Jangan Takut
3. Jangan Takut
Anda kehilangan kompas yang menunjukkan ke mana arah kiblat yang sebenarnya. Pada situasi demikian maka tidak ada lagi fokus kecuali ketakutan yang tidak beralasan. Ketika ketakukan sudah mendominasi Anda kehilangan kompas yang menunjukkan ke mana arah kiblat yang sebenarnya. Pada situasi demikian maka tidak ada lagi fokus kecuali ketakutan yang tidak beralasan. Ketika ketakukan sudah mendominasi
Mengundurkan Diri
Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 14 Juli 2003 Pengasuh yang terhormat, saat ini saya sedang bingung karena belum berhasil mendapatkan
pekerjaan baru. Saya sudah berhenti bekerja kurang lebih delapan bulan. Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat saya bekerja karena saya merasa bahwa perusahaan tersebut tidak memberikan apresiasi yang pantas atas prestasi saya. Saya akui pengunduran diri saya tersebut saya lakukan secara emosional sehingga saya tidak memperoleh surat referensi kerja dari atasan saya. Pada awalnya saya sangat yakin bahwa saya pasti akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, namun sekarang saya pesimis karena sudah lama sekali menganggur. Beberapa kali saya dipanggil untuk wawancara kerja tetapi belum satu perusahaan pun yang mau menerima saya. Sayapun kesulitan setiap kali ditanya mengenai referensi kerja. Sementara itu masalah finansial sudah semakin memprihatinkan. Apa yang harus saya lakaukan? Apakah yang terjadi pada saya ada hubungannya dengan proses pengunduran diri saya di perusahaan yang lalu? Kutipan diatas adalah salah satu contoh kasus yang dialami oleh individu (mantan pegawai) sehubungan dengan masalah pengunduran diri. Mengundurkan diri (dalam arti yang sebenarnya: bukan dipaksa mengundurkan diri!) seharusnya tidak perlu meninggalkan masalah seperti yang dikeluhkan di atas. Mengapa demikian? Sebab mengundurkan diri sepenuhnya berada dalam kontrol pihak individu atau pegawai bersangkutan. Artinya sebelum memutuskan mengundurkan diri, individu tersebut pasti sudah melalui serangkaian proses panjang yang memungkinkan dia menyiapkan diri secara lebih matang. Dengan demikian ia seharusnya tidak perlu menjadi pengangguran setelah mengundurkan diri. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kondisi ketika si pegawai terpaksa mengalami PHK (baca: dipecat atau dipaksa mengundurkan diri) tanpa pekerjaan baru. Saya sudah berhenti bekerja kurang lebih delapan bulan. Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat saya bekerja karena saya merasa bahwa perusahaan tersebut tidak memberikan apresiasi yang pantas atas prestasi saya. Saya akui pengunduran diri saya tersebut saya lakukan secara emosional sehingga saya tidak memperoleh surat referensi kerja dari atasan saya. Pada awalnya saya sangat yakin bahwa saya pasti akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, namun sekarang saya pesimis karena sudah lama sekali menganggur. Beberapa kali saya dipanggil untuk wawancara kerja tetapi belum satu perusahaan pun yang mau menerima saya. Sayapun kesulitan setiap kali ditanya mengenai referensi kerja. Sementara itu masalah finansial sudah semakin memprihatinkan. Apa yang harus saya lakaukan? Apakah yang terjadi pada saya ada hubungannya dengan proses pengunduran diri saya di perusahaan yang lalu? Kutipan diatas adalah salah satu contoh kasus yang dialami oleh individu (mantan pegawai) sehubungan dengan masalah pengunduran diri. Mengundurkan diri (dalam arti yang sebenarnya: bukan dipaksa mengundurkan diri!) seharusnya tidak perlu meninggalkan masalah seperti yang dikeluhkan di atas. Mengapa demikian? Sebab mengundurkan diri sepenuhnya berada dalam kontrol pihak individu atau pegawai bersangkutan. Artinya sebelum memutuskan mengundurkan diri, individu tersebut pasti sudah melalui serangkaian proses panjang yang memungkinkan dia menyiapkan diri secara lebih matang. Dengan demikian ia seharusnya tidak perlu menjadi pengangguran setelah mengundurkan diri. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kondisi ketika si pegawai terpaksa mengalami PHK (baca: dipecat atau dipaksa mengundurkan diri) tanpa