Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit

(1)

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

Oleh

Nama : DWI SILFIA NIM : 060200210

Departemen : Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

Nama : DWI SILFIA NIM : 060200210

Departemen : Hukum Ekonomi

Ketua Departemen

Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.M.H NIP.195603291986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum Dr.T.Keizerina Devi,S.H.CN.MS NIP.195905111986011001 NIP.197002012002122001

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan 2010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT dan Rasulullah Muhammad SAW, karena atas berkat dan rahmat-NYA lah dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adalah suatu anugerah yang indah yang diberikan ALLAH SWT sehingga Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan tepat pada waktunya. Dan atas Doa dari Orang Tua dan dukungan keluarga, menjalani perkuliahan dengan penuh semangat dengan suatu tujuan dapat mengabdikan ilmu yang telah didapatkan dari Dosen selama empat tahun dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan.

Skripsi ini berjudu l :

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

Adapun ketertarikan dalam memilih judul ini adalah mengingat penggunaan kartu kredit dalam bertransaksi oleh masyarakat tidak begitu memperhatikan pajak yang sebenarnya telah dibebankan kepada pengguna kartu kredit dalam bertransaksi baik dalam melakukan tarik tunai ataupun melakukan pembayaran atas pembelian suatu barang. Dalam hal ini masyarakat hanya melihat pajak yang dibebankan pada barang atau jasa yang digunakan. Padahal sebenarnya dalam kartu kredit itu sendiri telah melekat pajak yang dibebankan oleh bank.


(4)

Oleh karena dilakukan pembahasan dalam skripsi ini untuk mengetahui pajak apa saja yang dibebankan pada transaksi kartu kredit.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan, petunjuk, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, Bapak Syafruddin,SH, MH, dan Bapak

M.Husni, SH, MH sebagai Pembantu Dekan I, II, dan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing

I, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan petunjuk serta perhatian dan dorongan dalam penulisan skripsi ini;

6. Ibu Dr.T.Keizerina Devi, SH,CN.MS selaku Dosen Pembimbing II, yang

telah memberikan bimbingan, masukan dan petunjuk serta perhatian dan dorongan dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak M.Hayat,SH sebagai Dosen Wali yang telah memberikan

bimbingan perkuliahan dan konsultasi akademik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(5)

8. Dosen dan Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Staf dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan kemudahan pelayanan administrasi kartu rencana studi selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10.Kepala Kantor Pajak Pratama Medan Timur beserta staf seksi waskon II

dan waskon III.

11.Orangtua tercinta, Ayahanda Muhammad Tumut dan Ibunda Nurmi,

semoga keduanya panjang umur dan bahagia selalu terima kasih atas bantuannya baik moril maupun materil, semangat dan dukungan yang diberikan selama ini, kepada kakakku Tari Yufita,S.Kom, abang iparku Praka Ponizan, semoga sehat dan bahagia selalu dalam keluarga dan adikku Tri Do Hanif semoga cepat lulus.

12.Kepada kakak angkatku, dr.Raden Hazrin, yang telah banyak memberikan

dorongan batin yang sangat kubutuhkan dan menemaniku selama penulisan skripsi ini, terima kasih banyak, semoga menjadi dokter spesialis yang sukses;

13.Kepada tanteku, notaris Elvina Yuliana,SH, Sp.N, dan suami beserta

pegawai yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini;

14.Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terutama


(6)

Imelda Sugiharti, Iryanti Sagala, Agnes Elga Margareth, Jaswinderjit,SH dan Miranda Syahputri Siregar semoga persahabatan kita tetap langgeng dan Good Luck buat kalian semuanya, semoga ke depan hubungan ini tetap hangat, dan semuanya menjadi orang yang sukses dan berguna buat keluarga, bangsa dan negara.

Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang yang membaca skripsi ini dan jika ada kekurangan dalam skrisi ini, Penulis dengan senang hati menerima masukan dan koreksi dari para pembaca.

Sekian dan Terima Kasih

Medan, Februari 2010

Dwi Silfia


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...v

Daftar Tabel...viii

Abstraksi...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...5

D. Keaslian Penulisan...6

E. Tinjauan Kepustakaan...7

F. Metode Penulisan...8

G. Sistematika Penulisan...11

BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN A. Sejarah Kartu Kredit...14

B. Dasar Hukum Penggunaan Kartu Kredit Di Indonesia...16

C. Klasifikasi Kartu Kredit...18

D. Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit...19


(8)

E. Prosedur Permohonan dan Penerbitan Kartu Kredit...22

F. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit...25

G. Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit...30

BAB III JENIS PAJAK YANG DIBEBANKAN PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT A. Tinjauan Umum Pajak...32

1. Pengertian Pajak...32

2. Ciri-Ciri Pajak...34

3. Syarat Pemungutan Pajak...35

4. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Indonesia...36

5. Asas-Asas Pemungutan Pajak...41

6. Sistem Pemungutan Pajak...52

7. Timbulnya Utang Pajak...57

8. Hapusnya Utang Pajak...59

9. Sanksi Perpajakan...63

B. Jenis-Jenis Pajak Dalam Tata Hukum Indonesia Yang Dibebankan Pada Transaksi Kartu Kredit...74

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN


(9)

A. Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Di Indonesia Pada

Transaksi Kartu Kredit...78

B. Pengawasan Terhadap Penerapan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit...92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...94

DAFTAR PUSTAKA...96


(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Penghasilan antara penghasilan dengan kebutuhan materiil...48

2. Tabel 2...65

3. Tabel 3...67

4. Tabel 4...68

5. Tabel 5...69


(11)

Abstraksi

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

*) Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum ** ) Dr.T.Keizerina Devi,S.H.CN.MS ***) Dwi Silfia

Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan

menggunakan kartu kredit (merchant). Pada transaksi kartu kredit, terdapat juga

pajak yang harus dikenakan yang melekat pada objek atau barang yang dibeli dengan kartu kredit. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai pajak apakah yang dapat dibebankan pada transaksi kartu kredit dan bagaimanakah penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu kredit.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan

pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan

mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, buku-buku, internet atau seumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pada kartu kredit dibebankan 3 jenis pajak yaitu : pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai dan pajak bea materai. Ketiga jenis pajak ini hanya pajak bea materai yang dapat dengan jelas dilihat pengaplikasiannya dan dapat dilihat dengan konkrit dalam tagihan kartu kredit. Sedangkan pada pajak penghasilan dan PPN hanya dapat dilihat pada saat

melakukan transaksi atau apply kartu kredit atau pada saat pelaporan dalam SPT.

Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah Bank Indonesia sebaiknya lebih menegaskan lagi mengenai kemudahan pihak pejabat pajak untuk mengakses rekening nasabah. Sehingga tidak hanya menggunakan Pasal 41 UU Perbankan saja tetapi juga dapat lebih mempergunakan Peraturan Bank Indonesia yang lebih khusus lagi, dan kepada WP sendiri diharapkan bersikap terbuka dan jujur agar dalam pelaporan SPT mengenai sumber penghasilan yang dipergunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dicantumkan sehingga tidak ada kesan pemungutan pajak terhadap karti kredit dilakukan dua kali.

Kata kunci : Pajak dan Kartu Kredit

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswi Fakultas Hukum


(12)

Abstraksi

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

*) Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum ** ) Dr.T.Keizerina Devi,S.H.CN.MS ***) Dwi Silfia

Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan

menggunakan kartu kredit (merchant). Pada transaksi kartu kredit, terdapat juga

pajak yang harus dikenakan yang melekat pada objek atau barang yang dibeli dengan kartu kredit. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai pajak apakah yang dapat dibebankan pada transaksi kartu kredit dan bagaimanakah penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu kredit.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan

pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan

mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, buku-buku, internet atau seumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pada kartu kredit dibebankan 3 jenis pajak yaitu : pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai dan pajak bea materai. Ketiga jenis pajak ini hanya pajak bea materai yang dapat dengan jelas dilihat pengaplikasiannya dan dapat dilihat dengan konkrit dalam tagihan kartu kredit. Sedangkan pada pajak penghasilan dan PPN hanya dapat dilihat pada saat

melakukan transaksi atau apply kartu kredit atau pada saat pelaporan dalam SPT.

Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah Bank Indonesia sebaiknya lebih menegaskan lagi mengenai kemudahan pihak pejabat pajak untuk mengakses rekening nasabah. Sehingga tidak hanya menggunakan Pasal 41 UU Perbankan saja tetapi juga dapat lebih mempergunakan Peraturan Bank Indonesia yang lebih khusus lagi, dan kepada WP sendiri diharapkan bersikap terbuka dan jujur agar dalam pelaporan SPT mengenai sumber penghasilan yang dipergunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dicantumkan sehingga tidak ada kesan pemungutan pajak terhadap karti kredit dilakukan dua kali.

Kata kunci : Pajak dan Kartu Kredit

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswi Fakultas Hukum


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan

menggunakan kartu kredit (merchant).1

“ Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran

pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan

pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.”

Pengertian kartu kredit dalam pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Inonesia Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, yaitu :

2

Dibandingkan dengan jenis-jenis kredit yang ditawarkan dunia perbankan, kartu kredit merupakan jenis kredit yang paling mudah dan cepat disetujui. Syaratnya sederhana yaitu fotocopi KTP, slip gaji atau surat keterangan penghasilan, foto dan surat keterangan lain yang dianggap perlu. Bahkan pada

1

Subagyo,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,ed.2,cet.2,(Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,2005),hlm.39.

2

pukul 10.45 WIB


(14)

perkembangan saat ini, apabila calon pemegang kartu kredit yang mengajukan permohonan kartu kredit telah memiliki kartu kredit sebelumnya, maka calon pemegang kartu kredit yang bersangkutan hanya perlu menyerahkan fotokopi tagihan kartu kredit tersebut.

Selain kemudahan dalam mengajukan permohonan, kelebihan lain dari penggunaan kartu kredit adalah lingkup penggunaannya yang sangat luas, dari transaksi kecil sampai transaksi bervolume besar. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan, baik untuk bisnis maupun wisata karena kartu kredit juga dapat digunakan untuk melakukan transaksi diberbagai negara yang menerima pembayaran dengan kartu kredit.

Semakin lama penggunaan kartu kredit di Indonesia semakin luas. Perkembangan penggunaan kartu kredit terjadi dengan cepat karena ada banyak kemudahan yang diperoleh dari penggunaan kartu kredit. Kartu kredit dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan alat pembayaran lain, sehingga lebih dikenal pula di tengah masyarakat.

Masyarakat biasanya menggunakan kartu kredit untuk pembayaran transaksi yang dilakukan melalui internet atau di toko-toko yang menyediakan layanan pembayaran dengan kartu kredit. Pada transaksi yang dilakukan melalui

internet, pihak card holder mempunyai kewajiban untuk membayar barang yang

dibelinya dan mempunyai hak untuk menerima barang yang telah dibelinya dari merchant, dan sebaliknya merchant mempunyai kewajiban untuk mengirim


(15)

barang itu dalam keadaan baik dan spesifikasinya sesuai dengan apa yang dipesan

oleh card holder dan berhak untuk menerima pembayaran.

Perkembangan penggunaan kartu kredit yang begitu pesat ini disebabkan karena masyarakat merasakan semakin pentingnya penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran dan mengambil uang tunai mengingat kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Kegiatan itu juga tidak terlepas dari pembebanan pajak sebagai kewajiban masyarakat untuk membebankan pajak pada setiap transaksi atau fasilitas atau biaya yang harus dibayar atas penggunaan fasilitas atau kepimilikan suatu barang.

Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” sebagaimana dikutip oleh R santoso

Brotodihardjo menyatakan bahwa3

Dari defenisi diatas maka biaya produksi barang atau jasa-jasa dalam mencapai kesejahteraan umum banyak sekali yang telah digunakan oleh masyarakat. Salah satunya pembelian barang dengan kartu kredit juga termasuk dalam pembebanan pajak terhadap biaya produksi barang yang dibeli dengan kartu kredit tersebut.

:

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

3

R santoso Brotodihardjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama :Bandung,Edisi Keempat,2003,hlm.5.


(16)

Penggunaan kartu kredit dalam transaksi pembayaran juga dikenakan pajak yang berlaku di Indonesia seperti Pajak Pertambahan Nilai yang dilihat dari objek transaksi, pengambilan uang tunai, pajak yang dibebankan oleh pihak Bank

kepada pemegang kartu kredit (card holder) dan pajak lainnya.

Dalam hal pembebanan pajak ini, mungkin masyarakat tidak begitu menyadari bahwa pajak yang dibebankan terhadap transaksi kartu kredit justru lebih besar dibandingkan dengan transaksi tanpa menggunakan kartu kredit atau transaksi tunai. Jenis pajak apa saja yang dibebankan pada transaksi kartu kredit, dan penerapan pajak yang dikenakan terhadap transaksi kartu kredit yang masyarakat tidak mengetahuinya.

Berdasarkan uraian diatas, dengan adanya pembebanan pajak pada transaksi kartu kredit inilah, maka Skripsi ini ditulis untuk membahas jenis pajak yang dibebankan pada transaksi kartu kredit dan menganalisis penerapan pajak

dalam Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan

Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah diuraikan terlebih dahulu maka dibuat suatu batasan perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Pajak apakah yang dapat dibebankan pada transaksi kartu kredit ditinjau

dari peraturan perpajakan ?

2. Bagaimanakah penerapan ketentuan pajak Indonesia pada transaksi kartu


(17)

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan a. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit”, selain untuk melengkapi tugas-tugas persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, juga mempunyai tujuan pembahasan yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain :

1. Untuk mengetahui secara umum informasi kartu kredit sebagai alat

pembayaran;

2. Untuk mengetahui jenis pajak yang dapat dibebankan dalam transaksi

kartu kredit;

3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan ketentuan pajak pada

transaksi kartu kredit.

b.Manfaat Penulisan

berangkat dari permasalahan-permasalahan diatas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Dari segi teoritis skripsi ini sebagai bentuk peningkatan penulis di bidang

hukum pajak, khususnya mengenai penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu kredit.


(18)

2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran bagi masyarakat khususnya kalangan pebisnis bahwa transaksi kartu kredit juga dapat dibebankan pajak sebagaimana yang berlaku dalam ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit” ini adalah merupakan hasil karya penulis sendiri. Dari hasil peninjauan kepustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Judul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit” yang dibuat sebagai judul dalam skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan tidak terdapat judul yang sama seperti judul skripsi yang Penulis buat. Dan pokok permasalahan yang diangkat penulis sebagai judul dalam penulisan skripsi ini belum pernah dibahas dalam skripsi-skripsi yang ada sebelumnya. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan karya tulis ini terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1920-an di Amerika Serikat dimana pada saat itu kartu kredit hanya dapat

dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu kredit tersebut.4

4

“The First Credit Card Was Issued In 1951”,http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm, diakses pada tanggal 28 Desember 2009 pukul 10.13


(19)

Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu kredit

yang diterbitkan oleh American Exprees dan Dinners Club. Sedangkan bank

nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah Bank BCA, namun kartu ini hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank nasional yang pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan Internasional adalah Bank Duta.

Dalam transaksi kartu kredit, terdapat juga pajak yang harus dikenakan yang melekat pada objek atau barang yang dibeli dengan kartu kredit tersebut.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.5

5

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740,selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.

Jenis-jenis pajak antara lain : pajak langsung dan pajak tidak langsung, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Dari beberapa jenis pajak yang diuraikan diatas maka jenis pajak yang melekat pada kartu kredit adalah :


(20)

1. Bea materai hal ini sesuai dengan SE-13/PJ.5/2001 tanggal 5 Juni 2001 yang menyebutkan bahwa pengenaan bea materai pada tagihan kartu kredit

harus dilaksanakan seegera mungkin.6

2. Pajak pertambahan nilai (PPN) yang melekat pada saat melakukan transaksi kartu kredit yaitu pada saat membeli barang atau belanja dengan kartu kredit, jenis pajak itu adalah pajak yang langsung dipungut dari transaksi kartu kredit.7

3. Pajak penghasilan (Pph) yang melekat pada kartu kredit dikenakan setiap melakukan transaksi atau pengeluaran dan pada saat melaporkan pendapatan pemegang kartu kredit.

