UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI KEBIJAKAN riset

UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI KEBIJAKAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK PENGHASILAN ATAS INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI DI INDONESIA SKRIPSI RAYSA PRIMA ANNISA 0906561780 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JULI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI KEBIJAKAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK PENGHASILAN ATAS INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI DI INDONESIA SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu pemenuhan syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi dalam bidang Ilmu Administrasi Fiskal RAYSA PRIMA ANNISA 0906561780 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JULI 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Raysa Prima Annisa

NPM : 0906561780 Tanda tangan :

Tanggal : 8 Juli 2013

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh : Nama

: Raysa Prima Annisa

NPM

Program Studi

: Il mu Administrasi Fiskal

Judul Skripsi : Evaluasi Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan atas Industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelas Sarjana Ilmu Administrasi pada Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang : Umanto Eko P., S.Sos., M.Si

Sekretaris Sidang : Indriani SE, MA

Penguji Ahli : Dr. Ning Rahayu

Pembimbing : Prof. Dr. Gunadi

Ditetapkan di : Depok Tanggal

: 8 Juli 2013

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa karena atas kehendak dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan atas Industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Adapun tujuan pembuatan skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi dalam bidang Ilmu Administrasi Fiskal serta menambah pengetahuan peneliti dalam bidang perpajakan, khususnya dalam kebijakan pajak bahan bakar nabati yang diterapkan di Indonesia.

Keseluruhan pengerjaan skripsi ini semenjak tahap perencanaan, pengumpulan data dan penyusunan, hingga analisis dan penarikan kesimpulan tentunya tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

2. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si., selaku Ketua Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

3. Dra. Inayati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.

4. Dr. Tafsir Nurchamid, M.Si., selaku pembimbing akademik peneliti yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk kepada peneliti selama masa perkuliahan di FISIP UI.

5. Prof. Dr. Gunadi, M.Sc. Akt., selaku pembimbing skripsi peneliti yang telah memberikan bimbingan kepada peneliti selama proses penelitian dan penyusunan skripsi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap Dosen Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, khususnya Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal yang telah memberikan ilmunya kepada peneliti; serta Bu Ina, Bu Nur, Pak Maelan (Gedung G FISIP UI), dan

iv iv

7. Mama Yuli dan Papa Rustam yang memberikan kasih sayang yang tiada putus, dukungan moril yang materil yang tiada terbatas. Saat-saat terberat penulis dapat dilewati karena doa, ridha serta dukungan Mama dan Papa. Juga adik-adik peneliti: Robby, Ryan, dan Erick, dukungan kalian sangat berarti bagi peneliti.

8. Bapak Saribua Siahaan, Pak Dwi, Pak Alma Karma, Mas Agung dan Mbak Eva (BKPM); Pak Lila Harsyah dan Bu Atin (Ditjen IHHP-Kemenperin); Mbak Ika dan Ibu Maslan Lamria (EBTKE-ESDM); Mas Nizar, Mas Fajar dan Mas Rienal Yaffid (PP II-Dirjen Pajak); Bapak Andie Megantara dan Pak Amar Yasir (Kemenko Perekonomian); Bapak Paulus Tjakrawan dan Mas Toni Supomo (APROBI); Bapak Ali Kadir; Bapak Purwitohadi dan Mas Gunaga (BKF); dan semua pihak dari berbagai instansi di atas yang telah menjadi gatekeeper dan informan penelitian ini.

9. Teman-teman peneliti di Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Angkatan 2009: Lusi Khairani Putri dan Nadhilah Hafizhi yang merupakan teman satu bimbingan; Yosi Wahyuningsih, Rina Rosliana, Almaghfirah Syofyan, Dika Indriani, Cahya Ashritin, dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas segala dukungan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi dan sidang.

10. Teman-teman peneliti dari SMA 1 Padang Panjang dan seperjuangan di rantau: Sherly, Nilam, Gya, Fiska, Dila, Ares, Jely dan lainnya; teman-teman FSI FISIP UI XXII; teman-teman Taekwondo UI (Saki, dll), teman-teman Rangers PB, teman-teman Departemen Ilmu Administrasi UI, dan teman- teman Ikatan Mahasiswa Minang UI atas dukungannya selama peneliti berada di Universitas Indonesia.

11. Bapak Heykal Hafrezal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pusat yang tanpa arahan dan petunjuk dari beliau, peneliti akan mengalami kesalahan yang fatal dalam pemilihan judul dan seluruh isi penelitian ini; Prof Safri Nurmantu yang menyadarkan arti pentingnya pertanyaan wawancara yang 11. Bapak Heykal Hafrezal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pusat yang tanpa arahan dan petunjuk dari beliau, peneliti akan mengalami kesalahan yang fatal dalam pemilihan judul dan seluruh isi penelitian ini; Prof Safri Nurmantu yang menyadarkan arti pentingnya pertanyaan wawancara yang

12. Satpam, petugas karcis kereta, kondektur bus, supir angkot, pejalan kaki, penumpang kendaraan umum, penjaga kedai, pedagang asongan, yang peneliti temui dan telah menunjukkan trayek serta jalan-jalan di Jakarta kepada peneliti. Kalian adalah pahlawan.

