empat jenis penanda kohesi gramatikal
Nowo Ratnanto (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Kohesi Gramatikal dan Leksikal Editorial The Jakarta Post ”, ditunjukkan bahwa kohesi gramatikal dan leksikal banyak digunakan dalam editorial ini sehingga wacana editorial The Jakarta Post ini adalah wacana yang padu. Dari empat editorial ditemukan 206 penanda kohesi bagi gramatikal maupun leksikal. Hasil analisis penelitian ini juga ditemukan bahwa editorial The Jakarta Post menggunakan hampir semua aspek kohesi gramatikal kecuali substitusi yang tidak selalu digunakan dalam editorial, tetapi penggunaan aspek kohesi leksikal melingkupi seluruh wacana editorial ini. Aspek gramatikal dalam penelitian ini meliputi: pengacuan persona, pengacuan demonstratif, pengacuan komparatif, substitusi, elipsis, dan konjungsi, sedangkan aspek leksikal meliputi: reiterasi, hiponimi, kata umum, dan kolokasi.
Selanjutnya, Rina Kurniawati (2010) dalam tesisnya yang berjudul Kohesi dan Linieritas Wacana dalam Karangan Fiksi Siswa MAN Tempusari, Mantingan, Ngawi , disimpulkan bahwa seluruh peranti kohesi wacana selalu dimanfaatkan dalam penulisan prosa meskipun frekuensi pemakaiannya sebagai peranti tidak terlalu banyak. Peranti keterpaduan yang berupa pengacuan dan konjungsi menjadi alat yang paling dominan di antara yang lain dari aspek gramatikal. Peranti keterpaduan yang berupa elipsis dan substitusi relatif tidak dominan. Sementara itu, aspek leksikal didominasi oleh pemunculan peranti repetisi. Peranti lainnya yang berupa sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, dan Selanjutnya, Rina Kurniawati (2010) dalam tesisnya yang berjudul Kohesi dan Linieritas Wacana dalam Karangan Fiksi Siswa MAN Tempusari, Mantingan, Ngawi , disimpulkan bahwa seluruh peranti kohesi wacana selalu dimanfaatkan dalam penulisan prosa meskipun frekuensi pemakaiannya sebagai peranti tidak terlalu banyak. Peranti keterpaduan yang berupa pengacuan dan konjungsi menjadi alat yang paling dominan di antara yang lain dari aspek gramatikal. Peranti keterpaduan yang berupa elipsis dan substitusi relatif tidak dominan. Sementara itu, aspek leksikal didominasi oleh pemunculan peranti repetisi. Peranti lainnya yang berupa sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, dan
Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian mengenai analisis wacana sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai ”Kohesi Gramatikal dan Leksikal Feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 ”, belum ada. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan bagi penulis featur khususnya pelajar SLTA, sehingga dapat menulis feature yang lebih baik dan benar, serta dapat memudahkan pembaca memahami isi feature.
B. Landasan Teori
1. Definisi Wacana
Batasan atau definisi wacana yang dikemukakan para ahli bahasa sampai saat ini masih beragam. Terdapat perbedaan antara definisi yang satu dengan definisi yang lain karena sudut pandang yang digunakan. Namun, dari sekian banyak definisi tersebut pada dasarnya wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan (1976:10) menyebutkan “Discourse structure is, as the name implies, a type of structure: the term is used to refer to the structure of some postulated unit higher than the sentence, for
example the paragraph, or some larger entity such as episode or topic unit ”. (Struktur wacana adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan beberapa example the paragraph, or some larger entity such as episode or topic unit ”. (Struktur wacana adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan beberapa
Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Pada akhir-akhir ini, para ahli telah menyepakati bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya berturut-turut adalah kalimat, frasa, kata dan bunyi (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006:3).
Harimurti Kridalaksana (2001:231) mendefinisikan wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya.), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
Wacana menurut Tarigan (1987:27) adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tertinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan maupun tertulis. Dalam definisi ini, wacana tidak hanya menujukkan ciri wacana yang baik yaitu mempunyai tingkat kohesi dan koherensi tinggi serta berkesinambungan sampai akhir yang nyata, dan menyebutkan jenis wacana berdasarkan mediumnya yaitu wacana lisan dan tertulis.
Soeseno Kartomihardjo (dalam Bambang Kaswanti Purwo, 1993:23) mengemukakan bahwa pada umumnya suatu wacana dipahami sebagai unit bahasa yang lengkap dan lebih besar daripada kalimat. Sedangkan, Anton M. Moeliono dan Soejono Dardjowidjojo (1988:334) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu Soeseno Kartomihardjo (dalam Bambang Kaswanti Purwo, 1993:23) mengemukakan bahwa pada umumnya suatu wacana dipahami sebagai unit bahasa yang lengkap dan lebih besar daripada kalimat. Sedangkan, Anton M. Moeliono dan Soejono Dardjowidjojo (1988:334) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan wacana adalah rekaman kebahasaan terlengkap, terkompleks, yang dalam tingkatan gramatikal merupakan satuan yang tertinggi atau terbesar, yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila dilihat dari struktur lahir (dari segi bentuk) bersifat kohesif atau saling terkait, dan bila dilihat dari struktur batin (dari segi makna) bersifat koheren atau terpadu.