8

F. Metode Penelitian

Dalam setiap usaha penulisan haruslah menggunakan metode penulisan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat didalamya. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder, yaitu penelitian yang

6

http//www.pajak.go.id/index.php?view=category&ud=112&option=com_content&itemid=41 diakses pada tanggal 08 Februari pukul 20.55 wib

7

pada tanggal 08 februari 2010 pukul 20.15 wib

8

2010 pukul 21.08 wib


(21)

mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan.9

b. Data dan Sumber Data

Dalam hal ini peraturan perpajakan dijadikan acuan dasar peraturan dalam penerapan jenis pajak pada transaksi kartu kredit.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis pajak yang dibebankan pada transaksi kartu kredit dan penerapannya dalam kalangan pebisnis atau perdagangan di Indonesia.

Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder,dan tersier.

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan di bidang hukum pajak yang mengikat, antara lain : UU No.16 Tahun 2000 jo UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.11 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, UU No.36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya, Surat Edaran Dirjen Pajak SE-34/PJ.53/1995, dan Surat Direktur Jenderal Pajak S-122/PJ.53/2002.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, buku-buku


(22)

referensi, majalah hukum, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

3. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.

c. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan Skripsi ini maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam Skripsi ini. d. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan :

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti;

2. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau

doktrin yang ada; dan

3. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif-kualitatif.10


(23)

G. Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan dari keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan antara satu pembahasan dengan yang lain secara teratur menurut sistem.

Sistematika penulisan dalam pembahasan Skripsi ini disusun sedemikian rupa, yang terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab mempunyai sub bab, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

bab pendahuluan akan menguraikan tentang segala hal yang umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejarah umum kartu kredit, dasar hukum penggunaan kartu kredit di Indonesia, klasifikasi kartu kredit, pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit.

BAB III JENIS PAJAK YANG DIBEBANKAN PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT DITINJAU DALAM PERATURAN PERPAJAKAN


(24)

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengertian pajak, ciri-ciri pajak, syarat pemungutan pajak, kedudukan hukum pajak dalam tata hukum Indonesia, asas-asas pemungutan pajak, sistem pemungutan pajak, timbulnya utang pajak, hapusnya utang pajak, dan jenis pajak yang dibebankan pada transaksi kartu kredit ditinjau dari peraturan perpajakan, yaitu antara lain menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan ditinjau dari peraturan pelaksana lainnya.

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN

KETENTUAN PAJAK DI INDONESIA PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

Dalam bab ini akan dibahas mengenai penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu kredit. Dalam bab ini akan dibahas secara mendalam mengenai penerapan ketentuan pajak pada transaksi yang dilakukan melalui media komputer, jaringan internet dan/atau perangkat lunak lainnya atau juga di toko-toko yang melayani pembayaran dengan kartu kredit. Dan juga pengawasan terhadap penerapan pajak pada transaksi kartu kredit.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang merupakan kesimpulan dan saran dari Penulis Skripsi ini. Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab yang


(25)

sebelumnya. Penulis akan mencoba untuk memberikan saran-saran

yang berguna bagi penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu


(26)

BAB II

KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN

A. Sejarah Kartu Kredit

Setelah Perang Dunia II, perdagangan antar pulau berkembang sangat pesat, terutama di negara-negra Eropa dan Amerika. Sejalan dengan perkembangan perdagangan, dunia perbankan juga mengalami perkembangan karena bank merupakan sarana yang utama dalam menyediakan fasilitas modal.

Untuk dapat memperlancar arus perdagangan tersebut, maka dipergunakan pula bentuk lain selain uang tunai sebagai alat pembayaran yaitu cek, karena di rasa lebih aman dan praktis.

Sejalan dengan pesatnya perkembangan penggunaan cek sebagai alat pembayaran, timbul pula bermacam-macam manipulasi cek termasuk banyaknya cek kosong. Karena kekhawatiran di kalangan pedagang-pedagang di Amerika Serikat dan Eropa serta adanya keengganan untuk mempergunakan uang tunai dan cek, maka muncul gagasan dari kalangan pengusaha bank untuk menciptakan suatu alat pembayaran yang dirasa lebih praktis yaitu kartu kredit.

Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1920-an di Amerika Serikat dimana pada saat itu kartu kredit hanya dapat dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan


(27)

kartu kredit tersebut.11

Dari benua Amerika, kartu kredit berkembang pula sampai ke

Inggris dan benua Eropa lain, yaitu yang dikeluarkan oleh Euro Cheque

Penerbitan kartu semacam ini tidak lepas dari adanya persaingan dagang antara pengusaha. Para pengusaha tersebut berusaha menarik minat pelanggannya dengan menerbitkan kartu yang memberikan kartu yang menerbitkan fasilitas-fasilitas tertentu bagi pemegangnya. Fasilitas tersebut berupa kemudahan-kemudahan dalam berbelanja misalnya pembayaran yang dapat dilakukan kemudian atas barang yang telah dibeli.

Semakin lama kartu kartu langganan tersebut semakin diminati. Sejak itu, kartu plastik ini pun mulai digunakan sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai. Penerbitan kartu plastik ini sebagai kartu kredit

pertama kali dilakukan oleh Flatbush National Bank Of Brooklyn di New

York (Amerika Serikat) pada tahun 1946, diikuti kemudian oleh The

Dinners Club Inc pada tahun 1950 dan kemudian oleh American Express Company dan Bank of America Overseas Bank pada tahun 1958. Kartu

kredit yang diterbitkan oleh Bank of American Overseas Bank dikenal

dengan istilah Bank Americard yang kemudian berubah nama menjadi

Visa pada tahun 1976. Sedangkan MasterCard muncul kemudian pada

tahun 1966.

11

“The First Credit Card Was Issued In 1951”,http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm, diakses pada tanggal 28 Desember 2009 pukul 11.25


(28)

dan oleh Chargex. Di Eropa pun pasaran pasaran kartu kredit cukup menonjol disamping alat pembayaran lain seperti cek.

Dari benua Eropa dan Amerika, kartu kredit terus berkembang terus ke Asia terutama di Jepang yaitu dengan dikeluarkannya kartu kredit oleh Bank Sumitomo. Di Indonesia tidak ketinggalan pula. Meskipun sudah sejak tahun 1964 Hotel Indonesia menerima pembayaran dengan kartu kredit, tetapi baru pada tahun 1970-an transaksi dengan menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran mulai kelihatan menonjol.

Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu

kredit yang diterbitkan oleh American Exprees dan Dinners Club.

Sedangkan bank nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah Bank BCA, namun kartu ini hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank nasional yang pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan Internasional adalah Bank Duta.

B. Dasar Hukum Penggunaan Kartu Kredit di Indonesia

Kegiatan penerbitan dan penggunaan kartu kredit di Indonesia didasarkan pada beberapa ketentuan berikut :

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional.


(29)

Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.

c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang


(30)

Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan

Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008.12

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit,

maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur

mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.

C. Klasifikasi Kartu Kredit

Kartu kredit dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, antara lain13

a. Berdasarkan sudut pandang penerbitan, kartu kredit dapat dibedakan

menjadi kartu kredit yang diterbitkan oleh bank dan lembaga keuangan lain yang bukan bank. Kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank

misalnya Visa Card dan Master Card, sedangkan kartu kredit yang

diterbitkan oleh lembaga keuangan selain bank misalnya Dinners Club

dan American Express

:

12

13 Subagyo,Op.Cit,hal.47-48.


(31)

b. Berdasarkan sudut pandang tujuan, kartu kredit dapat dibedakan menjadi kartu kredit umum dan kartu kredit khusus. Kartu kredit umum adalah kartu kredit yang dapat digunakan untuk bertransaksi dimana saja misalnya kartu kredit yang hanya dapat digunakan untuk

bertransaksi dimana saja misalnya kartu kredit Visa dan Master Card,

sedangkan kartu kredit khusus adalah kartu kredit yang hanya dapat

digunakan di tempat-tempat tertentu saja, misalnya Golf Card yang

hanya dapat digunakan ditempat bermain golf atau karu belanja carrefour yang hanya dapat digunakan untuk berbelanja di pasar

swalayan Carrefour.

c. Berdasarkan sudut pandang fasilitas (jumlah limit kredit), kartu kredit

dibedakan atas kartu kredit Classic dan Gold. Kartu kredit Classic ini

memiliki limit kredit antara 1 hingga 10 juta rupiah, sedangkan kartu

kredit Gold memiliki limit kredit antara 10 sampai 30 juta rupiah.

