Ajaran dalam Keagamaan.

2. Ajaran dalam Keagamaan.

Manusia adalah makhluk beragama, beragama merupakan hubungan manusia dengan Allah SWT yang bersifat individu. Memeluk suatu agama merupakan wujud manusia yang menyakini dan mempercayai Allah SWT dengan beribadah. Dalam kehidupan di dunia manusia membutuhkan Allah SWT, karena manusia tidak mempunyai kekuatan selain dari Allah SWT.

Allah SWT yang telah menciptakan dunia ini dengan seluruh isinya. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini atas kekuasaan Allah SWT. Manusia sebagai makhluk ciptaanNya menyadari kekuasaan Allah SWT sehingga manusia wajib menyembah Allah SWT. Berbakti kepada Allah SWT dilakukan dengan cara menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Semua manusia yang hidup di dunia ini akan kembali kepada Allah SWT dan mempertanggungjawabkan perbutannya, oleh karena itu di dunia ini digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT agar tidak menyesal kelak. Di bawah ini akan di uraikan mengenai ajaran keagamaan yang terkandung dalam naskah SP.

1). Mempercayai kekuasaan Allah SWT. Dunia dan seluruh isinya merupakan ciptaan Allah SWT yang tidak dapat dihitung dengan ilmu apapun. Kekuasaan Allah SWT menciptakan segala sesuatu di dunia ini agar manusia dapat bersyukur dan bertakwa kepada Allah 1). Mempercayai kekuasaan Allah SWT. Dunia dan seluruh isinya merupakan ciptaan Allah SWT yang tidak dapat dihitung dengan ilmu apapun. Kekuasaan Allah SWT menciptakan segala sesuatu di dunia ini agar manusia dapat bersyukur dan bertakwa kepada Allah

2. Ora langgêng ananira/ mung ngèngêti sugih picis/ ciptaning driya mangkana/ bênêr Gusti Allah iki/ sipat rahman lan rahkim/ sih murah myang dasihipun/ yèn paring kasugihan/ marang dasihe kang miskin/ sayêktine ora kêkurangan marga//

Terjemahan :

2. Tidak selamanya adanya hanya mengingat kaya uang, gagasan hati demikian. Benar Allah SWT ini mempunyai sifat Pengasih dan Penyayang yang memberi kemurahan kepada hamba-Nya. Jika memberi kekayaan kepada hamba-Nya yang miskin sebenarnya tidak kekurangan jalan.

Dari bait di atas menekankan kepada manusia sebagai hamba-Nya untuk mempercayai kekuasaan Allah atas segala sesuatu. Manusia jangan hanya mengunggulkan kekayaan di dunia karena sesungguhnya menjadikan seseorang yang miskin menjadi kaya Allah SWT tidak kekurangan jalan dan sebaliknya.

Dalam kehidupan beragama manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kewajiban untuk bersedekah (berbagi) dengan sesama yang kekurangan. Bersedekah merupakan salah satu cara membersihkan harta. Bersedekah selain berhubungan dengan sesama juga bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beramal baik kepada sesama yang membutuhkan. Ajaran bersedekah terdapat dalam pupuh VIII Megatruh bait 9-10 dan pupuh XXI Sinom bait 4, sebagai berikut :

9. Linampahan wêwarahe para sêpuh/ dêdana myang pêkir miskin/ myang wèwèh pra mitranipun/ ing sabên Jumungah ari/ sidêkahira tan angop//

10. Sami pinèt ing puji pandonganipun/ kang supaya anyawabi/ ing luluse sêdyanipun/ dènya ngangkah mring Sang putri/ aywana sawiyos- wiyos//

Terjemahan :

9. Dijalani nasihat orang-orang tua,untuk keutamaan fakir miskin serta memberi teman- teman di setiap hari Jum’at, bersedekahlah tidak berhenti.

10. Dengan dimintai dalam doanya supaya mempengaruhi dalam terkabulnya keinginan. Olehnya menginginkan Sang putri. janganlah seenak-enaknya.

Pupuh XXI Sinom bait 4 :

3. Aywa nyalèwèng ing lampah/ mungguh pêrluning ngaurip/ wiwit gêsang praptèng laya/ manggih asuka basuki/ tarlèn mung budi adi/ ingkang 3. Aywa nyalèwèng ing lampah/ mungguh pêrluning ngaurip/ wiwit gêsang praptèng laya/ manggih asuka basuki/ tarlèn mung budi adi/ ingkang

Terjemahan :

4. Jangan menyelewengdalam menjalani perlunya hidup. Dari lahir sampai mati bertemu kesenangan keberuntungan. Tidak lain hanya budi baik yang dapat menarik keberuntungan, pantas bagusnya hati berbagilah rejeki kepada sesama yang kurang makanan.

Dari ketiga bait di atas dapat dipetik ajaran untuk bersedekah kepada fakir miskin pada hari jum’at agar doanya terkabul. Dalam menjalani kehidupan jangan menyeleweng karena dalam hidup tingkah laku yang baik yang dapat mendatangkan keberuntungan, maka sebaiknya berbagilah kepada sesama yang kekurangan. 3). Ajaran utuk Menyakini Takdir.