13. Special thanks untuk Allah Ar Rahmaan yang tanpa ridha, petunjuk, dan bimbinganNya peneliti tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini. Yang telah

menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin untuk peneliti lakukan; yang telah memberi apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan oleh peneliti dalam menyusun penelitian ini. Alhamdulillah.

Tentunya peneliti menyadari masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini, karenanya masukan yang membangun terhadap skripsi ini sangat peneliti harapkan demi kemajuan penelitian topik ini di masa yang akan datang. Dengan segala keterbatasannya, skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mewarnai khasanah ilmu pengetahuan. Akhir kata, peneliti mohon maaf kepada berbagai pihak apabila ada hal-hal yang tidak berkenan selama penyusunan skripsi ini.

Depok, 8 Juli 2013

Peneliti

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Raysa Prima Annisa NPM

: 0906561780 Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal Departemen : Ilmu Administrasi Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Skripsi

demi kepentingan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive Royalty

Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “ Evaluasi Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan atas Industri Bahan

Bakar Nabati di Indonesia”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif

berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data ( database ), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di

: Depok

Pada Tanggal : 8 Juli 2013

Yang menyatakan

(Raysa Prima Annisa)

vii

ABSTRAK

Nama : Raysa Prima Annisa Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal Judul

: Evaluasi Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan atas Industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektifitas, pemerataan, dan ketepatan insentif pajak yang diterapkan Indonesia atas industri bahan bakar nabati. Dengan pendekatan penelitian kualitatif dan metode pengumpulan data kualitatif, peneliti menemukan bahwa insentif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas industri Bahan Bakar Nabati secara umum di Indonesia tidak efektif bagi perkembangan industri tersebut karena minimnya industri yang memanfaatkan insentif yang disediakan oleh pemerintah. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi yang ditujukan spesifik pada cakupan produk dan wilayah tertentu, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan insentif Pajak Penghasilan. Peneliti menemukan bahwa selain peningkatan kualitas sosialisasi insentif Pajak Penghasilan, kebijakan pajak lain yang tepat adalah insentif pajak untuk mendorong konsumsi, karena realisasi penanaman modal oleh industri pada umumnya mempertimbangkan adanya penawaran atau peluang pasar Bahan Bakar Nabati di Indonesia.

Kata kunci: Evaluasi; implementasi kebijakan; industri bahan bakar nabati; insentif pajak penghasilan; investasi

ABSTRACT

Name : Raysa Prima Annisa Study Program : Science of Fiscal Administration Title

: Evaluation of Revenue Tax Incentive Implementation for Biofuel Industries in Indonesia

This research’s purpose is to describe the effectiveness, distribution, and accuracy of tax incentive for biofuel industries development in Indonesia. With qualitative research approach and qualitative data collection methods, researcher found that income tax incentive is ineffective for the development of biofuel industries, because of the lack of it’s utilization by biofuel industries. Indonesia’s government have to do more focus and spesific socialization on certain industrial estate, criteria and type of product to optimize utilization of tax incentive. Researcher found that in addition to the improvement of tax incentive socialization in Indonesia, the alternative tax policy is to encourage consumption on biofuel because, prior reason of realization on investment of biofuel industries is market or demand of biofuel in Indonesia.

Keyword: biofuel industries; evaluation; income tax incentive; investment; policy implementation

viii Unversitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Badan Koordinasi Penanaman Modal Lampiran 2 Pedoman Wawancara Direktorat Jenderal Pajak Lampiran 3 Pedoman Wawancara Direktorat Bioenergi Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral Lampiran 4 Pedoman Wawancara Kementerian Perindustrian Lampiran 5 Pedoman Wawancara Akademisi Lampiran 6 Pedoman

Koordinator Bidang Perekonomian Lampiran 7 Pedoman Wawancara Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Lampiran 8 Hasil Wawancara Badan Koordinasi Penanaman Modal Lampiran 9 Hasil Wawancara Direktorat Jenderal Lampiran 10 Hasil Wawancara Direktorat Bioenergi Kementerian Energi dan

Wawancara

Kementerian

Sumber Daya Mineral Lampiran 11 Hasil Wawancara Kementerian Perindustrian Lampiran 12 Hasil Wawancara Akademisi Lampiran 13 Hasil Wawancara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lampiran 14 Hasil Wawancara Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Lampiran 15 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak

Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

Lampiran 16 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

xiii Unversitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kasus kelangkaan energi khususnya bahan bakar minyak pada tahun 2012 sempat terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah yang terjadi di Kalimantan pada Mei 2012. Selama hampir dua bulan, empat provinsi di Kalimantan mengalami kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), baik BBM

subsidi maupun non subsidi ( Kelangkaan BBM , 2012). Salah satu pemicu terjadinya kelangkaan adalah produksi minyak dalam

negeri yang kini sudah tidak sebanding lagi dengan permintaan. Permintaan ini berasal dari konsumsi domestik masyarakat yang meningkat sehingga kebutuhan energi juga besar ( 3 Sektor Industri , 2013). Untuk melihat perbandingan jumlah bahan bakar minyak yang tersedia dengan kebutuhan masyarakat, berikut adalah

tabel produksi dan konsumsi yang terjadi di Indonesia.

