Argumen Historis

1. Argumen Historis

Para pengusung paham Islam liberal berpandangan bahwa hukum-hukum Is- lam adalah produk masa lalu dan terbentuk berdasarkan latar belakang sosial dan politik masyarakat ketika itu serta merupakan respon terhadap keperluan dan kepentingan masyarakat saat itu. Mereka meletakkan al-Qur’an sebagai respon spontan terhadap kondisi masyarakat ketika itu, sehingga sifatnya kontekstual. Alasannya, al-Qur’an tidak turun di ruang yang hampa, ia dipengaruhi oleh budaya ketika ia turun. Bahkan Nasr Hamid menyatakan al-Qur’an adalah merupakan produk budaya (mumtaj tsaqafi). Dalam pandangan Fazlurrahman, al-Qur’an adalah respon Ilahi atas masa al-Qur’an, melalui pemikiran nabi, terhadap situasi moral dan sosial

nabi Arab, khususnya persoalan komersial masyarakat Mekkah pada saat itu. 3 Berdasarkan pertimbangan di atas, banyak hukum Islam yang tidak dapat

diterapkan pada masyarakat modern saat ini. Menurut an-Na’im, hukum publik syari’ah hanya bisa sepenuhnya dijustifikasikan dan konsistensi dengan konteks historisnya. Akan tetapi hal itu tidak lantas dapat dijadikan alasan yang dapat diterima dan konsisten dengan konteks sekarang ini.. Dengan realitas konkrit Negara-bangsa modern dan system internasianal yang sekarang ini, aspek-aspek hukum publik syari’ah tidak lagi dapat dipertahankan secara politik. 4 Salah satu yang selalu diangkat dalam konteks ini adalah hukum perkawinan antar agama. Dalam buku Fiqh Lintas Agama disebutkan:

“Soal pernikahan laki-laki non Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, di antaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga

2 Lihat, Abbdullah Ahmad an-Na’im, Toward an Islamic Reformation ( Syracuse, New York: Syracuse University Press, 1990, hal.151)

3 Fazlurrahman, Islam and Modernity (Oxford: Oxford University Press, 1979), 2 dalam Nirwan Syafrin, MA, Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam ( Jakarta: DDII, 2007)

hal. 56 4 Abdullah Ahmad an-Na’im, Toward an Islamic Reformation ( Syracuse, New York: Syra-

cuse University Press, 1990) hal. 59 dalam Nirwan Syafrin, MA, Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam ( Jakarta: DDII, 2007) hal. 59

Liberalisasi Syariat..., Zaini Munir F. |

pernikahan antara agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihadi, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya.” 5

Prof. Dr. Musdah Mulia, salah seorang pengusung paham Islam Liberal, dosen UIN Jakarta juga melakukan perombakan terhadap hukum perkawinan muslimah dengan alasan kontekstualisasi. Tapi, berbeda dengan buku Fiqh lintas Agama, yang menekankan faktor jumlah umat Islam sebagai konteks yang harus dijadikan pertimbangan hukum, Musdah melihat konteks peperangan sebagai hal yang harus dijadikan dasar penetapan hukum. Ia menulis:

“Jika kita memahami konteks wahyu turunnya ayat itu (QS 60:10, pen), larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya adalah peperangan antara kaum mukmin dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan dimaksudkan agar dapat diintefikasi secara secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini haus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu tidak ada lagi

maka larangan dimaksud tercabut dengan sendirinya. 6 Selain Musdah, gugatan mengenai larangan perkawinan antara agama juga

disuarakan oleh para pengusung paham Islam Liberal yang lain seperti Nuryamin Aini, seorang dosen Fakultas Syari’ah UIN Jakarta 7 dan Ulil Abshar Abdalla, pendiri

Jaringan Islam Liberal (JIL) 8 . Bahkan, lebih maju lagi, Dr Zainun Kamal, dosen UIN Jakarta, kini tercatat sebagai “penghulu swasta” yang menikahkan puluhan -mungkin sekarang sudah ratusan- pasangan beda agama.

