sebenarnya telah tercantum dalam perjanjian antara pedagang dengan penerbit dan antara pedagang dengan pengelola acquirer.
G. Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit
1. Aspek Perdata
Para pihak yang terkait di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terikat satu sama lain setelah pemegang kartu kredit
menandatangani sales draft. Dengan ditandatangani sales draft maka selesailah transaksi antara pemegang kartu kredit dan pedagang. Yang
terjadi selanjutnya adalah a.
Pemegang kartu kredit memperoleh barang danatau jasa; b.
Pedagang menagih pengelola dengan menyerahkan sales draft; c.
Pengelola membayar pedagang; d.
Pengelola menagih penerbit; e.
Penerbit menagih pemegang kartu kredit. Apabila proses tersebut seluruhnya terjadi, maka perjanjian
terlaksana dengan sempurna. Namun mungkin saja terjadi wanprestasi dalam hubungan hukum antara :
1 Pemegang kartu kredit dengan pedagang
Pedagang menolak melayani pemegang kartu kredit dengan alasan bahwa kartu yang bersangkutan tercantum dalam daftar hitam.
Sengketa semacam ini diselesaikan berdasarkan perjanjian, atau jika tidak diatur dalam perjanjian maka penyelesaiannya didasarkan pada
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
2 Pedagang dengan pengelola
Pengelola menolak membayar karena meragukan kebenaran transaksi. 3
Penerbit dengan pemegang kartu kredit Pemegang kartu kredit menolak membayar tagihan dengan alasan
belum mampu membayar atau tidak pernah melakukan transaksi. 2.
Aspek Pidana Ada 2 dua kemungkinan yang terdapat di dalam aspek pidana, yaitu :
1 Pedagang membantah transaksi dengan membuat surat pernyataan
yang telah diselidiki oleh penerbit dan dapat dibuktikan kebenarannya. Selanjutnya dapat pula dibuktikan bahwa kartu kredit yang digunakan
adalah palsu; 2
Kartu kredit yang digunakan adalah kartu kredit asli namun digunakan oleh orang yang tidak berhak.
Universitas Sumatera Utara
BAB III JENIS PAJAK YANG DIBEBANKAN PADA TRANSAKSI KARTU
KREDIT
A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1. Pengertian Pajak
Menurut UU No.28 Tahun 2007
21
Menurut Rochmat Soemitro sebagaimana yang dikutip oleh Mardiasmo Tentang Perubahan ketiga
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketntuan Umum dan tata Cara Perpajakan, dalam pasal 1 angka 1 menyatakan :
“ Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang pleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.” Sebagai pembanding, maka dikemukakan pula beberapa pendapat
dari para sarjana mengenai pengertian pajak.
22
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal
21
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740,selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.
22
Mardiasmo, Perpajakan edisi Revisi 2006,Penerbit Andi : Yogyakarta,2006,hlm.11.
Universitas Sumatera Utara
kontraprestasi yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Defenisi ini diperbaharui lagi oleh Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip oleh Sugianto
23
Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” sebagaimana dikutip
oleh R santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa :
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public invesment.”
24
Menurut PJA Adriani sebagaimana dikutip oleh Bohari, defenisi pajak adalah
: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.”
25
“Pajak adalah iuran negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan
:
23
Sugianto,Pengantar Kepabeanan dan Cukai, PT Grasindo : Jakarta,2008,hlm.2.
24
R santoso Brotodihardjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama :Bandung,Edisi Keempat,2003,hlm.5.
25
Bohari,Pengantar Hukum Pajak,PT RajaGrafindo Persada:Jakarta,1993,hlm.19.
Universitas Sumatera Utara
dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas pemerintahan.” Berbagai defenisi tentang pajak baik yang ada dalam peraturan
perundang-undangan maupun yang diuraikan oleh para sarjana, dapat memberikan gambaran bahwa pajak itu adalah suatu pungutan berupa
uang
26
2. Ciri-ciri Pajak
yang dibebankan oleh negara kepada orang atau badan berdasarkan peraturan perundang-undangan sehingga dapat dipaksakan oleh negara
dengan tidak adanya imbalan secara langsung kontraprestasi kepada wajib pajak dan hasil dari pembayaran pajak tersebut digunakan untuk
membiyai pengeluaran-pengeluaran negara.
Setelah dikemukakan beberapa pengertian pajak yang dikutip dari undang-undang maupun dari pendapat para ahli maka dapat kita
simpulkan ciri-ciri yang melekat dari beberapa pengertian tersebut yaitu
27
a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan; :
26
Meskipun ada salah satu sarjana yang mengatakan bahwa iuran pajak yang harus dibayar dapat juga berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundnag-undnagan ditentukan bahwa pajak
yang harus dibayar itu berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundang-undangan ditentukan bahwa pajak yang harus dibayar itu berupa uang dan bukan berupa barang, hal tersebut dapat
dilihat dalam ketentuan pasal 22 ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa “Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga,denda,kenaikan, dan biaya penagihan
pajak... bunga, denda dan biaya menunjukkan bahwa pajak yang harus dibayar itu adalah berupa uang, karena istilah-istilah tersebut tidak dapat digunakan apabila pajak yang harus dibayar adalah
berupa barang.
27
Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 2007, Penerbit Salemba : Jakarta,2007,hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
b. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh Pemerintah pusat maupun
Pemerintah Daerah; c.
Iuran yang dibayarkan tersebut berupa uang dan bukan barang;
28
d. Tidak adanya jasa timbal kontraprestasi secara langsung yang
diterima oleh pembayar pajak; e.
Pajak diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas, yang apabila dari
pemasukan tersebut masih terdapat surplus, maka akan dipergunakan untuk membiayai public invesment;
f. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter
29
yaitu regulerend
mengatur
30
3. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo, agar tidak menimbulkan hambatan ataupun perlawanan maka dalam pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
31
a. Pemungutan pajak harus adil memenuhi syarat keadilan
Pengenaan pajak harus dilakukan secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, sedangkan dalam
28
Mardiasmo,Op.Cit,hlm.1.
29
Pajak memiliki fungsi budgeter maksudnya adalah bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, sedangkan pajak
memiliki fungsi mengatur regulerend maksudnya adalah bahwa pajak adalah alat bagi negara untuk melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi, contohnya dapat kita lihat pada
pengenaan pajak yang tinggi pada minuman keras untuk mengurangi peredaran minuman keras.Ibid,hlm2.
30
R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit,hlm.7.
31
Mardiasmo,Op.Cit,hlm.2.
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan pemungutan pajak harus diberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. b.
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat yuridis yaitu bahwa pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undnag-undang,
sebagaimana diatur dalam pasal 23 A UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum dan keadilan baik bagi negara maupun warganya.
c. Pemungutan pajak harus memperhatikan syarat ekonomis, bahwa
pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat. d.
Pemungutan pajak harus efisien syarat finansiil, maksudnya adalah bahwa sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus
dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana sehingga akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
4. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Indonesia
Hukum pajak mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam hukum nasional, hukum pajak menempati titik silang pelbagai bagian
hukum klasik yaitu hukum publik dan hukum privat. Yang termasuk bidang hukum publik seperti anatara lain hukum pidana, hukum tata
Universitas Sumatera Utara
negara, hukum administrasi, hukum internasional publik
32
, hukum lingkungan, hukum sosial-ekonomi. Sedangkan yang termasuk bidang
hukum privat atau perdata
33
antara lain hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum perjanjian, hukum dagang, hukum internasional
perdata.
34
Menurut Rochmat Soemitro, Hukum Pajak merupakan bagian dari hukum publik
35
1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu
lainnya; yang terpisah dengan hukum publik lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari pembagian hukum yang dilakukan oleh Rochmat Soemitro yaitu sebagai berikut :
2. Hukum publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat nya.
Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut : a.
Hukum Tata Negara; b.
Hukum Tata Usaha Negara Hukum Administratif; c.
Hukum Pajak;
d. Hukum Pidana.
32
Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum internasional menjadi hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Karena menurut Mochtar ada kalanya suatu negara melakukan
hubungan perdata dan juga orang perseorangan menurut Hukum Internasional modern adakalanya dianggap mempunyai hak dan kewajiban sehingga lebih tepat mengadakan pembagian berdasarkan
kriteria tersebut dibandingkan apabila membedakan hukum internasional berdasarkan pelaku subjek hukumnya. Lihat keterangan yang lebih jelas dalam Mochtar Kusumaatmadja dan etty R
Agoes, Pengantar Hukum Internasional,PT Alumni:Bandung,2005,hlm.2.
33
Satjipto Rahardjo menggunakan istilah hukum perdata untuk hukum privat.
34
Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bhakti:Bandung,Cetakan Keenam,2006,hlm.75.