Tabel 1.1

Produksi dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun

2009-2013 (dalam ribu barel)

Tahun Produksi

Defisit (Produksi terhadap Jumlah

-208.764 Rata-rata -3,45%/th

Rata-rata -100.280/th Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber *perkiraan menurut APBN 2013 dan BPH Migas

Rata-rata 5,11%/th

Tabel di atas menunjukkan dari tahun ke tahun jumlah produksi BBM semakin menurun yang disebabkan oleh cadangan minyak bumi yang semakin

1 Universitas Indonesia 1 Universitas Indonesia

Kekurangan ini menyebabkan pemerintah mengimpor minyak bumi dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik ( Pasok Energi Indonesia , 2012). Keadaan yang menyebabkan Indonesia saat ini melakukan impor minyak dari luar negeri mempengaruhi ekonomi Indonesia karena subsidi bahan bakar minyak yang meningkat. Seperti pernyataan yang dipaparkan dalam penelitian oleh Center for International Forestry Research (CIFOR) berikut:

Indonesia is now a net oil-importing country and its economy is greatly affected by fluctuations in global fossil fuel prices. The spike in the global price of oil in 2008 had important implications for the Indonesian economy. Fuel subsidy costs almost doubled from US $4.4 billion in 2005 to US $7.4 billion, which is almost 10% of the total state budget... (Caroko et al., 2011).

Harga BBM dunia yang naik turun mempengaruhi subsidi BBM di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari Direktorat Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM yang dijelaskan oleh gambar berikut.

Gambar 1.1 Besaran Subsidi dan Harga Minyak Indonesia

Sumber: Ditjen Migas ESDM, 2013

Tahun 2008 subsidi BBM meningkat dari tahun sebelumnya disebabkan krisis ekonomi global dan lonjakan harga minyak dunia. Membaiknya krisis ekonomi global dan menurunnya harga minyak dunia menyebabkan penurunan besaran subsidi BBM pada tahun 2009. Namun sejak 2010 sampai 2012, terjadi peningkatan kembali subsidi BBM yang disebabkan harga minyak dunia yang cenderung meningkat dan melonjak pada akhir tahun 2011 akibat kondisi geopolitik di Timur Tengah (Ditjen Migas, 2013).

Pada tahun 2007, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan persediaan minyak bumi Indonesia bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan batu bara 50 tahun lagi. Artinya dibutuhkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar tersebut atau paling tidak mengantisipasi masa kehabisannya (“Biodiesel Energi”, 2008). Sebagai respon atas keadaan energi Indonesia, pemerintah melalui Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Kebijakan utama meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan energi yang efisien, penetapan harga energi ke arah harga keekonomian dan pelestarian lingkungan yang Pada tahun 2007, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan persediaan minyak bumi Indonesia bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan batu bara 50 tahun lagi. Artinya dibutuhkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar tersebut atau paling tidak mengantisipasi masa kehabisannya (“Biodiesel Energi”, 2008). Sebagai respon atas keadaan energi Indonesia, pemerintah melalui Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Kebijakan utama meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan energi yang efisien, penetapan harga energi ke arah harga keekonomian dan pelestarian lingkungan yang

Kebijakan Energi Nasional juga memuat upaya untuk melakukan diversifikasi dalam pemanfaatan energi. Usaha diversifikasi ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati ( biofuel ) sebagai bahan bakar lain. Dalam mendukung kebijakan ini pemerintah juga mengeluarkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional.

Berdasarkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional tahun 2006-2025, usaha diversifikasi pemanfaatan energi menjadi salah satu dari beberapa sasaran program Pengelolaan Energi Nasional, yaitu terwujudnya keamanan pasokan energi dalam negeri sesuai Perpres No. 5 Tahun 2006, diantaranya terwujudnya bauran energi primer yang optimal (a) Peranan minyak bumi menurun menjadi maksimum 20% pada 2025 (b) Peranan panas bumi dan biofuel meningkat masing-masing menjadi 5% pada tahun 2025 (c) Peranan energi baru dan terbarukan lainnya meningkat menjadi 5% pada tahun 2025 (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2007).

Diantara negara di dunia yang mengembangkan energi terbarukan khususnya Bahan Bakar Nabati, produksi Bahan Bakar Nabati Indonesia tergolong tinggi terutama produksi Biodiesel. Hal ini karena Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak sawit ( crude palm oil ) terbanyak di dunia sebagai bahan dasar Biodiesel selain Malaysia. Hingga saat ini Indonesia menguasai 44,5% produksi crude palm oil (CPO) dunia ( Sampoerna Agro , 2012) dengan pertumbuhan produksi cukup signifikan setiap tahun. Hal tersebut dijelaskan dengan tabel berikut.