Dasar pembedaan ini adalah jumlah pendapatan pemegang kartu kredit yang bersangkutan.

d. Berdasarkan sudut pandang pemegang kartu kredit, kartu kredit

dibedakan atas kartu kredit utama seperti Personal (Primary) Card dan

Company Card, serta kartu kredit pelengkap seperti Supplementary Card.

D. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu Kredit


(32)

Di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terdapat beberapa pihak yang terlibat, adapun pihak-pihak tersebut adalah :

1. Pihak Penerbit (issuer)

Pihak penerbit adalah bank atau lembaga keuangan lain selain bank yang

membuat rekening dan mengeluarkan kartu pembayaran bagi card holder.

Pihak penerbit menjamin pembayaran untuk transaksi yang terotorisasi menggunakan kartu pembayaran yang dikeluarkannya, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh pemegang merek kartu dan pemerintah setempat.14

2. Pihak Pengelola (acquirer)

Acquirer adalah bank atau lembaga keuangan selain bank yang melakukan

kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa15

a. Financial acquirer, yaitu acquirer yang melakukan pembayaran terlebih dahulu atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit

16

b. Technical acquirer, yaitu acquirer yang menyediakan saran yang diperlukan dalam pemrosesan alat pembayaran dengan menggunakan kartu;

;

3. Pihak Pemegang Kartu Kredit (cardholder)

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi

pemegang kartu kredit, yaitu :17

14

Barkatullah,Abdul Kadir dan Teguh Prasetyo,Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia,cet.1, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005,hlm 16.

15

UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat 14 16 UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat 16


(33)

a. Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan fasilitas melalui kartu kredit yang diberikan. Pemenuhan syarat ini dapat dilihat melalui slip gaji, laporan keuangan usaha, mutasi rekening bank, dan lain-lain.

b. Kontinuitas penghasilan. Penghasilan yang tinggi tidak menjamin

keberlanjutan dari pemenuhan kewajiban pemegang kartu kredit untuk memenuhi kewajibannya kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas dari penghasilan yang cukup lebih dapat memberikan keyakinan atas kemampuan calon pemegang kartu kredit untuk melunasi kewajibannya.

c. Niat baik dari calon pemegang kartu kredit untuk selalu memenuhi

kewajibannya. Salah satu cara untuk melihat niat baik dari calon pemegang kartu kredit adalah dengan melihat apakah calon pemegang kartu kredit yang bersangkutan termasuk ke dalam daftar hitam milik bank, bank sentral, atau lembaga keuangan lain. Seseorang yang namanya tercantum di dalam daftar hitam biasanya dianggap kurang dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban keuangannya.

d. Pihak Pemegang barang dan/ atau jasa (merchant)

Merchant adalah pedagang barang dan/ atau jasa yang telah bekerja

sama dengan issuer dan acquirer untuk menerima alat pembayaran

dengan menggunakan kartu kredit.

17 Subagyo,Op.Cit,hal.57.


(34)

E. Prosedur Permohonan dan Penerbitan Kartu Kredit

Di dalam proses permohonan dan penerbitan kartu kredit ada beberapa

tahapan yang harus dilalui, yaitu18

1. Dari segi pemegang kartu kredit

:

Dalam proses pengajuan permohonan penerbitan kartu kredit, nasabah wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam formulir aplikasi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Data pribadi

Dicantumkan nama pribadi secara lengkap sesuai dengan identitas pemohon (KTP,Paspor), nomor identitas, kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat lengkap pemohon dan status kepemilikannya, serta pendidikan terakhir pemohon;

b. Data pekerjaan

Yang dimaksud dengan pekerjaan dapat berwiraswasta atau pegawai swasta atau kalangan profesional tertentu. Disebutkan nama perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan departemen, lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah karyawan. Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi bagi wiraswasta adalah seluruh data perusahaan yang mendukung beserta perijinannya, sedangkan bagi pegawai swasta atau kalangan profesi lain dapat

18

Ibrahim,Johannes,Kartu Kredit : Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung : PT Refika Aditama,2004,hal 20-21.


(35)

berupa surat keterangan penghasilan dari lembaga dimana yang bersangkutan bertugas;

c. Data penghasilan dan referensi Bank

Penghasilan pemohon dihitung besarnya per tahun dari penghasilan pokok dan penghasilan tambahan. Aktivitas pemohon dalam menatabukukan penghasilan yang diperolehnya pada lembaga keuangan bank dan bukan bank disertai dokumen-dokumen rekening koran, tabungan, deposito, atau pendukung lainnya;

d. Data lainnya

Merupakan data pendukung sesuai dengan masing-masing pemohon. Misalnya pemohon telah berkeluarga, akan dimintakan keterangan tentang suami/isteri, perusahaan atau pekerjaannya, dilengkapi dengan domisili lembaga yang dimaksud. Selain itu data lainnya berupa rekening untuk pendebetan transaksi;

e. Data kartu tambahan

Diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan kartu tambahan. Untuk kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen pribadi yang dipersyaratkan;

f. Persyaratan pemohon

Umumnya dalam setiap aplikasi, terdapat pernyataan dari pemohon tentang kebenaran dari informasi yang diberikan kepada bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima alasan-alasan terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan kesediaan untuk terikat


(36)

dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kartu kredit.

2. Dari segi penerbit

Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh nasabah kemudian akan diproses dengan memperhatikan segi keamanan, antara lain :

a. Memeriksa keaslian KTP/Paspor;

b. Melakukan cross checking (rating) kepada penerbit lain apabila

pemohon mempunyai kartu kredit lain;

c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia atau Asosiasi

Kartu Kredit Indonesia;

d. Bila diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan lapangan;

e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji yang ada

untuk menetapkan apakah pemohon layak diberikan kartu kredit.

Setelah pemeriksaan tersebut di atas selesai dilaksanakan, selanjutnya penerbit akan menentukan apakah permohonan pemohon untuk mendapatkan kartu kredit disetujui atau tidak disetujui. Apabila

disetujui, maka langkah selanjutnya adalah19

a. Bagian analisa kartu kredit akan mengirimkan data calon pemegang

kartu kredit ke bagian data entry untuk dilakukan pemasukan data ke

dalam database bank;

:

b. Dilakukan pengecekan silang terhadap data yang dimasukkan dengan

formulir permohonan calon pemegang kartu kredit;


(37)

c. Selanjutnya bagian pencetakan kartu mencetak kartu kredit sesuai dengan daftar permintaan pencetakan (bila terjadi kesalahan cetak, kartu tersebut akan dimusnahkan dengan suatu berita acara pemusnahan);

d. Kartu yang sudah dicetak disimpan pada tempat penyimpanan khusus

dan tercatat yang selanjutnya dikirimkan ke bagian pengiriman kartu;

e. Bagian pengiriman akan mengirimkan kartu kepada pemegang kartu

kredit melalui kurir yang ditunjuk dengan suatu perjanjian khusus, pihak kurir akan memberikan bukti penerimaan kartu kepada bagian pengiriman (bank) setelah kartu diterima oleh pemegang kartu kredit. Apabila dalan jangka waktu tertentu kartu tidak disampaikan kepada pemegang kartu kredit, kartu tersebut akan dikembalikan ke bank untuk disimpan dan selanjutnya pihak bank akan mengirimkan pemberitahuan kepada pemegang kartu kredit untuk mengambil kertu tersebut di kantor penerbit.

F. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu Kredit

Dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit, maka dengan demikian timbul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang terlibat di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit tersebut. Adapun hak dan

kewajiban tersebut adalah sebagai berikut :20

1. Hak dan Kewajiban Antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit

20 Ibid ,hal.29-32.


(38)

Hak dan kewajiban antara penerbit dan pemegang kartu kredit tercantum di dalam perjanjian antara keduanya yang telah ditetapkan oleh penerbit.

a. Hak penerbit

1. Memperoleh iuran tahunan;

2. Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan

pemegang kartu kredit termasuk bunga keterlambatan;

3. Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang

kartu kredit;

4. Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang kartu

kredit;

5. Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan oleh

penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit ke dalam daftar hitam;

6. Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit

bila :

1) Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya

kepada pnerbit;

2) Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit.

b. Kewajiban Penerbit

1. Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang telah


(39)

2. Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang kartu kredit;

3. Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu kredit.

c. Hak Pemegang Kartu Kredit

1. Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit

dengan menggunakan kartu kredit;

2. Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah tertentu;

3. Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah hilang

maupun kadaluarsa;

4. Menolak memperpanjang keanggotaan dengan

memberitahukan secara tertulis kepada bank.

d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit

1. Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama apabila

kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai dengan laporan polisi;

2. Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit

yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan biaya keterlambatan;

3. Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu

kredit.

2. Hak dan Kewajiban Antara Pengelola dan Pedagang

a. Hak Pengelola


(40)

2) Menerima atau menunda pembayaran atas transaksi yang diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi;

3) Memutuskan perjanjian kerja sama secara sepihak dengan

memberitahukan secara tertulis.

b. Kewajiban Pengelola

1) Memberikan daftar hitam secara berkala kepada merchant yang

berisi nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;

2) Melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh

pemegang kartu kredit;

3) Meminjamkan peralatan pendukung untuk melakukan

transaksi.

c. Hak Pedagang

1) Menerima pembayaran atas transaksi yang telah dilakukan oleh

pemegang kartu kredit yang telah memperoleh otorisasi;

2) Menerima daftar hitam secara berkala yang berisi atau memuat

nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;

3) Memutuskan perjanjian kerja sama dengan pemeritahuan

secara tertulis.


(41)

1. Mengambil dan menyerahkan kartu kredit yang digunakan untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit tersebut :

a. Tercantum dalam daftar hitam;

b. Diminta oleh pengelola;

2. Meneliti keabsahan kartu kredit yang terdiri dari :

a. Masa berlaku;

b. Tanda tangan;

c. Keutuhan kartu kredit;

d. Keaslian kartu kredit

3. Meminta otorisasi kepada penerbit melalui pengelola bila

transaksi melebihi batas kewenangan transaksi;

4. Memberikan discount rate kepada pengelola sesuai dengan

yang telah ditetapkan;

5. Tidak meminjamkan dan memindahtangankan kepada

pedagang lain semua [eralatan yang dipinjamkan pengelola kepada pedagang;

6. Menjaga kerahasiaan data pemegang kartu kredit bila pernah

berbelanja di tempat pedagang untuk tidak diberikan kepada pihak yang tidak berkepentingan.

3. Hak dan Kewajiban Antara Pemegang Kartu Kredit dan Pedagang

Hak dan kewajiban antara pemegang kartu kredit dan pedagang tidak dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis, karena hal tersebut


(42)

sebenarnya telah tercantum dalam perjanjian antara pedagang dengan

penerbit dan antara pedagang dengan pengelola (acquirer).

G. Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit

1. Aspek Perdata

Para pihak yang terkait di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terikat satu sama lain setelah pemegang kartu kredit

menandatangani sales draft. Dengan ditandatangani sales draft maka

selesailah transaksi antara pemegang kartu kredit dan pedagang. Yang terjadi selanjutnya adalah

a. Pemegang kartu kredit memperoleh barang dan/atau jasa;

b. Pedagang menagih pengelola dengan menyerahkan sales draft;

c. Pengelola membayar pedagang;

d. Pengelola menagih penerbit;

e. Penerbit menagih pemegang kartu kredit.

Apabila proses tersebut seluruhnya terjadi, maka perjanjian terlaksana dengan sempurna. Namun mungkin saja terjadi wanprestasi dalam hubungan hukum antara :

1) Pemegang kartu kredit dengan pedagang

Pedagang menolak melayani pemegang kartu kredit dengan alasan bahwa kartu yang bersangkutan tercantum dalam daftar hitam. Sengketa semacam ini diselesaikan berdasarkan perjanjian, atau jika tidak diatur dalam perjanjian maka penyelesaiannya didasarkan pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


(43)

2) Pedagang dengan pengelola

Pengelola menolak membayar karena meragukan kebenaran transaksi.

3) Penerbit dengan pemegang kartu kredit

Pemegang kartu kredit menolak membayar tagihan dengan alasan belum mampu membayar atau tidak pernah melakukan transaksi.

2. Aspek Pidana

Ada 2 (dua) kemungkinan yang terdapat di dalam aspek pidana, yaitu :

1) Pedagang membantah transaksi dengan membuat surat pernyataan

yang telah diselidiki oleh penerbit dan dapat dibuktikan kebenarannya. Selanjutnya dapat pula dibuktikan bahwa kartu kredit yang digunakan adalah palsu;

2) Kartu kredit yang digunakan adalah kartu kredit asli namun digunakan


(44)

BAB III

JENIS PAJAK YANG DIBEBANKAN PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT

A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1. Pengertian Pajak

Menurut UU No.28 Tahun 200721

Menurut Rochmat Soemitro sebagaimana yang dikutip oleh Mardiasmo Tentang Perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketntuan Umum dan tata Cara Perpajakan, dalam pasal 1 angka 1 menyatakan :

“ Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang pleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Sebagai pembanding, maka dikemukakan pula beberapa pendapat dari para sarjana mengenai pengertian pajak.

22

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

21

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740,selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.


(45)

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Defenisi ini diperbaharui lagi oleh Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip

oleh Sugianto23

Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” sebagaimana dikutip oleh R santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa

:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas

negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama

untuk membiayai public invesment.”

24

Menurut PJA Adriani sebagaimana dikutip oleh Bohari, defenisi pajak adalah

:

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

25

“Pajak adalah iuran negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan

:

23

Sugianto,Pengantar Kepabeanan dan Cukai, PT Grasindo : Jakarta,2008,hlm.2. 24

R santoso Brotodihardjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama :Bandung,Edisi Keempat,2003,hlm.5.


(46)

dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas pemerintahan.”

Berbagai defenisi tentang pajak baik yang ada dalam peraturan perundang-undangan maupun yang diuraikan oleh para sarjana, dapat memberikan gambaran bahwa pajak itu adalah suatu pungutan berupa

uang26

2. Ciri-ciri Pajak

yang dibebankan oleh negara kepada orang atau badan berdasarkan peraturan perundang-undangan sehingga dapat dipaksakan oleh negara dengan tidak adanya imbalan secara langsung (kontraprestasi) kepada wajib pajak dan hasil dari pembayaran pajak tersebut digunakan untuk membiyai pengeluaran-pengeluaran negara.

Setelah dikemukakan beberapa pengertian pajak yang dikutip dari undang-undang maupun dari pendapat para ahli maka dapat kita

simpulkan ciri-ciri yang melekat dari beberapa pengertian tersebut yaitu27

a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan;

:

26

Meskipun ada salah satu sarjana yang mengatakan bahwa iuran pajak yang harus dibayar dapat juga berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundnag-undnagan ditentukan bahwa pajak yang harus dibayar itu berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundang-undangan ditentukan bahwa pajak yang harus dibayar itu berupa uang dan bukan berupa barang, hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan pasal 22 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa “Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga,denda,kenaikan, dan biaya penagihan pajak... bunga, denda dan biaya menunjukkan bahwa pajak yang harus dibayar itu adalah berupa uang, karena istilah-istilah tersebut tidak dapat digunakan apabila pajak yang harus dibayar adalah berupa barang.