35
Mardiasmo,Op.Cit,hlm.4.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut R Santoso Brotodihardjo hukum pajak adalah merupakan anak dari bagian hukum administratif karena merupakan bagian dari
tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan pemerintah dalam hal mengenai cara-cara mengatur pemerintahan
36
Menurut P.J.A Adriani, Hukum Pajak dapat diberikan otonomi otonomi hukum pajak dan berdiri sendiri serta terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara
.
37
1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
dengan alasan bahwa hukum pajak mempunyai tugas yang bersifat lain dibandingkan dengan hukum administrasi yaitu bahwa hukum pajak juga
dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian juga karena hukum pajak umumnya mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersendiri.
Hukum pajak memiliki hubungan dengan hukum perdata yang merupakan hukum yang mengatur hubungan antara orang atau badan
hukum dengan orang atau badan hukum lainnya. Oleh dikarenakannya adanya suatu kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-
perbuatan hukum yang bergerak dalam bidang hukum perdata, seperti antara laian pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan
hak karena warisan, dan sebagainya merupakan dasar bagi pemungutan pajak. Kejadian, keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum ini merupakan
tatbestand yang dituangkan dalam undang-undnag perpajakan.
36
R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit,hlm.10
37
Waluyo,Op.Cit,hlm.8 bandingkan dengan R Santoso Brotodihardjo,Loc.Cit
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendapat W.F.Prins dalam bukunya yang berjudul “Het Belastingrecht Van Indonesie
” sebagaimana dikutip oleh Waluyo menyatakan bahwa hubungan erat antara Hukum Pajak dan Hukum
Perdata, karena banyak istilah-istilah hukum perdata dipergunakan dalam hukum pajak dengan prinsip yang harus dipegang bahwa pengertian-
pengertian dalam hukum perdata tidaklah akan selalu dianut dalam hukum pajak.
38
a.
Pasal 17 KUHPerdata : Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal
di mana ia menempatkan pusat kediamannya, dalam hal tak adanya tempat tinggal yang demikian, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap
sebagai tempat tinggal. Contoh penggunaan istilah Hukum Perdata dalam Hukum Pajak
yaitu :
b. Istilah tempat tinggal ini dapat kita temukan pada pasal 2 ayat 6 UU
Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
39
Dengan memperhatikan kedua ketentuan diatas terlihat bahwa ketentuan pajak yang dianut fiskus merupakan ketentuan khusus lex
spesialis . Oleh karena itu sesuai dengan asas lex specialis derogate lex
generale maka adanya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata,
, “tempat tinggal” orang pribadi
atau tempat kedudukan badan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak DJP menurut keadaan yang sebenarnya.
38
Waluyo,Loc.Cit
39
Selanjutnya disebut dengan UU Nomor 17 Tahun 2000
Universitas Sumatera Utara
setiap undang-undang penafsiran yang harus dianut pertama kali yaitu berada dalam ketentuan khusus. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 1602
KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Majikan diwajibkan membayar
kepada buruh, upah seluruhnya pada waktu yang telah ditentukan.”
Sedangkan pasal 21 UU Nomor 17 Tahun 2000
40
1.
Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.;”
menyatakan “Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri, wajib dilakukan oleh :
Berdasarkan contoh diatas jelas bahwa ketentuan yang ada dalam undang-undang pajak adalah ketentuan yang khusus lex specialis
sehingga diterapkan lebih dahulu daripada ketentuan-ketentuan umum lex generalis
dalam hukum perdata.
2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Hubungan antara hukum pajak dengan hukum pidana dapat dilihat dengan adanya ketentuan tindak pidana dan juga sanksi pidana dalam
undang-undang perpajakan seperti antara lain yang tertuang dalam pasal 38 sampai dengan pasal 43A UU Nomor 28 Tahun 2007, pasal 24 sampai
dengan pasal 27 UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah
40
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985
Universitas Sumatera Utara
dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
41
serta pasal 13 dan pasal 14 UU Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
42
5. Asas-asas Pemungutan Pajak a. Asas Menurut Para sarjana
Asas-asas adalah sesuatu yang dapat kita jadikan sebagai alas;dasar;tumpuan untuk menjelaskan sesuatu permasalahan. Lazimnya suatu
pemungutan pajak harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan suatu ukuran untuk menentukan adil tidaknya suatu pemungutan pajak. Adam Smith dalam
bukunya yang berjudul An Inquiri into nature and cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada
43
1. Asas keadilan equality
:
Asas ini menekankan bahwa pada warga negara atau wajib pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara,
sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sehubungan dengan keuntungan yang mereka terima dibawah
perlindungan negara. Yang dimaksud dengan “keuntungan” disini adalah besar kecilnya pendapatan yang diperoleh dibawah
41
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569, selanjutnya disebut UU Pajak Bumi dan Bangunan
42
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3313, selanjutnya disebut UU Bea Materai.
43
Fidel,Pajak Penghasilan Pembahasan UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dengan Komentar Pasal per Pasal
,Carofin Publishing:Jakarta,2008,hlm.5.
Universitas Sumatera Utara
perlindungan negara. Dalam asas equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak.
2. Asas kepastian certainty
Asas ini menekankan bahwa bagi wajib pajak, harus jelas dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak. Dalam asas ini
kepastian hukum sangat dipentingkan terutama mengenai subjek dan objek pajak.
3. Asas ketepatan waktu pemungutan convinience of payment
Pajak sebenarnya dipungut pada waktu dan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak, misalnya pemungutan pajak
terhadap petani sebaiknya dipungut ketika masa panen.
4. Asas pemungutan pajak yang sehemat mungkin efficiency
Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima. Pemungutan pajak harus
disesuaikan dengan anggaran belanja negara. Sedangkan prinsip perpajakan yang dianut oleh Nick Devas, dkk
dalam bukunya yang berjudul “Financing Local Goverment in indonesia” disebut dengan “The Four Canons” yang dikaitkan dengan
kepentingan pemerintah daerah menyebutkan adanya 4 empat prinsip plus 1 satu yaitu :
a. Hasil yield
b. Keadilan equity
c. Daya guna ekonomi economy efficiency
Universitas Sumatera Utara
d. Kemampuan melaksanakan ability to implement
e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan sustainability as a local
revenue resources W.J. de Langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan 7
tujuh asas pokok perpajakan adalah sebagai berikut : 1
Asas kebersamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh
adanya diskriminasi dalam pemungutan pajak. 2
Asas daya pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti
orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya rendah dikenakan pajak yang rendah dan yang
pendapatannya di bawah basic need dibebaskan dari pajak. 3
Asas keuntungan istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.
4 Asas manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh
pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.
5 Asas kesejahteraan, yaitu asas yang menyatakan bahwa dengan
adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada
pihak lain menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6 Asas keringanan beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun
pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapapun tingginya kesadaran berwarganegara, akan tetapi
hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya. 7
Asas keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling
bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu diusahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan
keadilan, dan kepastian hukum.
b. Asas Menurut Falsafah Hukum
Sebagaimana diketahui bahwa pajak harus dipungut berdasarkan keadilan dan oleh karenanya hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan
44
. Sejak lama orang-orang berfikir dan berusaha mencari jawaban atas dasar apa negara seakan-
akan memberikan hak kepada diri sendiri untuk membebani rakyatnya dalam bentuk pengenaan pajak. Sejak abad ke 18 timbul berbagai teori yang berusaha
untuk menjawab pertanyaan tersebut dan memberikan dasar kepada negara untuk memungut pajak dari rakyatnya. Teori-teori pajak yang dikemukakan sejak abad
ke 18 hingga sekarang yang memberikan dasar bagi negara dalam melakukan pemungutan pajak akan diuraikan sebagai berikut
45
44
R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit.hlm.29
45
Ibid,hlm.30-36
:
Universitas Sumatera Utara
a. Teori Asuransi
Teori ini menyatakan adalah tugas dari negara untuk melindungi rakyat dan juga kepentingannya seperti keselamatan jiwa,
harta benda dan hak-hak lainnya. Seperti halnya perjanjian asuransi pertanggungan maka untuk mendapatkan perlindungan tersebut
rakyat harus membayar pajak kepada negara dan pajak ini dianggap seperti premi dalam perjanjian asuransi.
Teori yang menyamakan pajak sama dengan premi dalam perjanjian asuransi tidaklah tepat karena jika timbul suatu kerugian,
maka tidak ada suatu penggantian kerugian dari negara sebagaimana halnya jika terjadi suatu evenemen maka perusahaan pertanggungan
akan memberikan penggantian kerugian, selain alasan-alasan di atas juga tidak terdapat hubungan antara pajak yang dibayarkan dengan
penyelenggaraan jasa maupun fasilitas-fasilitas dari negara, karena jasa maupun fasilitas yang diberikan ditujukan pada umum bukan untuk
kepentingan perorangan. b.