Tabel 1.2

Produksi dan Pertumbuhan CPO Indonesia

Tahun

Produksi ( 1000 metrik ton)

Sumber: US Department of Agriculture, 2011 Dengan ketersediaan bahan baku yang berlimpah, pemerintah optimis akan

perkembangan Bahan Bakar Nabati dan menetapkan target pemanfaatan Bahan Bakar Nabati. Target pemanfaatan Bahan Bakar Nabati pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2025 telah disusun oleh Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM untuk dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Adanya target tersebut merupakan peluang pasar bagi industri di Indonesia. Peluang pasar yang sangat besar yaitu 22,26 juta kL dapat dimanfaatkan oleh investor untuk membuat pabrik Bahan Bakar Nabati baik Biodiesel, Bioetanol, pengganti minyak tanah maupun pengganti fuel oil di Indonesia. (“Prospek Pengembangan” , 2009). Berikut adalah target pemanfaatan yang disusun oleh pemerintah.

Tabel 1.3

Target Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Tahun 2010-2013 (dalam

juta kilo)

TARGET PEMANFAATAN* TAHUN

Sumber: Diolah dari data Dirjen LPE, Departemen ESDM, 2009

Target di atas adalah yang menjadi prioritas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan domestik. Jumlah yang ditetapkan dalam target adalah pemanfaatan Target di atas adalah yang menjadi prioritas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan domestik. Jumlah yang ditetapkan dalam target adalah pemanfaatan

...Indonesian coal and mineral mining companies are required to consume two percent of biofuels in their total fuel consumption as of July 1, 2012. PERTAMINA has increased its blending rate for subsidized Biodiesel from five to 7.5 percent as of February 15, 2012 ( Indonesia Biofuels Annual , 2012) .

Persentase percampuran Bahan Bakar Nabati khususnya Biodiesel dalam bahan bakar minyak ditetapkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Mulai tahun 2013, persentase tersebut berubah dari 7,5% menjadi 10% sesuai peraturan tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor pendorong yang menjadikan proyek pengembangan Bahan Bakar Nabati semakin gencar dilakukan, karena adanya dorongan berupa persentase yang ditetapkan oleh pemerintah ( Industri Diharapkan , 2013).

Sebagai upaya untuk mendorong produktifitas pelaku usaha di bidang penyediaan energi terbarukan sehingga diharapkan dapat memenuhi target penyediaan dan pemanfaatan bioenergi khususnya Bahan Bakar Nabati, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang dianggap bisa mendorong kemajuan program ini. Peraturan-peraturan tersebut diwujudkan dengan fasilitas dari berbagai bidang, salah satunya pajak.

Peraturan pajak yang pernah diterbitkan terdiri dari peraturan khusus untuk Bahan Bakar Nabati dan peraturan umum. Peraturan khusus untuk Bahan Bakar Nabati dikeluarkan pada tahun 2009 melalui Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 156/PMK.011 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati di Dalam Negeri untuk Tahun Anggaran 2009. Peraturan ini bertujuan mendorong demand Bahan Bakar Nabati di Indonesia, karena PPN atas pembelian Bahan Bakar Nabati oleh konsumen akan ditanggung oleh pemerintah. Dengan hal tersebut konsumen bisa mendapatkan Bahan Bakar Nabati dengan harga lebih murah. Namun setelah dievaluasi kebijakan ini dinilai merugikan pengusaha Bahan Bakar Nabati karena mengganggu cashflow pelaku usaha, sehingga untuk tahun anggaran 2010 kebijakan tersebut tidak diberlakukan lagi.

Pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan peraturan khusus lain untuk mendorong demand Bahan Bakar Nabati melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan. Peraturan ini diperuntukkan bagi pengusaha yang memanfaatkan Bahan Bakar Nabati berupa fasilitas Pajak Penghasilan, pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang modal yang diperlukan oleh pengusaha, pembebasan dari pengenaan PPN atas impor Barang Kena Pajak yang bersifat strategis yang diperlukan oleh pengusaha yang memanfaatkan Bahan Bakar Nabati. Namun hingga Mei 2013 belum terdapat pelaku usaha yang memanfaatkan Bahan Bakar Nabati dalam kegiatan usahanya (APROBI, 2013).

Peraturan lain yang pernah diterbitkan pemerintah adalah mengenai fasilitas pajak untuk mendorong yang secara umum dapat diberikan kepada beberapa bidang industri yang diproyeksikan memiliki multiplier effects . Industri Bahan Bakar Nabati termasuk dalam industri yang berhak mendapatkan fasilitas tersebut. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2007 dengan perubahan terakhir Peraturan Pemerintah No.52 Tahun 2011 mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Dalam lampiran kedua peraturan tersebut, industri Biodiesel dan Bioetanol termasuk dalam industri yang dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan dari pemerintah. Selain peraturan tersebut, terdapat PMK No.130 tahun 2011 mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan bagi industri pionir, atau yang Peraturan lain yang pernah diterbitkan pemerintah adalah mengenai fasilitas pajak untuk mendorong yang secara umum dapat diberikan kepada beberapa bidang industri yang diproyeksikan memiliki multiplier effects . Industri Bahan Bakar Nabati termasuk dalam industri yang berhak mendapatkan fasilitas tersebut. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2007 dengan perubahan terakhir Peraturan Pemerintah No.52 Tahun 2011 mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Dalam lampiran kedua peraturan tersebut, industri Biodiesel dan Bioetanol termasuk dalam industri yang dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan dari pemerintah. Selain peraturan tersebut, terdapat PMK No.130 tahun 2011 mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan bagi industri pionir, atau yang