(47)

b. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah;

c. Iuran yang dibayarkan tersebut berupa uang dan bukan barang;28

d. Tidak adanya jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung yang

diterima oleh pembayar pajak;

e. Pajak diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas, yang apabila dari

pemasukan tersebut masih terdapat surplus, maka akan dipergunakan

untuk membiayai public invesment;

f. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter29 yaitu

regulerend (mengatur)30 3. Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo, agar tidak menimbulkan hambatan ataupun perlawanan maka dalam pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :31

a. Pemungutan pajak harus adil (memenuhi syarat keadilan)

Pengenaan pajak harus dilakukan secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, sedangkan dalam

28

Mardiasmo,Op.Cit,hlm.1. 29

Pajak memiliki fungsi budgeter maksudnya adalah bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, sedangkan pajak memiliki fungsi mengatur (regulerend) maksudnya adalah bahwa pajak adalah alat bagi negara untuk melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi, contohnya dapat kita lihat pada pengenaan pajak yang tinggi pada minuman keras untuk mengurangi peredaran minuman keras.Ibid,hlm2.

30

R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit,hlm.7. 31 Mardiasmo,Op.Cit,hlm.2.


(48)

pelaksanaan pemungutan pajak harus diberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat yuridis yaitu bahwa

pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undnag-undang, sebagaimana diatur dalam pasal 23 A UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum dan keadilan baik bagi negara maupun warganya.

c. Pemungutan pajak harus memperhatikan syarat ekonomis, bahwa

pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), maksudnya adalah

bahwa sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus

dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana sehingga akan memudahkan

dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 4. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Indonesia

Hukum pajak mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam hukum nasional, hukum pajak menempati titik silang pelbagai bagian hukum klasik yaitu hukum publik dan hukum privat. Yang termasuk bidang hukum publik seperti anatara lain hukum pidana, hukum tata


(49)

negara, hukum administrasi, hukum internasional publik32, hukum lingkungan, hukum sosial-ekonomi. Sedangkan yang termasuk bidang

hukum privat atau perdata33 antara lain hukum perkawinan, hukum

kewarisan, hukum perjanjian, hukum dagang, hukum internasional perdata. 34

Menurut Rochmat Soemitro, Hukum Pajak merupakan bagian dari

hukum publik35

1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu

lainnya;

yang terpisah dengan hukum publik lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pembagian hukum yang dilakukan oleh Rochmat Soemitro yaitu sebagai berikut :

2. Hukum publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat nya.

Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :

a. Hukum Tata Negara;

b. Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administratif;

c. Hukum Pajak;

d. Hukum Pidana.

32

Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum internasional menjadi hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Karena menurut Mochtar ada kalanya suatu negara melakukan hubungan perdata dan juga orang perseorangan menurut Hukum Internasional modern adakalanya dianggap mempunyai hak dan kewajiban sehingga lebih tepat mengadakan pembagian berdasarkan kriteria tersebut dibandingkan apabila membedakan hukum internasional berdasarkan pelaku (subjek hukumnya). Lihat keterangan yang lebih jelas dalam Mochtar Kusumaatmadja dan etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional,PT Alumni:Bandung,2005,hlm.2.

33

Satjipto Rahardjo menggunakan istilah hukum perdata untuk hukum privat. 34

Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bhakti:Bandung,Cetakan Keenam,2006,hlm.75. 35 Mardiasmo,Op.Cit,hlm.4.


(50)

Sedangkan menurut R Santoso Brotodihardjo hukum pajak adalah merupakan anak dari bagian hukum administratif karena merupakan bagian dari tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan pemerintah dalam

hal mengenai cara-cara mengatur pemerintahan36

Menurut P.J.A Adriani, Hukum Pajak dapat diberikan otonomi (otonomi hukum pajak) dan berdiri sendiri serta terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara

.

37

1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata

dengan alasan bahwa hukum pajak mempunyai tugas yang bersifat lain dibandingkan dengan hukum administrasi yaitu bahwa hukum pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian juga karena hukum pajak umumnya mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersendiri.

Hukum pajak memiliki hubungan dengan hukum perdata yang merupakan hukum yang mengatur hubungan antara orang atau badan hukum dengan orang atau badan hukum lainnya. Oleh dikarenakannya adanya suatu kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam bidang hukum perdata, seperti antara laian pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan sebagainya merupakan dasar bagi pemungutan pajak. Kejadian, keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum ini merupakan tatbestand yang dituangkan dalam undang-undnag perpajakan.

36

R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit,hlm.10


(51)

Menurut pendapat W.F.Prins dalam bukunya yang berjudul “Het Belastingrecht Van Indonesie” sebagaimana dikutip oleh Waluyo menyatakan bahwa hubungan erat antara Hukum Pajak dan Hukum Perdata, karena banyak istilah-istilah hukum perdata dipergunakan dalam hukum pajak dengan prinsip yang harus dipegang bahwa pengertian-pengertian dalam hukum perdata tidaklah akan selalu dianut dalam hukum pajak.38

a. Pasal 17 KUHPerdata : Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal

di mana ia menempatkan pusat kediamannya, dalam hal tak adanya tempat tinggal yang demikian, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal.

Contoh penggunaan istilah Hukum Perdata dalam Hukum Pajak yaitu :

b. Istilah tempat tinggal ini dapat kita temukan pada pasal 2 ayat (6) UU

Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 7

Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan39

Dengan memperhatikan kedua ketentuan diatas terlihat bahwa

ketentuan pajak yang dianut fiskus merupakan ketentuan khusus (lex

spesialis). Oleh karena itu sesuai dengan asas lex specialis derogate lex generale maka adanya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata, , “tempat tinggal” orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menurut keadaan yang sebenarnya.

38

Waluyo,Loc.Cit


(52)

setiap undang-undang penafsiran yang harus dianut pertama kali yaitu berada dalam ketentuan khusus. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 1602 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Majikan diwajibkan membayar

kepada buruh, upah seluruhnya pada waktu yang telah ditentukan.”

Sedangkan pasal 21 UU Nomor 17 Tahun 200040

1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.;”

menyatakan

“Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :

Berdasarkan contoh diatas jelas bahwa ketentuan yang ada dalam

undang-undang pajak adalah ketentuan yang khusus (lex specialis)

sehingga diterapkan lebih dahulu daripada ketentuan-ketentuan umum (lex

generalis) dalam hukum perdata.

2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana

Hubungan antara hukum pajak dengan hukum pidana dapat dilihat dengan adanya ketentuan tindak pidana dan juga sanksi pidana dalam undang-undang perpajakan seperti antara lain yang tertuang dalam pasal 38 sampai dengan pasal 43A UU Nomor 28 Tahun 2007, pasal 24 sampai dengan pasal 27 UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah

40

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985


(53)

dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan41 serta pasal 13 dan pasal 14 UU Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.42

5. Asas-asas Pemungutan Pajak

a. Asas Menurut Para sarjana

Asas-asas adalah sesuatu yang dapat kita jadikan sebagai alas;dasar;tumpuan untuk menjelaskan sesuatu permasalahan. Lazimnya suatu pemungutan pajak harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan suatu ukuran untuk menentukan adil tidaknya suatu pemungutan pajak. Adam Smith dalam

bukunya yang berjudul An Inquiri into nature and cause of the Wealth of Nations

menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada43

1. Asas keadilan (equality)

:

Asas ini menekankan bahwa pada warga negara atau wajib pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara, sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sehubungan dengan keuntungan yang mereka terima dibawah perlindungan negara. Yang dimaksud dengan “keuntungan” disini adalah besar kecilnya pendapatan yang diperoleh dibawah

41

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569, selanjutnya disebut UU Pajak Bumi dan Bangunan

42

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3313, selanjutnya disebut UU Bea Materai.

43

Fidel,Pajak Penghasilan (Pembahasan UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dengan Komentar Pasal per Pasal),Carofin Publishing:Jakarta,2008,hlm.5.


(54)

perlindungan negara. Dalam asas equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak.

2. Asas kepastian (certainty)

Asas ini menekankan bahwa bagi wajib pajak, harus jelas dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak. Dalam asas ini kepastian hukum sangat dipentingkan terutama mengenai subjek dan objek pajak.

3. Asas ketepatan waktu pemungutan (convinience of payment)

Pajak sebenarnya dipungut pada waktu dan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak, misalnya pemungutan pajak terhadap petani sebaiknya dipungut ketika masa panen.

4. Asas pemungutan pajak yang sehemat mungkin (efficiency)

Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima. Pemungutan pajak harus disesuaikan dengan anggaran belanja negara.