2. Jenis-jenis Wacana
Ada berbagai jenis cara yang digunakan untuk mengklasifikasikan wacana, dan itu tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik (2006:25-47) mengklasifikasikan wacana berdasarkan saluran yang digunakan, jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi, dan dilihat dari tujuan berkomunikasi. Bila dilihat dari media yang digunakan, wacana diklasifikasikan menjadi wacana lisan dan wacana lisan. Wacana tulis yaitu teks yang berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam bahasa tulis, sedangkan wacana lisan merupakan rangkaian kalimat yang ditranskripsikan dari rekaman bahasa lisan. Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi, wacana terdiri dari tiga jenis yaitu: monolog, dialog, dan polilog. Sedangkan klasifikasi wacana berdasarkan tujuan komunikasi dibedakan menjadi: Ada berbagai jenis cara yang digunakan untuk mengklasifikasikan wacana, dan itu tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik (2006:25-47) mengklasifikasikan wacana berdasarkan saluran yang digunakan, jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi, dan dilihat dari tujuan berkomunikasi. Bila dilihat dari media yang digunakan, wacana diklasifikasikan menjadi wacana lisan dan wacana lisan. Wacana tulis yaitu teks yang berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam bahasa tulis, sedangkan wacana lisan merupakan rangkaian kalimat yang ditranskripsikan dari rekaman bahasa lisan. Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi, wacana terdiri dari tiga jenis yaitu: monolog, dialog, dan polilog. Sedangkan klasifikasi wacana berdasarkan tujuan komunikasi dibedakan menjadi:
pesan agar dapat membentuk suatu citra (imajinasi) tentang suatu hal,
b. wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca agar yang bersangkutan memahaminya),
c. wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun ekonomis,
d. wacana persuasi merupakan wacana yang bertujuan mempengaruhi mitra
tutur melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penuturnya,
e. wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita.
Sumarlam (2008:15-21), mengatakan bahwa menurut dasar pengklasifikasiannya wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, dan bentuknya.
Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkan, wacana dapat diklasifikasikan menjadi:
a. wacana bahasa nasional (Indonesia),
b. wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya),
c. wacana bahasa internasional (Inggris),
d. wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya.
Berdasarkan media yang digunakan, wacana dapat dibedakan atas:
a. wacana tulis (written discourse) artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca,
b. wacana lisan (spoken discourse) yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi secara langsung antara pembicara dengan pendengar.
Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu: wacana prosa, puisi, dan drama.
a. Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis atau lisan. Contoh wacana prosa tulis misalnya: cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh wacana prosa lisan misalnya: pidato, khotbah, dan kuliah.
b. Wacana puisi ialah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi. Seperti halnya wacana prosa, wacana puisi juga dapat berupa wacana tulis maupun lisan. Puisi dan syair adalah contoh wacana tulis, sedangkan puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis wacana lisan.
c. Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pula pada naskah drama atau sandiwara, sedangkan bentuk c. Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pula pada naskah drama atau sandiwara, sedangkan bentuk
Tarigan (1987:51) mengklasifikasikan wacana dari sudut pandang medianya, langsung atau tidak langsung pengungkapannya, cara menuturkannya dan dari segi bentuknya. Dari medianya wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Selanjutnya, dari langsung atau tidaknya pengungkapan wacana dibedakan atas wacana langsung (kutipan wacana yang dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi) dan wacana tidak langsung (pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harafiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara), sedangkan dari cara menuturkannya wacana dibedakan atas wacana pembeberan (wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis) dan wacana penuturan (wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi), dan dari segi bentuknya wacana dibagi atas puisi, prosa, dan drama.
Selain itu, Abdul Chaer (1994:272-273) juga menyatakan bahwa pembagian wacana berdasarkan dari sudut padang mana wacana tersebut dilihat. Berdasarkan sarananya, wacana dapat dibagi menjadi wacana lisan (yang menggunakan bahasa lisan) dan wacana tulis (yang menggunakan bahasa tulis). Berdasarkan penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian atau bentuk puitik, maka wacana dapat dipilah menjadi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa jika dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal. Wacana eksposisi Selain itu, Abdul Chaer (1994:272-273) juga menyatakan bahwa pembagian wacana berdasarkan dari sudut padang mana wacana tersebut dilihat. Berdasarkan sarananya, wacana dapat dibagi menjadi wacana lisan (yang menggunakan bahasa lisan) dan wacana tulis (yang menggunakan bahasa tulis). Berdasarkan penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian atau bentuk puitik, maka wacana dapat dipilah menjadi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa jika dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal. Wacana eksposisi
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wacana yang ada pada wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi: Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, jika dilihat dari media yang digunakan termasuk wacana tulis dan jika dilihat dari bentuknya termasuk wacana prosa (dalam bentuk uraian). Wacana yang ada pada wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja: Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, digolongkan wacana tulis karena wacana tersebut disampaikan melalui bahasa atau media tulis. Sampai saat ini, tulisan masih dianggap sebagai media yang paling efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan atau apa pun yang dapat mewakili kreativitas manusia. Selain itu wacana yang ada pada wacana feature dalam Pesona Alam dan Budaya Jogja Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, juga termasuk dalam wacana prosa karena wacana tersebut disampaikan dalam bentuk prosa. Maksudnya, dalam menyampaikan isi menggunakan bahasa dalam bentuk uraian.