Dari sisi pemerintah, peraturan-peraturan tersebut menjadi salah satu pendorong pengembangan ke arah investasi di bidang Bahan Bakar Nabati dan bertujuan untuk menarik investor menanamkan modal di bidang energi terbarukan khususnya Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Dengan banyaknya investor yang mendirikan perusahaan untuk produksi Bahan Bakar Nabati, diharapkan mampu mendongkrak produksi ( supply ) dan memenuhi target pemanfaatan domestik, baik sebagai bahan campuran dalam bahan bakar minyak subsidi ataupun sebagai bahan bakar untuk berbagai industri. Sedangkan dari sisi pengusaha atau investor, fasilitas ini diharapkan membantu berproduksi dengan modal dan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan tanpa pemberian fasilitas serta mempercepat reinvestasi usaha.

Penetapan kebijakan perpajakan sebagaimana dijelaskan sebelumnya dipandang sebagai salah satu langkah baik yang pemerintah lakukan untuk mendorong supply bahan bakar yang berbasis nabati dan ramah lingkungan di Indonesia. Atas penetapan kebijakan insentif pajak yang diterapkan bagi industri Bahan Bakar Nabati tersebut perlu dilakukan suatu kajian untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaian sasaran pemerintah dari peraturan yang telah ada dan efektivitas kebijakan tersebut bagi industri Bahan Bakar Nabati.

1.2 Permasalahan

Evaluasi pelaksanaan kebijakan pemberian fasilitas berupa insentif pajak atas industri Bahan Bakar Nabati sebagai salah satu bentuk energi terbarukan adalah tahapan terakhir dari seluruh struktur kebijakan. Dalam praktiknya, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan kepada seluruh proses kebijakan, termasuk pada saat pelaksanaan kebijakan yang masih berlaku.

Kebijakan fasilitas pajak yang diformulasikan dalam Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 dengan perubahan terakhir Peraturan Pemerintah No.52 tahun 2011 telah berjalan selama 6 tahun. Selain peraturan tersebut, terdapat PMK

No.130 tahun 2011 mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan bagi industri pionir yang telah berjalan selama 2 tahun. Namun perlu diteliti apakah hasil yang diharapkan sehubungan pelaksanaan kebijakan berupa insentif Pajak Penghasilan ini telah memenuhi sasaran dan tujuan dari kebijakan yang direncanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai pelaksana kebijakan dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pengusul kebijakan; dan pemerataan, efektivitas, serta ketepatannya bagi industri Bahan Bakar Nabati. Oleh karena itu peneliti bermaksud mengevaluasi sampai sejauh mana pencapaian dari tujuan dan sasaran kebijakan tersebut dan pengaruhnya bagi industri Bahan Bakar Nabati sehingga penelitian ini diberi judul EVALUASI KEBIJAKAN PEMBERIAN

INSENTIF PAJAK PENGHASILAN ATAS INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI DI INDONESIA.

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut pertanyaan penelitian yang dirumuskan adalah:

1. Mengapa industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia perlu diberi insentif Pajak Penghasilan?

2. Bagaimana evaluasi dari pemberian insentif Pajak Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia?

3. Bagaimana upaya penyempurnaan yang dilakukan pemerintah bagi kebijakan insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak didapatkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pentingnya pemberian insentif Pajak Penghasilan kepada industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia.

2. Untuk menganalisis evaluasi dari pemberian insentif Pajak Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia.

3. Untuk menganalisis upaya penyempurnaan yang dilakukan pemerintah bagi kebijakan insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia

1.4 Signifikansi Penelitian

1. Signifikansi Akademis Mengingat masih terbatasnya literatur penelitian yang membahas mengenai

evaluasi pemberian insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan konsep terkait permasalahan tersebut sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penelitian-penelitian berikutnya yang sejenis.

2. Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Indonesia,

khususnya otoritas perumus, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pajak agar dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam mengevaluasi pelaksanaan kebijakan insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia.

1.5 Sistematika Penelitian

Pembahasan penelitian ini akan dibagi ke dalam beberapa bagian pembahasan dengan sistematika penyajian sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang, permasalahan yang menjadi rumusan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian baik bagi kalangan akademisi maupun praktisi, serta sistematika penulisan penelitian.

BAB 2 KERANGKA TEORI

Meliputi uraian atas dasar-dasar teoritis mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu kerangka pemikiran konsep kebijakan Meliputi uraian atas dasar-dasar teoritis mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu kerangka pemikiran konsep kebijakan

BAB 3 METODE PENELITIAN

Meliputi penjabaran mengenai metode penelitian yang digunakan seperti pendekatan penelitian yang digunakan peneliti, jenis-jenis penelitian, teknik analisis data, proses penelitian, site penelitian, keterbatasan penelitian, serta batasan penelitian.