Teori Kepentingan
Teori ini menyatakan bahwa tugas negara adalah untuk melindungi kepentingan rakyatnya, dan oleh karenanya adalah suatu
kewajaran negara membebankan biaya pada rakyatnya untuk mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh negara untuk
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan kewajibannya itu. Semakin besar kepentingan seseorang maka semakin besar pula biaya yang dibebankan padanya.
Terhadap teori ini menurut R Santoso Brotodihardjo, tidaklah benar dan banyak para ahli yang menyanggah teori ini karena dalam
teori ini karena dalam teori ini pajak dikacaukan dan dicampurkan pula dengan retribusi karena menyebutkan bahwa berdasarkan kepentingan
yang lebih besar misalnya perlindungan terhadap harta benda maka si kaya akan membayar biaya yang lebih besar daripada si miskin,
padahal si miskin juga memiliki kepentingan yang lebih besar misalnya dalam hal mendapatkan jaminan sosial sehingga si miskin
harus membayar lebih besar, dan juga apa yang dijadikan alat untuk mengukur kepentingan seseorang dan juga apa yang dijadikan alat
untuk mengukur kepentingan seseorang dan juga menurut Penulis bahwa teori ini tidaklah mengabdi kepada prinsip-prinsip keadilan
karena jika kepentingan seseorang yang dijadikan dasar pemungutan pajak maka negara akan cenderung mengutamakan dan melindungi
orang-orang kaya dan meninggalkan kepentingan orang-orang miskin, hal mana yang tidak seharusnya terjadi dan memang pada
kenyataannya teori ini sudah semakin ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kenyataan.
Universitas Sumatera Utara
c. Teori Gaya PikulTeori Daya Pikul
46
Menurut teori ini beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya yang artinya harus dibayar sesuai gaya pikul. Dasar keadilan
pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang dilakukan oleh negara kepada warga negaranya, yaitu untuk melindngi jiwa dan harta
bendanya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara ini dipikul oleh seluruh orang yang menikmati perlindungan ini.
Teori ini juga tidak dapat diukur dengan pasti an juga selalu berubah dengan berubahnya zaman. Meskipun ajaran ini dapat
menjelaskan hubungan antara jumlah pajak yang harus dipungut dengan besarnya gaya pikul sehingga dapat memuaskan dari sisi
kedilan namun masih juga menimbulkan pertanyaan bagaimana caranya, jika sesuatu yang harus dikenakan pajak sudah diketahui, tarif
manakah yang harus diberlakukan, apakah tarif yang profosional, yang degresif ataukah yang progesif dan berapa besar persentase pajak yang
akan digunakan untuk tarinya. Hal ini akan sangat tergantung dari rasa keadilan dari zaman ke zaman.
Kecenderungan para ahli pajak saat ini, untuk menetapkan jumlah pajak berdasar besar penghasilan dengan juga memperhatikan
besarnya tanggungan keluarga.
46
Mardiasmo dan Bohari menggunakan istilah daya pikul sedangkan R.Santoso Brotodihardjo dan Waluyo menggunakan istilah Teori Gaya Pikul.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dapat dilihat dari dua pendekatan yang digunakan oleh Mardiasmo untuk mengukur daya pikul seseorang yaitu
47
1. Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang; :
2. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi. Contoh :
Tabel.1 Perbandingan antara penghasilan dengan kebutuhan materiil
Tuan A Tuan B
Penghasilan bulan Rp.2 juta
Rp. 2 juta Status
Menikah dengan 3 anak
Lajang
Pph Tuan A sama besarnya dengan Tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya, hal ini jika dilihat dari unsur obyektif,
sedangkan jika dilihat dari unsur subyektif Pph untuk Tuan A lebih kecil daripada Tuan B karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi Tuan A
lebih besar. d.
Teori Bakti atau Teori Kewajiban Mutlak
47
Mardiasmo,Op.cit,hal.3.
Universitas Sumatera Utara
Teori ini didasari paham organisasi negara organische staatsleer
yang mengajarkan negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus
mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu maka negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori ini dasar
hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan negara, dimana negra berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban
membayar pajak. Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi otoriter
sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.
48
e. Teori Daya Beli
Menurut W.H. van de Berge sebagaimana dikutip oleh R Santoso Brotodihardjo mengatakan bahwa negara sebagai
groepsverband dengan memperhatikan syarat-syarat keadilan, bertugas
menyelenggarakan kepentingan umum, dan karenanya dapat dan harus mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan termasuk tindakan-
tindakan dalam pemungutan pajak. Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai wujud bakti
kepada negara, maka rakyat harus membayar pajak.
49
48
Erly Suandy,Hukum Pajak,Penerbit Salemba Empat: Jakarta,2005,hal.30.
Universitas Sumatera Utara
Teori ini adalah teori modern, teori ini tidak mempersoalkan asal mulanya negara memungut pajak melainkan banyak melihat
kepada “efeknya” dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.
Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan
pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan
untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa menyelenggarakan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap
sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat
yang meliputi keduanya itu. Teori ini menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari
pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur. Menurut para penganutnya, termasuk Prof.Adriani, teori ini
berlaku sepanjang masa, baik dalam ekonomi bebas maupun ekonomi perencanaan yang terpimpin. Teori-teori ini merupakan pemecahan
sehingga para ahli atau pemikir menamakannya sebagai asas menurut falsafah hukum, yang dalam “The four maxims” termasuk maxim
pertama.
49
Ibid,hal.31.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian, beberapa prinsip telah berhasil juga dikembangkan sepanjang masa sehingga memberikan suatu kerangka
yang dapat digunakan sebagai kriteria-kriteria sistem perpajakan yang adil. Prinsip-prinsip ini adalah antara lain, prinsip manfaat, dan prinsip
kemampuan membayar.
c. Asas yuridis
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan dan karenanya harus ada jaminan hukum dari negara
kepada keadilan, dan karenanya harus ada jaminan hukum dari negara kepada warga negaranya agar negara tidak sewenang-wenang dalam
menentukan besarnya pajak. Landasan yuridis pemungutan pajak di Indonesia dapat kita lihat dalam pasal 23 A UUD RI Tahun 1945.
d. Asas Ekonomis
Asas ekonomis ini menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat dan kemajuan ekonomi tidak terhambat
karena pemungutan pajak. Oleh karena itu pemungutan pajak harus diupayakan agar tidak mengganggu kelancaran ekonomi.
e. Asas Pemungutan Pajak dalam Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Terdapat beberapa asas yang digunakan untuk memungut pajak sebagaimana yang dapat kita lihat dalam UU yaitu
50
1. Asas tempat tinggal asas domisili
:
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik berasal dari dalam maupun
berasal dari luar negeri; 2.
Asas sumber Negara berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Contoh : orang asing yang memperoleh penghasilan di
Indonesia dikenai pajak walaupun dia tidak bertempat tinggal di Indonesia;
3. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan seseorang. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal dalam
suatu wilayah negara untuk membayar pajak kepada negara tersebut.
6. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak di Indonesia di bagi menjadi 3 sistem yaitu
51
1.
Official Assesment System
:
50
Waluyo,Perpajakan Indonesia Edisi 2005, Panerbit Salemba Empat:Jakarta,2005,hal.16.
51
Mardiasmo,Perpajakan Edisi Revisi 2008, Penerbit Andi:Yogyakarta,2008,hal.7.
Universitas Sumatera Utara
Sistem ini memberikan wewenang kepada pemerintah fiskus untuk menentukan besarnya wajib pajak yang terutang. Ciri-ciri
official assesment system adalah :
a. Wewenang untuk menentukan pajak terutang berada pada
fiskus; b.
Wajib pajak bersifat pasif; c.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan oleh fiskus;
2.
Self Assesment System
Suatu sistem yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib
pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besar
pajak yang harus dibayar; 3.
With holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga menyetor dan melaporkan besarnya pajak
yang harus dibayar kepada fiskus, tugas fiskus hanya
Universitas Sumatera Utara
mengawasi pelaksanaan pemotonganpemotongan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
52
“Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :
Indonesia menganut self assesment system yang mempercayakan penghitungan pajak yang harus dibayar kepada wajib pajak, hal tersebut dapat
dilihat dari penjelasan umum UU Nomor 6 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa “anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang self assesment” dan pasal 12 ayat 2 UU
Nomor 28 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa : “Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang
disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Selain menganut self assesment system Indonesia juga menganut sistem
withholding dalam UU Pajak Penghasilan, hal tersebut dapat kita lihat dalam
ketentuan pasal 21 ayat 1, pasal 22, pasal 23 UU Penghasilan. Pasal 21 ayat 1 yang menyatakan bahwa :
52
Wiryawan B Ilyas dan Richard Burton,Hukum Pajak Edisi 4, Penerbit Salemba Empat : Jakarta,2008,hal.33.