Sedangkan prinsip perpajakan yang dianut oleh Nick Devas, dkk dalam bukunya yang berjudul “Financing Local Goverment in indonesia” disebut dengan “The Four Canons” yang dikaitkan dengan kepentingan pemerintah daerah menyebutkan adanya 4 (empat) prinsip plus 1 (satu) yaitu :

a. Hasil (yield)

b. Keadilan (equity)


(55)

d. Kemampuan melaksanakan (ability to implement)

e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan (sustainability as a local

revenue resources)

W.J. de Langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan 7 (tujuh) asas pokok perpajakan adalah sebagai berikut :

1) Asas kebersamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan

yang sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh adanya diskriminasi dalam pemungutan pajak.

2) Asas daya pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap

wajib pajak hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya rendah dikenakan pajak yang rendah dan yang

pendapatannya di bawah basic need dibebaskan dari pajak.

3) Asas keuntungan istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan

keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.

4) Asas manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh

pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

5) Asas kesejahteraan, yaitu asas yang menyatakan bahwa dengan

adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada pihak lain menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan


(56)

pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

6) Asas keringanan beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun

pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapapun tingginya kesadaran berwarganegara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.

7) Asas keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam

melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu diusahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan keadilan, dan kepastian hukum.

b. Asas Menurut Falsafah Hukum

Sebagaimana diketahui bahwa pajak harus dipungut berdasarkan keadilan

dan oleh karenanya hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan44. Sejak lama

orang-orang berfikir dan berusaha mencari jawaban atas dasar apa negara seakan-akan memberikan hak kepada diri sendiri untuk membebani rakyatnya dalam bentuk pengenaan pajak. Sejak abad ke 18 timbul berbagai teori yang berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut dan memberikan dasar kepada negara untuk memungut pajak dari rakyatnya. Teori-teori pajak yang dikemukakan sejak abad ke 18 hingga sekarang yang memberikan dasar bagi negara dalam melakukan

pemungutan pajak akan diuraikan sebagai berikut45

44

R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit.hlm.29 45 Ibid,hlm.30-36


(57)

a. Teori Asuransi

Teori ini menyatakan adalah tugas dari negara untuk melindungi rakyat dan juga kepentingannya seperti keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak lainnya. Seperti halnya perjanjian asuransi (pertanggungan) maka untuk mendapatkan perlindungan tersebut rakyat harus membayar pajak kepada negara dan pajak ini dianggap seperti premi dalam perjanjian asuransi.

Teori yang menyamakan pajak sama dengan premi dalam perjanjian asuransi tidaklah tepat karena jika timbul suatu kerugian, maka tidak ada suatu penggantian kerugian dari negara sebagaimana

halnya jika terjadi suatu evenemen maka perusahaan pertanggungan

akan memberikan penggantian kerugian, selain alasan-alasan di atas juga tidak terdapat hubungan antara pajak yang dibayarkan dengan penyelenggaraan jasa maupun fasilitas-fasilitas dari negara, karena jasa maupun fasilitas yang diberikan ditujukan pada umum bukan untuk kepentingan perorangan.

b. Teori Kepentingan

Teori ini menyatakan bahwa tugas negara adalah untuk melindungi kepentingan rakyatnya, dan oleh karenanya adalah suatu kewajaran negara membebankan biaya pada rakyatnya untuk mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh negara untuk


(58)

melaksanakan kewajibannya itu. Semakin besar kepentingan seseorang maka semakin besar pula biaya yang dibebankan padanya.

Terhadap teori ini menurut R Santoso Brotodihardjo, tidaklah benar dan banyak para ahli yang menyanggah teori ini karena dalam teori ini karena dalam teori ini pajak dikacaukan dan dicampurkan pula dengan retribusi karena menyebutkan bahwa berdasarkan kepentingan yang lebih besar misalnya perlindungan terhadap harta benda maka si kaya akan membayar biaya yang lebih besar daripada si miskin, padahal si miskin juga memiliki kepentingan yang lebih besar misalnya dalam hal mendapatkan jaminan sosial sehingga si miskin harus membayar lebih besar, dan juga apa yang dijadikan alat untuk mengukur kepentingan seseorang dan juga apa yang dijadikan alat untuk mengukur kepentingan seseorang dan juga menurut Penulis bahwa teori ini tidaklah mengabdi kepada prinsip-prinsip keadilan karena jika kepentingan seseorang yang dijadikan dasar pemungutan pajak maka negara akan cenderung mengutamakan dan melindungi orang-orang kaya dan meninggalkan kepentingan orang-orang miskin, hal mana yang tidak seharusnya terjadi dan memang pada kenyataannya teori ini sudah semakin ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kenyataan.


(59)

c. Teori Gaya Pikul/Teori Daya Pikul46

Menurut teori ini beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya yang artinya harus dibayar sesuai gaya pikul. Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang dilakukan oleh negara kepada warga negaranya, yaitu untuk melindngi jiwa dan harta bendanya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara ini dipikul oleh seluruh orang yang menikmati perlindungan ini.

Teori ini juga tidak dapat diukur dengan pasti an juga selalu berubah dengan berubahnya zaman. Meskipun ajaran ini dapat menjelaskan hubungan antara jumlah pajak yang harus dipungut dengan besarnya gaya pikul sehingga dapat memuaskan dari sisi kedilan namun masih juga menimbulkan pertanyaan bagaimana caranya, jika sesuatu yang harus dikenakan pajak sudah diketahui, tarif manakah yang harus diberlakukan, apakah tarif yang profosional, yang degresif ataukah yang progesif dan berapa besar persentase pajak yang akan digunakan untuk tarinya. Hal ini akan sangat tergantung dari rasa keadilan dari zaman ke zaman.

Kecenderungan para ahli pajak saat ini, untuk menetapkan jumlah pajak berdasar besar penghasilan dengan juga memperhatikan besarnya tanggungan keluarga.

46

Mardiasmo dan Bohari menggunakan istilah daya pikul sedangkan R.Santoso Brotodihardjo dan Waluyo menggunakan istilah Teori Gaya Pikul.


(60)

Hal ini dapat dilihat dari dua pendekatan yang digunakan oleh

Mardiasmo untuk mengukur daya pikul seseorang yaitu47

1. Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau

kekayaan yang dimiliki oleh seseorang;

:

2. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan

materiil yang harus dipenuhi.

Contoh :

Tabel.1

Perbandingan antara penghasilan dengan kebutuhan materiil

Tuan A Tuan B

Penghasilan / bulan Rp.2 juta Rp. 2 juta

Status Menikah dengan 3

anak

Lajang

Pph Tuan A sama besarnya dengan Tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya, hal ini jika dilihat dari unsur obyektif, sedangkan jika dilihat dari unsur subyektif Pph untuk Tuan A lebih kecil daripada Tuan B karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi Tuan A lebih besar.

d. Teori Bakti atau Teori Kewajiban Mutlak

47 Mardiasmo,Op.cit,hal.3.


(61)

Teori ini didasari paham organisasi negara (organische staatsleer) yang mengajarkan negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu maka negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori ini dasar hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan negara, dimana negra berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak.

Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi otoriter

sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.48

e. Teori Daya Beli

Menurut W.H. van de Berge sebagaimana dikutip oleh R Santoso Brotodihardjo mengatakan bahwa negara sebagai groepsverband dengan memperhatikan syarat-syarat keadilan, bertugas menyelenggarakan kepentingan umum, dan karenanya dapat dan harus mengambil tindakan yang diperlukan termasuk tindakan-tindakan dalam pemungutan pajak. Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai wujud bakti kepada negara, maka rakyat harus membayar pajak.

49

48 Erly Suandy,Hukum Pajak,Penerbit Salemba Empat: Jakarta,2005,hal.30.


(62)

Teori ini adalah teori modern, teori ini tidak mempersoalkan asal mulanya negara memungut pajak melainkan banyak melihat kepada “efeknya” dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.

Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa menyelenggarakan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu.

Teori ini menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur.