Padahal, perlu ditegaskan, larangan muslimah menikah dengan laki-laki non- Muslim sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama’ dengan dalil-dalil yang meyakinkan (qath’i) seperti dalam firman Allah berikut ini:

“mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka” (QS al-Mumtahanah:10)

5 Mun’im Sirry (ed) Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Paramadina & The Asia Foundation), 2004 hal. 164

6 Musdah Mulia. Muslimah Reformis, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 63. 7 Lihat, buku Ijtihad Islam Liberal, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2005) hal. 220-221) 8 Lihat wawancaranya di Harian Kompas edisi 18 Nopember 2002.

66 | 1 Abad Muhammadiyah Istiqomah Membendung Kristenisasi dan Liberalisme

Dalam buku Ensiklopedi Ijma’ yang diterjemahkan oleh KH Sahal Mahfudz juga disebutkan bahwa soal ini termasuk masalah ijma’ yang tidak menimbulkan perbedaan di kalangan kaum Muslim. Memorendum Organisasi Konferensi Islam (OKI) menyatakan: “Perkawinan tidak sah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak, dengan tetap memegang teguh keimanannya kepada Allah bagi setiap muslim, dan kesatuan agama bagi setiap muslimat”. Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dalam Mu’tamar di Malang tahun 1989 memutuskan bahwa pernikahan antara muslim/muslimah dan musyrik/musyrikah hukumnya adalah haram berdasarkan surat al-Baqarah 221. Demikian pula pernikahan antara muslimah dan laki-laki ahlu kitab hukumnya haram berdasarkan surat Al- Mumtahanah 10. 9

Dengan argumentasi historis pula pengusung paham Islam Liberal telah menggugat kewajiban menutup aurat bagi wanita muslimah. Dr Muhammad Shahrur, tokoh Liberal asal Sudan dalam menafsirkan al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 31 mengenai perintah mengenakan jilbab bagi wanita-wanita mukminat menyatakan:

“ Di sisi lain, ayat yang turun di Madinah ini harus dipahami dengan pemahaman temporal (fahman marhaliyyan) karena terkait dengan tujuan keamanan dari gangguan orang-orang iseng, yaitu ketika para wanita tengah bepergian untuk suatu keperluan. Namun, syarat-syarat ini (yaitu alasan keamanan) sekarang telah hilang semuanya. Oleh sebab itu, bagi wanita mukminah hanya dianjurkan bukan diwajibkan untuk menutup bagian-bagian tubuhnya yang bila terlihat menyebabkannya dapat gangguan (al-adza). Ada dua jenis gangguan: alam (tabi’i) dan sosial (ijtima’i). Gangguan alam adalah yang berkenaan dengan cuaca seperti suhu panas dan dingin. Maka wanita mukminah hendaklah berpakaian menurut standar cuaca, sehingga ia terhinda dari gangguan alam. Sedangkan gangguan sosial adalah berkaitan dengan kondisi dan adat istiadat suatu masyarakat. Oleh sebab itu, pakaian mukminah untuk keluar harus disesuaikan degan lingkungan asyarakat, sehingga tidak mengundang cemoohan dan gangguan mereka.” 10

Selain dua contoh di atas, dengan argumentasi historis para pengusung paham liberal menggugat larangan kawin sejenis, kewajiban iddah bagi istri yang diceraikan oleh suaminya, hukum waris, dan lain-lain.

9 Lihat Himpunan Putusan Tarjih diterbitkan oleh PDM Kotamadya Malang, cet II, Nopember 1995, hal.301-308.

10 Dr Muhammad Shahrur, Nahwa ushulin jadidatin lil fiqh al-islami:Fiqh al-mar’ah (al- wasiyyah-al-irth-al-Qawwamah-al-ta’addudiyah-al-Libas), al-Ahali, Damaskus cet I, 2000)

hal.372-373 dalam Henri Shalahuddin, MA, Menelusuri Paham Kesetaraan Gender dalam Studi Islam: Tantangan Terhadap Konsep Wahyu dan Ilmu dalam Islam, Makalah pada acara Kursus PPI pada 4 April 2009 di Kantor INSISTS Jakarta.

Liberalisasi Syariat..., Zaini Munir F. |

Argumen semacam ini sudah pasti menimbulkan beberapa persoalan. Pertama, mereka telah melawan nas-nas al-Qur’an dan Hadits yang qath’i. Kedua, mereka telah menghilangkan nilai universalitas hukum Islam, karena ia dianggap hanya berlaku untuk masyarakat Arab abad ketujuh. Ketiga, mereka telah mereduksi Islam menjadi sekedar budaya Arab. Keempat,, dengan merubah orientasi hukum Islam secara kontekstual maka akan banyak sekali hukum yang didekonstruksi, termasuk shalat, haji, puasa, zakat, karena masing-masing tidak lepas dari latar belakang historisnya.