Manusia lahir ke dunia membawa takdirnya masing-masing yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Manusia lahir di dunia ini hanya menjalani takdir yang sudah ditetapkan oleh allah SWT tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahui takdirnya. Hidup, mati, jodoh dan rezeki semua sudah diatur oleh Allah SWT, manusia hanya menjalani dan berusaha tapi tidak bisa merubah takdir. Dalam naskah ini juga mengajarkan tentang takdir manusia yang sudah ditetapkan sebelum manusia dilahirkan ke dunia, pada pupuh VIII Dhandhanggula bait 6, pupuh XIV Pangkur bait 15 dan pupuh

XXI Sinom bait 17-18, sebagai berikut :

6. Dènya nandhang prihatin ing batin/ sru nalangsa munggèng jro kunjara/ èngêting guru wulange/ bêgja cilaka iku/ wus pinasthi dening Hyang Widi/ sakèhing makluking Hyang/ kang urip sadarum/ wus pinanci pancènira/ sadurunge manusa lair nèng bumi/ pêpêsthèn wus tumiba//

Terjemahan:

6. Merasa sengsara dihatinya, semakin sengsara ada di dalam penjara. Teringat ajaran gurunya, beruntung celaka itu sudah pasti atas Allah SWT semua makhluk-Nya. Yang hidup semua sudah dipastikan sebelum manusia lahir di dunia ini, takdir sudah dituliskan.

b. Pupuh XIV Pangkur bait 15

15. Tan ana ingkang kacuwan/ Sang pangantèn lulut dènya mangun sih/ Sang rêtna sajroning kalbu/ narimah panduming Hyang/ dènya krama tan sami bangsaning luhur/ mung bangsa alit kewala/ kanthi linabuhan pati//

Terjemahan :

15. Tidak ada yang kecewa sang pengantin saling menyayangi dengan cinta kasih. Sang putri dalam hatinya menerima takdir Allah SWT menikah tidak sama derajatnya, hanya dengan orang kecil sampai mati.

c. Pupuh XXI Sinom bait 17-18

17. Dene kang jumênêng mangkya/ dados sasorining puri/ kinarya jimat pusaka/ mring kang lagya madêg aji/ kang ibu anyondhongi/ Sang dyah tan suwalèng kayun/ putra sinung wanita/ ing ibu Sang Pramèswari/ rèh punika winaton patang prakara// 17. Dene kang jumênêng mangkya/ dados sasorining puri/ kinarya jimat pusaka/ mring kang lagya madêg aji/ kang ibu anyondhongi/ Sang dyah tan suwalèng kayun/ putra sinung wanita/ ing ibu Sang Pramèswari/ rèh punika winaton patang prakara//

Terjemahan :

17. Yang berkuasa saat itu menjadi raja di istana dengan jimat pusaka. Kepada yang menjadi raja, ibunya merestui. Sang putri tidak memiliki keinginan untuk mempunyai anak perempuan dari istri raja. Perkara itu ditentukan oleh 4 hal.

18. Pertama bertemunya jodoh (orang menikah), kedua berpisahnya nyawa, ketiga lahirnya seorang bayi keempat lahirnya keturunan yang baik. Itu semua tidak bisa dibuat oleh seseorang, semua atas kehendak Tuhan.

Dalam teks SP pupuh XXI Sinom bait 17 dan 18 disebutkan 4 hal yang terjadi atas kehendak Tuhan. Empat hal diatas yaitu, jodoh, kematian, kelahiran dan keturunan yang baik. Dari keempat hal tersebut yang ada satu hal yang bisa dibuat manusia, yaitu keturunan yang baik. Baik atau buruk keturunan seseorang tidak menjadi takdir Allah SWT melainkan terjadi karena pendidikan dalam keluarga dan lingkungan. Lebih tepat apabila satu hal itu adalah rizki, rizki seseorang sudah ditentukan oleh Allah SWT, manusia hanya bisa mengusahakannya.

Dari bait bait dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya hanya menjalani takdir yang sudah ditetapkan dan menerima Dari bait bait dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya hanya menjalani takdir yang sudah ditetapkan dan menerima

4). Ajaran untuk Tidak Sombong Manusia di dunia ini sebagai makhluk ciptaan-Nya tidak memiliki kekuataan apapun di hadapan-Nya. Semua yang dimiliki manusia hanyalah titipan. Ketika ajal menjemput tidak ada yang dibawa manusia kecuali amal baik. Manusia hanya bisa berusaha untuk memperolehnya tetapi jika Allah SWT tidak menghendaki maka semua akan hilang begitu saja. Maka tidak sepantasnya ,manusia di dunia menyombongkan diri dengan apa yang dimilikinya. Gambaran tersebut terdapat dalam naskah pada pupuh IV Sinom bait 1 dan pupuh XII Mijil bait 24-26, sebagai berikut :

a. Pupuh IV Sinom bait 1

1. Kang padha dadi tuladhan/ pan wus kanyatan sami/ yèn wong ambêk sumakèhan/ asring nêmahi bilahi/ saking tingkah pribadi/ kang kaladuk tindakipun/ ladak angidak-idak/ marang sêsamining jalmi/ datan èngêt dhatêng apêsing kawula//

Terjemahan :

1. Menjadi contoh kita semua, sudah terjadi. Jika orang memiliki watak sombong, sering menemui celaka dari tingkah lakunya sendiri. Tingkahya angkuh menginjak-injak terhadap sesama, tidak ingat kepada kesusahannya.