Menurut para penganutnya, termasuk Prof.Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa, baik dalam ekonomi bebas maupun ekonomi perencanaan yang terpimpin. Teori-teori ini merupakan pemecahan sehingga para ahli atau pemikir menamakannya sebagai asas menurut

falsafah hukum, yang dalam “The four maxims” termasuk maxim

pertama.

49 Ibid,hal.31.


(63)

Meskipun demikian, beberapa prinsip telah berhasil juga dikembangkan sepanjang masa sehingga memberikan suatu kerangka yang dapat digunakan sebagai kriteria-kriteria sistem perpajakan yang adil. Prinsip-prinsip ini adalah antara lain, prinsip manfaat, dan prinsip kemampuan membayar.

c. Asas yuridis

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan dan karenanya harus ada jaminan hukum dari negara kepada keadilan, dan karenanya harus ada jaminan hukum dari negara kepada warga negaranya agar negara tidak sewenang-wenang dalam menentukan besarnya pajak. Landasan yuridis pemungutan pajak di Indonesia dapat kita lihat dalam pasal 23 A UUD RI Tahun 1945.

d. Asas Ekonomis

Asas ekonomis ini menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat dan kemajuan ekonomi tidak terhambat karena pemungutan pajak. Oleh karena itu pemungutan pajak harus diupayakan agar tidak mengganggu kelancaran ekonomi.


(64)

Terdapat beberapa asas yang digunakan untuk memungut pajak

sebagaimana yang dapat kita lihat dalam UU yaitu50

1. Asas tempat tinggal (asas domisili)

:

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik berasal dari dalam maupun berasal dari luar negeri;

2. Asas sumber

Negara berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Contoh : orang asing yang memperoleh penghasilan di Indonesia dikenai pajak walaupun dia tidak bertempat tinggal di Indonesia;

3. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan seseorang. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara untuk membayar pajak kepada negara tersebut.

6. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak di Indonesia di bagi menjadi 3 sistem yaitu51

1. Official Assesment System :

50

Waluyo,Perpajakan Indonesia Edisi 2005, Panerbit Salemba Empat:Jakarta,2005,hal.16. 51 Mardiasmo,Perpajakan Edisi Revisi 2008, Penerbit Andi:Yogyakarta,2008,hal.7.


(65)

Sistem ini memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya wajib pajak yang terutang. Ciri-ciri official assesment system adalah :

a. Wewenang untuk menentukan pajak terutang berada pada

fiskus;

b. Wajib pajak bersifat pasif;

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan oleh

fiskus;

2. Self Assesment System

Suatu sistem yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besar pajak yang harus dibayar;

3. With holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang harus dibayar kepada fiskus, tugas fiskus hanya


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada kartu kredit dibebankan 3 jenis pajak yaitu : pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai dan pajak bea materai. Ketiga jenis pajak ini hanya pajak bea materai yang dapat dengan jelas dilihat pengaplikasiannya dan dapat dilihat dengan konkrit dalam tagihan kartu kredit. Sedangkan pada pajak penghasilan dan PPN hanya dapat dilihat pada saat melakukan transaksi atau apply kartu kredit atau pada saat pelaporan dalam SPT. Tidak adanya laporan secara khusus atau tersendiri mengenai pajak pada transaksi kartu kredit karena pada pajak pertambahan nilai sendiri akan masuk dalam laporan PPN secara umum bukan pada transaksi kartu kreditnya.

2. Pelaporan pajak pada kartu kredit tidak dilakukan oleh pemegang kartu kredit melainkan oleh penerbit kartu kredit seperti bank atau lembaga keuangan bukan bank yang menerbitkan kartu kredit. Pemegang kartu kredit dapat melaporkan sumber penghasilan untuk pembayaran kartu kredit yang dimasukkan dalam SPT sehingga tidak ada pungutan pajak ganda kepada pemegang kartu kredit. Pelaporan oleh pihak bank masuk dalam NPWP wajib pajak besar yang dilaporkan kepada kantor pajak wp besar di Pusat. Pejabat pajak berhak untuk meminta keterangan mengenai sumber penghasilan nasabah bank pengguna kartu kredit jika memang data itu sangat dibutuhkan


(2)

untuk penyidikan pajak. Hal ini di atur dalam UU Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia serta dalam peraturan perpajakan sendiri.

B. Saran

1. Dirjen pajak seharusnya lebih memberikan kemudahan dalam pelaporan sumber penghasilan kepada WP terhadap pemakaian kartu kreditnya. Hal ini bisa memudahkan WP dalam melaporkan sumber penghasilan yang digunakan untuk membayar kartu kreditnya.

2. Bank Indonesia sebaiknya lebih menegaskan lagi mengenai kemudahan pihak pejabat pajak untuk mengakses rekening nasabah. Sehingga tidak hanya menggunakan Pasal 41 UU Perbankan saja tetapi juga dapat lebih mempergunakan Peraturan Bank Indonesia yang lebih khusus lagi.

3. Kepada WP sendiri diharapkan bersikap terbuka dan jujur agar dalam pelaporan SPT mengenai sumber penghasilan yang dipergunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dicantumkan sehingga tidak ada kesan pemungutan pajak terhadap karti kredit dilakukan dua kali.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Barkatullah, Abdul Kadir dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia,cet,1, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bohari, 1993, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Burhan Anshori,S.H, 2007, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka cipta. Erly Suandy, 2005, Hukum Pajak, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Fidel, 2008, Pajak Penghasilan (Pembahasan UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dengan Komentar Pasal per Pasal), Jakarta : Carofin Publishing.

Ibrahim,Johannes, 2004, Kartu Kredit : Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung : PT Refika Aditama.

Mardiasmo, 2006, Perpajakan edisi Revisi 2006, Yogyakarta : Penerbit Andi. _________, 2008, Perpajakan Edisi Revisi 2008, Yogyakarta : Penerbit Andi. Marihot.P.Siahaan.S.E, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Mochtar Kusumaatmadja dan etty R Agoes, 2005, Pengantar Hukum

Internasional, Bandung : PT Alumni.

R santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : PT Refika Aditama.


(4)

Rochmat soemitro, 1998, Asas dan Dasar Perpajakan 2, Bandung : Refika Aditama.

Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bhakti. Soeryono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Subagyo, 2005, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi.2, Cetakan.2, (Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN). Sugianto, 2008, Pengantar Kepabeanan dan Cukai, Jakarta : PT Grasindo.

Waluyo, 2007, Perpajakan Indonesia Edisi 2007, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

_________, 2005, Perpajakan Indonesia Edisi 2005, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Wiryawan B Ilyas dan Richard Burton, 2008, Hukum Pajak Edisi 4,Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Kamus

R.Subekti dan Tjitrosoebidio, 2008, Kamus Hukum, Jakarta : PT Pradnya Paramita, Cetakan Ketujuh belas.

Undang-Undang

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569, selanjutnya disebut UU Pajak Bumi dan Bangunan


(5)

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985, selanjutnya disebut UU

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740,selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Internet

Tempointeraktif.com Bea Materai Kartu Kredit Diwajibkan diakses pada tanggal 09 Februari 2010 pukul 15.07 WIB

The First Credit Card Was Issued In 1951”,

http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm, diakses pada tanggal 28 Desember 2009 pukul 10.13

http//www.pajak.go.id/index.php?view=category&ud=112&option=com_conten &itemid=41 Pajak Bea Materai diakses pada tanggal 08 Februari pukul 20.55 wib.

Thelawbyleil.blogspot.com/...hukum-pajak-tarif-bea-materai-ii.html Tarif Bea Materai diakses pada tanggal 10 Februari 2010 pukul 15.45

Nilai Apakah yang dipergunakan sebagai harga nominal pada kartu kredit ? diakses pada tanggal 11 Januari 2010 pukul 10.45 wib.


(6)

Kartu Kredit Terlalu Jauh diakses pada tanggal 08 Februari 2010 pukul 21.08 wib

Peraturan Bank

Indonesia 10/08/PBI/2008 diakses pada tanggal 15 Februari 2010 pukul 20.37 wib

Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak diakses pada tanggal 09 Februari 2010 Pukul 14.55 wib

ganda Akses Pajak Tak Picu Pungutan Ganda diakses pada tanggal 08 februari 2010 pukul 20.15 wib