Dalam wacana hukum Islam, argument historis sebagaimana yang dikemukakan oleh para pengusung paham liberal sejak awal telah dibicarakan oleh para ulama Ushul Fiqh, termasuk di kalangan Muhammdiyah. Mereka menyebut dengan istilah asbabun nuzul untuk ayat-ayat al-Qur’an dan asbabul wurud untuk Hadits-hadits Nabi, yakni latar belakang peristiwa yang memunculkan ayat-ayat al-Qur’an diturunkan atau Hadits-hadits Nabi dikeluarkan. Sayangnya, para pengusung paham liberal tidak peduli dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh para Ulama’, sebaliknya mereka cenderung liar dan liberal, sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Drs Asmuni Abdurrahman, mantan Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dalam buku beliau “ Memahami makna Tekstual, Kontekstual dan Liberal” 11 Pada bagian lain beliau menulis”

“Namun pembaharuan ushul oleh mereka yang disebut dengan kaum liberalis itu menimbulkan sejumlah kontroversi dan perdebatan. Tawaran ini hingga saat ini masih ditanggapi oleh mayoritas ulama ushul secara negative bahkan penuh kecurigaan. Akar utama penyebab kontroversi itu adalah karena pemikiran mereka itu tidak memiliki landasan kuat pada kerangka teoritik ilmu ushul yang telah ada sebelumnya” 12

Apa yang dikatakan oleh Asymuni menunjukkan bahwa kontekstualisasi sebagaimana yang digagas oleh para pengusung paham liberal itu tidaklah sama dengan teori kontekstualisasi yang dipahami oleh para Ulama’ Ushul Fiqh selama ini. Sebab, berbeda dengan kaum liberalis, para ulama’ ushul fiqh tidak begitu saja menjadikan sebab sebagai pedoman dalam ketetapan suatu hukum melainkan harus berpedoman kepada keumuman kalimat dalam teks ayat atau Hadits nabi. Mereka mengatakan:

Pegangan (dalam menetapkan hukum) adalah berdasarkan keumuman lafadz bukan kekhususan sebab.

11 H.Asjmuni Abdurrahman, Memahami Maknan Tekstual, Kontekstual & Liberal, Koreksi Pemahaman Atas Loncatan Pemikiran, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,tt), hal 59

12 Ibid., hal. 65-66. 13 Hamid, Abdul Hakim, al-Bayan, (Jakarta: Sa’adiyah Putra, tt) hal. 61.

68 | 1 Abad Muhammadiyah Istiqomah Membendung Kristenisasi dan Liberalisme

Suatu sebab baru bisa dijadikan pedoman dalam menetapkan atau meniadakan hukum manakala ia berfungsi sebagai illatul hukmi. Dalam hal ini para ulama’Ushul Fiqh telah membahasnya panjang lebar secara argumentative dengan merujuk kepada nas-nas yang kokoh.

Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

Hubungan Kualitas Tidur dan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang

11 91 19

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

PENGARUH TERPAAN LIRIK LAGU IWAN FALS TERHADAP PENILAIAN MAHASISWA TENTANG KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT MISKIN(Study Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Pada Lagu Siang Seberang Istana)

2 56 3

PENGARUH TAYANGAN REPORTASE INVESTIGASI TRANS TV TERHADAP MOTIVASI BELAJAR JURNALISME INVESTIGASI (Studi pada Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Ilmu KomunikasiUniversitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2005)

0 33 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGGUNAAN HANDPHONE QWERTY DI KALANGAN MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2008 Pengguna Handphone Qwerty)

0 37 44

PEMAKNAAN MAHASISWA PENGGUNA AKUN TWITTER TENTANG CYBERBULLY (Studi Resepsi Pada Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2010 Atas Kasus Pernyataan Pengacara Farhat Abbas Tentang Pemerintahan Jokowi - Ahok)

2 85 24

Sistem informasi pendaftaran pembayaran dan pembagian kelas di SMA Muhammadiyah I Garut

2 42 112