24. Apa dene kabèh wis mangêrti/ lamun awakingong/ sugih dhuwit balaba awèwèh/ jêbul dadak nyalèwèng ing kapti/ ngarah rabi putri/ wêkasan kasluru//

25. Tumiba ing cilaka wak mami/ dadi raganingong/ kêna yèn kaparibasakake/ cebol pêksa anggayuh kang langit/ tan rumasa mami/ maune wak ingsun//

26. Luwih mlarat tanpa ika iki/ mung manggung rêkaos/ barêng sinung kamurahan mangke/ dening Allah kang mur-[29]bèng dumadi/ dadak salin kapti/ andhandhang kumlungkung//

Terjemahan:

24. Semua sudah mengerti jika aku ini kaya uang, semua teman diberi ternyata menyeleweng keinginan menginginkan menikahi putri akhirnya kecewa.

25. Saatnya celaka aku ini dadi orang bisa diumpamakan cebol memaksa

mendapatkan langit tidak merasa aku ini dahulu aku

26. Lebih miskin tidak punya apa-apa hanya menanggung susah. Setelah diberi kemurahan Allah yang menguasai segalanya, berganti keinginan menjadi sombong. Dari bait-bait di atas dapat dijelaskan bahwa orang yang mempunyai

watak sombong sering menemui celaka dari perbuatannya sendiri dan menginjak-injak harga diri sesamanya. Sang prajurit ketika kaya memberikan uang kepada teman-temannya dan memiliki keinginan untuk menikahi Sang watak sombong sering menemui celaka dari perbuatannya sendiri dan menginjak-injak harga diri sesamanya. Sang prajurit ketika kaya memberikan uang kepada teman-temannya dan memiliki keinginan untuk menikahi Sang

Banyak orang yang mempunyai kekayaan dan kedudukan yang tinggi lupa akan Allah SWT. Mereka lupa bahwa apa yang didapat di dunia ini tidak lain karena kekuasaan Allah SWT, sehingga mereka di dunia berlaku sombong dan tidak menghargai terhadap sesama. Sesungguhnya apabila Allah SWT menghendaki sesuatu atas hamba-Nya tidak kekurangan jalan. Kekayaan dan kedudukan akan diambil apabila seseorang menyalahgunakannya, tetapi apabila manusia bersyukur Allah SWT akan menambah nikmatnya. 5). Ajaran untuk mengingat kematian.

Semua yang hidup di dunia ini pasti akan mati. Semua makhluk hidup akan kembali kepada Sang pencipta. Kematian tidak memandang umur dan status sosial. Kematian sudah digariskan oleh Allah SWT pada setiap orang dengan jalannya masing-masing. Untuk itu manusia harus selalu ingat dengan kematian agar hidupnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dalam naskah ini terdapat ajaran agar dalam hidup mengingat kematian pada pupuh XVI Asmaradana bait 18, sebagai berikut :

18. Prajurit kang madêg aji/ kalimput ing kawibawan/ dupèh wus dadi Pamase/ tur rabi putrining nata/ sangêt datan rumasa/ yèn ing donya ana lampus/ Sang patih tur pariwara//

18. Prajurit yang menjadi raja. Tertutupi oleh kewibawaan karena sudah menjadi terhormat apalagi menikahi putri raja, sangat tidak merasa jika di dunia ini ada kematian Sang patih memberitahukan.

Sang prajurit yang menjadi raja menjadi tertutup hatinya apalagi sudah menikah dengan Sang putri. Tingkah lakunya seakan-akan di dunia ini tidak akan mati. Dapat diambil ajaran bahwa manusia hidup di dunia ini walaupun kaya dan terhormat, tetapi tidak boleh melupakan kewajibannya terhadap Tuhan dan berbagi kepada sesama, karena manusia hidup di dunia ini hanya sementara. Kehidupan di dunia ini dijadikan bekal untuk kehidupan di akhirat kelak.

Ajaran moral di atas masih relevan dan berguna bagi masyarakat sekarang, baik dalam ajaran berumah tangga dan ajaran dalam keagamaan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Manusia sekarang sering mengabaikan ajaran moral dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi sehingga contoh-contoh di atas dapat berperan untuk menjadikan manusia agar berakhlak dan berbudi pekerti luhur, baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.