Studi Sistem Pengendalian Kadar Oksigen di Dalam Air Pada Thermal Deaerator di Pabrik Kelapa Sawit Murini Sam Sam-I

(1)

STUDI SISTEM PENGENDALIAN KADAR OKSIGEN DI DALAM AIR PADA THERMAL DEAERATOR DI PABRIK KELAPA SAWIT MURINI

SAM SAM-I

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

UMMI FAHRINA 070801003

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI PENGENDALIAN KADAR OKSIGEN DI DALAM AIR PADA DEAERATOR DI PABRIK KELAPA SAWIT MURINI SAM SAM I

Kategori : SKRIPSI

Nama : UMMI FAHRINA

Nomor Induk Mahasiswa : 070801003

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUA ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Mei 2012 Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang

NIP 195510301980031003

Pembimbing-I Pembimbing-II

Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill Dr. Susilawati, S.Si., M.Si.


(3)

PERNYATAAN

STUDI SISTEM PENGENDALIAN KADAR OKSIGEN DI DALAM AIR PADA THERMAL DEAERATOR DI PKS MURINI SAM SAM-I

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2012

UMMI FAHRINA 070801003


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan waktu yang ditetapkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phil, dan Dra. Susilawati M.Sc, selaku dosen pembimbing I dan II dalam menyelesaikan skripsi ini yang telah memberikan panduan dan arahan kepada saya untuk penyempurnaan skripsi ini, selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada PT. MURINI SAM SAM-I yaitu Bapak Alimin sitohang selaku manager dan Bapak Andre selaku pembimbing di lapangan yang telah memberikan bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Dr. Kerista Tarigan, M.Eng.Sc, Drs. Takdir Tamba, M.Eng.Sc, dan Dr. Marhaposan situmorang, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini dan juga kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Fisika Dr. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon. MSi, Dekan FMIPA USU Dr. Sutarman,Msc serta semua Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua mahasiswa Fisika khususnya stambuk 2007, yaitu Oki Handinata, Moraida Hasanah, Angel Pratiwi, Rusdalena, Ichsan, Hilman, Julia Fadilla, Suci Ramadhani, Juli Harni, Eva Suraya, Eva rosdiyanti, Irhan Hanim, Rahma, Siska Futri Nst, Ismatul Husna, Juriah semangat, syifa, Prisca, Lokita, Jandri, Jhon Dalton, Ita, Maria Irma, serta Junior dan senior yang telah membantu saya( Bang Hendri Yogi, Andy syahreza dan Gilang Perkasa Rizki ) yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Akhirnya tidak pernah terlupakan tanda bakti kami kepada Ayahanda (Drs. Amir Faisal) dan Ibunda (Rosnizar) yang telah memberikan dukungan baik materil maupun moril selama mengikuti perkuliahan, dan kepada kakak-kakak(Nisa Amalia dan Fitri Fadia) dan juga adik-adik tercinta (Hani Fahdina dan Habib Hammadi) yang selalu mendoakan dan mendukung saya, dan akhirnya kepada seluruh keluarga besar Embah di Duri yang mau menerima saya di rumahnya dan keluarga besar di Perawang (Yayuk, Bang Supri, Bang Bambang, Bang Manto, bang Dedi, kak Hapni dll) yang dengan setia dan sabar mengantarkan saya ke Duri. Dan juga kepada kedua orang tua Moraida hasanah dan Angel Pratiwi yang turut serta membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini dan mereka tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.


(6)

STUDI SISTEM PENGENDALIAN KADAR OKSIGEN DI DALAM AIR PADA THERMAL DEAERATOR DI PABRIK KELAPA SAWIT MURINI

SAM SAM-I ABSTRAK

Penelitian tentang sistem pengendalian Thermal Deaerator dengan menentukan seberapa besar Temperatur dan Tekanan yang bisa dikontrol untuk menghilangkan kadar oksigen di dalam air. Penelitian dilakukan dipabrik kelapa sawit (PKS) Murini Sam Sam 1 Duri, Riau. Pada proses pengendalian ini digunakan metode PI dan Routh-Hurwitz. Hasil yang didapat dengan menggunakan metode PI yaitu nilai Kc = 0,4 dan PB= 250% lebih stabil dibandingkan yang lainny. Metode Routh-Hurwitz yaitu nilai Routhnya (S4 = 0.04 ; 0.18; 0,000012); (S3= 0.4; 0.003; 0); (S2= 0.18; 0.000012; 0); (S1= 0.032; 0; 0); (S0 = 0.000012; 0; 0) dan Hurwitznya (0.4; 0.072; 0.000213), karena bernilai positif maka dapat dikatakan stabil sama pada karakteristik yang ada pada Routh-Hurwitz.


(7)

STUDY OF OXYGEN CONTROL SYSTEM IN WATER AT THERMAL DEAERATOR AT PALM OIL FACTORY MURINI SAM SAM-I

ABSTRACT

Research about control system at thermal Deaerator with make how many temperature and Pressure can controlled to lose standart oxygen in water. The Research do in Palm oil factory Murini Sam Sam 1 Duri, Riau. At the Process control is used PI and Routh-Hurwitz method. The result can gotten by use PI method are value of Kc= 0.4 and PB= 250%, more stabil than others. For Routh-Hurwitz method are value of Routh (S4 = 0.04 ; 0.18; 0,000012); (S3= 0.4; 0.003; 0); (S2= 0.18; 0.000012; 0); (S1= 0.032; 0; 0); (S0 = 0.000012; 0; 0) and Hurwitz (0.4; 0.072; 0.000213), because positive value can be said stabil same at characteristic at Routh-Hurwitz.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Penghargaan v

Abstract vii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah 2

1.2.2 Batasan Masalah 3

1.3Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Tempat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Teori Dasar Sistem Pengendalian 6 2.1.1 Istilah dan Elemen dalam Sistem Pengendalian 7 2.1.2 Prinsip Prinsip Sistem Pengendalian 10 2.1.3 Pengelompokan Sistem Pengendalian 11 2.1.4 Mode Pengendalian pada Industri 14 2.2 Model Matematik Sistem Dinamik 15

2.3 Model Matematik Sistem Fisik 16

2.3.1 Transformasi Laplace 16

2.3.2 Fungsi Alih 17

2.3.3 Digram Blok 18


(9)

2.4.1 Kriteria Kestabilan Routh 21 2.4.2 Kriteria Kestabilan Hurwitz 23

2.5 Hukum Termodinamika 26

2.6 Thermal Deaerator 28

2.6.1 Data Teknis Deaerator 31

2.62 Jenis-jenis Deaerator 32

Bab 3 Sistem Pengendalian Temperatur dan Tekanan pada Deaerator 37

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 37

3.1.1 Waktu Penelitian 37

3.1.2 Tempat penelitian 37

3.2 Proses Pengendalian Kadar Oksigen 38 3.2.1 Pemodelan dan Perancangan sistem Deaerator 38

3.2.2 Pengendali (Controller) 40

3.2.3 Transmitter 42

3.2.3.1 Tekanan Transmitter 42

3.2.3.2 Temperatur Transmitter 43

3.2.4 Control Valve 44

3.2.5 Penurunan Persamaan Gas Ideal Untuk Proses 45

3.3 Metode yang digunakan 46

3.3.1 PI 46

` 3.3.2 Metode Routh-Hurwitz 46

3.3.3 Uji Kestabilan dengan Respon Frekuensi 47

3.4 Perancangan Program 47

3.5 Diagram Alir 47

Bab 4 Data dan Analisa Data

4.1 Data 49

4.1.1 Data Controller 49

4.1.2 Data Transmitter 50

4.1.3 Data Temperatur dan Tekanan Stork tank 50

4.1.4 Data Steam 50

4.1.5 Data Control valve 50


(10)

dan Tekanan Air pada Deaerator 51 4.3 Analisis Kestabilan Sistem Pengendalian Temperatur dan Tekanan

pada Deaerator 57

4.3.1 Metode Kestabilan Routh 57

4.3.2 Metode Kestabilan Hurwitz 60 4.3.3 Uji Respon Kestabilan sistem pengendalian

dengan metode frekuensi 62 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 73

5.2 Saran 74

Daftar Pustaka 75


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Data dari Controller 49


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Pengendalian Level didalam Tangki oleh Manusia 10 Gambar 2.2 Sistem Pengendalian Loop Terbuka 12 Gambar 2.3 Sistem Pengendalian Loop Tertutup 13 Gambar 2.4 Sistem Pengendalian Bertingkat 13

Gambar 2.5 Diagram Blok 19

Gambar 2.6 Diagram Blok Sistem Pengendalian Loop Tertutup 19 Gambar 2.7 Sistem Pengendalian Loop Tertutup dengan Umpan Balik H(s) 20 Gambar 2.8 Contoh Grafik Kestabilan Sistem 25 Gambar 2.9 Deaerator dan bagian-bagiannya 31

Gambar 2.10 Deaerator Spray 32

Gambar 2.11 Deaerator vakum 33

Gambar 2.12 Deaerator tray 34

Gambar 2.13 Control Valve 35

Gambar 3.1 Diagram proses Deaerator Tempertur dan Pressure 38 Gambar 3.2 Diagram Blok Sistem Pengendalian Temperatur dan tekanan 39 Gambar 3.3 Diagram Blok Sistem Transmisi Pnumatik 42 Gambar 3.4 Blok Tekanan Transmitter dengan gain 43 Gambar 3.5 Blok Temperatur Transmitter dengan gain 44 Gambar 3.6 Blok Control valve dengan gain 44 Gambar 4.1 Diagram Blok Temperatur Controller 51 Gambar 4.2 Diagram Blok Pressure Controller 52

Gambar 4.3 Diagram Blok Gangguan 53

Gambar 4.4 Diagram Blok Proses 54

Gambar 4.5 Diagram Blok Control valve 55 Gambar 4.6 Diagram Blok Fungsi Alih Sistem Kendali 56 Gambar 4.7 Diagram Blok Fungsi Alih dengan nilai Parameternya 56 Gambar 4.8 Diagram Blok dengan Kc = 2 63 Gambar 4.9 Grafik simulasi sistem kendali tekanan dan


(13)

Temperatur dengan nilai Kc = 2 64 Gambar 4.10 Diagram Blok dengan Kc = 1 65 Gambar 4.11 Grafik simulasi sistem kendali tekanan dan

Temperatur dengan nilai Kc = 1 66 Gambar 4.12 Diagram Blok dengan Kc = 0.66 67 Gambar 4.13 Grafik simulasi sistem kendali tekanan dan

temperatur dengan nilai Kc 0.66 68 Gambar 4.14 Diagram Blok dengan nilai Kc = 0.5 69 Gambar 4.15 Grafik simulasi sistem kendali tekanan dan

temperatur dengan nilai Kc = 0.5 70 Gambar 4.16 Diagram Blok dengan Kc = 0.4 71 Gambar 4.17 Grafik simulasi sistem kendali tekanan dan


(14)

STUDI SISTEM PENGENDALIAN KADAR OKSIGEN DI DALAM AIR PADA THERMAL DEAERATOR DI PABRIK KELAPA SAWIT MURINI

SAM SAM-I ABSTRAK

Penelitian tentang sistem pengendalian Thermal Deaerator dengan menentukan seberapa besar Temperatur dan Tekanan yang bisa dikontrol untuk menghilangkan kadar oksigen di dalam air. Penelitian dilakukan dipabrik kelapa sawit (PKS) Murini Sam Sam 1 Duri, Riau. Pada proses pengendalian ini digunakan metode PI dan Routh-Hurwitz. Hasil yang didapat dengan menggunakan metode PI yaitu nilai Kc = 0,4 dan PB= 250% lebih stabil dibandingkan yang lainny. Metode Routh-Hurwitz yaitu nilai Routhnya (S4 = 0.04 ; 0.18; 0,000012); (S3= 0.4; 0.003; 0); (S2= 0.18; 0.000012; 0); (S1= 0.032; 0; 0); (S0 = 0.000012; 0; 0) dan Hurwitznya (0.4; 0.072; 0.000213), karena bernilai positif maka dapat dikatakan stabil sama pada karakteristik yang ada pada Routh-Hurwitz.