3. Analisis Wacana
Analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari pada kalimat yang lazimnya disebut wacana (Soeseno Kartomihardjo, dalam Bambang Kaswanti Purwo, 1993:21). Analisis wacana berupaya menganalisis wacana sampai pada suatu makna yang persis sama atau paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud pembicara (dalam wacana lisan) atau penulis (dalam wacana tulis).
Dalam upaya menguraikan suatu unit bahasa, analisis wacana tidak terlepas dari penggunaan peranti cabang ilmu bahasa lainnya seperti yang dimiliki semantik, sintaksis, morfologi, dan lain-lain. Selain itu, analisi wacana mempunyai peranti khusus yang tidak digunakan oleh cabang ilmu bahasa lainnya.
Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995:227), analisis wacana dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa, dengan kata lain analisis wacana mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar seperti percakapan atau teks tertulis. Menurut definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis wacana membahas apa yang disampaikan penyapa (secara lisan) dalam percakapan dan mencerna apa yang ditulis oleh penulis dalam buku teks.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana adalah cabang ilmu bahasa yang menganalisis suatu wacana, seperti percakapan dan teks tertulis, sampai pada makna yang hampir semua atau mendekati makna yang disampaikan pembicara atau penulis. Dalam analisis tersebut tidak akan terlepas dari penggunaan peranti cabang ilmu bahasa lain, sehingga memerlukan pengetahuan kebahasaan khusus.
4. Sarana Keutuhan Wacana
Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik (2006:87-89) mengatakan bahwa sebuah teks (terutama teks tertulis) memerlukan unsur pembentuk teks. Kohesi merupakan salah satu pembentuk teks yang penting. Untuk membentuk wacana yang baik tidak cukup mengandalkan hubungan kohesi. Agar wacana yang kohesif itu baik, perlu dilengkapi dengan koherensi, yaitu kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian dalam wacana. Penggunaan penanda Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik (2006:87-89) mengatakan bahwa sebuah teks (terutama teks tertulis) memerlukan unsur pembentuk teks. Kohesi merupakan salah satu pembentuk teks yang penting. Untuk membentuk wacana yang baik tidak cukup mengandalkan hubungan kohesi. Agar wacana yang kohesif itu baik, perlu dilengkapi dengan koherensi, yaitu kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian dalam wacana. Penggunaan penanda
Harimurti Kridalaksana (2001:231) berpendapat bahwa hal yang dipentingkan di dalam wacana adalah keutuhan atau kelengkapan maknanya. Bentuk konkretnya dapat berupa apa saja (kata, kalimat, paragraf, atau sebuah karangan utuh) yang paling penting makna, isi, dan amanatnya lengkap.
Abdul Chaer (1994:267) mengatakan bahwa wacana dikatakan lengkap karena di dalamnya terdapat konsep, gagasan pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan kewacanaan (kohesi dan koherensi). Wacana yang memenuhi persyaratan tersbut merupakan wacana yang benar dan apik.
Mulyana (2005:25-26) mengemukakan bahwa wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Mulyana lebih menekankan keutuhan wacana pada strukturnya. Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi (semantis) dibanding sebagai kesatuan bentuk (sintaksis). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila di dalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Akan tetapi, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantis.
5. Kohesi
Kajian kohesi merupakan bagian dari analisis wacana. Halliday, M.A.K.
dan Ruqaiya Hasan (1976:4) mengatakan bahwa ”The concept of cohesion is a semantic one; refers to relations of meaning that exist within the text, and that define it as a text ”, (Konsep kohesi adalah sesuatu yang bersifat semantik, yang menunjuk pada hubungan arti/makna yang ada dalam teks). Selain itu, dalam Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan (1976:5) juga dik atakan bahwa “Cohesion is part of the system of a language ” (Kohesi merupakan bagian dari sistem bahasa).
Kohesi merupakan salah satu pembentuk teks yang penting. Unsur pembentuk teks itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks. Kohesi adalah hubungan antara bagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa (Brown dan Yule, 1983:191 dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006:87).
Definisi tentang kohesi telah banyak dikemukakan oleh para ahli bahasa. Anton M. Moeliono & Soenjono Dardjowidjojo (1988:343) mengemukakan bahwa kohesi adalah kesatuan hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Wacana yang kohesif, akan menciptakan kekoherenan yaitu isi wacana yang apik dan benar. Abdul Chaer (1994:267) mengungkapkan bahwa teks biasanya memiliki struktur tertentu. Struktur itu juga ditentukan oleh kelengkapan struktur kalimat atau ditentukan oleh penanda kohesi. Bambang Yudi Cahyono (1995:231) menjelaskan bahwa kohesi ialah ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan yang ada di dalam teks.