Universitas Sumatera Utara
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun; d.
Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas; e.
Penyelenggaraan kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.”
Adapun pihak ketiga yang diberi wewenang memungut PPh pasal 22
53
a. Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC atas impor
barang; adalah :
b. Direktorat Jenderal Anggaran, bendaharawan pemerintah baik ditingkat
pusat maupun pemerintah daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
c. Badan Usaha Milik Negara BUMN maupun Badan Usaha Milik Daerah
BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara dan atau belanja daerah;
53
Mardiasmo,Op.cit.hal.202.
Universitas Sumatera Utara
d. Bank Indonesia BI, Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN,
Badan urusan Logistik Bulog, PT Telekomunikasi Indonesia Telkom, PT Perusahaan Listrik Negara PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat,
PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-
APBN. e.
Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
kepala Kantor Pelayanan Pajak KPP, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Pertamina serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang
bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh kepala KKP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul. Pihak ketiga yang diberikan wewenang untuk memotong PPh pasal 23
54
a. Badan pemerintah;
yaitu :
54
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 adalah dividen; bunga termasuk termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;royalty;hadiah dan
penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21; bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta. Lihat lebih jelas dalam Pasal 23 UU Nomor 17 Tahun 2000
Universitas Sumatera Utara
b. Subjek pajak badan dalam negeri;
c. Penyelenggaraan kegiatan;
d. Badan usaha tetap;
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Orang pribai sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapat
penunjukan dari Direktur Jenderal Pajak DJP untuk memotong PPh pasal 23 yang meliputi :
1. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT
kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
55
2. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
7. Timbulnya Utang Pajak
Rochmat Soemitro mengibaratkan Pajak sebagai Utang dalam Hukum Perdata, akan tetapi menurutnya pajak atau utang pajak adalah
utang dalam arti sempit yang mewajibkan wajib pajak untuk membayar suatu jumlah uang dalam kas negara kreditur, yang timbulnya secara
khusus kepada negara kreditur terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya, hal ini terjadi karena utang
pajak hanya timbul karena suatu undang-undang dan tidak timbul karena
55
Yang dimaksud pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha yang memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh
suatu hubungan kerja. Lihat pasal 1 angka 25 UU Nomor 28 Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
suatu perjanjian, hal mana yang sangat berbeda dengan yang ditentukan dalam pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan perikatan dapat timbul
karena perjanjian atau karena undang-undang.
56
Utang pajak hanya timbul jika undang-undang yang menjadi dasar untuk pungutannya telah ada dan harus memenuhi syarat-syarat subjektif
dan syarat-syarat objektif. Syarat objektif dipenuhi apabila tatbestand perbuatan, keadaan, dan peristiwa yang disebutkan dalam UU terpenuhi.
Contoh : jika pada tahun 2000 telah ada UU Pajak Penghasilan, dan A pada tahun 2000 memiliki penghasilan yang melebihi Pendapatan Tidak
Kena Pajak PTKP maka A memenuhi ketiga syarat dia atas untuk menjadi Wajib Pajak dan harus membayar Pajak Penghasilan.
57
a. Perbuatan-perbuatan,misalnya : pengusaha melakukan impor
barang; Mengenai timbulnya utang pajak ada dua ajaran yang menjelaskan
hal ini yaitu ajaran material dan ajaran formil. Ajaran material menyatakan bahwa utang pajak timbul dengan sendirinya tanpa adanya campur tangan
atau perbuatan dari pejabar pajak fiskus karena pada saat yang ditentukan oleh UU sekaligus dipenuhi syarat subyektif dan juga obyektif. Perbuatan-
perbuatan, keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak itu, seperti :
56
Rochmat soemitro,Asas dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama : Bandung,Cetakan Kelima 1998,hal.2.
57
Ibid.hal.3.
Universitas Sumatera Utara
b. Keadaan-keadaan, misalnya : memiliki harta bergerak dan harta
tidak bergerak; c.
Peristiwa, misalnya : mendapat hadiah.
58
Ajaran Material ini menurut Mardiasmo diterapkan pada Self Assesment System
59
Timbulnya utang pajak mempunyai peranan dalam menentukan . Sedangkan ajaran formil menyatakan bahwa utang
pajak timbul karena UU pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh DJP selama belum dikeluarkan. Dengan demikian meskipun sudah
syarat adanya tatbestand sudah terpenuhi, namun sebelum ada Surat Ketetapan Pajak, maka belum ada utang pajak.
60
a. Pembayaranpenagihan pajak;
:
b. Memasukkan surat keberatan;
c. Penentuan bermula dan berakhirnya jangka waktu daluwarsa;
d. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan.
8. Hapusnya Utang Pajak
Setiap peristiwa perikatan, termasuk utang pajak, pada akhirnya akan jatuh tempo dan harus berakhir. Umumnya berakhirnya utang pajak
karena dibayar atau dilunasi. Dalam hubungannya dengan hukum pajak, yang dimaksudkan dengan pembayaran atau pelunasan pajak adalah
58
Early Suandy,Op.cit.hal.134.
59
Mardiasmo,Op.cit.hal.8.
60
Rochmat Soemitro,Op.cit.hal.4.
Universitas Sumatera Utara
pembayaran dengan uang. Bahkan lebih tegas lagi adalah dengan mata uang negara yang memungut pajak tersebut. Di Indonesia pembayaran
pajak terutang harus dilakukan dengan mata uang rupiah. Walaupun demikian, wajib pajak tetap dimungkinkan membayar pajak terutang
dengan menggunakan mata uang selain rupiah asalkan telah mendapat persetujuan dari fiskus. Dengan demikian, apabila wajib pajak melakukan
pembayaran pajak dengan mata uang asing, maka harus ditafsirkan bahwa fiskus telah mengizinkannya. Pembayaran pajak terutang harus dilakukan
pada kas negara, baik atas rekening pemerintah pusat maupun rekening pemerintah daerah yang ditunjuk oleh pemerintah.
61
Berakhirnya utang pajak merupakan salah satu tujuan dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Dalam hukum pajak ada beberapa cara
berakhirnya utang pajak, yaitu : adanya pembayaran oleh wajib pajak ke kas negara, kompensasi, penguranganpenghapusan pajak yang terutang,
kadaluwarsa atau lewat waktu, dan pembebasan.
62
1. PelunasanPembayaran Pajak
Umunya utang pajak berakhir dengan pembayaran ke kas negara atau tempat lain yang ditinjuk oleh negara seperti bank-bank
pemerintah, kantor pos dan giro, dan lain-lain. Pembayaran pajak yang mengakibatkan berakhirnya utang pajak adalah pembayaran yang
dilakukan oleh wajib pajak atas semua pajak yang terutang yang
6161
Marihot.P.Siahaan.S.E,Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa,
PT Raja Grafindo Persada: Jakarta,2004,hal.134.
62
Brotodihardjo,Op.cit.hal.130
Universitas Sumatera Utara
timbul akibat adanya taatbestand yang ditentukan oleh undang- undang, termasuk sanksi administrasi dan biaya penagihan pajak yang
timbul dalam pelaksanaan pemungutan dimaksud. Apabila wajib pajak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak dan
kepadanya diberikan izin untuk hal tersebut, kemudian wajib pajak melakukan pembayaran angsuran pajak tetapi belum melunasi seluruh
pajak yang terutang, maka belum dapat dianggap bahwa ia telah membayar lunas utang pajaknya. Baru setelah seluruh angsuran pajak
tersebut telah membayar lunas pajaknua dan seluruh otomatis berakhirlah utang pajak tersebut.
63
2. Kompensasi Pengimbangan
Kompensasi berarti penjumpaan utang piutang, apabila debitor mempunyai tagihan tetap terhadap kreditornya maka dengan
kompensasi utang piutang itu saling mematikan sampai jumlah yang sama, kompensasi hanya mungkin apabila utang piutang itu mengenai
uang atau barang yang sejenis.
64
Kompensasi dalam pembayaran pajak terjadi apabila wajib pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jika wajib
pajak tidak mempunyai utang pajak lainnya maka wajib pajak berhak mengajukan permohonan untuk meminta kembali kelebihan dari
63
Marihot P Siahaan,Op.cit.hal.136.
64
R.Subekti dan Tjitrosoebidio,Kamus Hukum,PT Pradnya Paramita:Jakarta,Cetakan Ketujuh belas,2008,hal.67.
Universitas Sumatera Utara
pembayaran pajak sebagaimana ditentukan dalam pasal 11 UU Nomor 28 Tahun 2007.
