1 Tahapan Program Distribusi BBN dari Pertamina Tahun 2006 – 2015

Tabel 4.1 Tahapan Program Distribusi BBN dari Pertamina Tahun 2006 – 2015

BioSolar (B-5) BioSolar (B-5)

BioSolar (B-10) Transportasi : di 5

BioSolar (B-10)

Transportasi : di 5 kota kota besar di Pulau

Transportasi : di 5 kota

Transportasi : di 5 kota

besar di Pulau Jawa Jawa Industri: 10%

besar di Pulau Jawa

besar di Pulau Jawa

Industri: 100% konsumsi industri

Industri: 50%

konsumsi industri Listrik: 10% konsumsi

konsumsi industri

Listrik: 100% listrik

Listrik: 50% konsumsi

konsumsi listrik BioPremium (E-5):

listrik

BioPremium (E-10): Transportasi: di 2

BioPremium (E-5):

BioPremium (E-10):

Transportasi: di kota- kota besar di Jawa

Transportasi: di kota-

Transportasi: di kota-

kota besar di Indonesia Timur

kota besar di Pulau

kota besar di Pulau

Jawa

Jawa dan Sumatera

BioKerosene (O-10): BioKerosene (O-10):

BioKerosene (O-10): Uji coba di rumah

BioKerosene (O-10):

Rumah tangga di tangga di Jakarta

Rumah tangga di Pulau

Rumah tangga di Pulau

Indonesia Pusat Sumber: Tim Nasional Pengembangan BBN, 2006

Jawa

Jawa dan Sumatera

Tabel di atas merupakan rencana distribusi Bahan Bakar Nabati di Indonesia. PT Pertamina (Persero) telah melakukan tindakan nyata dengan melakukan penjualan BBN berupa BioSolar B-5 yang terdiri dari 5% Biodiesel dan 95% solar, serta BioPremium E-5 yang terdiri dari 5% Bioetanol dan 95% premium. Pada tahun 2012 campuran ini menjadi minimal 7,5% Biodiesel dan Bioetanol pada setiap liter BBM, dan mulai tahun 2013 menjadi minimal 10%

Bahan Bakar Nabati pada setiap liter BBM. Hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 4.2

Roadmap Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati

Pemanfaatan Biodiesel

Pemanfaatan Biodiesel sebesar 10% konsumsi

Pemanfaatan Biodiesel

sebesar 10% konsumsi solar 2,31 juta kiloliter

sebesar 15% konsumsi

solar 4,52 juta kiloliter

solar 10,22 juta kiloliter

Standar Biofuel Nasional

Bioetanol

Pemanfaatan Bioetanol

Pemanfaatan Bioetanol 5% konsumsi premium

Pemanfaatan Bioetanol

15% konsumsi 1,48 juta kiloliter

10% konsumsi

premium 2,78 juta

premium 6,28 juta

Pemanfaatan biokerosin 1 juta

Pemanfaatan

biokerosin 4,07 juta kiloliter

biokerosin 1,8 juta

Pemanfaatan PPO 0,4

Pemanfaatan PPO 0,74

Pemanfaatan PPO 1,69

Pembangkit

juta kiloliter

juta kiloliter

juta kiloliter

Listrik Biofuel

Pemanfaatan biofuel

Pemanfaatan biofuel sebesar 2% energi mix

Pemanfaatan biofuel

sebesar 2% energi mix

sebesar 2% energi mix

22, 26 juta kiloliter Sumber : Tim Nasional Pengembangan BBN, 2006

5, 29 juta kiloliter

9,84 juta kiloliter

Untuk memenuhi target pemanfaatan tersebut, pengembangan Bahan Bakar Nabati menjadi perhatian utama pemerintah dari sisi penyediaannya. Perkembangan Bahan Bakar Nabati di Indonesia saat ini sesuai dengan Kebijakan Pengembangan Energi dalam Kebijakan Energi Nasional berdasarkan UU Energi No.30 tahun 2007. Hal tersebut dijelaskan melalui gambar berikut.

Gambar 4.2

Kebijakan Pengembangan Energi

Sumber: Kementerian ESDM, 2013

Dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa peran energi dibutuhkan dalam rangka peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional. Oleh karena itu perlu kebijakan dari pemerintah untuk menjamin ketersediaan energi dari sisi supply maupun demand . Supply side policy oleh pemerintah memiliki tujuan menjamin adanya pasokan energi melalui eksplorasi produksi dan konservasi atau optimasi produksi. Demand side policy memiliki tujuan meningkatkan kesadaran pelaku usaha dan masyarakat melalui diversifikasi energi dan konservasi. Konservasi energi yaitu pemanfaatan yang efisien, sementara diversifikasi merujuk pada penyediaan bahan bakar lain selain BBM, salah satunya adalah Bahan Bakar Nabati.

Pengembangan Bahan Bakar Nabati

Usaha diversifikasi energi ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati ( biofuel ) sebagai bahan bakar lain. Dalam mendukung kebijakan ini pemerintah juga mengeluarkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional.

Salah satu bagian penting dari Blue Print Pengembangan BBN oleh Timnas BBN adalah proyeksi pengembangan Biodiesel dan Bioetanol dari berbagai sumber. Proyeksi tersebut berupa parameter-parameter seperti produksi Bahan Bakar Nabati dan produksi bahan baku, jumlah industri yang mengelola Salah satu bagian penting dari Blue Print Pengembangan BBN oleh Timnas BBN adalah proyeksi pengembangan Biodiesel dan Bioetanol dari berbagai sumber. Proyeksi tersebut berupa parameter-parameter seperti produksi Bahan Bakar Nabati dan produksi bahan baku, jumlah industri yang mengelola

Selain parameter diatas, investasi atas lahan bahan baku ( on farm ) maupun investasi pada mesin dan peralatan ( off farm ) menjadi salah satu faktor penting pengembangan Bahan Bakar Nabati. Dengan investasi yang memadai, maka salah satu faktor untuk mencapai target penyediaan Bahan Bakar Nabati akan terpenuhi. Berikut adalah Proyeksi Pengembangan Bahan Bakar Nabati yang ditetapkan Tim Nasional Pengembangan BBN hingga Tahun 2015.

Tabel 4.3

Proyeksi Pengembangan Bahan Bakar Nabati Hingga Tahun 2015

Bahan Baku BBN

Parameter Unit Total

Kelapa Sawit

Jarak Pagar

Tebu

Singkong

Bioetanol ton

minyak Biodiesel Produksi

ton biji,

30.000.000 265.000.000 batang, umbi

Industri Unit

1.500.000 10.250.000 Tenaga kerja

750.000 7.250.000 langsung Tenaga kerja

12.750 166.808 tak langsung Bibit

ton batang

12.000.00 54.640.625 per orang

Rp/tahun/

(kelapa sawit (jarak pagar @

(Tebu @ 0,5

(singkong @

2 ha) Investasi on

5.250.000 160.500.000 farm Investasi off

Juta Rp

47.812.500 181.107.955 farm Sumber : Tim Nasional Pengembangan BBN, 2006

Juta Rp

Khusus untuk proyeksi pengembangan Biodiesel yang berasal dari kelapa sawit ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dalam pengembangan Biodiesel disamping aspek Khusus untuk proyeksi pengembangan Biodiesel yang berasal dari kelapa sawit ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dalam pengembangan Biodiesel disamping aspek