(15)

STUDY OF OXYGEN CONTROL SYSTEM IN WATER AT THERMAL DEAERATOR AT PALM OIL FACTORY MURINI SAM SAM-I

ABSTRACT

Research about control system at thermal Deaerator with make how many temperature and Pressure can controlled to lose standart oxygen in water. The Research do in Palm oil factory Murini Sam Sam 1 Duri, Riau. At the Process control is used PI and Routh-Hurwitz method. The result can gotten by use PI method are value of Kc= 0.4 and PB= 250%, more stabil than others. For Routh-Hurwitz method are value of Routh (S4 = 0.04 ; 0.18; 0,000012); (S3= 0.4; 0.003; 0); (S2= 0.18; 0.000012; 0); (S1= 0.032; 0; 0); (S0 = 0.000012; 0; 0) and Hurwitz (0.4; 0.072; 0.000213), because positive value can be said stabil same at characteristic at Routh-Hurwitz.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dunia Industri yaitu Pembangkit tenaga Listrik dan Pabrik kelapa sawit memerlukan mesin atau alat yang dapat membantu kinerja pabrik tersebut, yaitu dalam mempertahankan atau menjaga kelangsungan dari mesin pabrik tersebut dari kerusakan terutama pada Boiler. Karena Boiler mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelangsungan kinerja dari sebuah pabrik dengan kata lain bisa dikatakan sebagai jantung dari sebuah pabrik. Untuk itulah dibutuhkan alat yang dapat membantu memperpanjang usia Boiler dari kerusakan yang disebabkan oleh korosi. Alat tersebut yaitu Thermal Deaerator.

Thermal Deaerator adalah sebuah alat yang dapat bekerja untuk membuang gas-gas terlarut seperti oksigen yang terkandung dalam air umpan boiler, setelah melalui proses pemurnian air (water treatment). Selain itu juga deaerator berfungsi sebagai pemanas awal air pengisi ketel sebelum disalurkan ke dalam boiler. Deaerator ini bekerja berdasarkan sifat dari oksigen yang kelarutanya pada air akan berkurang dengan adanya kenaikan suhu. Deaerator terdiri dari dua drum dimana drum yang lebih kecil merupakan tempat pemanasan pendahuluan yang berfungsi membuang gas-gas dari bahan air ketel sedangkan drum yang lebih besar merupakan tempat penampungan bahan air ketel yang jatuh dalam drum yang lebih kecil di atasnya. Untuk itulah dibutuhkan sistem pengendalian temperatur sehingga keseimbangan tetap terjaga.

Pengendalian temperatur dan tekanan air pada Thermal Deaerator dapat dilakukan secara konvensional dan digital. Secara konvensional ada beberapa elemen yang yang berpengaruh yang harus dikendalikan bersama sama yaitu aliran air (feed water) dan control valve. Sedangkan secara digital dapat diketahui melalui ruang kontrol.

PT. Wilmar Group terutama PKS Murini Sam Sam-I merupakan salah satu perusahaan yang bonafit yang juga menggunakan Thermal deaerator untuk membantu memperpanjang umur Boiler dan dapat memngurangi biaya operasional akibat


(17)

kerusakan pada boiler yang bisa dikatakan juga sebagai jantung dari suatu pabrik. Selain itu juga dapat mengurangi biaya produksi pabrik, karena pabrik dapat mengurangi penggunaan zat kimia untuk membantu menghilangkan oksigen tersebut. Untuk itulah penulis ingin meneliti bagaimana proses pengendalian pada Thermal Deaerator sehingga dapat menghilangkan zat-zat terlarut di dalam air. Dengan metode PI dan Routh-Hurwitz serta uji kestabilan yang divisualisasikan dalam bentuk kurva dengan program Matlab, penulis ingin memberitahukan bahwa alat tersebut masih layak atau tidak untuk digunakan. Dan dengan adanya parameter-parameter di atas, dapat membantu penulis dalam menghitung dengan menggunakan metode-metode di atas.

1.2 Permasalahan 1.2.1 Identifikasi Masalah

Pabrik kelapa sawit (PKS) harus cermat dalam mengelola pabrik agar hasil yang didapat sesuai yang dengan yang diinginkan. Tapi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan kondisi pabrik harus tetap terjaga dengan baik terutama pada Boiler. Untuk memperpanjang umur boiler, pencegahan terhadap korosi harus dilakukan yaitu dengan cara menggunakan Thermal Deaerator untuk mengurangi kadar oksigen yang terkandung di dalam air yang akan diumpan ke dalam Boiler. Maka dari identifikasi tersebut permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana menghitung sistem pengendalian kadar oksigen di dalam air pada thermal deaerator dengan melihat seberapa besar pengaruh temperatur terhadap kadar oksigen di dalam air.

b. Bagaimana mengetahui seberapa besar tekanan mempengaruhi temperatur pada thermal deaerator.

c. Bagaimana menghitung pengendalian kadar oksigen di dalam air pada thermal deaerator dengan menggunakan metode kestabilan routh hurwitz dan metode PI controlled.

d. Bagaimana mengetahui pengontrolan PI pada sistem pengendalian kadar oksigen di dalam air pada thermal deaerator yang hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk kurva dengan menggunakan matlab.


(18)

1.2.2 Batasan Masala

Penelitian mengenai sistem pengendalian kadar oksigen di dalam air pada thermal deaerator pada PKS MSS1 dibatasi pada:

a. Membahas sistem pengendalian temperature dan tekanan berdasarkan parameter – parameter alat yang digunakan.yaitu controller, temperatur dan tekanan transmitter, valve.

b. Parameter yang diamati berupa Temperatur dan Tekanan pada stork tank yang sangat berpengaruh terhadap pelepasan zat terlarut dalam air yaitu berupa oksigen.

c. Menggunakan metode kestabilan Routh hurwitz dan PI controlled. d. Membuat simulasi dengan menggunakan Matlab.

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan latar belakang yang telah diutarakan maka adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sistem pengendalian Thermal Deaerator dengan menentukan seberapa besar Temperatur dan Tekanan yang bisa dikontrol untuk menghilangkan kadar Oksigen di dalam air yang berasal dari Feed Water Tank. 2. Menghitung sistem pengendalian Thermal deaerator dengan menggunakan

metode kestabilan routh Hurwitz dan PI controlled.

3. Untuk mengetahui PI controll pada sistem pengendalian Temperatur pada Thermal Deaerator yang hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk kurva dengan menggunakan Matlab.

1.4 Manfaat Penelitian

Mengenalkan dan memahami prinsip kinerja dari Thermal Deaerator pada PKS MSS1 dan mengetahui kestabilan alat tersebut dengan metode PI dan Routh-Hurwitz dengan uji frekuensi yang divisualisasikan dalam bentuk kurva oleh MATLAB. Sehingga, kita dapat mengetahui bahwa alat tersebut masih layak atau tidak untuk digunakan


(19)

1.5 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di PKS Murini Sam Sam-I yang berada di Riau yaitu tepatnya duri.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini pada masing – masing bab adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Bab ini membahas latar belakang dari penelitian, identifikasi dan batasan masalah yang akan diteliti, tujuan dari penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang digunakan sebagai acuan dari penelitian ini.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian, diagram alir penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini mencakup data yang diperoleh dari penelitian serta analisa data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian adalah susunan komponen komponen fisik yang dirakit sedemikian rupa sehingga berfungsi untuk mengendalikan sistem itu sendiri atau sistem lain yang berhubungan dengan sebuah proses. Atau dengan pengertian lain sistem pengendalian adalah suatu proses / pengendalian terhadap suatu atau beberappa besaran sehingga berada pada suatu harga atau range tertentu. Hampir semua proses dalam dunia industri membutuhkan peralatan-peralatan otomatis untuk mengendalikan parameter – parameter prosesnya. Otomatisasi tidak saja diperlukan demi kelancaran operasi, keamanan, ekonomi, maupun mutu produk, tetapi lebih merupakan kebutuhan pokok. Kita tidak akan mungkin menjalankan suatu proses industri tanpa sistem pengendalian, contohnya pengendalian disuatu proses pengilangan minyak.

Ada banyak parameter yang harus dikendalikan di dalam suatu proses. Di antaranya, yang paling umum, adalah tekanan (pressure) di dalam sebuah vassel atau pipa, aliran (flow) didalam pipa, suhu (temperature) di unit proses seperti heat exchanger, atau permukaan zat cair (level) disebuah tangki. Dan ada beberapa parameter lain diluar keempat parameter diatas yang cukup penting dan juga perlu dikendalikan karena kebutuhan spesifik proses, diantaranya : pH di industri petrokimia, water cut (BS & W) di ladang minyak mentah, warna produk di suatu fasilitas pencairan gas (NGL) dan sebagainya.

Gabungan serta kerja alat – alat pengendalian otomatis itulah yang dinamakan sistem pengendalian proses (process control system). Sedangkan semua peralatannya yang membentuk sistem pengendalian disebut instrumentasi pengendalian proses (process control instrumentation). Kedua hal terdsebut berhubungan satu sama lain, namun keduanya mempunyai hakikat yang berbeda. Ilmu process control instrumentation lebih terfokus pada penjelasan kerja alat sedangkan process control system lebih terpusat pada kerja sistem tersebut.