65
3. Daluwarsa
Untuk memberikan kepastian hukum baik bagi wajib pajak maupun fiskus maka diberikan batas waktu tertentu untuk penagihan
pajak. Pasal 22 ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan : “hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 lima tahun sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat
Katetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali”.
4. Pembebasan
Pembebasan pajak biasanya dilakukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misal dalam rangka meningkatkan penanaman modal
maka pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah tertentu.
66
5. Penghapusan
65
Selanjutnya baca di penjelasan pasal 11 ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
66
Early Suandy,Op.cit.hal.136.
Universitas Sumatera Utara
Pada intinya penghapusan ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikan karena keadaan Wajib Pajak yang mengalami kerugian
atau karena wajib pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta waris, atau karena wajib pajak tidak dapat ditemukan lagi
maupun karena dokumen tidak dapat ditemukan lagi karena disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran
dan bencana alam.
67
6. Penundaan Penagihan
Dengan cara ini penagihan pajak terutang dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu. Jika kemudian wajib pajak ternyata mampu lagi
untuk melunasi utang pajaknya, maka barulah ditagih. Jika tidak dapat juga ditagih maka barulah dihapuskan pajak nya.
68
9. Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangn perpajakan norma perpajakan akan diturutidipatuhi. Atau
bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah preventif agar wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma
67
Wiryawan B Ilyas dan Richard Burton,Op.cit.hal.38.
68
Marihot P Siahaan,Op.cit.hal.138
Universitas Sumatera Utara
perpajakan ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah :
Sanksi administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.
Sanksi pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan ada 3 macam sanksi
administrasi, yaitu berupa denda, bunga dan kenaikan.
1. Sanksi Pidana
Ketentuan sanksi pidana menurut ketentuan undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu : denda pidana,
kurungan, dan penjara. a.
Denda pidana Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya
diancamdikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda selain dikenakan kepada wajib
pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana
yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak dan pihak
ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana,
maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
2. Sanksi Administrasi Bunga 2 per bulan
No Masalah Cara membayarmenagih
1 Pembetulan sendiri SPT
SPT tahunan atau SPT Masa Tetapi belum diperiksa
Surat Setoran PajakSSP Surat Tagihan Pajak
STP 2
Dari penelitian rutin : PPh pasal 25 tidakkurang dibayar.
PPh pasal 21, 22, 23 dan 26 serta PPN yang terlambat dibayar.
SSPSTP SSPSTP
Universitas Sumatera Utara
SKPKB, STP, SKPKBT tidakkurang dibayar atau terlambat dibayar.
SPT salah tulissalah hitung. SSPSTP
SSPSTP 3
Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar maksimum 24 bulan
SSPSPKB
4 Pajak diangsurditunda;SKPKB, SKKPP,STP
SSPSTP 5
SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar. SSPSTP
Catatan : 1.
Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan.
2. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak
tidak ada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan
demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi antara lain :
a Bunga karena pembetulan SPT;
b Bunga karena angsuranpenundaan pembayaran;
c Bunga karena terlambat membayar;
d Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak
sementara. 3.
Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP.
69
4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan
pajak tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB.
70
Denda Administrasi
No Masalah
Cara membayarmenagih 1
Tidakterlambat memasukkanmenyampaikan SPT.
STP ditambah Rp.100.000; atau
Rp.50.000; atau Rp.1000.000
2 Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT
masa tetapi belum disidik. SSP ditambah 150
3 Khusus PPN:
a.tidak melaporkan usaha b.tidak membuatmengisi faktur
c.melanggar larangan membuat Faktur PKP yang tidak dikukuhkan
SSPSPKPB ditambah 2 denda dari dasar
pengenaan
4 Khusus PBB:
a.SPT,SKPKB tidakkurang dibayar atau terlambat dibayar.
STP + denda 2 maksimum 24 bulan.
69
Lihat pasal 19 ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2007
70
Lihat pasal 13 ayat 2 UU Nomor 28 Tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
b.dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar.
SKPKB+denda administrasi dari selisih
pajak yang terutang.
Kenaikan 50 dan 100
No Masalah Cara menagih
1 Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan
secara jabatan : a.tidak memasukkan SPT :
1. SPT tahunan PPh 29 2. SPT tahunan PPh 21, 23, 26, dan PPN
b.tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
KUP
c.tidak memperlihatkan bukudokumen, tidak memberi keterangan, tidak memberi
bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29
SKPKB + up 50 SKPKB + up 100
SKPKB 50 PPh pasal 29
100 PPh pasal 21,23,26 dan PPN
SKPKB 50 PPh pasal 29
100 PPh pasal 21,23,26 dan PPn
2 Dikeluarkan SKPKBT karena : ditemukan
data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkannya SKPKB.
SKPKBT 100
Universitas Sumatera Utara
3 Khusus PPN :
Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya
mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0 diberi restitusi pajak.
SKPKBT 100
3. Sanksi Pidana
Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diaturditetapkan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun
1994 tentang Pajak Bumi Bangunan. Yang dikenakan
sanksi pidana Norma
Sanksi Pidana
1.setiap orang 1. kealpaan tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT tetapi tidak benarlengkap atau
melampirkan keterangan yang tidak benar.
Didenda paling sedikit 1 satu jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 2 dua kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau
Universitas Sumatera Utara
2.sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak meminjamkan
pembukuan,catatan atau dokumen lain, dan hal-hal lain sebagaimana
dimaksud dalam pasal 39KUP dipidana kurungan paling
singkat 3 tiga bulan atau paling lama 1satu
tahun. Pidana penjara paling
singkat 6 enam bulan dan paling lama 6 enam
tahun dan denda paling sedikit 2 dua kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 empat kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1satu kali
menjadi 2dua kali sanksi pidana apabila
melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 satu tahun, terhitung
Universitas Sumatera Utara
3.melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor
Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan danatau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensasi pajak atau perkreditan rakyat.
4.sengaja tidak menyampaikan SPOP atau menyampaikan SPOP
tetapi isinya tidak benar sebagaimana dimaksudkan dalam
sejak selesainya menjalani pidana penjara
yang dijatuhkan. Pidana penjara paling
singkat 6 enam bulan dan paling lama 2 dua
tahun dan denda paling sedikit 2 dua kali
jumlah restitusi yang dimohonkan danatau
kompensasi atau perkreditan yang
dilakukan dan paling banyak 4 empat kali
jumlah restitusi yang dimohonkan danatau
kompensasi atau perkreditan yang
dilakukan. Pidana kurungan selama-
lamanya 6 enam bulan dan atau setinggi-
tingginya 2 dua kali
Universitas Sumatera Utara
pasal 24 UU PBB. 5.dengan sengaja tidak
menyampaikan SPOP, memperlihatkanmeminjamkan
suratdokumen palsu, dan hal-hal lain sebagaimana diatur dalam
pasal 25 ayat 1 UU PBB. jumlah pajak terutang.
a.pidana penjara selama- lamanya 2 dua tahun
dan atau denda setinggi- tingginya 5 lima kali
jumlah pajak yang terutang.
b.sanksi a dilipat duakan jika sebelum
lewat satu tahun terhitung sejak selesainya
menjalani sebagianseluruh pidana
yang dijatuhkan melakukan tindak pidana
lagi. 2.pejabat
Kealpaan tidak memenuhi
kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam
pasal 34 KUP tindak pelanggaran
Sengaja tidak memenuhi Pidana kurungan selama-
lamanya 1 satu tahun dan atau denda setinggi-
tingginya Rp. 25.000.000 dua puluh lima juta
rupiah Pidana penjara selama-
Universitas Sumatera Utara
kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 34 UU KUP tindak kejahatan
lamanya 2 dua tahun dan denda setinggi-
tingginya Rp. 50.000.000 lima puluh juta rupiah.
3.pihak ketiga Sengaja tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak
menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 ayat 1 huruf d dan e UU PBB.
Pidana kurungan selama- lamanya 1 satu tahun
dan atau denda setinggi- tingginya Rp. 2.000.000
dua juta rupiah.
Catatan : 1.
Pidana penjara dan atau denda pidana karena melakukan tindak kejahatan terhadap perpajakan dapat dilipatduakan, apabila melakukan tindak
pidana perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.
2. Penuntutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada
pengaduan dari orang yang kerahasiaannya dilanggar. Jadi pidana terhadap pejabat merupakan delik aduan.
Universitas Sumatera Utara
3. Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau 5 lima
tahun.