BAB 4 GAMBARAN UMUM BAHAN BAKAR NABATI DI INDONESIA DAN KEBIJAKAN PAJAK TERKAIT YANG BERLAKU DI INDONESIA

Meliputi gambaran umum mengenai perkembangan dan industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia dan kebijakan pajak yang diterapkan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 dengan perubahan terakhir Peraturan Pemerintah No.52 tahun 2011 mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Selain peraturan tersebut, terdapat PMK No.130 tahun 2011 mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan bagi industri pionir.

BAB 5 EVALUASI INSENTIF PAJAK PENGHASILAN ATAS INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI DI INDONESIA

Meliputi analisis mengenai pentingnya pemberian insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 dengan perubahan terakhir Peraturan Pemerintah No.52 tahun 2011 dan PMK No.130 tahun

2011 , analisis evaluasi pemberian insentif Pajak Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati sebagai penerima fasilitas , serta upaya 2011 , analisis evaluasi pemberian insentif Pajak Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati sebagai penerima fasilitas , serta upaya

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

Meliputi simpulan analisis pentingnya insentif Pajak Penghasilan yang diberikan pemerintah atas industri Bahan Bakar Nabati ( biofuel ) di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 dengan perubahan terakhir Peraturan Pemerintah No.52 tahun 2011 ,

simpulan evaluasi pemberian insentif Pajak Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati sebagai penerima fasilitas, dan simpulan upaya penyempurnaan pelaksanaan insentif Pajak Penghasilan, serta saran dari peneliti.

BAB 2 KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam mengenai sejauh apa dan bagaimana implementasi suatu kebijakan perpajakan yang dipilih oleh pemerintah dalam mendorong perkembangan industri bahan bakar nabati di Indonesia dan meninjau kebijakan pajak yang diterapkan Malaysia atas produk tersebut. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan peninjauan terhadap penelitian sebelumnya yang terkait.

Penelitian pertama yang ditinjau adalah skripsi oleh Enny Anggraeni pada tahun 1986 yang berjudul “Peranan Insentif Perpajakan dalam Pertumbuhan dan

Pengembangan Industri (Suatu Studi Perbandingan Kebijakan Fiskal di Bidang Pajak Atas Penanaman Modal)”. Dalam penelitian tersebut Anggraeni melakukan

analisis mengenai manfaat dalam undang-undang pajak terkait unsur-unsur pengganti dalam upaya untuk tetap memberikan gairah bagi dunia usaha ada umumya dan penanaman modal pada khususnya, serta analisis insentif pajak terhadap penanaman modal di sektor industri farmasi dan barang logam berdasarkan undang-undang pajak penghasilan tahun 1983. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kualitatif deskriptif dengan tujuan penelitian deskriptif.

Penelitian kedua adalah skripsi oleh Fitria Ansorriyah pada tahun 2011 yang berjudul “Analisis Kebijakan Pajak Atas Bahan Bakar Nabati ( Biofuel ) di Indonesia dan Amerika Serikat”. Dalam penelitian ini, Ansorriyah menganalisis

kebijakan pajak atas Bahan Bakar Nabati yang ada di Indonesia. Kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan No.156 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati di Dalam Negeri Untuk Tahun Anggaran 2009, dan Peraturan Menteri Keuangan No.21 Tahun 2010 Tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan. Selain kebijakan

13 Universitas Indonesia 13 Universitas Indonesia

Penelitian ketiga adalah penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR) oleh Wisnu Caroko, Heru Komarudin Krystof Obidzinski dan

Petrus Gunarso pada tahun 2011 yang berjudul “ Policy and Institutional Frameworks for The Development of Palm Oil –Based Biodiesel in Indonesia”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pemerintah dari berbagai bidang, seperti pajak, kebijakan dari sisi investasi, dan kebijakan lahan sawit sebagai salah satu pendorong perkembangan biodiesel di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kualitatif deskriptif dengan tujuan penelitian deskriptif. Perbandingan masing-masing penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Tinjauan Pustaka

Peneliti ENNY ANGGRAENI

RAYSA PRIMA (SKRIPSI)

CAROKO, DKK ANNISA

Peranan Insentif

Evaluasi Kebijakan Perpajakan dalam

Analisis Kebijakan

Policy and

Pemberian Insentif Pertumbuhan dan

Pajak Atas Bahan

Institutional

Frameworks for Pajak Penghasilan Pengembangan Industri

Bakar Nabati

The Development atas Industri Bahan (Suatu Studi

(Biofuel) di

of Palm Oil –Based Bakar Nabati di Perbandingan

Indonesia dan

Indonesia Kebijakan Fiskal di

Amerika Serikat

Biodiesel in

Indonesia

Bidang Pajak Atas Penanaman Modal)

Tujuan

 Menganalisis

 menganalisis mengenai manfaat

 Menganalisis

Menganalisis

pentingnya dalam undang-

kebijakan pajak

implementasi

pemberian undang pajak terkait

atas Bahan Bakar

kebijakan

insentif Pajak unsur-unsur

Nabati yang ada

pemerintah dari

berbagai bidang, Penghasilan pengganti dalam

di Indonesia.

kepada industri upaya untuk tetap

Kebijakan

seperti pajak,

kebijakan dari sisi Bahan Bakar memberikan gairah

tersebut adalah

Nabati di bagi dunia usaha ada

Peraturan

investasi, dan

Indonesia umumya dan

Menteri

kebijakan lahan

 menganalisis penanaman modal

Keuangan

sawit sebagai

evaluasi dari pada khususnya.

