Kontroversi Komunitas Islam Aboge di Banyumas

F. Kontroversi Komunitas Islam Aboge di Banyumas

  Seiring dengan perkembanghan zaman masyarakat Islam Aboge menghadapi tantangan yang harus dijawab. Diantaranya adalah makin memudarnya kesadaran dan keinginan kaum muda untuk melestarikan tradisi masyarakat Aboge. Hanya sebagian kecil dari mereka yang tetap berpegang teguh pada keyakinan Islam Aboge. Setelah peneliti mendalami lebih lanjut sebagian dari mereka yang tetap bepegang teguh pada Islam Aboge pun pada kenyataaanya hanya diakarenakan rasa hormat mereka kepada orangtua atau moyang mereka, apabila tidak bisa digunakan istilah takut.

  76 Wawancara dengan Sakin dan Dwi pada tanggal 13 November 2017.

  Dalam masyarakat sendiri terjadi banyak selisih pandangan antara masyarakat Islam Aboge dengan umat islam pada umumnya seperti Nahdiyyinn dan Muhammadiyah. Perbedaan yang jelas terlihat adalah dalam hal perbedaan waktu perayaan idul fitri dan idul adha. Banyak dari masyarakat Nahdiyyin dan Muhammadiyah yang menganggap praktik ritual dalam penentuan idul fitri dan idul adha yang dipakai oleh masyarakat Islam Aboge

  telah melenceng dari syariat Islam. 77 Namun sejauh ini perbedaan-perbedaan itu masih menjadi gunjingan masing-masing golongan.

  Hal ini bisa menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak kapanpun karena tidak pernah diselesaikan secara bersama-sama secara musyawarah. Pada dasarnya masyarakat Islam Aboge meyakini bahwa agama

  bertujuan untuk membawa manusia pada keselamatan dunia dan akhirat. 78 Sejalan dengan itu, agama sangat menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Jika

  kemudian masih terdapat pertikaian dan konflik baik antar individu maupun antar kelompok kegamaan, hal ini bisa disebabkan karena beberapa faktor ekonomi dan politik.

  Faktor-faktor keberagaman yang dimaksud adalah perbedaan pemahaman atau interpretasi teks-teks keagamaan. Teks-teks kitab suci perlu dipahami dengan benar dan cerdas. Corak pemahaman seperti itu akan diperlihatkan wawasan yang luas, sikap toleran, dan lapang dada. Penganut agama yang memiliki pemahaman seperti itu tidak akan mudah bersinggungan dengan pihak lain yang memiliki cakrawala dan sikap yang serupa.

  Dari sudut ini, dapat dipahami jika konflik sosial bermuatan keagamaan melibatkan lebih banyak penganut agama dan lapisan bawah. Merteka lebih mudah terseret dalam konflik dengan isu-isu kegamaan. Mereka lebih mengedepankan emosi dibandingkan nalar dalam merespon gejolak sosial yang terjadi disekitarnya. Kualitas kemampuan masyarakat ini tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pendidikan agama di lembaga

  77 Wawancara dengan Kyai Jamang Sudiworo, tanggal 7 November 2017 78 Wawancara dengan Kyai Jamang Sudiworo, tanggal 7 November 2017 77 Wawancara dengan Kyai Jamang Sudiworo, tanggal 7 November 2017 78 Wawancara dengan Kyai Jamang Sudiworo, tanggal 7 November 2017

  Menurut bapak Sudiworo, dahulu ketika seseorang meninggal tidak langsung dikebumikan, setelah mayit dikafani, mayit biasa dibiarkan berada di rumah terlebih dahulu untuk kemudian keluarga seiring berkirim doa. Hal ini dimaksudkan karena ketika roh seseorang telah lepas dari raga, roh tersebut masih ditanya oleh malaikat dan menjadi perdebatan malaikat apakah orang tersebut sudah waktunya untuk meninggal apa belum. Ketika ternyata belum waktunya untuk meninggal maka malaikat akan kembali meniupkan roh kedalam jasadnya sehingga orang tersebut bisa hidup kembali, itulah yang sebut dengan mati suri, sehingga orang yang mengalami mati suri biasanya mengalami perubahan drastis dalam hidupnya dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.

  Namun pada zaman sekarang, meskipun seorang meninggal ketika malam hari, maka pada malam itu pula dia akan dimakamkan sehingga ketika datang malaikat menanyai si mayit dan ternyata belum waktunya si mayit untuk meninggal maka si mayit akan hidup kembali. Padahal si mayit sudah berada di alam kubur sehingga ketika dibangkitkan kembali, si mayit akan menjadi hantu gentayangan atau dalam istilah masyarakat disebut memedi. Hal ini juga yang menyebabkan pernah ditemukannya mayat yang hilang dari dalam kubur sdetelah dikuburkan.

  Clifford gertz menyebutkan bahwa memedi hanya mengganggu orang atau menakut-nakuti mereka, tetapi biasanya tidak sampai merusak benar. Memedi laki-laki disebut genderuwo dan yang perempuan disebut wewe (istri genderuwo yang selalu menggendong anak kecil dengan selendang di pinggang). Memedi biasanya ditemukan pada malam hari, khususnya di temnpat-tempat yang gelap dan sepi. Seringkali mereka tampak dalam wujud orangtua atau keluarga lainnya, hidup atau mati. Kadang-kadang menyerupai

  anak sendiri. 79

  79 Clifford Geertz, Agama Jawa, hlm. 178.

  Dalam keyakinan kesepuhan Islam Aboge, mayat yang bangkit lagi dan menjadi memedi untuk dapat bertahan di dunia harus mendapatkan semacam makanan berupa darah terutama darah dari janin yang ada di dalam rahim ibu yang sedang hamil. Hal itu pula yang mendasari keyakinan ketika tejadi kasus janin tersebut telah diambil oleh memedi. Selain itu, terjadinya kasus anak-anak kecil yang menghilang dan ditemukan di pinggiran sungai kawung dalam keadaan linglung dan bingung dikarenakan diculik oleh memedi karena waktu menjelang magrib merupakan waktunya para memedi berkeliaran.

  Banyak orangtua yang menjadikan keyakinan-keyakinan seperti ini untuk menakut-nakuti anak-anak mereka apabila hingga menjelang mereka masih bermainan di luar rumah. Orangtua sering menakut-nakuti dengan kalimat “ayuh pada bali ngumah, aja dolan bae mengko diculik medi loh” (ayuk pulang kerumah, jangan main saja, nanti diculik setan loh). Keyakinan- keyakinan dan mitos-mitos seperti ini pula yang akan menyebabkan adanya anggapan dari masyarakat sekitar yang menyebut masyarakat Islam Aboge sudah sesat dan melenceng dari agama Islam.

  Peristiwa-peristiwa tersebut mengindikasikan adanya kemungkinan- kemungkinan suatu saat dapat terjadi konflik yang lebih besar yang tidak hanya pada dataran gunjingan orang per orang tapi dapat terwujud konflik fisik berupa tindakan kekerasan dan permusuhan. Oleh karena itu menurut penulis perlu adanya musyawarah dan kebesaran hati dari setiap elemen masyarakat untuk duduk bersama membahas permasalahan-permasalahan tersebut untuk kemudian diambil solusi yang terbaik dan tidak merugikan salah satu elemen masyarakat.