Argumen Hak Asasi Manusia (HAM)
3. Argumen Hak Asasi Manusia (HAM)
Para penghujat syariat Islam menjadikan HAM sebagai argumen favorit dalam menolak pemberlakuan syariat Islam. Sekalipun argument ini pada mulanya sering dipakai oleh kalangan orientalis Barat, namun kelompok Liberal seperti Abdullah Ahmad Na’im belakang ikut-ikutan memakainya untuk tujuan mendekonstruksi syariat Islam. Na’im menyerukan perubahan hukum Islam yang terkait dengan konstitusionalisme, hukum criminal, hubungan internasional, dan Hak-hak Asasi Munusia (HAM) yang sebahagiannya telah diputuskan secari pasti dan tetap oleh al- Qur’an. Alasan Naim karena hukum-hukum tersebut bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia dan standar hukum internasional. 21 Dengan tanpa risih sedikitpun Na’im berujar bahwa jika syariat Islam dijalankan kelompok yang paling merasakan kerugian adalah masyarakat non-muslim dan kaum wanita karena mereka akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Bahkan, kaum lelakipun ikut merasakan dampaknya karena akan kehilangan kebebasan oleh sekat-sekat berbagai undang-undang. 22
Pernyataan Na’im seperti di atas, jika diucapkan oleh orang-orang orientalis semisal Elizabeth Meyer dan Donna Arzt yang memang sering melontarkan tuduhan bahwa syariat Islam bersifat diskriminatif terhadap non-Muslim sebagaimana yang
dikutip oleh Nirwan Syafrin, 23 dapat dimaklumi. Namun, sebagai seorang Intelektual Islam, Na’im tidak sepantasnya memberikan propaganda buruk tentang syari’at agamanya sendiri. Ucapan tersebut hanyalah mencerminkan ketidakpahamannya atau sengaja pura-pura tidak paham mengenai prinsip syariat Islam yang menjunjung tinggi norma-norma keadilan, kesetaraan dan toleransi. Gambaran masyarakat yang telah
20 Robert, Tanner, Studies Say Death Penalty Deters Crime, AP, National Writer, dalam Nirwan Syafrin, MA, Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam ( Jakarta: DDII, 2007)
hal. 67 21 Abbdullah Ahmad an-Na’im, Toward an Islamic Reformation ( Syracuse, New York:
Syracuse University Press, 1990) hal. 59 dalam Nirwan Syafrin, MA, Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam ( Jakarta: DDII, 2007) hal. 177.
22 Ibid., hal. 42 23 Ibid., hal 43
Liberalisasi Syariat..., Zaini Munir F. |
dibangun oleh Rasulullah saw secara jelas menunjukkan akan hal itu. Berpijak atas dasar HAM Kelompok Liberal yang tergabung dalam Tim Pengarusutamaan Gender menulis buku Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (KHI). Salah seorang anggota Tim Penyusun Buku mengatakan, “ KHI tidak paralel dengan produk perundang-undangan, baik hukum nasional maupun internasional yang telah diratifikasi……Dalam konteks internasional, juga bertentangan dengan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi, dan beberapa instrument penegakan dan perlindungan HAM lain seperti Deklarasi Unversal HAM (1948), Konvenan Internasional tentang Hak-hal Sipil dan Politik (1966) 24 Selanjutnya dalam buku tersebut disebutkan beberapa usulan perombakan hukum-hukum Islam sebagai berikut.
Pertama, asas perkawinan adalah monogami (pasal 3 ayat 1), dan perkawinan di luar ayat 1 (poligami) adalah tidak sah dan harus dinyatakan batal secara hukum (pasal 3 ayat 2). Kedua, batas umur calon suami atau calon istri minimal 19 tahun. Ketiga, perkawinan beda agama antara muslim atau muslimah dengan orang non muslim disahkan (pasal 54). Keempat, calon suami atau istri dapat mengawinkan dirinya sendiri (tanpa wali) asalkan calon suami atu istri itu berumur 21 tahun, berakal sehat, dan rasyid/rasyidah (pasal 7 ayat 2). Kelima, ijab-qabul boleh dilakukan oleh istri-suami atau sebaliknya suami-istri. (pasa 9). Keenam, masa iddah bukan hanya dimiliki oleh wanita tetapi juga untuk laki-laki. Masa iddah bagi laki-laki adalah seratus tiga puluh hari (pasal 88 ayat 7 (a). Ketujuh, talak tidak dijatuhkan oleh pihak laki-laki, tetapi boleh dilakukan oleh suami atau istri di depan Sidang Pengadilan Agama (pasal 59). Kedelapan, bagian waris anak laki-laki dan wanita adalah sama (pasal 8 ayat 3, bagian kewarisan).
Demikianlah cara kaum liberal dalam merombak hukum Islam, dengan mengubah metodologi ijtihad yang lebih menekankan aspek pertimbangan Hak Asasi Manusia (HAM) ketimbang kewajibannya menaati hukum-hukum Allah. Gagasan-gasan mereka bisa. berlangsung sangat liar tanpa batasan dan teori yang jelas. Kekeliruan kelompok ini adalah mereka terlalu mengagungkan HAM yang ditempatkan seolah- olah sebagai “Kitab Suci” yang tanpa cacat, menjadi acuan untuk menakar dan menilai segala-galanya. Kebenaran dan kesalahan ditakar sejauh mana ia sesuai dengan ketentuan HAM. Sehingga ketika syari’at yang dianggap bertabrakan dengan prinsip HAM, ia harus diubah dan disesuaikan dengan HAM tersebut. Seharusnya disadari
24 Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Metodologis CLD KHI,” 08/03/2005,http/islamlib. Com/id/index. Php? Page= article & id=774 dalam Nirwan Syafrin, MA, Kritik Terhadap Paham
Liberalisasi Syariat Islam ( Jakarta: DDII, 2007) hal. 70.
74 | 1 Abad Muhammadiyah Istiqomah Membendung Kristenisasi dan Liberalisme
bahwa HAM adalah bukan konsep netral; ia dibangun atas landasan filosofis dan pandangan hidup masyarakat Barat sekuler yang secara diametral bertentangan dengan pandangan hidup Islam.
Manusia, dalam pandangan Barat memiliki kebebasan secara mutlak. Dia dapat mengatur kehidupannya sendiri dan memliki otoritas dalam menentukan baik dan buruk bagi dirinya sendiri. Bahkan Tuhanpun tidak berhak untuk ikut campur mengatur manusia. Atau dengan kata lain, sebagaimana dikatakan Naquib al-Attas “manusia di Tuhankan sementara Tuhan dimanusiakan”. (Man is deified. Deity humanized) 25 Sementara dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan tujuan untuk mengabdi kepadaNya serta menjadi khalifahNya guna melahirkan kemakmuran di muka bumi. Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia hanya diwajibkan untuk taat dan patuh terhadap segala yang diperintahkannya. Karenanya tidak pantas dan merupakan kekeliruan besar bila manusia menggunakan HAM untuk mengritik hukum Allah. Selain itu, bila dikatakan hukum-hukum Islam tak terlepas dar pengaruh budaya Arab abad pertengahan maka HAM yang kini menjadi acuan kelompok. Liberal pun banyak dipengaruhi oleh filsafat sekuler Barat dan nilai-nilai serta budaya Barat. Karenanya, jika mau jujur, semestinya HAM pun ditolak karena tidak sesuai dengan masyarakat Islam yang mememiliki kultur dan budaya sendiri.