71
B. Jenis-jenis Pajak Dalam Tata Hukum Indonesia Yang Dibebankan Pada Transaksi Kartu Kredit
Pembagian pajak yang dianut negara kita yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung dalam pengertian administratif, dan yang dimaksudkannya adalah
sebagai berikut :
72
1. Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodik berkala menurut kohir daftar piutang pajak yang sesungguhnya tidak lain
daripada tindasan-tindasan dari surat ketetapan pajak.kohir tersebut disimpan menurut cara tertentu dalam bagian Tata Usaha Piutang Pajak,
dan dikerjakan menurut cara tertentu pula, seperti halnya dengan pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak perseroan, pajak rumah tangga,
verponding. 2.
Pajak tidak langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang hanya dipungut kalau pada suatu
ketika terdapat suatu peristiwa atau perbuatan seperti penyerahan barang tak bergerak, pembuatan suatu akta, dan sebagainya ; lagipula pajak ini
tidak dipungut dengan surat ketetapan pajak jadi tidak ada kohirnya,
71
Mardiasmo,Op.cit.hal58-62
72
R.Santoso Brotodihardjo.Op.cit.hal.96
Universitas Sumatera Utara
misalnya bea materai, bea balik nama, bea warisan, dan sebagian besar dari pajak.
Di Indonesia dewasa ini dikenal berbagai jenis pajak, dan bisa dikatakan pajak yang diberlakukan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Secara
garis besar hierarki pemerintahan yang berwenang menjalankan pemerintahan dan memungut sumber pendapatan negara, khususnya pada masa otonomi daerah
dewasa ini. Secara garis besar hierarki pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemudian pemerintah daerah
dibagi lagi menjadi dua yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota. Dengan demikian, pembagian jenis pajak menurut lembaga pemungutannya di
Indonesia di bagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah yang terbagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupatenkota.
Setiap tingkatan pemerintahan dapat memungut pajak yang ditetapkan menjadi kewenangannya, dan tidak boleh memungut pajak yang bukan
kewenangannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya tumpang tindih atau perebutan kewenangan dalam pemungutan pajak terhadap masyarakat.
73
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan olh pemerintah pusat melalui undang-undang yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat, dan
hasilnya digunakan membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan.
73
Ibid,hal.50.
Universitas Sumatera Utara
Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Yang
termasuk pajak pusat di Indonesia ini adalah : a.
Pajak penghasilan PPh; b.
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa PPN; c.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPn BM; d.
Pajak Bumi dan Bangunan PBB; e.
Bea Materai; f.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB; g.
Bea masuk, Bea keluar Pajak Ekspor, dan Cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan
.
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundnag-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
74
Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah Perda, yang wewenang
pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dan hasilnya digunakan
74
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 angka 6.
Universitas Sumatera Utara
untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
75
1.
Bea materai hal ini sesuai dengan SE-13PJ.52001 tanggal 5 Juni 2001
yang menyebutkan bahwa pengenaan bea materai pada tagihan kartu kredit harus dilaksanakan seegera mungkin.
Pajak pusat maupun daerah sama-sama merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap warga negara. Pemerintah membangun daerah dengan
menggunakan dana dari hasil penerimaan pajak. Dari beberapa jenis pajak yang diuraikan diatas maka jenis pajak yang
melekat pada kartu kredit adalah :
76
2. Pajak pertambahan nilai PPN
yang melekat pada saat melakukan transaksi kartu kredit yaitu pada saat membeli barang atau belanja dengan
kartu kredit, jenis pajak itu adalah pajak yang langsung dipungut dari transaksi kartu kredit.
77
3. Pajak penghasilan PPh yang melekat pada kartu kredit dikenakan
setiap melakukan transaksi atau pengeluaran dan pada saat melaporkan pendapatan pemegang kartu kredit.
78
75
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
76
httpwww.pajak.go.idindex.php?view=categoryud=112option=com_contentitemid=41 diakses pada tanggal 08 Februari pukul 20.55 WIB
77
www.pajak2000.comnews_details.php?id=75 akses+ pajak +tak picu+ pungutan+ ganda
diakses pada tanggal 08 februari 2010 pukul 20.15 WIB
78
www.infoanda.comwapidlink.php?lh=BQcOAFUCBARb diakses pada tanggal 08 Februari
2010 pukul 21.08 WIB
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN PAJAK DI INDONESIA
PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT A. Analisis Hukum Mengenai Penerapan Pajak Di Indonesia Pada
Transaksi Kartu Kredit
Transaksi kartu kredit bisa menjadi alat bantu bagi otoritas perpajakan untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam APBN. Namun, perlu pengaturan yang
komprehensif dan fokus. Penggunaan kartu kredit di Indonesia berkembang pesat. Pemicunya adalah deregulasi perbankan, dengan diterbitkannya SK Menkeu No
1251KMK.0131988 pada 20 Desember 1988, yang menggolongkan bisnis kartu kredit sebagai kelompok usaha jasa pembiayaan untuk membeli barang dan jasa.
Perkembangan pesat ini diikuti oleh penerbit asing lainnya bekerja sama dengan bank nasional maupun perusahaan non bank seperti, Amexcard, BCA,
Procard, Citibank, HSBC, Mastercard, Visacard, dan sebagainya. Sebenarnya, konsep dasar kartu kredit adalah alat identifikasi pribadi yang digunakan untuk
menunda pembayaran atas transaksi jual beli barang dan jasa. Untuk beberapa negara, ada UU yang mengatur sehingga pemegang kartu kredit harus tunduk
pada aturan tersebut. Contohnya Inggris, diatur dalam Consumer Credit Act 1974, di mana perusahaan penerbit kartu issuer juga harus mengikuti aturan dalam UU
tersebut. Dari segi jumlah, pemegang kartu kredit di Indonesia yang sampai 2004
sekitar 5.000.000 - 5.700.000 kartukeping, masih kurang dari 2 total penduduk.
Universitas Sumatera Utara
Idealnya, pemegang kartu kredit cardholders di Indonesia minimal 5 atau sekitar 10 - 11 juta kartu, dengan tingkat penghasilan minimum Rp15 juta per
tahun. Jika dibandingkan dengan tiga negara berpenduduk besar di dunia seperti China, India, Amerika Serikat, Indonesia termasuk yang tertinggal dalam jumlah
banyaknya pemegang kartu kredit. Pada kuartal I2004, penggunaan kartu debet Visa di Indonesia mencapai US30 juta atau meningkat 107 dibandingkan tahun
sebelumnya. Dengan melihat data ini, diperkirakan penggunaan kartu kredit di Indonesia
pada kuartal tersebut kurang lebih US28,5 juta. Menurut riset Visa di AS, 43 pelanggan menggunakan kartu debet sebagai alat pembayaran, sedangkan 30
menggunakan kartu kredit dan 22 menggunakan uang tunai. Dengan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang, seandainya 5 menjadi cardholders,
diperkirakan akan diperoleh transaksi sekitar Rp30 triliun setahun. Cara ini juga dapat menghidupkan perbankan nasional sehingga dapat memperkuat
perekonomian nasional. Potensi pajak transaksi menggunakan kartu kredit saat ini hanya 1,1 dari
total transaksi personal transaction consumer-PTC di Indonesia. Sisanya 99 masih berupa transaksi tunai, demikian Rupert Keeley - CEO Visa International
Asia Pacific. Persentase ini sangat rendah dibandingkan negara lain di Asean, seperti
Malaysia dan Singapura. Di Indonesia, Visa menguasai 65 pangsa pasar dan mengalahkan Master Card. Yang mencengangkan, pemakai kartu visa terbanyak
Universitas Sumatera Utara
justru terdapat di Kalimantan, karena banyaknya perusahaan pertambangan beroperasi di sana.
Undang-Undang di Indonesia khususnya Undang-Undang Perpajakan memang sudah mengatur pembebanan pajak pada kartu kredit ataupun transaksi kartu
kredit. Landasan konstitusional bagi negara untuk membebani rakyat dengan pajak yaitu Pasal 23A UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Dan dalam peraturan perpajakan sendiri diatur dalam UU
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan khususnya Pasal 35 ayat 1 dan 2 dan Pasal 35A ayat 1 dan 2, UU Bea
Materai, dan peraturan pelaksana seperti Surat Edaran Dirjen Pajak, Surat Dirjen Pajak. Selain ditinjau dari peraturan perpajakan, pembebanan pajak pada transaksi
kartu kredit juga diatur dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 khususnya Pasal 41 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1008PBI2008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Peraturan-peraturan tersebut telah dapat digunakan oleh pejabat pajak sebagai
acuan dalam pembebanan pajak pada kartu kredit, dan kewajiban bagi pihak bank untuk melaporkan sumber pendapatan yang berkaitan dengan pajak kartu kredit
itu sendiri dalam NPWP WP Besar. Selain itu kepada wajib pajak WP yaitu orang perseorangan atau pemegang kartu kredit diwajibkan untuk memasukkan
sumber penghasilan yang digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dalam Surat Pemberitahuan Tagihan SPT.