No.156 Tahun

salah satu

pemberian  Menganalisis insentif

insentif Pajak insentif Pajak

Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati di Dalam Negeri Untuk Tahun Anggaran 2009, dan Peraturan Menteri Keuangan No.21 Tahun 2010 Tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan.

 Membahas tentang kebijakan

perpajakan yang diterapkan di Amerika Serikat

biodiesel di Indonesia

Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia

 menganalisis penyempurnaan

bagi pelaksanaan insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia di masa mendatang.

Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Pendekatan kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan lapangan

Pendekatan kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan lapangan

Pendekatan kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan lapangan

Pendekatan kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan, data sekunder dan wawancara.

Kesimpulan

 Secara umum, insentif perpajakan yang lama cukup

memberikan dorongan bagi perkembangan penanaman modal. Terbukti dengan adanya peningkatan nilai penanaman modal PMA maupun PMDN dari tahun 1981-1983

 Khusus bagi perusahaan industri farmasi dan barang

logam dengan fasilitas perpajakan yang diperolehnya di tahun-tahun pertama produksi komersilnya, cukup

 Kebijakan pajak

dari PMK 156 tahun 2009 berupa PPN ditanggung pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan demand atas bahan bakar nabati. Dengan meningkatnya permintaan akan menciptakan pasar yang besar bagi produsen bahan bakar nabati sehingga dapat menarik pengusaha bahan bakar nabati

Perkembangan biofuel di Indonesia, khususnya biodiesel mengalami permasalahan struktural; seperti kekurangan lahan bagi persediaan bahan baku, pasar biofuel yang tidak stabil, insentif yang tidak cukup. Permasalahan juga berasal dari rintangan politik; seperti kebijakan alokasi lahan yang tidak jelas, konflik lahan, dan struktur kekuasaan

 Bahan Bakar Nabati di Indonesia

membutuhkan dorongan dari sisi supply, salah satunya insentif Pajak Penghasilan untuk menarik investor sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi Bahan Bakar Nabati dan memenuhi mandatory pemanfaatan di Indonesia.

 Insentif Pajak Penghasilan

memberikan dorongan dalam mempercepat point of return investasi perusahaan dari depresiasi dan laba yang diperoleh. Sedangkan mengenai perkembangan proyek baru dan perluasan penanaman modal secara keseluruhan di bidang industri farmasi dan barang logam menunjukkan hal ini tidak saja dipengaruhi oleh adanya fasilitas perpajakan tetapi lebih jauh oleh adanya kebutuhan masyarakat/kepenting an pembangunan.

untuk memenuhi kondisi tersebut dari sisi penawaran. Pada kenyataannya fasilitas yang diberikan belum memberikan dampak seperti itu.

 Di Amerika

Serikat, terdapat berbagai macam kebijakan pajak berupa kredit pajak dan insentif lainnya. Peneliti merekomendasik an kredit pajak untuk diterapkan sebagai kebijakan atas bahan bakar nabati di indonesia. Namun pemerintah perlu membuat mekanisme pengawasan agar tidak terjadi tax avoidance dan tax evasion dalam penerapan kebijakan kredit pajak tersebut

pemerintah yang membutuhkan waktu dan sumber daya. Untuk menjamin keberlanjutan perkembangan biofuel di Indonesia dibutuhkan kolaborasi struktur administratif dan perbaikan implementasi kebijakan dari pemerintah

hanya efektif pada tahun pertama dan kedua sejak terbitnya PP No.

1 Tahun 2007. Terdapat beberapa investor yang memanfaatkann ya. Namun sejak tahun 2009-2012 tidak ada industri Bahan Bakar Nabati yang memanfaatkan. Hal ini karena pelaku usaha kurang tertarik, kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan lebih melihat peluang pada pasar.

 Untuk penyempurnaan pelaksanaannya

adalah melakukan sosialisasi di berbagai daerah dengan seminar atau social media dan penyederhanaan birokrasi.

Sumber: Hasil Olahan Peneliti Penelitian ini memiliki perbedaan dengan beberapa penelitian pada Tabel 2.1 di

atas. Fokus penelitian ini adalah mengevaluasi kebijakan pemberian insentif Pajak Penghasilan atas industri Bahan Bakar Nabati yang diterapkan di Indonesia dengan melihat pencapaian sasaran dan tujuan pemerintah. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai evaluasi insentif Pajak Penghasilan terhadap industri Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

2.2 Konstruksi Model Teoretis

2.2.1 Konsep Kebijakan

Mayer dan Greenwood (1984, hal. 23) mendefinisikan kebijakan sebagai suatu keputusan kehendak atas nama kolektif untuk mempengaruhi perilaku dari anggota-anggotanya. Sedangkan Mustopadidjaja mengemukakan bahwa istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan tindakan atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya (1998, hal. 13). Kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan, sehingga kajian kebijakan pada hakekatnya merupakan kajian peraturan perundang-undangan. Kebijakan dapat pula bermakna sebagai tindakan politik, atau serangkaian prinsip, tindakan yang dilakukan seseorang, kelompok atau pemerintah atau aktor terhadap suatu masalah (Wahab, 1991, hal. 13).

Mustopadidjaja (1992, hal. 16) memberikan suatu definisi kerja dari kebijakan. Menurutnya, kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan- ketentuan yang dapat dijadikan “pedoman perilaku” dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksanaan kebijakan; (2) penerapan atau pelaksanaan dari (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok atau sasaran yang dimaksud.

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu organisasi dan dituangkan secara formal dalam bentuk aturan atau ketentuan perundangan sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat disusun menurut strata tertentu sesuai dengan hierarki dan kewenangan yang dimiliki oleh organisasi yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Dalam hubungan hierarki terdapat tiga strata kebijakan, yaitu kebijakan strategis, kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Dalam konteks hierarki organisasi dan strata kebijakan di atas, menurut Daneke dan Steiss, terdapat beberapa rumusan kebijakan sebagai berikut (Sutherland dan Legasto, 1978, hal. 424). 1). Suatu kerangka keputusan sekarang dan yang akan datang, yang dipilih untuk

kondisi tertentu dari sejumlah alternatif;

2). Keputusan-keputusan aktual atau himpunan keputusan-keputusan yang didesain untuk melaksanakan serangkaian tindakan yang dipilih; dan 3). Suatu projected program yang meliputi tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan cara-cara pencapaiannya. Hal ini mengandung makna bahwa rencana, program, proyek, ataupun berbagai keputusan lain yang dikeluarkan suatu sistem administrasi untuk mencapai suatu tujuan atau untuk mengatasi suatu persoalan, dapat diartikan secara umum sebagai suatu kebijakan (Mustopadidjaja, 1998, hal. 17).

2.2.2 Kebijakan Publik

Peters seperti dikutip oleh Nugroho (2006, hal. 23) mendefinisikan kebijakan publik sebagai the sum of government activities, wheter acting directly or through agents, as it has an influence on the lives of citizens. Sedangkan Anderson mendefinisikan “ public policies are those policy developed by governmental bodies and officials” (Winarno, 2005, hal.19). Menurut Anderson, implikasi dari pengertian kebijakan publik adalah:

1. Bahwa kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

3. Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah.

4. Kebijakan publik dapat berupa kebijakan yang positif dan negatif. Kebijakan positif menuntut pemerintah melakukan sesuatu sedangkan kebijakan negatif merupakan kebijakan untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah yang bersifat positif didasarkan atau dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa.

Tahap-tahap dalam pembentukan suatu kebijakan publik diawali oleh perumusan kebijakan. Perumusan kebijakan akan sangat menentukan isi substansi dari suatu kebijakan. Dalam hal ini, perumus kebijakan perlu memperhatikan beberapa karakteristik kebijakan yang akan mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan. Adapun karakteristik kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut (Subarsono, 2005, hal. 97-98).

a). Kejelasan isi kebijakan. Semakin jelas dari isi sebuah kebijakan akan mudah dipahami dan diterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam pelaksanaannya.

b). Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan yang memiliki dasar teoritis akan memiliki sifat yang lebih mantap karena sudah teruji walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.

c). Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut, karena sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. d). Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antar instansi yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut.

e). Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. f). Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. g). Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam

implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.

Tahap berikutnya adalah tahap adopsi kebijakan yang mencakup aktivitas rekomendasi. Aktivitas rekomendasi memiliki manfaat dalam membantu mengestimasi tingkat risiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan (Dunn, 2003, hal. 27). Dalam tahap ini, alternatif-alternatif kebijakan yang dirumuskan diadopsi dengan adanya dukungan dari mayoritas lembaga legislatif, instansi-instansi pemerintah terkait, serta pihak-pihak lainnya yang terkait dalam perumusan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan keseluruhan kegiatan perumusan masalah, peramalan, dan rekomendasi ini dilaksanakan pada saat proses perumusan kebijakan.

Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Kebijakan yang telah diadopsi selanjutnya diimplementasikan di masyarakat. Tahap ini meliputi Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Kebijakan yang telah diadopsi selanjutnya diimplementasikan di masyarakat. Tahap ini meliputi

Dalam suatu pelaksanaan kebijakan, dapat terjadi perbedaan dalam formulasi dengan hasil yang dicapai pada saat penerapannya. Kegagalan kebijakan ( policy failure ) menurut Hogwood dan Gunn (1985) dikategorikan ke dalam dua bagian. Pertama, kebijakan yang tidak bisa diimplementasikan ( non implementation policy ) yaitu kebijakan yang sudah diformulasikan sedemikian rupa ternyata tidak dapat diimplementasikan karena beberapa faktor, misalnya para aktornya tidak mecapai kata sepakat dengan agen pelaksananya. Kedua, implementasi yang tidak berhasil ( unuseful implementation ), yaitu ketika kebijakan yang sudah diformulasikan kemudian diimplementasikan sesuai dengan rencana, tetapi ternyata hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena beberapa faktor, misalnya musibah yang tidak terelakkan atau pergantian kekuasaan negara pada saat kebijaksanaan masih dalam proses implementasi.