Kemasaman Tanah Tabel 1 menunjukan pH H2O dari tujuh ordo tanah yang berkembang di
B. Kemasaman Tanah Tabel 1 menunjukan pH H2O dari tujuh ordo tanah yang berkembang di
JawaTengah-DIY. Berdasar harkat kemasaman tanah dari Balitan, 2009, tanah penelitian dapat dikategorikan dalam 3 harkat, yakni masam (Andisol Lawu > Andisol Wonosobo > Alfisol = Histosol > Ultisol), agak masam (Inceptisol
Kering>Inceptisol Sawah), dan netral basa (Vertisol Kering>Vertisol sawah > Molisol).
pH KCl tanah Ultisol didapat 4,34, lebih masam dari pH H2O. Tanah Ultisol adalah tanah dengan horizon arglik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah terutama pada kedalam 1.8 m mencapai kurang dari 35% (Soil Survey Staff, 2010).Baumlar dan Wolfgay (1994) menyebutkan bahwa nilai pH yang rendah disebabkan oleh bahan induk yang bersifat masam dan curah hujan yang tinggi selama hujan. Proses pembentukan Ultisol diawali dengan pelindian intensif terhadap basa- basa sehingga tanah berekasi masam. (Faiz,2009).
Tanah Histosol Rawa Pening memiliki kemasaman pH H2O dan pH KCl yang tidak berbeda tinggi yakni 5.10 dan 5.05. Histosol Rawa Pening dikategorikan sebagai histosol topogen, dengan pH tanah cenderung tidak semasam histosol Kalimantan (Maas et al, 1999). Histosol Rawa Pening terbentuk dari sisa-sisa vegetasi sphagnum dan kayu semifosil. Tanah Histosol Rawa Pening cenderung lebih basa diduga adanya pengaruh pengkayaan bahan mineral dari bahan induk vulkanik dari bukit-bukit disekitar Rawa Pening.
Nilai pH H2O yang relatif masam pada tanah Andisol disebabkan oleh keberadaan mineral amorf dan kandungan bahan organik yang tinggi. Komponen penyusun tanah didominasi oleh senyawa Al-aktif terutama berbentuk ordo mineral rangkaian pendek dan senyawa Al-aktif dapat menjadi penyebab rendahnya pH suatu tanah (Kusmiyarti, 1998). Ordo mineral rangkaian pendek seperti alofan, anasir mirip alofan dan imogolit juga bersifat asam lemah (Yoshida, 1971 cit Wada, 1986). Bahan organik yang terkhelasi oleh mineral amorf khususnya humus juga bersifat fleksibel yang merupakan polielektrolit bersifat asam lemah.
pH NaF pada tanah Andisol Lawu > Andisol Wonosobo, yakni 11.32>10.10. Diduga kandungan mineral amorf Andisol Lawu lebih tinggi dibanding Andisol Wonososbo, yang telah mengalami pengolahan lanjut. Kusmiyarti (1998) menyebutkan tingginya pH NaF disebabkan melimpahnya mineral amorf yang mengandung gugus Al/Fe-OH aktif sebagai penyususn tanah dan merupakan salah satu ciri tanah andikol/bersifat andik (nilai pH NaF>9.4). Notohadiprawiro (2000) menjelaskan bahawa jika analisis pH NaF lebih dari
9.4 dan besi bebas lebih dari 40% maka tanah tersebut dapat diduga berkembang dari bahan abu vulkan. Kisaran pH NaF 10-11 menunjukan kadar alofan yang sedang
Tanah Inceptisol Kering dan Inceptisol Sawah dikategorikan agak masam dengan kisaran pH H2O 5.6-5.8 dan pH KCl 4.9-5.4. Alfisol Gendol bersifat masam dengan pH H2O yang hampir sama dengan Histosol Rawa Pening. Kemasaman Alfisol Gendol disebabkan bahan organik yang cenderung
tiggi dengan ditandai warna tanah yang kegelapan serta adanya pencucian besi sebagai flocculant (Hardjowigeno, 1993). pH KCl merupakan pH potensial tanah, ditentukan dengan pengguanaan larutan KCL yang mampu mendesak ion
H yang berada pada kompleks jerapan tanah sehingga ion H yang terukur merupakan ion H dari kompleks larutan tanah ditambah dari kompleks jerapan tanah (Maas, 2002). pH KCl yang lebih rendah daripada pH H2O menunjukan H yang berada pada kompleks jerapan tanah sehingga ion H yang terukur merupakan ion H dari kompleks larutan tanah ditambah dari kompleks jerapan tanah (Maas, 2002). pH KCl yang lebih rendah daripada pH H2O menunjukan
Susanto (2005), pH memiliki pengaruh dalam gatra pedologi dan ekologi. Secara pedologi, pH berpengaruh pada proses pembentukan dan pengembangan tanah ditinjau dari alih rupa mineral dan bahan organic dan selanjutnya proses perkembangan tanah. Secara gatra ekologi pengaruh pH cukup besar dalam ketersedian unsur hara dalam tanah untuk pertumbuhan.