(21)

Pada akhirnya pengendalian otomatis memegang peranan penting dan memberikan kemudahan dalam mendapatkan performansi dalam suatu sistem dinamik, mempertinggi kualitas, menurunkan biaya produksi dan mempertinggi laju produksi, serta meniadakan pekerjaan pekerjaan rutiin yang harus dilakukan oleh manusia. Namun semua peran operator manual digantikan oleh sebuah alat yang disebut controller. Tugas membuka dan menutup valve tidak lagi dikerjakan oleh operator tetapi atas perintah controller. Untuk keperluan pengendalian otomatis, valve harus dilengkapi dengan alat yang disebut actuator , sehingga unit valve yang sekarang menjadi unit yang disebut control valve. Semua peralatan pengendalian inilah (controller dan control valve) yang disebut sebagai instrumentasi pengendalian proses.

2.1.1 Istilah dan Elemen Elemen Dalam Sistem Pengendalian

a. Process (Proses)

Dalam kamus Merriam – Webster mendefinisikan proses sebagai operasi atau perkembangan alamiah yang berlangsung secara kontinyu yang ditandai oleh suatu deretan perubahan kecil yang berurutan dengan cara yang relative tetapdan menuju kesuatu hasil atau keadaan akhir tertentu. Atau tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi tertentu. Input proses dapat bermacam macam, yang pasti ia merupakan besaran yang dapat dimanipulasi oleh final control element atau control valve agar measurement variable sama dengan set point.

b. Plant

Plant adalah seperangkat peralatan, mungkin hanya terdiri dari beberapa bagian mesin yang bekerja bersama - sama, yang dilakukan untuk melakukan suatu operasi tertentu. Atau dengan kata lain plant adalah objek yang dikendalikan.

c. System (sistem)

Sistem adalah kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersama sama dan melakukan suatu sasaran tertentu.


(22)

d. Controlled Variable

Controlled variable adalah besaran atau variable yang dikendalikan. Besaran ini pada diagram kotak disebut juga dengan out put proses atau process variable.

e. Manipulated Variable

Manipulated variable adalah input dari suatu proses yang dapat dimanipulasi atau di ubah ubah besarnya agar process variable atau control variable besarnya sama dengan set point

f. Disturbance (Gangguan)

Disturbance adalah suatu sinyal yang cenderung mempunyai pengaruh yang merugikan pada harga keluaran system,atau biassa disebut dengan besaran lain, manipulated variable yang menyebabkan berubahnya controlled variable , besaran ini juga lazim disebut dengan load.

g. Sensing Element

Sensing Element adalah bagian yang paling ujung suatu sistem pengukuran (measuring system), bagian ini juga disebut dengan sensor atau primary element.

h. Transducer dan Transmitter

Transducer adalah unit pengalih sinyal sedangkan transmitter adalah alat yang berfungsi membaca sinyal sensing element dan mengubahnyya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh controller. Transmitter lebih khusus pemakainnya dalam sistem pengukuran.

i. Measurrement Variable

Measurement variable adalah sinyal yang keluar dari transmitter. Besaran ini merupakan cerminan besarnya sinyal sistem pengukuran.

j. Set point

Set point besar process variable yang dikehendaki. Sebuah controller akan selalu berusaha menyamakan controlled variable dengan set point.


(23)

Error adalah selisih antara set point dikurangi dengan measured variable. Error bisa negatif dan bisa juga positif. Bila set point lebih besar dari measured variable demikian sebaliknya bila set point lebih kecil dari measured variable maka error akan negatif.

l. Controller

Controller adalah element yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah pengendalian yaitu membandingkan set point dengan measurement variable, menghitung berapa banyak koreksi yang dilakukan, dan mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan tadi. Controller sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam meengendalikan sebuah proses. Controller sering diterjemahkan sebagai alat pengendali.

m. Feedback (Umpan Balik)

Umpan balik adalah sifat dari suatu sistem untaian tertutup yang memungkinkan keluarannya bisa dibandingkan dengan masukan sistem itu agar tindakan pengendalian yang tepat sebagai fungsi dari keluaran dan masukannya bisa terjadi.

n. Final Control Element

Final control element adalah bagian terakhir dari instrumentasi sistem pengendalian. Bagian ini berfungsi untuk mengubah measurement variable dengan cara memanipulasi besarnya manipulated variable, berdasarkan perintah controller.

2.1.2 Prinsip Prinsip Sistem Pengendalian

Persyaratan umum dari system pengendalian adalah setiap elemen dari system pengendalian haruslah stabil. Ini merupakan persyaratan utama. Disamping kestabilan mutlak, suatu system pengendalian harus mempunyai kestabilan relative yang layak, jadi kecepatan respon harus cukup cepat dan menuju peredaman yang layak. Suatu system pengendalian juga harus mampu memperkecil kesalahan sampai nol atau


(24)

sampai pada suatu harga yang dapat ditoleransi. Mari kita lihat sebuah contoh kasus dari gambar dibawah ini:

Set point

Level

Tangki

Pabrik

Gambar 2.1 Pengendalian level di dalam tangki oleh manusia

Pada sistem pengendalian gambar 2.1, pertama operator harus mengamati ketinggian level, kemudian mengevaluasi apakah level yang ada sudah seperti yang dikehendakinya. Kalau level tidak sama dengan yang dikehendakinya, operator harus memperkirakan seberapa banyak valve perlu lebih ditutup atau lebih dibuka. Selanjutnya operator harus benar benar mengubah bukaan valve sesuai dengan yang diperkirakan tadi. Jika dikaji lebih jauh, dalam mengendalikan proses operator mengerjakan empat langkah yaitu mengukur, membandingkan, menghitung dan mengoreksi.

Pada waktu operator mengamati ketinggian level maka yang ia kerjakan sebenarnya adalah langkah mengukur proses variable dan process variablenya adalah level. Kemudian operator membandingkan apakah hasil pengukuran tadi sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Besar process variable itu disebut dengan set point. Pada contoh ini kita umpamakan level selalu 50%, set point didalam sistem pengendalian ini besarnya 50%. Perbedaan antara process variable dan set point disebut dengan error. Berdasarkan error itulah operator menentukan arah dari bukaan valve.

Seorang operator yang berpengalaman tidak sembarang membuka atau menutup valve. Ia juga akan memperkirakan seberapa banyak valve perlu lebih dibuka atau ditutup. Pada tahapan ini sebenarnya operator sedang melakukan langkah menghitung. Langkah berikutnya yang perlu dikerjakan oleh operator adalah


(25)

mengubah bukaan valve sesuai dengan hasil perbandingan dan perhitungan tadi. Langkah inilah yang disebut dengan langkah mengoreksi.

Keempat langkah yang dilakukan operator tadi yaitu mengukur, membandingkan, menghitung,dan mengoreksi, seluruhnya dapat dikerjakan dengan langkah instrumentasi. Manusia, kemudian, sama sekali tidak menentukan keempat langkah tadi. Operator hanya perlu menentukan besarnya set point dan semuanya akan dikerjakan secara otomatis oleh instrument. Sistem pengendalian secara inilah yang disebut dengan sistem pengendalian otomatis (automatic control system). Keempat tahapan pengendaliannya, sepenuhnya dilakukan dengan instrument. Mata rantai pengendaliannya kemudian disebut mata rantai tertutup, dan sistemnya juga disebut sistem pengendalian tertutup atau sistem closed loop.

2.1.3 Pengelompokan Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian dapat di kelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Sistem Pengendalian Manual Dan Otomatis

Sistem pengendalian digolongkan kedalam dua kategori umum yaitu: sistem manual dan otomatis. Perbedaan ini ditentukan oleh tindakan pengontrolan, dimana besaran ini bertanggungjawab menggerakkan sistem untuk menghasilkan outputnya. Pengendalian secara manual adalah pengendalian yang dilakukan oleh manusia yang bertindak sebagai operator sedangkan pengontrolan secara otomatis adalah pengontrolan yang dilakukan oleh mesin atau peralatan yang bekerja secara otomatis dan operasinya dibawah pengwasan manusia. Pengendalian secara manual banyak ditemukan dalam kehidupan sehari hari seperti penyetelan radio dan televisi sedangkan secara otomatis didalam proses industri, pengendalian pesawat dan pembangkit tenaga listrik.


(26)

Sistem loop terbuka (open loop) adalah sistem pengendalian yang keluarannya tidak berpengaruh pada aksi pengendalian. Jadi pada sistem pengendalian loop terbuka, keluaran tidak diukur atau diumpan balikkan untuk dibandingkan dengan masukan. Gambar 2.2 menunjukkan hubungan masukan keluaran untuk sistem loop terbuka.

Masukan Keluaran

Control Plant

Gambar. 2.2 Sistem pengendalian loop terbuka Ada dua keistimewaan dalam sistem loop terbuka ini adalah:

1. Ketelitian dari sistem loop terbuka tergantung pada kalibrasinya. 2. Sistem ini lebih stabil.

Sistem pengendalian loop tertutup adalah sistem pengendalian yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendalian. Jadi sistem pengendalian tertutup adalah sistem pengendalian berumpan balik (feedback control). Sistem pengendalian loop tertutup menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Masukan Keluaran

Controller Plant

Elemen Ukur

Controller Plant

Gambar 2.3 Sistem pengendalian loop tertutup Adapun keistimewaan dalam sistem pengendalian loop tertutup adalah:

a. Meningkatkan ketelitian dengan kemampuan untuk menghasilkan kembali inputnya

b. Mengurangi akibat – akibat ketidaklinearan c. Memperbesar band width (jangkauan frekuensi)


(27)

3. Sistem Pengendalian Bertingkat (Cascade Control System)

Sistem pengendalian bertingkat adalah sistem pengendalian yang memiliki 2 besaran pengukuran yang berada dalam satu kontrol loop. Tujuan dari sistem pengendalian bertingkat ini adalah untuk mendapatkan hasil pengaturan yang tepat dengan mengurangi efek penundaan waktu yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan jalan menggunakan out put dari controller pertama (primary controller), sebagai besaran untuk mengatur set point bagi controller kedua (secondary controller).

Tower / Tangki

reboiler Feed Water

Bottom Product

TIC

FIC Steam Valve

LIC

Gambar 2.4 Sistem Pengendalian Bertingkat

Perubahan perubahan dalam keadaan beroperasi membutuhkan pengaturan pada panas yang menjadi input, jika diperlukan untuk mendeteksi suatu perubahan yang cepat sebuah temperature kontrol dipasangkan pada titik yang paling optimum dari tower. Output dari temperatur controller digunakan digunakan untuk mengatur set point dari steam flow controller. Jadi kecepatan aliran uap berubah dengan perubahan suhu dari tower. Jadi dalam hal ini temperatur kontrol merupakan primary controller dan steam flow merupakan secondary controller.

2.1.4 Mode Pengendalian Pada Industri

Pengendalian otomatis pada industry pada minyak bumi dan gas dapat diklasifikasikan sesuai dengan aksi pengendalian dan factor keamanannya. Aksi pengendalian tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik proses seperti kepekaan, akurasi, respon, dan stabilitasnya bila terjadi perubahan beban. Adapun beberapa mode pengendalian industri tersebut adalah sebagai berikut:


(28)

Pada pengendalian dengan aksi pengendali proporsional plus integral (PI),dapat didefinisikan dengan persamaan berikut :

m(t) = Kce(t) +

t dt t e Ti Kc 0 )

( ………..……...………(2.1)

dimana Kc menyatakan penguatan proporsional(perubahan output yang menyebabkan perubahan input) dan Ti menyatakan waktu integral. Baik Kc maupun Ti dapat diatur. Waktu integral mengatur aksi pengendalian integral, sedangkan perubahan nilai Kc akibat dari bagian aksi pengendalian proporsional maupun integral. Ti menunjukkan berapa kali waktu reset atau pengulangan tiap menit bagian proporsional diulang.

2. Pengendali Proporsional Ditambah Derivatif (PD)

Aksi pengendali proporsional ditambah derivatif dapat didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut :

m(t) = Kce(t) +

dt t de

KcTd ( ) ………...(2.2) dengan Td konstan waktu derivatif, waktu turun Td adalah waktu interval dengan laju aksi memberikan pengaruh pada aksi pengendali proporsional.

3. Pengendali Proporsional Ditambah Integral dan Derivatif (PID)

Alat pengendali PID sangat sering digunakan dalam pengendali industri. Jika e(t) masukan ke alat pengendali PID, maka keluaran m(t) dari alat pengendali ini diberikan sebagai berikut :

m(t) =

      

dt t de Td t e Ti t e Kc t ) ( ) ( 1 ) ( 0 ………...(2.3)


(29)

dimana Td menyatakan waktu turunan dan Ti menyatakan waktu integral.

2.2 Model Matematik Sistem Dinamik

Model matematik dari sistem dinamik didefinisikan sebagai sejumlah persamaan yang menggambarkan dinamika dari sistem secara tepat. Langkah pertama dalam analisis sistem dinamik adalah menurunkan model matematiknya. Menurunkan model matematika yang adalah bagian yang paling penting dari analisis secara keseluruhan.

Model matematika mungkin mengambil banyak bentuk yang berbeda beda tergantung dari sistem tertentu, satu model matematika mungkin lebih cocok dari pada model matematika yang lain. Pada umumnya, dalam menyelesaikan suatu persoalan, pertama kali diinginkan untuk membuat model yang disederhanakan sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran umum dari jawaban suatu persoalan. Dalam menurunkan model yang disederhanakan tersebut, seringkali untuk mengabaikan sifat fisis dari sistem. Terutama jika diinginkan model matematika linear parameter terkumpul, yaitu suatu model yang menggunakan persamaan diffrensial biasa, maka selalu diperlukan untuk mengabaikan ketidaklinearan dan parameter terdistribusi (parameter yang berbentuk persamaan diffrensial parsial) yang munkin terdapat pada sistem fisik yang ditinjau.

Sistem dikatakan linear jika berlangsung prinsip prinsip superposisi. Prinsip super posisi menyatakan bahwa tanggapan yang dihasilkan dengan mengaplikasikan dua fungsi gaya yang berbeda secara bersamaan adalah jumlah dari tanggapan terhadap aplikasi fungsi tersebut secara sendiri sendiri. Jadi sistem linear, tanggapan terhadap beberapa masukan dapat dihitung dengan mengerjakan masukan satu persatu dan menjumlahkan hasilnya. Prosedur untuk menemukan penyelesaian masalah yang melibatkan sistem non linear umumnya sangat rumit. Karena kesulitan matematika yang ada pada sistem non linear. Maka perlu membuat sistem linear yang ekuivalen yang berlaku untuk jangka operasi yang terbatas.

2.3 Model Matematik Sistem Fisik 2.3.1 Transformasi Laplace


(30)

suatu fungsi lain F (S), dimana S menyatakan suatu bidang kompleks yang dapat dituliskan sebagai S = dimana (sigma) adalah bagian nyata, dan = bagian khayal dari S; sedangkan . Metode transformasi laplace adalah suatu metode yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diffrensial. Dengan menggunakan transformasi laplace dapat diubah beberapa fungsi umum seperti fungsi ekponensial dan fungsi sinusoidal teredam menjadi fungsi – fungsi

aljabar kompleks dalam wawasan “S”.

Untuk menggunakan transformasi laplace, sebuah fungsi harus nyata dan kontinyu dalam suatu selang waktu yang akan dianalisis. Secara matematis bentuk transformasi ini adalah :

F (S) =

   0 ) ( )] (

[f t f t e dt

L st ………...(2.4) Dimana :

= Fungsi waktu t sedemikian rupa sehingga = 0 untuk t 0 s = Varible kompleks

= Simbol operasional yang menunjukkan bahwa besaran yang didahuluinya ditransformasikan dengan integral laplace -st dt

F (s) = Transformasi laplace dari (t)

Proses kebalikan dari penemuan fungsi waktu dari transformasi laplace balik. Notasi untuk transformasi laplace balik adalah L-1. Jadi

) ( )] ( [ 1 t f s F

L  ……….………(2.5)

2.3.2 Fungsi Alih

Dalam sistem pengendalian fungsi alih seringkali digunakan untuk mencirikan hubungan masukan – keluaran dari sistekm linear parameter konstan. Konsep fungsi alih hanya digunakan pada sistem linear parameter konstan, walaupun dapat diperluas untuk sistem pengendalian non linear. Fungsi alih sistem linear parameter konstan didefinisikan sebagai perbandingan dari transformasi laplace keluaran (fungsi respon)


(31)

dan transpormasi laplace masukan (sistem penggerak), dengan anggapan bahwa semua kondisi awal adalah nol.

Jika G(s) menyatakan fungsi alih dari sistem, dengan masukan X(t) dan keluaran Y(t), sehingga dapat ditulis:

Fungsi Alih G(s) =

] [ ] [ Keluaran X Masukan Y = ) ( ) ( s X s Y ………...……..(2.6)

Dengan menggunakan fungsi alih dapat dinyatakan dengan sistem dinamik dengan persamaan aljabar dalam S. Jika pangkat tertinggi dari S dalam penyebut fungsi alih

sama dengan “n”, maka sistem tersebut disebut orde ke-n.

2.3.3 Diagram Blok

Suatu sistem pengendalian terdiri dari beberapa komponen. Untuk menunjukkan fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen, dalam teknik pengendalian, biasanya kita menggunakan suatu digram yang dinamakan dengan digram blok. Ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan permasalahan dalam sistem pengendalian yang telah diubah dalam bentuk yang mudah dianalisis.

Digram blok suatu sistem adalah suatu penyajian bergambar dari fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen dan aliran sinyalnya. Diagram semacam ini melukiskan hubungan timbal balik yang ada antara berbagai komponen. Dalam suatu diagram blok, semua variable saling dihubungkan dengan menggunakan blok fungsional. Blok fungsional atau sering disebut dengan blok adalah suatu simbol operasi matematik pada sinyal masukan blok yang menghasilkan keluaran. Fungsi alih dari komponen biasanya ditulis didalam blok, yang dihubungkan dengan anak panah untuk menunjukkan arah aliran sinyal. Jadi, diagram blok suatu sistem pengendalian secara eksplisit menunjukkan suatu sifat searah.

Prosedur penggambaran diagram blok dapat dirincikan sebagai berikut :

1. Menulis persamaan yang menggambarkan perilaku dinamik tiap komponen. 2. Mengubah ke transformasi laplace


(32)

3. Menyajikan masing masing persamaan dalam bentuk transformasi laplace dalam suatu blok.

4. Merakit elemen elemen dalam digram blok yang lengkap.

Fungsi Alih Fungsi Alih

G(s)

Gambar 2.5 Diagram Blok

Gambar diatas menunjukan suatu elemen dari diagram blok. Anak panah yang menuju ke blok menyatakan masukan dan anak panah yang meninggalkan blok menyatakan suatu keluaran. Anak panah semacam ini dianggap sebagai sinyal.Harus diperhatikan bahwa dalam suatu digram blok sumber energi utamanya tidak ditunjukkan secara ekplisit, dan juga bahwa diagram blok suatu sistem adalah tidak unik. Suatu sistem dapat digambarkan dengan beberapa diagram blok yang berbeda tergantung pada analisis sistem tersebut. Diagram blok mengandung suatu informasi perilaku dinamik, tetapi tidak mengandung suatu informasi mengenai kontruksi fisik dari sistem.

R(s) E(s) C(s)

G(s)

Gambar 2.6 Diagram Blok Sistem pengendalian Loop Tertutup

Gambar 2.6 menunjukkan diagram blok sistem pengendalian loop tertutup. Keluaran C(s) diumpan balikkan ke titik penjumlahan untuk dibandingkan dengan masukan acuan R(s). Keluaran blok C(s) diperoleh dengan mengalikan fungsi aliih G(s) dengan masukan blok E(s). Setiap sistem pengendalian dapat dinyatakan denggan dengan suatu digram blok yang terdiri dari beberapa blok titik penjumlahan dan titik cabang. Titik cabang adalah titik tempat sinyal keluaran blok secara bersamaan menuju ke blok lain atau titik penjumlahan.


(33)

Jika keluaran diumpan balikkan ke titik penjumlahan atau dibandingkan dengan masukan, maka perlu mengubah sinyal keluaran agar sama dengan bentuk sinyal masukan. Pengubahan ini dilakukan oleh elemen umpan balik yang mempunyai fungsi alih H(s).

G(s)

H(s)

R(s) C(s)

Gambar 2.7 Sistem pengendalian loop tertutup dengan umpan balik H(s) Peranan lainnya dari sitem umpan balik adalah memodifikasi keluaran sebelum dibandingkan dengan masukan. Dalam hal ini, sinyal umpan balik yang diumpankan ke titik penjumlahan untuk dibandingkan dengan sinyal masukan dapat ditulis :

) ( ) ( 1 ) ( ) ( ) ( s H s G s G s R s C   ...………....(2.7)

Keterangan: G(s) = Fungsi alih maju

H(s) = Fungsi alih umpan balik C(s) = Sebagai keluaran pada proses R(s) = Sebagai masukan (set point)

Tanda negatif (-) pada persamaan 2.7 digunakan untuk sistem umpan balik positif sedangkan tanda positif (+) digunakan untuk sistem umpan balik negatif.

2.4 Analisis Kestabilan Sistem

Kestabilan suatu sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap masukan atau gangguan. Suatu sistem dikatakan stabil bila sistem tersebut akan tetap dalam keadaan diam atau berhenti kecuali dirangsang (dieksitasi) oleh suatu fungsi masukan dan akan kembali dalam keadaan diam jika ransangan (eksitasi) tersebut dihilangkan. Sistem tidak stabil terjadi jika respon terhadap suatu masukan menghasilkan osilasi yang


(34)

point dari sistem sedangkan waktu (t) mewakili waktu pencapaian dari set point tersebut. Ketidakstabilan merupakan suatu keadaan yang tidak menguntungkan bagi suatu sistem pengendalian loop tertutup. Jelas untuk memperoleh nilai yang memberikan manfaat praktis sebuah sistem pengendalian haruslah stabil. Untuk menentukan apakah suatu sistem itu stabil atau tidak, terdapat berbagai macam cara yang dapat digunakan.

2.4.1 Kriteria Kestabilan Routh

Penentuan kestabilan suatu sistem berdasarkan persamaan karakteristik akan mengakibatkan kesulitan bagi persamaan yang tingkatannya (orde) yang lebih tinggi, yaitu dalam menentukan akar akar persamaan karakteristik tersebut. Suatu cara lain untuk menentukan kestabilan suatu sistem tanpa menghitung akar akar persamaan karakteristiknya adalah dengan menggunakan kriteria Routh. Kriteria ini merupakan aljabar untuk menentukan kestabilan dalam wawasan S (laplace). Cara ini yang menunjukkan adanya akar akar yang tidak stabil beserta jumlahnya, tetapi tidak menentukan nilai atau kemungkinan cara untuk mencegah kestabilan.

Prosedur dalam kriteria kestabilan Routh adalah sebagai berikut:

1. Ditulislah persamaan karakteristik sistem dalam bentuk polinomial yaitu:

0 ... 1

1 1

0      

n n n n a S a S a S a ………... (2.8)

dengan dst adalah koefisien dari persamaan tersebut.

2. Jika ada koefisien koefisien yang berharga nol atau negatif di mana paling tidak terdapat satu koefisien yang berharga positif, maka terdapat satu atau lebih akar khayal atau yang mempunyai bagian nyata positif. Oleh karena itu, pada kasus ini, sistem tidak stabil. Jika kita hanya tertarik pada kestabilan mutlak, maka tidak perlu mengikuti prosedur selanjutnya. Ingat bahwa semua koefisien harus positif. Ini merupakan syarat perlu.


(35)

3. Jika semua koefiisien berharga positif, maka disusun persamaan dalam suatu barisan (arrays) yang menyerupai sebuah matriks dengan bentuk sebagai berikut:

Sn … …

Sn-1

Sn-2 … …

Sn-3

Sn-4

… …

… …

S2 S1 S0

Dimana cara penyusunannya adalah sebagai berikut:

- Baris pertama adalah koefisien koefisien yang terdiri dari indeks genap

(0,2,4,6,…dst)

- Baris kedua adalah indeks – indeks yang terdiri dari bilangan ganjil

(1,3,5,7,…dst)

- Baris ketiga dinyatakan oleh b1 b2 b3 …,dimana harga harga b1 b2 b3 ditentukan dari harga harga baris pertama dan kedua.

- Baris keempat diberi notasi c1 c2 c3…,dst. Dan harga – harganya diperoleh dari baris kedua dan baris ketiga.

- Demikianlah seterusnya

Jumlah barisan ini tergantung pada orde persamaan karakteristik tersebut. Untuk menentukan harga harga b1 b2 b3 ...dst; dihitung sebagai berikut :


(36)

1 7 0 6 1 3 1 5 0 4 1 2 1 3 0 2 1 1 a a a a a b a a a a a b a a a a a b       dan seterusnya.

Selanjutnya harga harga c1 c2 c3…dst ditentukan dengan cara yang sama yaitu:

1 4 1 7 1 3 1 3 1 5 1 2 1 2 1 3 1 1 b b a a b c b b a a b c b b a a b c       dan seterusnya.

Dan harga d1 ditentukan dengan cara yang sama yaitu :

1 3 1 3 1 2 1 2 1 2 1 1 c c b b c d c c b b c d    

Proses ini diteruskan sampai baris ke-n secara lengkap. Susunan yang lengkap dari koefisien berbentuk segitiga (triangular), dimana jumlah baris adalah sebanyak pangkat tertinggi dari S ditambah satu. Perlu diperhatikan bahwa didalam menyusunnya suatu baris dapat dibagi atau dikalikan dengan suatu bilangan positif untuk menyederhanakan perhitungan numeric berikutnya tanpa mengubah kesimpulan kestabilan.

Kriteria kestabilan Routh menyatakan bahwa banyaknya akar akar dari persamaan 2.15 yang mempunyai bagian nyata positif sama dengan banyaknya perubahan tanda dari koefisien pada kolom pertama dari susunan tersebut. Harus diperhatikan bahwa harga eksak dari suku suku pada kolom pertama tidak perlu diketahui, tetapi yang perlu diperhatikan adalah tanda tandanya saja. Syarat perlu dan cukup adalah semua koefisien dari persamaan 2.15 haruslah bertanda positif dan semua suku pada kolom pertama dari susunan tersebut haruslah positif.


(37)

2.4.2 Kriteria Kestabilan Hurwitz

Persyaratan kestabilan Hurwitz adalah salah satu cara untuk menentukan apakah semua akar persamaan karakteristik memiliki bagian nyata yang negative atau tidak. Persyaratan ini diterapkan dalam bentuk determinan yang merupakan koefisien koefisien persamaan karakteristik tersebut. Dimisalkan bahkan koefisien yang pertama positif. Determinan untuk I = 1,2,…,n -1 sebagai bentuk dari determinan minor utama dari determinan. Persyaratan kestabilan Hurwitz merupakan sebuah cara untuk menentukan kestabilan sistem yang diterapkan ke sebuah persamaan karakteristik orde ke –n seperti dibawah ini:

0

... 0

1 1

1    

 

S a S a a

S

a n n

n

n ……….(2.9)

Apabila persamaan diatas dimasukkan kedalam bentuk determinan akan diperoleh sebagai berikut :

n-1 n-3 … 0 … 0

n n-2 … 0 … 0

A = n-1 n-3 ………. … 0

n n-2 ……… … 0

… ……… … 0

… ……….. …

Determinan determinan tersebut di bentuk sebagai berikut:


(38)

= an1 .an2 .an3an .an1 .an5an .a2 .an3an4 .a2 .an1

Dan seterusnya sampai ke

Semua akar persamaan cirri mempunyai bagian nyata negatif jika dan hanya > 0,

untuk I = 1,2,…,n. (Syahreza, Andi. 2010).

2.4.3 Uji Respon Kestabilan Sistem Pengendalian dengan Metoda Respon Frekuensi.

Selain dengan metoda Routh dan Hurwitz sistem pengendalian juga dapat diannalisa dengan metoda respon frekuensi. Berdasarkan persamaan G(s) dari sistem pengendalian yang telah kita dapatkan, kita dapat melalukan uji tingkat kestabilan berdasarkan Kualitatif sistem. Melalui uji ini akan memberikan gambaran seberapa stabilkah sistem pengendalian temperatur dan tekanan dalam menangani dinamisasi proses. (Syahreza, Andi.2010)

karakteristik respon waktu, karena pada dasarnya sistem kontrol memerlukan waktu untuk mencapai kestabilan ketika dikenai perubahan input maupun gangguan. Biasanya untuk memperoleh respon transient ini dengan menggunakan sinyal uji step, yang memiliki karakteristik respon transien (karakteristik internal) maupun respon keadaan tunak atau steady state (karakteristik eksternal). Respon dalam bentuk kurva waktu dikelompokkan menjadi dua, yaitu stabil dan tidak stabil . Kelompok stabil masih terbagi lagi menjadi tiga, yaitu overdamped, critically damped dan underdamped. Kelompok tidak stabil juga terbagi menjadi 2, yaitu sustain oscillation (oscillatory) dan undamped. Secara grafis dapat dilihat pada grafik berikut.


(39)

(a)


(40)

 Maximum Overshoot (Mp) adalah nilai puncak kurva respon diukur dari satuan. Apabila nilai akhir keadaan tunak responnya jauh dari satu, maka biasa digunakan persen overshoot maksimum, dan didefinisikan oleh

Maksimum (persen) overshoot =

x 100%

 Peak Time (tp) , waktu puncak adalah waktu yang diperlukan respon untuk mencapai

puncak pertama overshoot. Kriteria 2 % atau 5 %

 Rise Time (tr), waktu naik adalah waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk naik dari 5% ke 95% atau 10% ke 90% dari nilai steady state.

 Error Steady State (Ess) adalah Besarnya kesalahan pada keadaan tunak .

 Settling Time (ts), waktu tunak adalah waktu yang dibutuhkan respon untuk mencapai keadaan stabil (keadaan tunak) atau dianggap stabil.

 Delay Time (tp), waktu tunda adalah waktu yang diperlukan oleh respon untuk mencapai setengah dari nilai steady state tunak untuk waktu pertama.

Sistem dikatakan stabil apabila respon sistem mendekati harga set-point, walaupun diperlukan waktu untuk itu. Pada respon underdamped, respon melesat di atas harga set-point kemudian berosilasi yang pada akhirnya tercapai kondisi steady state. Pada respon overdamped, walaupun respon tidak pernah melesat di atas set-point diperlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai kondisi steady state. Sedangkan pada respon critically damped, respon tidak pernah melesat di atas set-point dan dapat mencapai kondisi steady state dalam waktu singkat. Tetapi hal ini tidak mencerminkan respon critically damped lebih bagus dari overdamped atau underdamped. Masing-masing respon tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan juga tergantung pada proses variabel yang dikendalikan. Ada proses variabel yang membutuhkan respon sistem yang cepat, dan ada juga yang membutuhkan respon sistem yang lambat.

Sistem dikatakan tidak stabil apabila respon sistem tidak pernah mencapai harga set point. Pada respon sustain oscillation (oscillatory), respon sistem akan terus berosilasi dengan amplitudo tetap. Sedangkan pada respon undamped, respon sistem akan terus berosilasi dengan amplitudo yang semakin membesar. Pada sistem Control, kedua respon tersebut jelas tidak pernah dikehendaki. Pada kondisi tersebut, control


(41)

valve akan terus membuka dan menutup secara tidak beraturan yang akan merusak sistem.

Melalui metoda analisis respons frekuensi kita dapat melihat nilai dari overshoot sistem dan settling time (Ts) dari sistem tersebut. Berdasarkan persamaan model sistem kita dapat melakukan analisis respon frekuensi dengan menggunakan simulink MatLAB. Dengan mengatur nilai propotional band,kita dapat melihat kestabilan dari sistem. Nilai propotional band dapat diatur dari 50 %, 100%,150%,200%,250% hingga 500 %. Berdasarkan propotional bandnya kita dapat membuat diagram bloknya. ( Heni S. Jendra. 2010)

2.5 Hukum Termodinamika

Termodinamika adalah ilmu yang mempelajari banyak proses yang bersangkutan dalam pembentukan suatu energi yang diubah menjadi yang lainnya. Hukum termodinamika terbagi menjadi menjadi empat, yaitu:

a. Hukum nol atau dasar dari termodinamika yang diumumkan setelah hukum

pertama. “Yaitu jika dua tubuh berada dalam kesetimbangan panas dengan yang ketiga, tubuh-tubuh tersebut pasti dalam kesetimbangan panas antara

satu dengan yang lainnya”. Kesetimbangan dinyatakan dari situasi yang mana

suatu sistem yang tidak mengalami penyaringan pengisian dan tidak ada penyaringan pengiriman panas di antara tubuh-tubuh itu.

b. Hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa:

“Energi tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan. Ketika energi terbentuk diubah menjadi yang lain, jumlah energi yang ada tetap konstan”. Contoh

hukum ini yaitu bensin. Energi kimia pada bahan bakar diubah menjadi berbagai bentuk seperti energi kinetik, energi gerak, energi potensial dan air dari alat pembuangan gas.

c. Hukum kedua termodinamika adalah hukum entropy yang mana dikatakan bahwa:


(42)

pernah mencapai 100% efisien. Hukum kedua diumumkan bahwa ekonomi material diperlukan dan tidak dapat dielakkan penurunan sumber daya yang memungkinkannya. Entropy adalah sebuah pengukuran ketidakteraturan atau chaos, ketika entropy bertambah kekacauan bertambah.

d. Hukum ketiga termodinamika adalah hukum tentang ketidakmampuan untuk mencapai temperatur nol mutlak, yang mana dikatakan bahwa entropy dari sebuah kristal ideal pada 0o K adalah nol. Kondisi itu tidak dapat dicapai karena itu adalah temperatur terendah yang mungkin dapat eksis dan hanya dapat didekati tetapi tidak benar-benar mencapai hukum ini tidak dibutuhkan untuk kebanyakan kerja termodinamika, tetapi mengingat itu seperti efisiensi, dari mesin ideal, mesin ideal, ada batas mutlak secara fisik.

Dalam proses pengendalian ini, hukum termodinamika berlaku. Hukum termodinamika yang berhubungan sistem ini yaitu hukum termodinamika pertama dan kedua. Yaitu untuk hukum termodinamika:

1. Dalam teknis panas, dikatakan bahwa panas bisa berubah menjadi usaha(energi mekanis), usaha juga bisa berubah menjadi panas, jika sejumlah tertentu panas hilang, maka sejumlah usaha yang menghilang, begitu sebaliknya. Ketika ada sejumlah usaha yang hilang, maka pasti ada sejumlah panas yang berhubungan.

2. Hukum ini menerangkan arah, keadaan dan keadaan konversi panas ke usaha. Jika mesin pemanas bekerja,tidak hanya ada sumber panas untuk penyerapan, tapi juga ada sumber dingin untuk pelepasan panas. Dalam konversi panas-usaha, pasti ada bagian dari perpindahan panas yang berasal dari sumber panas menuju sumber dingin, efisiensi mesin pemanas harus lebih kecil dari 100%.

2.6 Thermal Deaerator

Deaerator adalah alat yang berfungsi untuk membuang gas-gas yang terkandung dalam air umpan boiler, setelah melalui proses pemurnian air (watertreatment). Selain itu deaerator juga berfungsi sebagai pemanas awal air pengisi ketelsebelum disalurkan ke dalam boiler. Deaerator ini bekerja berdasarkan sifat dar ioksigen yang kelarutanya pada air akan berkurang dengan adanya kenaikan suhu. Deaerator terdiri dari dua drum dimana drum


(43)

yang lebih kecil merupakantempat pemanasan pendahuluan yang berfungsi membuang gas-gas dari bahan airketel sedangkan drum yang lebih besar merupakan tempat penampungan bahan airketel yang jatuh dalam drum yang lebih kecil di atasnya. Pada drum yang lebih kecil terdapat spray nozle yang berfungsi untuk menyemprotkan bahan air ketel menjadibutiran-butiran halus agar proses pemanasan dan pembuangan gas-gas dari bahan airketel lebih sempurna. Selain itu pada drum yang lebih kecil disediakan satu saluranvent agar gas-gas dapat terbuang (bersama steam) ke atmosfir.Unsur utama dalam menentukan keberhasilan dari proses ini adalah kontak fisik antara bahan air ketel dengan panas yang diberikan oleh uap. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses deaerator adalah : a. Jumlah aliran air kondensat

b. Jumlah aliran bahan air ketel c. Tekanan dalam deaerator d. Level air dalam deaerator

e. Besarnya temperatur yang diberikan

Kelima faktor diatas adalah berhubungan erat satu sama lainnya. Jika salah satu tidak bekerja dengan baik dapat berpengaruh jelek terhadap sistem air umpan, sistemkondensat dan juga menaikan pemakaian bahan kimia yang lebih tinggi.

Sebelum terjadi proses pengolahan air pada Thermal Deaerator, ada beberapa tahap proses yang dilakukan oleh unit utilities. Dalam hal ini ada beberapa unit yaitu:

a. Unit pengolahan air

Sumber air yang digunakan diambil dari sungai disekitar pabrik yang kemudian dialirkan melalui pipa ke dalam kolam buatan yang berada di dekat Pabrik Murini Sam Sam I. Sebelum digunakan, air tersebut diolah terlebih dahulu karena masih mengandung partikel – partikel, lumpur dan kotoran lain.

Pengolahan diawali dengan memasukkan air ke premix tank kemudian ditambahkan bahan – bahan kimia dan diaduk dngan menggunakan agitator (pengaduk). Bahan – bahan kimia yang ditambahkan adalah:


(44)

3. Caustic soda (NaOH), sebagai pengatur pH.

4. Kalsium Hipoklorit atau klorin cair (O2), sebagai disinfektan

Selanjutnya air dialirkan ke clarifier dan diaduk dengan putaran rendah agar kotoran yang terbawa mengendap oleh gaya gravitasi. Endapan lumpur akan di blow-down sedangkan air yang over flow dialirkan ke clearwell. Dalam aliran clearwell ditambahkan larutan soda pH-nya netral. Clearwell juga berfungsi sebagai tempat penampungan sementara sebelum air dimasukkan ke sand filter(dengan cara dipompakan) yang merupakan penyaring dengan media pasir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tidak mengendap di clarifier.

 Portable water storage tank yang menampung air untuk keperluan sehari - hari dipabrik dan perumahan. Air ini ditambahkan klorin sebagai disinfeksi.

 Filtered water storage tank yang menampung air untuk keperluan air hydrant, air pendingin (cooling water) dan service water lainnya. Untuk menghilangkan klorin, bau dan warnanya, maka air dimasukkan ke karbon filter yang berisi karbon aktif pH air ini diharapkan berkisar 7 – 7.5.

b. Unit Demineralisasi

Air yang digunakan dalam proses produksi adalah air yang tidak mengandung mineral. Kandungan mineral yang harus dihilangkan diantaranya adalah Ca2+, Na2+, HCO3, SO4 dan CT.

Air dari filtered water storage tank dimasukkan ke cation exchanger untuk menghilangkan ion-ion negatif agar pH air berkisar antara 8,6 – 8,9.Daerasi dilakukan dengan menambahkan NaOH (caustic soda). Untuk menyempurnakan Demineralisasi, amak digunakan mixed bed polisher yang berisi resin yang menukar kation dan anion agar air yang keluar memiliki pH 6,1-6,2 yang ditampung di demineralized water storage tank( ada dua buah) sebelum dialirkan ke pembangkit steam.


(45)

Sebelum diumpan ke boiler air yang berasal dari demineralized storage tank harus diolah dulu untuk menghilangkan gas – gasnya. Gas – gas yang dihilangkan adalah CO2 dan O2 yang menyebabkan korosi. Untuk menghilangkan gas ini dilakukan dengan cara skripping menggunakan steam bertekanan rendah dengan alat yang disebut deaerator ditambahkan dengan:

- Larutan amonia untuk meningkatkan pH air. - Hideazin, untuk mengikat O2.

- Fosfat, untuk mencegah terbentuknya kerak.

Sehingg pH air berubah dari 6.1-6.2 (sebelum masuk Deaerator) menjadi 8.5-9.5( pH air keluar) dan setelah keluar dari deaerator air tersebut akan diumpan ke boiler. (Hadi Cokro, 2009)

Adapun penyebab tingginya kadar oksigen di dalam air yaitu:

1. Semakin rendah suhu air, kandungan oksigen yang terkandung semakin besar. 2. Tekanan yang besar dapat memaksa lebih banyak molekul oksigen masuk ke dalam

ruang di antara molekul air.

3. Kemurnian air juga mempengaruhi kelarutan oksigen. Air yang murni memungkinkan


(46)

4.6.1 Data Teknis Deaerator

Karakteristik dari Deaerator yaitu:

Specification and type : 50 Design Pressure : 0.2 Mpa Design Temperature : 300°C Effective Volume of Water Tank : 25 m³

Total Weight : 7250 kg

Rated Output : 50 t/h

Production no. : 16605-347 Operation Pressure : 0.02 Mpa Operation Temperature : 105°C

Operation Medium : Steam & Boiler Testing Pressure : 0.3 Mpa

Manufacture date : 2006/02 Qingdao Changlong Power Equipment Co, LTD

The people’s Republic China

2.6.2. Jenis-jenis Deaerator

Adapun jenis deaerator yang sering dijumpai adalah : 1. Deaerator Tipe spray

Deaerator ini dipergunakan apabila air umpan perlu dipanaskan terlebih dahuludengan menggunakan uap sebagai pemanas. Uap yang masuk ke dalam deaerator, memecah aliran air menjadi serpihan-serpihan kecil yang mengakibatkan


(47)

gas-gasyang larut didalam air dipaksa keluar sehingga konsentrasi oksigen dalam air turun. Mekanisme proses deaerasi pada deaerator spray dapat diterangkan secara garisbesar yaitu sebagai berikut. Apabila uap masuk ke dalam deaerator maka kontak antara uap dengan air yang masuk akan terjadi di zona deaerasi pertama. Uaptersebut akan memecah air dan sekaligus menghilangkan oksigen yang terkandung didalam air dan uap yang masuk ke dalam zona deaerasi kedua akan menghilangkansisa-sisa oksigen.

Gambar 2.10. Deaerator Spray

2. Deaerator Vakum

Mekanisme kerja deaerator vakum dapat dijelaskan karena gas-gas yang terlarut dalam air dihilangkan dengan menggunakan ejaktor uap atau dengan pompa vakum, untuk memperoleh vakum yang diperlukan. Besarnya vakum tergantung pada suhu air, akan tetapi biasanya 730 mm Hg. Sistem deaerasi dengan menggunakan deaerator vakum dapat dikatakan tidak seefesien deaerator uap, dan konsentrasi oksigen dalam air hanya dapat diturunkansampai kira-kira 0,2 ppm dan karbon dioksida berkisar antara 2-10 ppm. Tergantungkonsentrasi sebelum deaerasi.


(48)

Gambar 2.11. Deaerator Vacum 3. Deaerator Tipe Tray.

Pada deaerator tipe tray lebih memaksimalkan sekat-sekat (tray) sebagai media untuk memperbesar ruang jatuh air sehingga molkul-molekul air salingberpisah secara paksa satu dengan yang lainya, jadi tray pada deaerator tipe ini adalah untuk memaksa molekul air untuk menyebar sehingga mempermudah pelepasan udara


(49)

Untuk Deaerator yang dipakai dalam penelitian ini yaitu ini Deaerator terpadu yaitu penggabungan antara tray dan spay dan tidak memiliki kepala. Cara kerja Deaerator jenis ini yaitu ketika air masuk ke dalam deaerator, air akan mengalami 2 tahap deaerasni. Kondensasi utamanya diuraikan ke atom mejadi kecil dengan alat semprotan khusus, dan kapasitas air ditentukan oleh jumlah lubang penyemprot air yang dikontrol oleh per yang mengontrol muatan pada bagian atas. Oleh karena itu, ukuran air yang menetes dan sudut semprotan tidak akan berubah bersama dengan output deaerator. Tetesan air kecil ini melewati ruang uap(low pressure) di dearator dengan kecepatan tinggi. Tekanan parsial gas pada uap kecil dan tetesan air kecil melewati ruang uap bercampur dan bertukar panas penuh. Gas non kondensasi dilepaskan ke udara. Inilah proses deaerasi awal. Pada saat air jatuh ke stork tank, disini air akan mengalami deaerasi kedua. Pada saat di stork tank air akan disemprotkan steam(high pressure) dari bagian bawah sehingga proses yang terjadi seperti pada proses pemasakan air yaitu secara konveksi. Setelah disemprotkan steam maka saat kondisi air telah mencapai level yang ditetapkan dan air mencapai temperatur dan tekanan saturasi, maka gas tersebut akan dilepaskan ke udara dan air keluar menuju boiler.

2.7 Control Valve

Pada umumnya kata valve sering kali diterjemahkan menjadi klep atau biasa disebut dengan katup. Dalam sistem pengendalian otomatis control valve merupakan salah satu jenis dari final control element yang paling umum dipakai begitu juga dalam hal sistem pengendalian level permukaan air. Control valve digunakan untuk mengatur banyaknya aliran feed water yang masuk dan keluar melalui sebuah katup pengatur yang dapat dicontrol. Control valve bekerja hanya pada dua posisi, yaitu tertutup penuh dan terbuka penuh. Pada pengendalian continue dalam artian bekerja dalam pengendalian PI,PD,PID control valve tidak diharapkan bekerja pada posisi tertutup penuh atau terbuka penuh ini dikarenakan control valve harus selalu mengendalikan manipulated variable agar proses variable tetap sama dengan set point.

Control valve terdiri dari dua bagian besar yaitu actuator dan valve. Actuator merupakan bagian yang mengerjakan bukaan dan tutupan valve. Sedangkan valve


(50)

prosses. Actuator dan valve harus melakukan koreksi berdasarkan sinyal manipulated variable yang dikeluarkan dari control room. Dalam suatu prosses control loop control valve merupakan final element control sedangkan dalam analisis perilaku dinamis dan karakteristik control valve adalah suatu penentu kestabilan sistem.

Gambar 2.13 Control Valve

2.7.1 Actuator

Actuator memiliki pengentian sebagai penggerak , ini dikarenakan oleh fungsinya yang menggerakkan control valve agar tetap teribuka atau tertutup dan selalu pada posisi yang dikehendaki oleh controller. Pada dasarnya kerja dari sebuah actuator sangant sederhana sekali. Bagian upper diaphragm case dan diaphragm dari sebuah control valve berfungsi layaknya sebuah balon karet yang kuat sekali. Tekanan sinyal pneumatic yang terakumulasi didalam ruang itu menimbulkan gaya yang bekerja melawan pegas. Kalao gaya yang timbul karena tekanan sinyal pneumatic itu lebih besar dari kekeuatan pegas, bagian stem akan terdorong kebawah. Gerak ini dapat berfungsi sebagai gerak membuka dan menutup valve.

Karena kontruksinya, ada valve yang terbuka dengan turunnya stem dan ada pula yang tertutup dengan turunnya stem. Pilihan kerja ini, pertama ditentukan oleh kebutuhan mekanika fluida valve, apakah harus terbuka pada saat stem turun atau pada saat stem naik. Kemudian ditentukan oleh kebutuhan kontruksi valve demi kepentingan tekanan proses. Setelah ditentukan jenis valve baru ditenytukan jenis actuator, biasanya digunakan actuator pneumatic yang bekerja pada diaphragm.


(51)

Semua kombinasi actuator dan valve ini dibuat untuk menciptakan control valve yang fail close dan fail open. Kedua kondisi ini diciptakan demi kepentingan proses. Pegas harus menggerakkan stem untuk menutup atau membuka valve yang saat sumber energi (pneumatic maupun electric) mati (fail). Karena kontruksinya actuatornya, control valve yang fail close disebut juga air to open sedangkan yang fail open disebut air to close.

2.7.2 Valve Positioner

Terdapat beberapa kelemahan dalam pengoperasian control valve pnuematik, misalnya keterlambatan sistem transmisi, kelambatan actuator, dan hysteresis. Keterlambatan sistem transmisi dapat kita abaikan jika menggunakan instrumentasi elektronik. Dalam banyak hal kelambatan transmisi pneumatic dapat diabaikan (tidak dominan) namun tidak dengan hysteresis. Hysteresis merupakan mekanisme bawaan yang tidak dapat diabaikan begitu saja, akibat hysteresis semakin menonjol dengan semakin besarnya ukuran control valve. Salah satu cara untuk menangulangi hysteresis adalah dengan memakai valve positioner. Mekanisme valve positioner dapat disederhanakan menjadi seperti gambar 2.12. ( Syahreza, Andi. 2010)


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Proses pengendalian kadar oksigen di deaerator dapat dilihat dengan terjun langsung ke pabrik tersebut.

3.1.1 Waktu Penelitian

Proses penelitian ini dari proses pengambilan data dengan terjun langsung ke pabrik dilakukan pada bulan Juli dan Desember 2011.

3.1.2 Tempat Penelitian

Pada proses pengendalian ini dapat dilakukan di PKS Murini Sam Sam-I yaitu tepatnya di Duri, kec.pinggir.


(53)

3.2 Proses Pengendalian kadar Oksigen, dengan mengendalikan Temperatur dan Tekanan di Deaerator

3.2.1 Pemodelan dan Perancangan sistem Deaerator

Berikut ini adalah gambar dari sistem kerja pengendalian temperatur dan tekanan di Deaerator.

DEAERATOR STORK PT PC

TT

TC

Out

Steam Gas out

CV

Gambar 3.1 Diagram Proses Deaerator Temperatur dan Pressure

.Keterangan:

1. PC ( Pressure Controller)

Menerima sinyal dari pressure transmitter dan menghasilkan output untuk masukan control valve.

2. PT ( Pressure Transmitter)


(54)

3. TC ( Temperature Controller)

Menerima sinyal dari temperatur transmitter dan menghasilkan output untuk masukan control valve.

4. TT ( Temperature Transmitter)

Mengirimkan sinyal dari sensor temperatur ke temperatur controller dalam bentuk sinyal pneumatic.

TT PT

Proses

PC TC

CV B(s)

C(s)

R(s) E(s)

gangguan

Gambar 3.2 Diagram blok pengendalian temperatur dan tekanan

Penjelasan:

Besar kecilnya tekanan dan temperatur pada saat melakukan proses hingga mencapai saturasi dapat dideteksi oleh tekanan dan temperatur transmitter. Kemudian tekanan dan temperatur transmitter akan mengirimkan sinyal ke tekanan dan temperatur controller. Pada saat tekanan(5 - 7 bar) telah terpenuhi dan temperatur(95

– 105oC) telah tercapai yaitu pada saat saturasi, maka control valve akan menutup aliran steam ke deaerator dan gas-gas yang telah terpisah akan dibuang ke udara. Proses pemanasan ini dipengaruhi oleh steam yang dialirkan masuk ke dalam deaerator . Proses ini dapat kita lihat pada gambar 3.2.

Pada proses pengendalian kadar oksigen ini, control valve berfungsi sebagai pengontrol besar kecilnya aliran steam ke deaerator sehingga proses dapat berlangsung sesuai yang diinginkan yaitu tekanan dan temperatur saturasi. Pada saat


(55)

salah satu di antara keduanya tidak dapat terpenuhi maka kontrol valve berfungsi untuk memenuhinya dengan membuka katub, yaitu besar kecilnya sesuai bukaan tersebut yang diinginkan. Pada saat kondisi steam berlebih, maka steam yang dialirkan akan dibuang.

3.2.2 Pengendali (Controller)

Controller merupakan bagian dari control loop yang bisa dirubah rubah untuk mendapatkan kestabilan. Pada operasi pengendali manual bila terjadi deviasi yaitu harga pengukuran tidak sama dengan harga yang dikehendaki maka operator dapat melakukan koreksi dengan beberapa cara : misalnya membuka operator valve lebar lebar begitu terjadi deviasi atau secara perlahan tapi dengan kecepatan yang tetap. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa pengendali manual bekerja secara kontinu tetapi tidak dengan pengendali otomatis, dimana pengendali menggantikan peran operator dalam mengendalikan sebuah proses. Akan tetapi pengendali otomatis bekerja secara tidak kontinu.

Dalam hal ini pengendali manual akan membandingkan besarnya set point dengan measurement variable untuk menentukan error. Secara manual pekerjaan ini akan dilakukan secara kontinu oleh pengendalii dan operator. Artinya set point akan secara kontinu dibandingkan dengan measurement variable, walaupun ketika set point dan measurement variable sama. Tetapi tidak oleh pengendali otomatis, pengendali ini akan membandingkan secara periodic. Pada tahapan membandingkan pengendali pertama tama akan membaca besarnya set poit dan kemudian besarnya measurement variable, lalu mengurangkan kedua besaran tersebut sehingga didapatlah error dengan selanjutnya mengeluarkan error tersebut sebagai hasil yang dibandingkan. Error inilah yang digunakan sebagai pembanding dalam menentukan besar kecilnya bukaan valve nantinya.

Controller merupakan element yang mengerjakan empat langkah pengendalian yaitu mengukur, membandingkan, menghitung dan mengoreksi sinyal hasil perhitungan tadi. Disini yang dibandingkan adalah set point dengan measurement variable, yang kemudian dihitung besarnya error yang terjadi. . Untuk pengendalian


(56)

disini, hanya mengendalikan dua pengendali saja yaitu Temperatur Controller dan Pressure Controller.

Dalam menghasilkan out put sebagai respon atas error yang dideteksi maka diperlukan suatu mode pengendalian. Untuk pengendalian disini dipakai mode pengendalian PI (Propotional Integral). Dalam menghasilkan out put pada mode PI yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

  

e t dt

Ti t e PB t

m( ) 100 ( 0 1 ( )

………..………(3.1)

Dimana:

PB = Propotional Band sebagai persentasi perubahan input yang menghasilkan 100% perubahan out put.

Kc =100/PB adalah gain

Ti = Integral time, didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan unit integral untuk mengulang out put propotional bila deviasinya e(t) tetap.

e(t) = deviasi

Transformasi laplace dari persamaan 3.1 dapat dijabarkan sebagai berikut:

………(3.2)

Fungsi alih untuk persamaan 3.2 adalah

...(3.3)


(57)

Sistem transmitter merupakan suatu jalur pengiriman sinyal dari sebuah sensing element ke pengendali dan dari pengendali ke pengatur akhir. Sistem transmisi pneumatic, yaitu suatu sistem yang prinsip kerjanya berdasarkan perbedaan tekanan dan pengaturan aliran. Sinyal yang di berikan adalah sinyal pneumatic yaitu 3 – 15 psi sehingga diperlukan alat pengubah. Alat pengubah inilah yang dinamakan dengan transmitter.

Proses

Transmitter Controller

Pengatur akhir

Udara instrument

Gambar 3.3 Digram blok sistem transmisi pnumatik

Tekanan udara instrument suplai yang telah diubah oleh transmitter dikirim ke controller dan ini disebut dengan sinyal pengendali. Sinyal ini kemudian menjadi input controller. Tekanan udara instrument suplai yang telah diubah oleh controller akan dikirim langsung ke pengatur akhir yang disebut sebagai penggerak (actuator sinyal). Sinyal ini disebut dengan out put controller. ( Syahreza, Andi. 2010)

3.2.3.1 Tekanan Transmitter

Pengendalian tekanan deaerator memerlukan sebuah transmitter sebagai salah satu alat yang penting dalam sistem pengendalian. Dalam hal ini digunakan D/P transmitter cell. Alat ini digunakan untuk mengukur beda tekanan. Alat ini berfungsi untuk mentransmisikan sinyal dari besaran yang diukur ke ruang pengendali utama, dengan cara mengubah beda tekanan yang ditimbulkan oleh orifice plate pada pipa air menjadi sinyal standart (3 – 15 Psi) yang sebanding dengan nol diffrential pressure dan maksimum differential pressure yang diambil.


(58)

Dalam hal ini range tekanan transmitter adalah 3 - 15 psi maka dapat kita buat hubungan perbedaan tekanan yang dihasilkan transmitter adalah:

H(s)

PV(s) TO(s)

T.Output Variabel proses

Gambar 3.4 Blok Tekanan Transmitter dengan Gain

H(s)

=

=

...(3.4)

Dimana:

Kt = Gain Transmitter

Tc = Transmitter time (0,2 detik) Range tekanan = 0 – 6 bar Tekanan keluarannya= 3 – 15 psi

Variasi sinyal 3 – 15 Psi yang proposional menghasilkan variasi differential pressure 0 – 1500 Psi ditransmisikan ke receiver controller yang nantinya akan menunjukkan suatu harga tertentu pada skala sebanding dengan sinyal yang datang.

3.2.3.2 Temperatur Transmitter

Disini, kita menggunakan temperatur transmitter differential pressure. Dengan menggunakan differential pressure kita mengukur perbedaan tekanan pada keadaan high dan low dimana pada akhirnya akan menghasilkan dp. Perubahan inilah yang selanjutnya di kirim ke temperatur controller sehingga dapat ternbaca oleh controller dalam bentuk 3 – 15 psi.


(59)

Range input dari temperatur transmitter yang kita gunakan adalah 0 – 80 inchi. Ini disesuaikan dengan tinggi permukaan air didalam boiler. Out put level transmitter yaitu 3 – 15 Psi, maka hubungan antara kedua besaranini dapat dibuat:

H(s)

PV(s) TO(s)

T.Output Variabel proses

Gambar 3.5 Blok Temperatur Transmitter dengan Gain

H(s)

=

=

...(3.5)

Dimana:

Kt = Gain Transmitter

Tc = Transmitter time (0,2 detik) Range temperatur = 0 – 103 oC Tekanan keluarannya= 3 – 15 psi

(Smith, Carlos & Corripio, Armando. 1997)

3.2.4 Control Valve

Prinsip kerja dari unit ini sama dengan sebuah controller, dimana set point adalah sinyal manipulated variable dari controller dan proses variablenya adalah posisi bukaan control valve. Pressure dalam valve positioned adalah linear, sehingga dapat ditulis persamaan matematiknya sebagai berikut:

G(s)

M(s), % CO F(s), gpm


(60)

G(s) =

=

...(3.6)

(Smith, Carlos & Corripio, Armando. 1997)

3.2.5 Penurunan Persamaan Gas Ideal untuk Proses

Dalam analisis sistem aliran zat cair, perlu dibedakan aliran laminar dan turbulen sesuai dengan besarnya bilangan Reynoldnya. Bila bilangan Reynoldnya lebih besar dari 3000 – 4000 maka termasuk aliran turbulen. Dikatakan laminar jika lebih kecil dari 2000. Dengan cara lain suatu aliran dapat dideteksi apakah dia laminar atau turbulen yaitu dengan melihat keadaan cairan tersebut didalam pipa, apakah teratur atau tidak. Aliran laminar teratur sedangkan turbulen tidak teratur maksudnya terjadi perbedaan tekanan antara di sumbu pipa dengan didinding pipa. Jadi steam digolongkan kedalam aliran turbulen.

Resistansi yang terjadi dapat didefinisikan sebagai tekanan untuk membuat suatu satuan perubahan laju aliran :

R =

R =

...(3.7)

Sedangkan Capasitansi steam pada Stork Tank untuk mencapai saturasi yaitu: C =

C =

= V

Kita dapat menghitung proses yang terjadi di dalam stork tank dengan menggunakan rumus gas ideal yaitu:

d(PV) = d( nRT) d(PV) = d(


(1)

5.1 Saran

1. Penelitian pengontrolan kadar oksigen di dalam air pada Deaerator perlu juga memperhatikan beberapa aspek dalam proses pemanasan seperti laju aliran air yang masuk dan level air di stork tank.

2. Proses pengendalian ini harus memperhatikan beberapa aspek yang sangat berpengaruh dalam proses ini yaitu memperhatikan controller, katub dan sensor. Karena semuanya sangat mempengaruhi proses pemanasan air di dalam deaerator sehingga tidak terjadi hal yang diinginkan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ogata,Katsuhiko.1995.Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan).jilid1. Erlangga.jakarta.

Smith, Carlos A & Corripio, Armando B.1997. Principles and Practice of Automatic Process- Control. Edisi kedua. Jhon wiley & Sons Inc. New York.

Pincus, Leo I.1962. Practical Boiler Water Treatment. McGraw-Hill Book Company. New- York.

Luyben, William L. 1996. Process Modeling Simulation and Control for Chemical Engineers. McGraw-Hill Company. Singapore.

Jhon, dkk. 1990. Feedback Control Theory. Macmillan Publishing Co.http://gigapedia.com. Diakses tanggal 23 Maret 2011

Kuphaldt, Tony R. 2011. Lesson In Industrial Instrumentation. Newyork.

http://gigapedia.com. Diakses tanggal 23 Maret 2011

Syahreza, Andi. 2010. Study Sistem Pengendalian Level Permukaan air pada Boiler HRSG dengan Distributted Control System di PT. Arun NGL. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Heni S, Jendra. 2010. Process Control Performance. http://jendraheni.blogspot.com. Diakese tanggal 24 April 2012.

Cokro, Hadi. 2009. Analisis Potensi Ledakan. http://www.docstoc.com. Diakses tanggal 18 April 2012.

Pranita.2010. pH dan Kadar Oksigen Terlarut pada Air Minum Kemasan dan Air Isi Ulang.


(3)

(4)

Tabel 1. Pengalihan Bentuk Diagram Blok.

Pengalihan Bentuk Persamaan Diagram Blok Diagram Blok Ekuivalen

1. Menggabung

kan blok dalam cascade

Y = (P1 P2)X

P

1 2

Y X P 2 1P P Y X

2. Menggabung

kan blok paralel atau menghilangk an sebuah lintasan maju

Y = P1X ± P2X

1 P 2 P +  Y X 2 1

P

P

3. Meleapas blok dari lintasan maju

Y = P1X ± P2X

2 P 2 1 P P +  Y X

4. Menghilangk an sebuah untaian umpan balik

Y = P1X ± P2X

1

P

2 P  + Y

X 1 2

1

1 PP P

X Y

5. Melepas blok dari sebuah untaian umpan balik

Y = P1X ± P2X

2 1P P 1` 1 P


(5)

Listing Program Respons Pengendali Kadar Oksigen dengan mengendalikan Temperatur dan Tekanan.

1. Program Respon dengan PB= 50% dan Kc = 2

>> %program untuk melihat respon pengendalian sistem Temperatur dan Tekanan

>> %masukan yang digunakan fungsi step

>> %dengan nilai Kc= 2 dan nilai umpan balik 0.416/2.178s+1

>> num=[0.168 0.844 0.014+2 0.000058+2]; >> den=[0.04 0.4 1 0+2 0+2];

>> sys=tf(num,den); >> step(sys);

>> grid on;

2. Program Respon dengan PB= 100% dan Kc = 1

>> %program untuk melihat respon pengendalian sistem Temperatur dan Tekanan

>> %masukan yang digunakan fungsi step

>> %dengan nilai Kc= 1 dan nilai umpan balik 0.416/2.178s+1

>> num=[0.084 0.422 0.00711+2 0.000029+1]; >> den=[0.04 0.4 1 0+2 0+1];

>> sys=tf(num,den); >> step(sys);

>>grid on;

3. Program Respon dengan PB= 150% dan Kc = 0.66

>> %program untuk melihat respon pengendalian sistem Temperatur dan Tekanan

>> %masukan yang digunakan fungsi step

>> %dengan nilai Kc= 0.66 dan nilai umpan balik 0.416/2.178s+1

>> num=[0.055 0.279 0.00468+2 0.000019+0.66]; >> den=[0.04 0.4 1 0+2 0+0.66];

>> sys=tf(num,den); >> step(sys);


(6)

4. Program Respon dengan PB= 200% dan Kc = 0.5

>> %program untuk melihat respon pengendalian sistem Temperatur dan Tekanan

>> %masukan yang digunakan fungsi step

>> %dengan nilai Kc= 0.5 dan nilai umpan balik 0.416/2.178s+1

>> num=[0.042 0.21 0.00355+2 0.0000145+0.5]; >> den=[0.04 0.4 1 0+2 0+0.5];

>> sys=tf(num,den); >> step(sys);

>> grid on;

5. Program Respon dengan PB= 250% dan Kc = 0.4

>> %program untuk melihat respon pengendalian sistem Temperatur dan Tekanan

>> %masukan yang digunakan fungsi step

>> %dengan nilai Kc= 0.4 dan nilai umpan balik 0.416/2.178s+1

>> num=[0.0336 0.169 0.00286+2 0.0000116+0.4]; >> den=[0.04 0.4 1 0+2 0+0.4];

>> sys=tf(num,den); >> step(sys);