Universitas Sumatera Utara
Rancangan perbaikan pajak untuk tahun 2009, yang diumumkan oleh Departeman Keuangan dan Perencanaan, memfokuskan pada peningkatan pajak,
namun tercantum juga pengurangan pembatasan potongan pajak dalam pemakaian kartu kredit saat ini. Hingga kemungkinan ada perdebatan. Menurut rancangan
perbaikan itu, pembatasan potongan pajak dalam pemakaian kartu kredit, akan berkurang menjadi sebanyak 3 juta won dari 5 juta won pertahun.
Rancangan perbaikan pajak untuk tahun 2009 ditargetkan untuk mengurangi keuntungan pemotongan pajak dan sekaligus penghindaran pajak oleh perusahaan
raksasa dan golongan penghasilan tinggi. Beban pajak untuk perusahaan raksasa akan meningkat lagi, bahkan sistem potongan pajak investasi untuk sementara
yang dinikmati oleh sebagian perusahaan raksasa juga akan diselesaikan pada akhir tahun ini. Demikianlah, kebijakan sampai sekarang, yang diutamakan pada
pengurangan pajak, kemungkinan akan berubah menjadi sikap sebaliknya, yakni peningkatan pajak. Lebih jauh lagi, berbagai pembebasan pajak untuk
memulihkan pasar keuangan sebagian waktunya akan berakhir sampai akhir tahun ini.
Potongan pajak dalam pemakaian kartu kredit Insentif itu dimaksudkan untuk memulihkan pemakaian kartu kredit dan lebih mudah mengawasi sumber pajak.
Bila memakai kartu kredit, pihak penjual tidak dapat menghindari pajak, karena penjualannya dan harganya secara wajar tertera disana. Namun, bila membeli
dengan uang tunai, mereka dapat menghindari pajak dengan pembukuan ganda. Tentunya, pemakaian kartu kredit lebih mudah diketahui sumber pajak dan mudah
dapat dikumpulkan pajaknya.
Universitas Sumatera Utara
Sekarang, para pemakai kartu kredit dapat menerima keuntungan potongan pajak sebanyak 20 dalam pemakaiannya, namun dalam batas penggunaan
sebesar 5 juta won. Pemakaian kartu kredit itu harus melebihi 20 dari pendapatan setahun. Rancangan perbaikan pajak itu akan mengurangi batas
penggunaan sampai 3 juta won dari 5 juta won saat ini. Dengan kata lain, pengurangan 2 juta won itu berarti pula peningkatan beban pajak yang besar.
79
Tabel 6 Perdebatan
Kekhawatiran atas pengurangan potongan
pajak dalam pemakaian kartu kredit
Bantahan
Peningkatan pajak Pengurangan potongan
pajak itu sama saja dengan meningkatkan
pajak. Beban keuangan dari pemerintah mau
dialihkan ke penduduk. Potongan pajak itu
merupakan sejenis kebijakan penyokongan
untuk pulihnya konsumsi, hingga dapat mengurangi
keuntungannya untuk meningkatkan pajak.
Beban pajak Pengurangan potongan
Pemakaian kartu kredit
79
www.komisikepolisianindonesia.commain .php?page=ruuid... diakses 10 Februari 2010 Pukul 20.35
Universitas Sumatera Utara
pajak itu dilanjutkan dengan beban pajak
untuk publik, akhirnya beban keuangan
pemerintah wajar akan dialihkan kepada
penduduk. melebihi 20 dari
seluruh pendapatan, dan potongan pajak itu
diterapkan hanya 20 dari seluruh pemakaian
kartu kredit, artinya hanya mempengaruhi
golongan penghasilan tinggi saja.
Pada saat pemakaian kartu kredit, nasabah akan ditagih atas pemakaian kartu kredit tersebut, dalam tagihan itu Nilai dalam tagihan kartu kredit yang
dipergunakan sebagai harga nominal yang dikenakan Bea Meterai adalah nilai pembayaran yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit dalam satu periode
tagihan karena jumlah tersebut menunjukan suatu pengakuan dari penerbit kartu kredit atas pelunasan sebagian atau seluruh hutang pemegang kartu kredit.
Sebagai contoh, pada bulan Juli 2001 pemegang kartu kredit melakukan pembayaran sebanyak 3 tiga kali dengan jumlah sebesar Rp.1.500.000,- maka
Bea Meterai yang dikenakan atas tagihan kartu kredit yang memuat pembayaran tersebut adalah sebesar Rp 6000,-.
Mengenai pajak dalam kartu kredit yang dikenakakan secara tegas dan jelas yang dapat kita lihat adalah mengenai pajak bea materai. Hal ini sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-122PJ.532002 tentang Penjelasan Pengenaan Bea Materai Pada Tagihan Kartu Kredit.
Transaksi kartu kredit sendiri dikenakan 3 tiga jenis pajak yaitu :
1. Pajak Bea Materai
Pajak bea materai dikenakan terhadap transaksi kartu kredit berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-122PJ.532002 Tentang Penjelasan
Pengenaan Bea Materai Pada Tagihan Kartu Kredit. Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang
menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai
atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.
Dasar hukum bea materai adalah : a.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai; b.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang
Dikenakan Bea Meterai; c.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90PMK.032005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
15PMK.032005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005;
d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133bKMK.042000 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain;
Universitas Sumatera Utara
e. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122bPJ.2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan;
f. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122cPJ.2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan;
g. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122dPJ.2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi;
h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476KMK.032002 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian; i.
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02PJ.2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian;
j. Surat Edaran Nomor 29PJ.52000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan Bea Meterai.
80
Berdasarkan huruf j dari dasar hukum yaitu berdasarkan Surat Edaran Nomor29PJ.52000 tanggal 20 April 2000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan bea materai maka kartu kredit sebagai produk dari perbankan yang mana dalam proses pengajuan kartu kredit harus memenuhi beberapa prosedur
80
Thelawbyleil.blogspot.com...hukum-pajak-tarif-bea-materai-ii.html diakses pada tanggal 10 Februari 2010 pukul 15.45
Universitas Sumatera Utara
sebagai pelengkap suatu dokumen wajib dikenakan pajak bea materai dalam regulasi perpajakan.
81
1. yang menyebutkan penerimaan uang;
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata
dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan. Salah satu objek bea materai adalah surat yang memuat jumlah uang yaitu :
2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank; 3.
yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4.
yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
82
Sistem pemungutan pajak di Indonesia yaitu self assesment system yaitu mempercayakan penghitungan pajak yang harus dibayarkan kepada wajib pajak
untuk dilaporkan kepada kantor pajak, selain itu Indonesia juga menganut system with holding system
dalam pajak penghasilan. Pada tagihan kartu kredit wajib pajak yang melaporkan bukanlah orang perseorangan melainkan penerbit kartu
kredit yaitu bank atau lembaga keuangan bukan bank, namun pembebanan atas pembayaran bea materai dikenakan kepada pemegang kartu kredit.
81
Tempointeraktif.com biaya materai kartu kredit diwajibkan diakses pada tanggal 09 Februari 2010 pukul 15.07 WIB
82
www.ortax.orgortax?mod=aturanpage=showid=1643 diakses pada tanggal 09 Februari
2010 Pukul 14.55 WIB
Universitas Sumatera Utara
Pendapat dari Dodik Krido Rahardjo,SE seksi waskon III Pajak Pratama Medan Timur yang dikutip sebagai berikut :
“Biasanya dalam surat tagihan kartu kredit pemakai dicantumkan besarnya bea materai yang dikenakan.
83
Jenis pelunasan bea materai yang digunakan oleh penerbit kartu kredit adalah tanda Bea Materai Lunas dengan sistem
komputerisasi. Pada pelunasan bea materai tanda Bea Materai Lunas dengan sistem komputerisasi oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank biasanya
dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang dikenai pajak bea materai minimal 100 dokumen per bulan.”
84
Dari laporan pajak bea materai di dalam penyampaian pajak itu sendiri tidak dibuat laporan secara khusus untuk bea materai itu sendiri. Penyampaian laporan
pajak bea materai itu dilakukan oleh pihak penerbit kartu kredit dan laporan itu dilakukan oleh wajib pajak besar.
