Ketentuan yang Mengatur Transaksi Ekspor di Indonesia

2.1.2 Ketentuan yang Mengatur Transaksi Ekspor di Indonesia

2.1.2.1 Perjanjian Bilateral Antar Negara

  Perjanjiaan Bilateral merupakan bentuk perjanjian yang dibuat oleh lebih dari satu negara yang mengatur tentang berbagai hal, seperti hubungan politik, budaya dan ekonomi. Kebanyakan hubungan internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara.

  Adapun beberapa bentuk kerjasama bilateral yang telah ada di Indonesia, adalah sebagai berikut :

  1. Kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa

  Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) didirikan tanggal 3 Mei 1960 sebagai sebuah Blok dagang-alternatif untuk negara Eropa yang tidak mampu, Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) didirikan tanggal 3 Mei 1960 sebagai sebuah Blok dagang-alternatif untuk negara Eropa yang tidak mampu,

  Gambar 2.1 Kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa

  2. ASEAN Free Trade Area (AFTA)

  Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0 – 5 ) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN.

  Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40

  Berikut merupakan beberapa kegaiatan kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya :

  a. Kerjasama Indonesia dengan Singapura

  Indonesia mengekspor minyak mentah, timah, gas alam, sayur-sayuran, daging, dan kayu lapis ke Singapura.

  b. Kerjasama Indonesia dengan Filipina

  Hubungan antara Indonesia dengan Fillipina berpusat pada kerja sama di bidang perdagangan ekspor-impor. Indonesia mengekspor minyak bumi, baja, besi, dan alumunium ke Filipina. Sementara Filipina mengekspor gula dan kopra ke Indonesia. Selain bekerjasama dalam perdagangan, Indonesia dan Filipina juga memiliki kesepakatan dalam bidang energi yang diwakili oleh Departemen Luar Negeri dari masing-masing negara.

  c. Kerjasama Indonesia dengan Thailand

  Indonesia mengimpor beras dan gula dari Thailand, sebaliknya Indonesia mengeskspor kayu lapis dan pesawat terbang ke Thailand. Dalam pertemuan terakhir antara Indonesia dan Thailand, membahas lebih jauh kerja sama bilateral di bidang perikanan. Alasan perikanan menjadi pembahasan kedua negara karena Indonesia memiliki kekayaan laut dan perikanan yang berlimpah. Di sisi lain Thailand merupakan salah satu negara dengan kapal penangkapan terbanyak dan memiliki Fishery Prolessing terbesar di dunia. Oleh karena itu, permasalah ini pun dibahas.

  d. Kerjasama Indonesia dengan Brunei Darussalam

  Indonesia mengekspor sayur-sayuran, buah-buahan, pakaian jadi, dan kendaraan ke Brunei Darussalam. Selain itu Indonesia juga mengirimkan tenaga pengajar dan tenaga ahli lainnya ke Brunei Darussalam. Pada bulan Juli 2006, Indonesia dengan Brunei Darussalam juga membahas kerjasama dalam bidang, ESDM (energi dan sumber daya mineral). Perdana menteri

  Brunei Darussalam juga membahas kemungkinan kerjasama di bidang industri migas.

  3. Kerjasama Indonesia dengan Jepang

  Bagi Indonesia, Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang bernilai US 23.6 milyar (statistic Pemerintah RI), sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US 6.5 milyar sehingga bagi Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007)

  Komoditi penting yang diimpor Jepang dari Indonesia adalah a.l. minyak, gas alam cair, batubara, hasil tambang, udang, pulp, tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan listrik, dll. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan suku-cadang mobil.

  4. Kerjasama Indonesia dengan Amerika

  AS merupakan mitra dagang keempat terbesar Indonesia sesudah Jepang, Cina dan Singapura dengan nilai perdagangan mencapai 23 milyar USD pada tahun 2010. Nilai perdagangan ini meningkat 31.96 dibanding tahun 2009 yang mencapai 17.93 milyar USD dengan surplus untuk Indonesia sebesar 4.86 milyar USD atau naik 29.3 dibanding tahun 2009 yang mencapai 3.76 milyar USD. Nilai ekspor Indonesia ke AS pada tahun 2010 berjumlah 14.26 milyar USD atau meningkat 31,49 dibanding tahun 2009 yang mencapai 10.85 milyar USD.

  Komoditi utama ekspor Indonesia ke AS adalah natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001); Women’s or girls suits, ensembles, jackets, blazers, dresses, skirts, divided skirts, trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts (HS 6204); jerseys, pullovers, cardigans, knitted or crocheted (6110); Other furniture and parts thereof (HS 2709); Footwear, upper of leather (9403); Crustaceans, whether in shell or not (HS 0306); Men’s suit, jackets, trousers etc shorts (6203); women’s blouses shirts (HS 8525); Television Komoditi utama ekspor Indonesia ke AS adalah natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001); Women’s or girls suits, ensembles, jackets, blazers, dresses, skirts, divided skirts, trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts (HS 6204); jerseys, pullovers, cardigans, knitted or crocheted (6110); Other furniture and parts thereof (HS 2709); Footwear, upper of leather (9403); Crustaceans, whether in shell or not (HS 0306); Men’s suit, jackets, trousers etc shorts (6203); women’s blouses shirts (HS 8525); Television

  Gambar 2.2

  NERACA PERDAGANGAN INDONESIA dengan AMERIKA SERIKAT

  Periode: 2006 –2011

  (Nilai : Ribu US)

  of trade

  Sumber: Kementerian Perdagangan

2.1.2.2 Serangkaian Kebijaksanaan Pemerintah Untuk Mendorong Transaksi Ekspor di Pasar Internasional

  Kebijakan perdagangan internasional adalah segala tindakan pemerintahnegara, baik langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi Kebijakan perdagangan internasional adalah segala tindakan pemerintahnegara, baik langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi

  Adapun beberapa langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam usaha mendorong dan meningkatkan ekspor adalah sebagai berikut :

  1. Kebijakan Proteksi

  Ada dua alasan kuat yang mendorong lahirnya kebijakan proteksionisme, yaitu melindungi perekonomian domestik dari tindakan negara atau perusahaan asing yang tidak adil, dan melindungi industri-industri domestik yang baru berdiri (infant industry). Industri-industri domestik yang baru berdiri biasanya memiliki struktur biaya yang masih tinggi, sehingga sulit bersaing dengan industri asing yang memiliki struktur biaya rendah (karena sudah memiliki skala ekonomi yang besar).

  Proteksi bertujuan untuk melindungi industri domestik yang sedang berada dalam tahap perkembangan. Proteksi ini memberi kesempatan kepada industri domestik untuk belajar lebih efisien dan memberi kesempatan kepada tenaga kerjanya utnuk memperoleh keterampilan. Kebijakan proteksi biasanya bersifat sementara. Jika suatu saat industri domestik dirasakan sudah cukup besar dan mampu bersaing dengan industri asing, maka proteksi akan dicabut. Ada banyak hambatan yang digunakan sebagai instrument kebijakan proteksionis. Hambatan itu bertujuan utnuk melindungi industri dalam negeri terhadap persaingan luar negeri.

  Bentuk hambatan proteksionis dalam perdagangan luar negeri tersebut, yaitu:

  a. Tarif

  Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang dagangan yang melintasi daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang besar, mempunyai maksud memproteksi industri dalam negeri sehingga meningkatkan pendapatan negara dan juga membatasi permintaan Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang dagangan yang melintasi daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang besar, mempunyai maksud memproteksi industri dalam negeri sehingga meningkatkan pendapatan negara dan juga membatasi permintaan

  Macam-macam penentuan tarif, antara lain :

  a. Bea Ekspor (export duties) adalah pajakbea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain (di luar costum area).

  b. Bea Transito (transit duties) adalah pajakbea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.

  c. Bea Impor (import duties) adalah pajakbea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu negara (tom area). Pemerintah menaikkan tarif impor untuk barang tertentu yang dapat

  menimbulkan persaingan dengan produk lokal yang sejenis, dan atau memiliki harga jual yang lebih rendah dari harga barang lokal yang sejenis agar harga barang impor di pasar tidak terlalu rendah dan produk lokal mampu bersaing serta harga barang tersebut di pasar tidak rusak serta tidak merugikan pelaku ekonomi dalam negeri. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melindungi produsen dan konsumen dalam negeri serta meningkatkan pendapatan negara.

  b. Kuota

  Kuota adalah pembatasan dalam jumlah barang yang diperdagangkan. Ada tiga macam kuota, yaitu kuota impor, kuota produksi, dan kuota ekspor. Kuota impor adalah pembatasan dalam jumlah barang yang diimpor, Kuota produksi adalah pembatasan dalam jumlah barang yang diproduksi, dan Kuota ekspor adalah pembatasan jumlah barang yang diekspor.

  Tindakan untuk membatasi atau mengurangi jumlah barang impor ada yang diakukan secara sukarela yang disebut sebagai pembatasan ekspor sukarela (Voluntary Export Restriction = VER). VER adalah kesepakatan antara negara pengekspor untuk membatasi jumlah barang yang dijualnya ke negara pengimpor.

  Tujuan dari kuota ekspor adalah untuk keuntungan negara pengekspor, agar dapat memperoleh harga yang lebih tinggi. Kuota produksi bertujuan untuk mengurangi jumlah ekspor. Dengan demikian, diharapkan harga di Tujuan dari kuota ekspor adalah untuk keuntungan negara pengekspor, agar dapat memperoleh harga yang lebih tinggi. Kuota produksi bertujuan untuk mengurangi jumlah ekspor. Dengan demikian, diharapkan harga di

  1. Dampak kebijakan kuota bagi negara importir :

  - Harga barang melambung tinggi atau meningkat, - Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi berkurang, - Meningktanya produksi di dalam negeri.

  2. Dampak kebijakan kuota bagi negara eksportir.

  - Harga barang menjadi menurun, - Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi bertambah, - Produksi di dalam negeri berkurang.

  c. Dumping dan Diskriminasi Harga

  Praktik diskriminasi harga secara internasional disebut dumping, yaitu menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari dalam negeri atau bahkan di bawah biaya produksi. Kebijakan dumping dapat meningkatkan volume perdagangan dan menguntungkan negara pengimpor, terutama menguntungkan konsumen mereka. Namun, negara pengimpor kadang mempunyai industri yang sejenis sehingga persaingan dari luar negeri ini dapat mendorong pemerintah negara pengimpor memberlakukan kebijakan anti-dumping (dengan tarif impor yang lebih tinggi), atau sering disebut counterveiling duties. Hal ini dilakukan untuk menetralisir dampak subsidi ekspor yang diberikan oleh negara lain.

  Kebijakan ini hanya berlaku sementara, harga produk akan dinaikkan sesuai dengan harga pasar setelah berhasil merebut dan menguasai pasar internasional. Predatory dumping dilakukan dengan tujuan untuk mematikan persaingan di luar negeri. Setelah persaingan di luar negeri mati maka harga di luar negeri akan dinaikkan untuk menutup kerugian sewaktu melakukan predatory dumping.

  d. Subsidi

  Kebijakan subsidi biasanya diberikan untuk menurunkan biaya produksi barang domestik, sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih murah dan bersaing di pasar internasional. Tujuan dari subsidi ekspor adalah untuk mendorong jumlah ekspor, karena eksportir dapat menawarkan Kebijakan subsidi biasanya diberikan untuk menurunkan biaya produksi barang domestik, sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih murah dan bersaing di pasar internasional. Tujuan dari subsidi ekspor adalah untuk mendorong jumlah ekspor, karena eksportir dapat menawarkan

  e. Larangan Impor

  Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang dimaksudkan untuk melarang masuknya produk-produk asing ke dalam pasar domestik. Dengan tujuan untuk melindungi produksi dalam negeri.

  2. Kebijakan Perdagangan Bebas

  Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan pemerintah yang menghendaki perdagangan internasional berlangsung tanpa adanya hambatan apapun. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini beralasan bahwa perdagangan bebas akan memungkinkan setiap negara berspesialisasi memproduksi barang dan menjadikannya keunggulan komparatif.

  3. Kebijakan mengenai Ketentuan Umum di bidang ekspor

  Perdagangan No.

  575MPPKepVIII2002. Tekstil dan Produk Tekstil (Ex HS 4202, 5001sd 6310, Ex 6405), khusus untuk ekspor tujuan negara kuota (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Norwegia dan Turki) termasuk ke dalam barang yang diatur ekspornya.

  4. Kebijakan mengenai Kuota

  Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 311MPPKep102001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor Tekstil Dan Produk Tekstil. Seperti diketahui, beberapa negara importir menerapkan sistem kuota untuk impor tekstil dan produk tekstil mereka. Untuk itu Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai kuota dan manajemen kuota yang transparan agar pemanfaatan kuota lebih optimal, memberi kemudahan serta lebih memberi kepastian bagi dunia usaha.

  5. Peraturan Menteri Perdagangan No. 13M-DAGPER32012 tentang

  Ketentuan Umum di Bidang Ekspor Memutuskan bahwa Menteri dapat membatasi ekspor barang dengan alasan :

  a. untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum a. untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum

  c. adanya perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani dan diratifikasi oleh Pemerintah

  d. terbatasnya pasokan di pasar dalam negeri atau untuk konservasi secara efektif

  e. terbatasnya kapasitas pasar di negara atau wilayah tujuan ekspor; danatau

  f. terbatasnya ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan

  Menteri juga dapat melarang ekspor barang dengan alasan :

  a. mengancam keamanan nasional atau kepentingan umum termasuk sosial, budaya dan moral masyarakat;

  b. melindungi hak atas kekayaan intelektual;

  c. melindungi kehidupan manusia dan kesehatan;

  d. merusak lingkungan hidup dan ekologi; danatau

  e. berdasarkan perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani dan diratifikasi oleh Pemerintah.

2.1.2.3 Kepatuhan Kepada Uniform Customs and Practice for Documentary Credit 600 (UCPDC 600)

  Peraturan-peraturan LC pada umumnya berasal dari kebisaan-kebiasaan dan praktek-praktek transaksi internasional yang telah berkembang. Peraturan- peraturan internasional tersebut telah berkembang sejak tahun 1933 pada kongres ke-7 dari The International Chamber of Commerce (ICC) dan telah di revisi pada tahun 1951, 1962, 1974, 1984, 1994, dan yang terakhir tahun 2007. Revisi atas UCPDC tersebut efektif mulai 1 Juli 2007 yang diterbitkan dalam publikasi No.600 Documentary Credit.

  Bank-bank dalam kurang lebih 175 negara, termasuk Indonesia, tunduk kepada peraturan-peraturan UCPDC tersebut dan fakta ini menyebabkan sebagian besar LC yang diterbitkan tunduk kepasa UCPDC tersebut. Tanda yang menyatakan bahwa suatu LC yang dibuka tunduk kepada peraturan-peraturan tersebut akan dicantumkan pada LC yang bersangkutan, dengan bunyi redaksi kalimat sebagai berikut :

  “This LC is subject to ICC Uniform Customs and Practice (UCP) for Documentary Credit 2007 Revision UCP 600”

  Pencantuman redaksi kalimat tersebut sebagai tanda pernyataan dimaksud untuk melindungi bank pembuka LC (issuing bank) oleh karena istilah-istilah yang digunakan dalam LC tersebut akan diartikan sesuai dengan pengertian yang tercantum dalam UCPDC tersebut.

  Peraturan-peraturan yang dicantumkan dalam UCPDC tersebut meliputi banyak aspek-aspek, namun setiap LC haruslah dipertimbangkan berdasarkan syarat-syaratnya masing-masing dan setiap keputusan yang telah diambil terhadap LC yang sebelumnya tidaklah dapat dianggap sebagai suatu “precedent” (kejadian terhahulu sebagai patokan untuk selanjutnya).

  1. Beberapa prinsip pokok

  Dari 39 pasal yang terdapat dala UCPDC Revisi 2007 Pubilkasi No.600 ICC tersebut, terdapat beberapa pasal yang dianggap sangat prinsip diperhatikan oleh pihak yang terikat dalam transaksi LC yang tunduk pada UCPDC, khususnya bank. Yakni pasal :

  a. Pasal 4 : Menyimpulkan bahwa hanya redaksi kalimat-kalimat dalam LC- lah yang mengikat bank. Credit menurut sifatnya merupakan transaksi yang terpisah dari kontrak penjualan atau kontak lainnya yang menjadi dasar credit. Bank-bank sama sekali tidak memperhatikan atau terikat oleh kontrak seperti itu, walaupun terdapat rujukan apapun terhadap kontrak dimaksud dimasukkan ke dalam credit. Konsekuensinya, janji suatu bank untuk membayar, menegosiasi atau memnuhi setiap kewajiban lainnya berdasarkan credit tidak tunduk pada tuntutan atau pembelaan-pembelaan applicant yang berasal dari hubungannya dengan issuing bank atau beneficiary.

  b. Pasal 5 : Menyimpulkan bahwa bank hanya berurusan pada dokumen- dokumen. Bank-bank berurusan dengan dokumen-dokumen dan tidak dengan barang, jasa atau pelaksanaan terhadap mana dokumen-dokumen tersebut mungkin berkaitan.

  c. Pasal 15 : Menyimpulkan bahwa bank hanya bertanggung jawab atas c. Pasal 15 : Menyimpulkan bahwa bank hanya bertanggung jawab atas