85
“kantor pajak sendiri terdiri atas kantor pajak wp besar menerima laporan dari wajib pajak besar, kantor pajak madya untuk wilayah provinsi, kantor
pajak pratama untuk wilayah kecamatan. Bank penerbit kartu kredit biasanya melaporkan pajaknya ke cabang utama dan ke pusat tergantung
pada NPWP bank tersebut. Dan biasanya hanya mempunyai 1 NPWP di kantor pajak wp besar di Jakarta. Bank melaporkan dari kantor pusat yang
Yang termasuk wajib pajak besar adalah badan hukum atau lembaga seperti PT.Bank Mandiri tbk, PT.Astra Internasional,
dan perusahaan besar lainnya. Wajib Pajak besar melaporkan penghitungan pajak nya pada Kantor Pajak WP Besar yang berpusat di Jakarta, sementara di daerah
Provinsi biasanya jika sudah ada NPWP perusahaan cabang utama akan dilaporkan kepada kantor Pajak Madya, dan untuk wilayah yang lebih kecil lagi
dilaporkan kepada Kantor Pajak Pratama. Pendapat yang dikutip dari Rery Sinaga, seksi waskon II Pajak Pratama Medan Timur, sebagai berikut :
83
Lihat lampiran surat tagihan kartu kredit
84
Hasil wawancara dengan Dodik Krido Rahardjo,SE seksi waskon III Kantor Pajak Pratama Medan Timur.
85
www.kanwilpajakwpbesar.go.id?task=fullarPID+3056 diakses pada tanggal 16 Februari 2010
pukul 20.22 wib
Universitas Sumatera Utara
berada di Jakarta. Sehingga pelaporan di kantor pajak madya dan kantor pajak pratama bisa dikatakan tidak ada. Kalaupun ada hanya sebahagian
saja.”
86
a. yang memuat harga nominal sampai dengan Rp.250.000,- tidak dikenakan
Bea Materai. Besarnya bea materai yang dikenakan pada tagihan kartu kredit berdasarkan
harga nominal. Pasal 2 angka 2 Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S- 122PJ.532002 Tentang Penjelasan Pengenaan Bea Materai Pada Tagihan Kartu
Kredit, disebutkan : “pasal 2 ayat 2, Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d dan
huruf e :
b. Yang memuat harga nominal Rp.250.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,-
dikenakan Bea Materai Rp.3000,-. c.
Yang memuat harga nominal lebih dari Rp.1.000.000,- dikenakan Bea Materai sebesar Rp.6000,-”.
87
Berdasarkan Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan :
“Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis
kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti
86
Hasil wawancara dengan Rery Sinaga, seksi waskon II Kantor Pajak Pratama Medan Timur.
87
Klikpajak.com...surat direktur jenderal pajak nomor S-122PJ.532002 diakses pada tanggal 16 Februari 2010 pukul 20.37 wib
Universitas Sumatera Utara
tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
88
Pada tagihan kartu kredit, bea materai dikenakan baik terhadap transaksi membeli barang ataupun tarik tunai yang dilakukan dengan menggunakan kartu
kredit. Karena yang menjadi nominal untuk dikenai bea materainya adalah setelah total keseluruhan tagihan. Contoh: pada bulan Juli 2009 pemegang kartu kredit
melakukan pembayaran sebanyak 3 tiga kali dengan jumlah sebesar Rp.1.500.000,- maka Bea Meterai yang dikenakan atas tagihan kartu kredit yang
memuat pembayaran tersebut adalah sebesar Rp 6000,-. Dari bunyi pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa perpajakan mempunyai hak
untuk meminta keterangan atau laporan mengenai pajak atas suatu kegiatan seperti transaksi dan sebagainya termasuk transaksi kartu kredit yang dikenakan
bea materai tanda Bea Materai Lunas dengan sistem komputerisasi. Dan pihak bank berkewajiban untuk menyampaikan laporan tersebut kepada kantor pajak.
89
2. Pajak Pertambahan Nilai PPN
Pajak pertambahan nilai pada transaksi kartu kredit hanya dikenakan pada barang yang dibeli oleh pemegang kartu kredit. Sedangkan tagihan sebenarnya
tidak dikenakan. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 34PJ.531995 tanggal 1 Agustus 1995 angka 5 menyebutkan :
“berdasarkan ketentuan pada butir 1 sampai butir 3 dan memperhatikan penjelasan tersebut pada butir 4, diberikan penegasan bahwa jasa consumer
88
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.
89
http:jisportal.comforumindex.php?topic=1143.0 diakses pada tanggal 18 Februari 2010 pukul
19.17 wib
Universitas Sumatera Utara
credit, credit card, dan debit card, termasuk jenis jasa perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang
tidak dikenakan PPN, sehingga atas penyerahannya tidak terutang PPN.” Dijelaskan selanjutnya dalam butir 5 SE Dirjen Pajak 34PJ.531995 yang
menyebutkan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang harganya dilunasi dengan menggunakan fasilitas consumer credit, credit card atau debit
card, tetap terutang PPN danatau PPN BM sesuai dengan ketentuan yang berlaku
90
“PPN pada barang yang dibeli dengan kartu kredit pada transaksinya tidak dikenakan pajak namun pada penyerahan barang kena pajak atau jasa kena
pajaknya yang dikenakan pajak. Artinya barang atau jasa yang dibayar dengan menggunakan kartu kredit pada barang atau jasa itu sendiri sudah terlebih
dahulu melekat pajak pertambahan nilai dan pembayaran yang kita lakukan itu sudah termasuk PPN didalamnya”.
. Dari butir 4 dan butir 5 Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut, seksi waskon
III memberikan pendapat yang dikutip sebagai berikut :
91
3. Pajak Penghasilan Pph
Pada laporan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang ada pada kantor perpajkan, tidak dibedakan atau dibuat laporan tersendiri mengenai barang
danatau jasa yang diperoleh dengan menggunakan atau melalui transaksi kartu kredit.
Direktorat Jenderal Pajak Ditjen Pajak berupaya agar Pajak Penghasilan PPh atas pengeluaran kartu kredit bisa dimasukkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan SPT. Karena pelaporan pengeluaran kartu kredit dapat mendeteksi adanya ketidakjujuran Wajib Pajak WP dalam pelaporan pendapatan.
90
Lihat Pasal 1A Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN BM
91
Hasil wawancara dengan seksi III waskon Kantor Pajak Pratama Medan Timur.
Universitas Sumatera Utara
Pendapat Hadi Purnomo dalam surat kabar di Jakarta yang menyebutkan : Yang kita kejar adalah PPhnya. Misalnya satu orang pengeluaran kartu
kreditnya sampai Rp 14.000.000,- Apa betul Rp 14.000.000,- sudah dimasukkan dalam SPT, kalau belum dimasukkan, ya kan objek pajak. Hal ini
yang sebenarnya perlu ditegaskan kepada Wajib pajak WP sehingga tidak ada kesan terjadi pemungutan pajak ganda pada kartu kredit karena memang tidak
dikenakan lagi apabila sudah dimasukkan dalam SPT.
92
Pihak perpajakan dalam melakukan pemungutan terhadap transaksi kartu kredit dapat menggunakan Pasal 41 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan,
dimana pasal tersebut memberikan akses kepada pejabat pajak untuk melakukan penyidikan pajak terhadap rekening nasabah. Dirjen Pajak hanya perlu
Menurut Hadi, pembelanjaan dengan kartu kredit sudah dikenai Pajak
Pertambahan Nilai PPN sebagai pajak langsung. Tetapi, pendapatan pemegang kartu kredit harus dikenai PPh karena PPh sendiri merupakan pajak tidak
langsung atas tambahan kekayaan. Jika sumber penghasilan WP telah dimasukkan dalam SPT maka pengeluaran kartu kredit tidak perlu dilaporkan. Tetapi jika
belum dimasukkan maka pengeluaran kartu kredit wajib untuk dilaporkan. Hadi menilai pengeluaran kartu kredit harus dimasukan karena ada tambahan
kekayaan ataupun tambahan kemampuan secara ekonomis. Pph pada kartu kredit tidak akan menimbulkan pungutan pajak ganda. Jika
WP atau pemegang kartu telah melaporkansumber penghasilannya yang untuk pembayaran kartu kredit telah dimasukan dalam SPT maka terhadap pengeluaran
atau transaksi kartu kredit tidak perlu dilaporkan lagi. Ini tidak akan menimbulkan pajak ganda.
92
Thelawbyleil.blogspot.com...ditjend kejar pph credit card diakses pada tanggal 17 Februari 2010 pukul 11.38 wib
Universitas Sumatera Utara
mencantumkan nama pejabat pajak dan nama nasabah untuk mengakses rekening nasabah.
93
Laporan mengenai pajak terhadap jasa danatau produk bank seperti kartu kredit dapat diakses oleh pejabat pajak dengan dasar Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 35A ayat 1 dan 2. Dalam penjelasan kedua pasal tersebut disebutkan untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak,
kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubugan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak atau penagihan
pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan harus memberikan keterangan atas bukti-bukti yang diminta.
94
B. Pengawasan Terhadap Penerapan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit