Raja Tebalek Karya Yusrianto Nasution: Kajian Strukturalisme Genetik

(1)

RAJA TEBALEK KARYA YUSRIANTO NASUTION:

KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK

Skripsi

M.LUTHFIANSYAH NIM : 070701015

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

RAJA TEBALEK KARYA YUSRIANTO NASUTION:

KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK

OLEH

M. LUTHFIANSYAH 070701015

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana ilmu budaya dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Pertampilan Sembiring,M.Si. Dra. Keristiana, M.Hum. NIP 19581013 198601 1 002 NIP 19610610 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang ditulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, September 2011 Penulis,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufik, inayah, dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution: Kajian Strukturalisme Genetik”.Teriring salawat dan

salam kehariban junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita semua mendapatkan syafaatnya. Amin ya robbal alamin.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana dan mudah-mudahan berguna sebagai referensi dan sedikit menjawab keingintahuan kita semua tentang naskah drama. Selain itu skripsi ini adalah sarana bagi sastra untuk merepresentatifkan kehidupan masyarakat di sekeliling kita, baik itu individu maupun berbangsa dan bernegara.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses akademik dan penulisan skripsi ini :

1. Orang tua tercinta. Ayahanda Syarifuddin Ibrahim dan Ibunda Farida Hanum yang tidak pernah bosan memberikan semangat dengan limpahan kasih sayang, keringat, air mata, doa, dan segalanya kepada penulis. Kasih sayang kalian tidak ada imbang dan ini persembahanku atas penantian dan kepercayaan kalian.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang memberikan perhatian bagi penulis.

3. Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang membantu penulis dalam hal akademik.

4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia.

5. Bapak Drs. Pertampilan Sembiring, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi bagi penulis dalam penyelesaian skripsi dan akademik.


(5)

6. Ibu Dra. Keristiana, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi arahan untuk penyelesaian sekripsi ini.

7. Para staf pengajar dan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, bahkan Universitas Sumatera Utara.

8. Adik penulis, Arief Fahmi, M. Rafli Aditya yang selalu memberi dukungan kepada penulis.

9. Mutia karmila Nst yang telah memberikan perhatian dan semangat kepada penulis. 10. Kantin Mem dan para staf atau kakak terutama Mem dan Om, yang telah banyak

membantu dalam konsumsi dan motivasi kepada penulis selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya (dahulu Fakultas Sastra) Universitas Sumatera Utara.

11. Unit saHIVa Universitas Sumatera Utara yang mengajarkan segala yang baik terutama kekeluargaan dan kebersamaan.

12. Anak-anak warung saHIVa Salam Satu Peduli, Ripa, Ayu, Kecap, Dea, Putri, Odoy, Anugerah, Kemal, Ari, Dini,Yuyu, Puti, Nana, Oki, Dinan, Ardi, Dikri, Kiki, Budi, Yogi, Zikra, Zeky, Pon-pon, Echan, Tania, Dio, Nisa, Nelfi, Tika, Arby, Mimi. 13. Teman-teman KBSI stambuk 07. Terima kasih atas dukungan yang berarti bagi

penulis.

14. Teman- teman Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari Sail WAKATOBI 2011. 15. Teman- teman gubernur mahasiswa sekawasan yang telah membantu penulis.

16. Adik- adik junior KBSI dari stambuk 08 sampai 011, yang telah memotivasi penulis 17. Perpustakaan USU yang telah menjadi sumber bacaan penulis.

18. Kepada kawan- kawan AMPERA (Anak Medan Perangi AIDS). 19. Kepada sahabat akrab ku di Sastra indonesia Hendra Winata.


(6)

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kalian mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, namun penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi memperbaiki skripsi ini.

Medan, September 2011 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Karya sastra yang tercipta merupakan proses kreatifitas dari seorang pengarang terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat melalui proses kreatifitas pengarang terhadap realita kehidupan sosial. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk sosial yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis telah menelaah naskah teater Raja Tebalek dan telah menerapkan teori strukturalisme genetik untuk mencari hubungan antara struktur karya sastra dengan bentuk sosial dalam naskah teater Raja Tebalek. Masalah dalam analisis skripsi ini dibatasi pada fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia pengarang, dan struktur pembangun karya sastra yang meliputi penokohan, alur, latar, dan tema. Manfaat dari penelitian ini untuk memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia, dapat memahami bentuk- bentuk sosial yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution,dapat memahami fakta sosial dan kemanusiaan dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode membaca heuristik dan hermeneutik. Fakta kemanusiaan dalam naskah teater Raja

Tebalek dapat kita lihat dari semakin maraknya perdagangan manusia yang terjadi di suatu

kerajaan, namun raja sebagai sosok pemimpin tidak bisa membantu rakyatnya. Hal ini lah yang akan menjadi konflik dan sesuai dengan kenyataan yg terjadi pada masyarakat negeri ini.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI 1

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian...2

1.4.1 Tujuan Penelitian...2

1.4.2 Manfaat Penelitian...3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI...4

2.1 Tinjauan Pustaka...4

2.1.1 Dwi Purwitasari...4

2.1.2 Tsani Kusumastuti...4

2.1.3 Budi Waluyo S...5

2.1.4 Beda...6

2.2 Konsep...8

2.2.1 Strukturasi... .8

2.2.2 Subjek Kolektif... 9

2.2.3 Pandangan Dunia Pengarang...9

2.3 Strukturalisme genetik...9

BAB III : METODE PENELITIAN...12

3.1 Metode Pengumpulan Data...12

3.2 Metode Analisis Data...13

BAB IV : PEMBAHASAN...14

4.1 Biografi Yusrianto...14

4.2 Konsep Kepengarangan Yusrianto ...14

4.2.1 Fakta Kemanusiaan...14

4.2.2 Subjek Kolektif...15

4.2.3 Pandangan Dunia Pengarang...15

4.2.3.1 Pandangan Mengenai Dunia Kerja...15

4.2.3.2 Pandangan Mengenai Nilai Kemanusiaan...16

4.2.3.3 Pandangan Mengenai Tuhan ... 17

4.3 Karya-karya Yusriato ...17

4.4 Sinopsis Raja Tebalek ...17

BAB V : PEMBAHASAN...19

5.1 Strukturasi ...19

5.1.1 Alur ...19

5.1.2 Latar ...26

5.1.2.1 Latar Tempat ...27

5.1.2.2 Latar Sosia ...27

5.1.3 Tokoh dan Penokohan ...28

5.1.4 Tema ...34

5.2 Fakta Kemanusiaan ...35

5.3 Subjek Kolektif Pengarang ...37

5.4 Pandangan Dunia Pengarang ...39

BAB VI : SIMPULAN DAN SARAN ...42

6.1 Simpulan ...42


(9)

Daftar Pustaka


(10)

ABSTRAK

Karya sastra yang tercipta merupakan proses kreatifitas dari seorang pengarang terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat melalui proses kreatifitas pengarang terhadap realita kehidupan sosial. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk sosial yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis telah menelaah naskah teater Raja Tebalek dan telah menerapkan teori strukturalisme genetik untuk mencari hubungan antara struktur karya sastra dengan bentuk sosial dalam naskah teater Raja Tebalek. Masalah dalam analisis skripsi ini dibatasi pada fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia pengarang, dan struktur pembangun karya sastra yang meliputi penokohan, alur, latar, dan tema. Manfaat dari penelitian ini untuk memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia, dapat memahami bentuk- bentuk sosial yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution,dapat memahami fakta sosial dan kemanusiaan dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode membaca heuristik dan hermeneutik. Fakta kemanusiaan dalam naskah teater Raja

Tebalek dapat kita lihat dari semakin maraknya perdagangan manusia yang terjadi di suatu

kerajaan, namun raja sebagai sosok pemimpin tidak bisa membantu rakyatnya. Hal ini lah yang akan menjadi konflik dan sesuai dengan kenyataan yg terjadi pada masyarakat negeri ini.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra berasal dari akar kata sas (sanksekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana (Teeuw dalam Nyoman, 2005:4). Alat yang dijadikan cermin masyarakat untuk memberi petunjuk dan menggambarkan kehidupan masyarakat, namun juga merupakan cermin balik bagi masyarakat atau subjek kolektif. Wellek dan Austin (1990:109) menyatakan bahwa “sastra “menyajikan kehidupan” dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia.”

Dalam karya sastra, pengarang berusaha menggambarkan peristiwa yang dialami masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Karya sastra menjadi wadah yang juga tidak terlepas dari rekaman peristiwa-peristiwa kebudayaan di dalam hidup manusia, yakni pada hakikatnya sastra dan kebudayaan itu sendiri memiliki objek yang sama, yaitu manusia (masyarakat), manusia sebagai fakta sosial, dan manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14).

Karya sastra diciptakan melalui proses kreatif yang dimiliki oleh seorang pengarang yang melihat, mengamati dan menangkap segala peristiwa dan gejolak yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya, lalu mengolahnya sedemikian rupa kemudian mengembangkannya dengan imajinasi yang dalam sehingga karya sastra dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra yang diciptakan pengarang itu dapat mencerminkan gambaran realitas kehidupan sosial yang dapat berupa lingkungan, adat, kebudayaan, dan sebagainya.


(12)

Pengarang merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi masyarakat. Melalui kemampuan yang dimiliki pengarang dapat menggali kekayaan masyarakat, memasukkannya ke dalam karya sastra, yang kemudian dinikmati oleh pembaca. Pengarang adalah anggota masyarakat itu sendiri dan terikat pada status sosial tertentu pula dan secara tidak langsung terlibat dalam karyanya. Sehingga dalam sastra tergambar cerminan langsung dari berbagai struktur sosial, hubungan kekeluargaan, dan lain-lain.

Peneliti ingin meneliti Naskah Teater Raja Tebalek . Penelitian dengan menggunakan kajian strukturalisme genetik.

Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah subjek kolektif, fakta sosial atau fakta kemanusiaan dan pandangan dunia pengarang yang terdapat pada naskah teater Raja Tebalek.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah unsur strukturasi yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek? 2. Bagaimanakah subjek kolektif di dalam naskah teater Raja Tebalek?

3. Bagaimanakah bentuk fakta sosial atau fakta kemanusiaan dalam naskah Raja

Tebalek

4. Bagaimana Pandangan dunia pengarang terhadap naskah teater Raja Tebalek? 1.3 Batasan Masalah

Masalah yang dikaji adalah subjek kolektif dan fakta sosial atau kemanusiaan, strukturasi serta pandangan dunia pengarang terhadap naskah teater Raja Tebalek.

1.4 Tujuan dan manfaat penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengungkapkan unsur strukturasi.


(13)

2. Mengungkapkan subjek kolektif .

3. Mengungkapkan fakta sosial atau kemanusiaan. 4. Mengungkapkan pandangan dunia pengarang. 1.4.2 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Membantu pembaca memahami karya sastra itu dari segi sosiosastra, pandangan dunia pengarang, fakta sosial atau kemanusiaan, dan subjek kolektif.

2. Memperkaya kajian sastra Indonesia khususnya sastra Sumatera Utara. 3. Dapat menjadi bahan perbandingan dan rujukan terhadap penelitian sejenis.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

2.1.1Dwi Purwitasari1

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Objek kajian penelitian ini adalah struktural genetik Mencari Sarang Angin atau

MSA karya Suparto Brata. Adapun aspek-aspek genetik MSA tersebut antara lain: 1).

Hubungan antara MSA dan riwayat hidup pengarang yaitu Suparto Brata, 2). Hubungan antara MSA dan kondisi sosial historis zamannya, 3). Hubungan antara MSA dan kelompok sosial dan pandangan dunia pengarangnya, 4). Mencari genetik MSA. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel MSA karya Suparto Brata yang diterbitkan oleh Penerbit Grasindo (Gramedia Widia Sarana Indonesia): Jakarta, cetakan pertama, tahun 2005. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1). Bagaimanakah struktur teks yang meliputi penokohan, latar, dan aspek tematis (tema dan amanat) dalam novel MSA, 2). Bagaimanakah hubungan antara novel MSA dan riwayat hidup pengarang, kondisi sosial historis zamannya, serta hubungan MSA dengan kelompok sosial dan pandangan dunia pengarangnya?, 3). Bagaimanakah genetik MSA?

2.1.2 Tsani Kusumastuti2

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan struktural genetik untuk menelaah sebuah teks sastra secara menyeluruh baik dari teks sastra

1

digilib.uns.ac.id/abstrak.pdf.php?d_id=1538

2


(15)

itu sendiri, latar belakang kehidupan 14eneti budaya serta subjek yang menghasilkan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah novel teenlit Dealova Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik yang turut membangun novel teenlit Dealova; (2) Menganalisis pandangan dunia pengarang yang turut mempengaruhi penulisan novel teenlit Dealova; (3) Menganalisis aspek pedagogis yang terkandung dalam novel teenlit Dealova; (4) Menganalisis pemanfaatan novel teenlit Dealova sebagai materi dalam pembelajaran apresiasi sastra.

2.1.3 Budi Waluyo S.3

Metode yang digunakan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan: (1) mencatat dokumen/arsip, (2) teknik simak dan catat, dan (3) teknik riset pustaka. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan model analisis interaktif, yang terdiri dari tiga alur kegiatan: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Prosedur penelitian yang digunakan yaitu meliputi: (1) tahap persiapan; (2) tahap pengumpulan data; (3) tahap analisis data; dan (4) tahap akhir yaitu menyusun simpulan dan menyusun laporan.

Hasil temuan penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik menunjukkan bahwa: (1) Pandangan dunia Rendra terhadap naskah drama Panembahan Reso, bahwa naskah drama ini sarat dengan kritik sosial atas keadaan negeri ini; (2) struktur drama Panembahan Reso yang terdiri dari plot atau kerangka cerita, penokohan atau perwatakan, dialog atau percakapan, setting atau tempat kejadian, tema atau nada dasar cerita, amanat atau pesan pengarang, petunjuk teknis dan konflik tersusun dengan sangat menarik dan memiliki keterjalinan yang erat sehingga drama Panembahan Reso karya W.S. Rendra tergolong sebagai drama yang baik; (3) ketimpangan dan kesewenang-wenangan panguasa pada masa orde baru menjadi latar belakang terciptanya naskah drama ini; (4) pandangan W.S. Rendra

3


(16)

terhadap suksesi atau pergantian kekuasaan pada drama Panembahan Reso terdapat kelemahan yaitu adanya pemimpin yang berkuasa terlalu lama dan kurangnya kebebasan berpendapat; dan (5) ada persamaan dan perbedaan antara drama Panembahan Reso karya Rendra dengan drama Macbeth karya William Shakespeare, dan sekaligus ada nuansa keterpikatan Rendra terhadap karya-karya William Shakespeare.

2.1.4 Beda

Peneliti Judul Yang Dibahas

Dwi Purwitasari Novel Mencari Sarang Angin karya Suparto Brata sebuah analisis struktural genetic

1) Bagaimanakah struktur teks yang meliputi penokohan, latar, dan aspek tematis (tema dan amanat) dalam novel MSA, 2). Bagaimanakah hubungan antara novel MSA dan riwayat hidup pengarang, kondisi sosial historis zamannya, serta hubungan MSA dengan kelompok sosial dan pandangan dunia pengarangnya?, 3). Bagaimanakah genetik MSA? Tsani Kusumastuti Analisis struktural

genetik dan aspek pedagogis novel teenlit dealova karya Dyan Nuranindya

(1) Menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik yang turut membangun novel teenlit Dealova; (2) Menganalisis pandangan dunia pengarang yang turut mempengaruhi penulisan novel teenlit Dealova; (3) Menganalisis aspek pedagogis yang


(17)

terkandung dalam novel teenlit Dealova; (4) Menganalisis pemanfaatan novel teenlit Dealova sebagai materi dalam pembelajaran apresiasi sastra.

Budi Waluyo S. Strukturalisme Genetik Drama Panembahan Reso Karya W.S. Rendra

(1) Mendeskripsikan pandangan dunia Rendra pada drama Panembahan Reso; ((2) Menganalisis naskah drama Panembahan Reso dari segi struktural dan konfliknya; (3) Menganalisis bagaimana latar belakang sosial budaya yang melandasi drama Panembahan Reso; (4) Mengungkap bagaimana pandangan pengarang terhadap naskah drama ini terutama berkenaan dengan suksesi atau pergantian kekuasaan pada masa orde baru; dan (5) Menganalisis secara sekilas bagaimana keterkaitan antara drama Panembahan Reso karya Rendra dengan drama Macbeth karya William Shakespeare.


(18)

M. Luthfiansyah Raja Tebalek Karya

Yusrianto Nasution: Kajian Struktural Genetik

(1) Menganalisis strukturasi dalam naskah teater Raja

Tebalek.(2).Bagaimana subjek

kolektif yang ada dalam naskah teater Raja Tebalek.(3).

Bagaimana fakta sosial dan kemanusiaan.(4). Bagaimana pandangan dunia pengarang yang terdapat pada naskah teater Raja

Tebalek

2.2 Konsep 2.2.1 Strukturasi

Teori strukturasi dipelopori oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog Inggris yang mengembangkan apa yang disebutnya sebagai sosiologi sehari-hari. Sosiologi didasarkan pada pemahamanya atas strukturasi dalam sistem sosial. Teori ini ditawarkan dalam rangka membahas pertanyaan-pertanyaan seperti apakah manusia sebagai pelaku atau kekuatan sosial yang besar yang membentuk masyarakat.

Strukturasi merupakan struktur karya sastra yang koheren dan terpadu. Maksudnya, karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif. Dalam konteks strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dengan konsep struktur yang umum dikenal.

Menurut Teeuw (1988:135) kajian struktural dimaksudkan untuk membongkar, mengkaji dan menganalisis unsur pembentukan dari sebuah karya sastra.


(19)

2.2.2 Subjek kolektif

Subjek kolektif adalah istilah yang menggantikan masyarakat dalam kajian strukturalisme genetik. Subjek adalah orang, tempat atau benda yang diamati dahulu rangka pembuntutan sebagai sasaran, sedangkan kolektif merupakan secara bersama; secara gabungan. Jadi, Subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (historis) yang diklasifikasi dari subjek fakta kemanusiaan yang tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil dari aktifitas manusia sebagai subjeknya (KBBI,2007:581,1095).

2.2.3 Pandangan dunia pengarang

Pandangan dunia merupakan istilah bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya(Goldmann dalam Faruk,1999:16).

Pandangan dunia adalah sebuah perspektif yang koheren dan terpadu mengenai manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta (Goldmann dalam Faruk,1999:111)). Pandangan dunia adalah fakta historis dan sosial, yang merupakan keseluruhan cara berfikir, perasaan dan tindakan dimana pada situasi tertentu membuat manusia menemukan diri mereka dalam situasi ekonomi dan sosial yang sama pada kelompok sosial tertentu (Goldmann dalam Faruk,1999:112). Karena merupakan fakta sosial yang berasal dari interaksi antara subjek kolektif dengan sekitarnya, pandangan dunia tidak muncul dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru (Goldmann dalam Faruk,1999:112).

2.3 Strukturalisme Genetik (Teori)

Strukturalisme Genetik adalah teori yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan Strukturalisme Murni yang antihistoris dan kausal. Teori ini juga merupakan teori yang mampu merekonstruksi pandangan dunia pengarang. Teori yang bertolak belakang dengan


(20)

pendekatan struktur lain karena pendekatan lain lebih memusatkan perhatiannya terhadap otonomi sastra sebagai karya fiksi tanpa mengaitkan unsur-unsur lain yang ada di luar struktur signifikansinya. Berbeda pula dengan strukturalisme genetik genetik karya sastra adalah asal-usul karya sastra dimana pengarang dan kenyataan sejarahnya turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan. Hal inilah yang menjadikan karya itu dapat dikaji secara luas tanpa harus terfokus pada strukturnya saja.

Prinsip dasar strukturalisme genetik adalah bahwa karya sastra lahir karena proses sejarah suatu masyarakat. Penelitian dengan pendekatan strukturalis genetik senantiasa mempertimbangkan hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Peneliti dalam menganalisis karya yang diteliti dapat menghubungkannya dengan pengarang dan latar belakang masyarakatnya (Sitepu, 2009: 21)

Strukturalisme genetik sebagai pendekatan sosiologi sastra meyakini bahwa terdapat hubungan antara teks sastra dengan hal-hal di luar teks. Hal di luar teks itu adalah pengarang dan masyarakat (Sitepu, 2009: 22)

Menurut Umar Junus (Jabrohim, 2001:61), “Pendekatan strukturalisme genetik Goldmannlah yang paling kuat untuk memberikan tekanan nilai kepada sebuah karya sastra yang mempunyai dasar teori yang jelas,”hal ini dikarenakan sebuah karya sastra harus terlebih dahulu diketahui strukturnya baru kemudian bisa dikaji.

Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain. Kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, dan pandangan dunia pengarang.

Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial , politik, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra.


(21)

Subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial. Subjek kolektif juga disebut sebagai transindividual. Maksudnya, subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya individu hanya merupakan bagian. Subjek transindividu bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan, satu kolektivitas.

Strukturasi merupakan struktur karya sastra yang koheren dan terpadu. Maksudnya, karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif. Dalam konteks strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dengan konsep struktur yang umum dikenal.

Pandangan dunia merupakan Istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya (Goldmann dalam Faruk, 1999:16 ).


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian:

Judul Naskah : Raja Tebalek Pengarang : Yusrianto Nasution

Penerbit : Madju – Garuda Plaza Hotel Jumlah Halaman : 16 Halaman

Cetakan : Pertama Tahun terbit : 2009

Warna sampul : Hitam, merah, kuning dan coklat Desain sampul : Wahidin

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah membaca heuristik dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffaterre (Jabrohim, 2001:12) “dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu pembacaan dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dari segi mimetisnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, yaitu bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya.” Menurut Pradopo (Jabrohim, 2001:84) pembaca heuristik adalah pembaca berdasarkan struktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama, yaitu konvensi bahasanya. Pembaca hermeneutik adalah pembaca karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan tafsiran berdasarkan konvensi sastranya.

Selain itu, Rahmat Djoko Pradopo (dalam Jabrohim, 2001:84) juga menjelaskan, “Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau nosvel merupakan pembacaan


(23)

berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir cerita secara berurutan. Cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian cerita secara berurutan. 3.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis karya sastra adalah metode deskriptif. Analisis data dikerjakan secara utuh dan menyeluruh. Analisis dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

a. Peneliti membaca data yang telah dikumpulkan untuk memahaminya secara keseluruhan.

b. Peneliti akan mengidenfikasikan dan mengklasifikasikan seluruh data berdasarkan butir masalah (subjek kolektif, fakta kemanusian, dan pandangan dunia pengarang). c. Penelitian kembali menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan dan

hubungan antardata, sehingga diperoleh pengetahuan secara utuh tentang makna karya sastra.

Data yang telah terkumpul kemudian diinterpretasikan sehingga terjalin antarstruktur yang saling berkaitan. Hasil yang diperoleh berupa uraian penjelasan penelitian yang bersifat deskriptif.


(24)

BAB IV

YUSRIANTO DAN KEPENGARANGANNYA 4.1 Biografi Yusrianto

Lahir di kisaran 28 september 1965. Pernah kuliah satu tahun di Politeknik USU, namun gelar sarjana diperoleh di fakultas sastra USU pada tahun 1992, sejak 1991 bekerja sebagai PNS di RRI wilayah SUMUT.

Jejak keseniannya dimulai sejak menginjakkan kaki di fakultas sastra USU tahun 1986. Ikut mendirikan Teater Ladang dan Teater Sema USU, lalu pindah dan mengarsiteki Teater ‘O’.

Menjadi narasumber dan instruktur pada beberapa hajatan senidan budaya. Keahliannya berkomunikasi massa, beliau kerap dipercaya memandu dan menjadi host acara- acara ilmiah dan hiburan di Medan

Atas dedikasinya dan loyalitasnya kepada teater O , pada 1 oktober 2006, Yusrianto dianugerahi “ The Legend”.

4.2 Konsep Kepengarangan Yusrianto

Setelah mewawancarai Yusrianto Nasution, penulis mulai meneliti konsep kepengarangan Yusrianto Nasution tentang naskah Raja Tebalek yang meliputi tentang fakta kemanusiaan, subjek kolektif dan pandangan dunia pengarang.

4.2.1 Fakta Kemanusiaan

Menurut Goldman fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial , politik, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra.

Menurut Yusrianto Nasution fakta kemanusiaan adalah gambaran kondisi kemanusiaan ketika naskah dibuat. Yusriantio menjelaskan pemimpin negeri ini saat naskah dibuat ini


(25)

tidak peduli dengan kondisi TKI yang jelas-jelas disiksa di negeri seberang, pemerintah justru terus memanfaatkan para TKI untuk meningkatkan pendapatan negara, kemudian pengarang juga menambahkan pada saat ini budaya kita telah berubah yang dulunya pemimpin merupakan orang yng memiliki pengaruh, namun saat ini pemimpin kita dikuasai dan lemah oleh wanita.

4.2.2 Subjek Kolektif

Menurut Goldman subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial. Subjek kolektif juga disebut sebagai transindividual. Maksudnya, subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya individu hanya merupakan bagian. Subjek transindividu bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan, satu kolektivitas.

Menurut pengarang subjek kolektif adalah gambaran tentang tokoh TKI yang berharap akan kesuksesan dengan bekerja di negeri seberang, padahal mereka sama sekali belum tahu tentang kondisi dan situasi negeri seberang itu, apa yang akan mereka kerjakan dan dimana mereka ditempatkan bekerja itu semua masih samar, kemudian pengarang menambahkan masyarakat kita saat ini mudah terjebak dan terpengaruh dengan kemewahan dan kesuksesan yang ditawarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan rela menyerahkan anaknya bekerja ke luar negeri.

4.2.3 Pandangan Dunia Pengarang

Menurut Goldman Pandangan dunia merupakan Istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya (Goldmann dalam Faruk, 1999:16 ).

Menurut Yusrianto Nasution pada saat pembuatan naskah Raja Tebalek dia membandingkan 2 pemimpin antara negara ini dan negara seberang. Di negeri kita


(26)

peminpinnya adalah orang yang tidak peduli dengan rakyatnya dan selalu menuruti perintah istrinya, sedangkan pemimpin negeri seberang peduli pada rakyat nya, hal itu dibuktikan dengan dia tidak sembarang memberikan izin kepada rakyatnya untuk bekerja ke negeri seberang, meskipun dia suka menyiksa dan menganggap TKI itu bukan manusia.

4.2.3.1Pandangan Mengenai Dunia Kerja

Menurut KBBI bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan, menurut pengarang bekerja adalah kewajiban setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pada saat ini orang bertarung membiarkan hidupnya untuk sesuatu kemewahan dan materi, namun merka tidak tahu apa yang akan didapatnya. Para TKI berangkat tanpa tahu mereka akan bekerja dimana dan sebagai apa, yang mereka tahu orang yang telah pulang dari negeri seberang akan menjadi orang kaya. Pengarang juga menambahkan kondisi politik negara tetangga kita saat ini tidak kondusif sehingga mereka tidak menganggap TKI kita sebagai manusia. TKI kita disana dianggap sebagai pekerja yang tidak memiliki keahlian dan kemampuan, sehingga mereka tidak segan- segan menghina dan menyiksa mereka.

4.2.3.2Pandangan Mengenai Nilai kemanusiaan

Menurut KBBI kemanusiaan merupakan sifat-sifat manusia, menurut pengarang kondisi pada saat ini TKI di negerinya sendiri dianggap sebagai barang yang bisa dijual beli, kemudian di negeri seberang pun TKI kita dianggap barang maka orang tersebut sudah tidak dianggap sebagai manusia, sehingga nilai kemanusiaan pada saat ini sudah mulai pudar.

Pengarang juga menambahkan saat ini TKI kita yang dianggap barang itu dilihat dari segi kualitasnya, ketika mereka dinilai tidak berkualitas, maka mereka akan dihina, dipenjara, disiksa lalu dibuang.

4.2.3.3Pandangan Mengenai Tuhan

Menurut KBBI Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja dan disembah oleh manusia, menurut pengarang setiap manusia adalah sama, bisa jadi memiliki Tuhan yang


(27)

sama, atau Nabi yang sama, namun karena masalah politik antar negara kita dengan negara seberang TKI dari negeri kita dianggap bukan manusia, banyak pekerja kita disana dirampas, diperkosa, dipenjara dan dibuang.

4.3 Karya-karya Yusrianto

Yusrianto telah berlakon dan menyutradai puluhan pementasan teater serta telah menghasilkan puluhan naskah drama. Beberapa naskah telah dipentaskan berulang kali, antara lain: Sayembara Bohong (1995), Wanita (1998), Gara-gara (1999), Preek! (2000),

Simpatik (2002), Hikayat Pangeran Jongkok (2003), Profesor Botol (2004), Tukang Sapu dan Pengantar Koran (2005), Tamu Agung (2006), Sama-sama O-on (SOS) (2008), Salah Diagnosa (2009), Raja Tebalek (2009).

4.3 Sinopsis Raja Tebalek

Di dalam naskah ini diceritakan ada sebuah keluarga yang miskin. Ada ayah, ibu dan seorang anak yang bernama Mona. Akibat kemiskinan itu Mona berniat bekerja ke kerajaan seberang, namun ibunya melarang Mona bekerja ke kerajaan seberang. Sang ayah mendukung keinginan mona untuk bekerja di kerajaan seberang karena diberikan laptop oleh seorang tukang tipu yang akan membawa mona bekerja ke kerajaan seberang. Sang tukang tipu akan memberikan seluruh kebutuhan orang tua Mona, asalkan Mona bersedia bekerja ke kerajaan seberang. Akhirnya dengan berat hati ibunya merelakan Mona untuk bekerja ke kerajaan seberang.

Di kerajaan seberang diceritakan ada seorang raja yang kejam dan suka menganiaya budak- budaknya. Kemudian raja seberang pun memanggil budak- budaknya dan disuruh menjawab teka- teki. Nampak beberapa budak dan Mona di perintahkan untuk menjawab teka- teki dari raja tersebut dan tidak ada jawaban yang sesuai dengan keinginan sang raja, Akhirnya sang raja seberang memerintahkan menyiksa dan memulangkan budak- budak itu dengan cara dibuang ke laut.


(28)

Di negeri ditempat Mona dan budak itu dilahirkan dan dibesarkan nampak Raja dan para kroni nya asyik dengan kepentingannya. Mereka tidak memikirkan para budak yang telah menjadi korban kekejaman raja seberang, mereka bahkan asyik dengan permainanannya.


(29)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Strukturasi Naskah Teater Raja Tebalek Karya Yusrianto Nasution

Strukturasi merupakan struktur karya sastra yang koheren dan terpadu. Maksudnya, karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif. Dalam konteks strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dengan konsep struktur yang umum dikenal.

Seperti yang sudah di jelaskan pada bab sebelumnya, bahwa analisis struktural yang diterapkan pada naskah teater Raja Tebalek ini merupakan langkah awal untuk mengetahui unsur-unsur yang membentuk isi dari dalam struktural dari naskah tersebut. Hal ini seperti apa yang telah dikatakan Teeuw (1988:135) bahwa kajian sktruktural dimaksudkan untuk membongkar, mengkaji, dan menganalis unsur pembentuk dalam dari sebuah karya sastra, yang nantinya berguna serta mendukung pembahasan selanjutnya, yaitu seperti pembahasan pada unsur ekstrinsiknya.

Setelah membaca dan memahami naskah teater Raja Tebalek ini, maka penulis berkesimpulan sementara bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam unsur-unsur intrinsik adalah alur, latar, tokoh, penokohan, dan tema.

5.1.1 Alur

Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat di dalam sebuah karya sastra. Berdasarkan hubungan tersebut, maka timbulah konflik-konflik yang membangun jalan cerita. Dalam kata lain, bahwa sebuah peristiwa berkaitan dengan peristiwa lainnya dan konflik yang satu akan berhubungan erat dengan konflik lainnya, sehingga dapat terlihat jelas alur dari sebuah cerita. Sehubungan dengan itu, Jakob Sumardjo dan Saini K.M (1988:139) mengatakan bahwa plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lainnya dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya, peristiwa pertama


(30)

menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian seterusnya, hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan oleh peristiwa pertama.

Pernyataan di atas tadi senada dengan apa yang dikemukakan oleh Stanton (Nurgiyantoro, 1995:113) yang menyatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dikatakan bahwa plot atau alur adalah rangkaian berbagai peristiwa yang saling berkaitan dan memiliki konflik yang disebabkan oleh hubungan sebab akibat. Tujuannya adalah untuk menjelaskan isi cerita dan untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang isi cerita yang akan dianalisis.

Selain sebagai penjalin antarperistiwa yang ada dalam sebuah cerita, alur pun juga dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk mencapai penjelasan efek tertentu di dalam sebuah karya sastra, diantaranya seperti menjelaskan tentang hubungan waktu (temporal). Sebab sebuah peristiwa itu terjadi, pasti berhubungan dengan waktu, dan waktu itu mendukung menjelaskan tentang kapan terjadinya peristiwa tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjiman (1986:4) yang menyatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kausal (sebab akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah klimaks dan penyelesaian.

Efek tertentu yang ingin dicapai tersebut, merupakan efek yang menentukan dalam menghasilkan “tegangan” antara pembaca dengan karya sastra. Efek yang membuat pembaca menjadi tertarik untuk tetap terus dan ingin mengikuti jalan cerita dari sebuah karya sastra. Efek tegangan inilah yang ingin dicapai dari sebuah karya sastra sehingga karya sastra


(31)

tersebut bermanfaat bagi pembaca dan selanjutnya akan diperolehlah efek emosional dan efek artistik yang menjadi daya tarik terhadap pembaca.

Pencapaian efek emosional dan efek artistik yang dihasilkan alur, erat kaitannya dengan pembaca. Analisis pembaca yang dilakukan dengan cara merekonstruksi karya sastra merupakan suatu upaya untuk menilai keberadaan alur. Dengan kata lain, upaya untuk menjelaskan apakah alur karya sastra tersebut dibangun oleh peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan secara logis dan kronologis atau tidak sama sekali berhubungan. Hal ini senada dengan pendapat Luxemburg dkk (1989:149) yang mengatakan bahwa alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas diketahui bahwa alur merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam karya sastra. Elemen yang menjadikan karya sastra sebuah cerita yang menarik untuk dibaca dan dipahami disebabkan adanya konflik-konflik yang ditawarkan di dalamnya.

Untuk mengetahui tentang alur yang terdapat di dalam naskah teater Raja Tebalek ini, dalam kajian ini penulis menggunakan teori Brander Matthews (Harymawan, 1981:17), yang membagi alur menjadi enam elemen penting, yaitu :

1. Exposition (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan). 2. Rising Action (keadaan mulai memuncak).

3. Complication (peristiwa-peristiwa semakin memuncak). 4. Climax (peristiwa mencapai puncak).

5. Resolution (jalan keluar dari semua masalah). 6. Denoument (penyelesaian dari semua persoalan).


(32)

Adapun pemerian dari keenam elemen tersebut, dijelaskan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam naskah teater Raja Tebalek, adalah sebagai berikut.

1. Exposition atau pelukisan keadaan awal

Pelukisan keadaan awal terlihat pada saat di rumah. Tokoh Ayah yang sedang asyik online dan Mona anaknya datang untuk gantian online. Namun, ayahnya ini tidak mau gantian. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“MONA : Yah, gantianlah yah!!!Gantian!...Mamak udah datang?!Ya amplop, jam segini blum datang?!...kek mana nya ini, cemana aku mau pintar ...gantian yah. Ayahlah pake HP....( Raja

Tebalek:11).

“AYAH : Jam berapa ini kok udah pulang? “MONA : Gurunya rapat.

“AYAH : Rapat apa?? “MONA : nggak tau.

“AYAH : bilang sama gurunya kalau nggak tau jangan rapat. “MONA : Udahlah yah bikin emosi ajapun.

“AYAH : Kau pun sama, sama guru kau itu, ngapain kau bikin emosi, nggak ada kerjaan lain(Raja Tebalek : 11).

Lalu tokoh Emak datang dengan dongkol dia pun menyalahkan si Ayah . Hal ini tergambar pada kutipan berikut.

“EMAK : Pokoknya aku nggak suka, udah banyak contoh.Tengoklah,nggak ada sikit pun yang kalian kerjakan. Habis semua dimakan burung....Cuma ini yang kita andalkan, kalau panen ini gagal lagi, udahlah gak tau lagi mau buat apa. “AYAH : Hujan tidak angin pun tidak tapi kok banyak x petir.

“EMAK : Abang lagi tak bertanggung jawab, menyesal aku kawin ama abang (Raja Tebalek : 13).

“AYAH : samalah, eee maksudnya si mona, tadi dia pun menyesal juga...memang perempuan zaman sekarang gampang sekali menyesal, psikologisnya rapuh.

“EMAK : Kalau abang cakap nomor satu, tapi kosong nol , baskom(Raja


(33)

2. Rising Action atau keadaan mulai memuncak

Keadaan mulai memuncak ketika Ayah dan Emak mulai ribut karena kasus mona. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“AYAH : Kasus si mona cemana?

“EMAK : Pokoknya aku nggak setuju! ngapai dia kesana, dia itu masih kecil bang.

“AYAH : Justru karena dia masih kecillah. Bak kata peribahasa, kecil menabung tua kaya raya. Tujuan sekolah kan bekerja, nah sekarang ada pekerjaan, berarti buat apa sekolah. Ini kan namanya mendapat durian runtuh. Repot kali cara berpikir kau (Raja Tebalek : 14).

“EMAK : Sudah banyak bukti. Kita masih belum percaya. Abang rela menjual anak gara-gara laptop?

“AYAH : Ini dikasih. Rezeki pantang ditolak. Otak kau berbelit, luruskan dulu

“EMAK : Iyalah otak abang yang lurus, polos, original, jarang dipake. “AYAH : Apa maksud kau?

“EMAK : Tepuk dada tanya selera!!!

“AYAH : To the point saja , masih ada ribuan yang antri “EMAK : Ceraikan aku, sekarang , ceraikan!!!

“AYAH : Betul!!! (Raja Tebalek : 15).

3. Complication atau peristiwa-peristiwa semakin memuncak

Peristiwa-peristiwa semakin memuncak ketika Tukang Tipu datang dan menawarkan hadiah ke Emak. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.

“TUKANG TIPU : Ass wrwb...!!! How doyou do....!!! Horas! Horas! Yahoo ....wu! Apa itu satu lagi ....Mejuah!!!

“MONA : Dua kali om.

“TUKANG TIPU : Mejuah dua kali!!! Cemana rencana masa depan kita.

Hari terus berganti, orang-orang makin ramai yang antri, tapi untuk keluarga saya ini, pasti saya utamakan ...cemana dek Mona

“MONA : Siap!....Sekarang pun jadi....Sesuai rencana....Capek kali aku jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).

“TUKANG TIPU : Maaf bang, yang dicari hanya cewek...Kerjanya enak, gajinya pastilah lebih dari negara kita ini, tak mungkin aku menjerumuskan, udah aku anggap anak ku sendiri si mona, kak aku bukan tukang tipu, macam yang lain.

“EMAK : Penjual rakyat!!

“TUKANG TIPU : Oke, oke kalau Cuma pupuk, gampang itu kak. Besok sebelum kakak datang pupuk nya sudah di sini. 10 goni cukup? Yang penting kakak setuju keberangkatan si Mona... Cemana bang cocok?! (Raja Tebalek : 17).


(34)

4. Climax atau peristiwa mencapai puncak

Peristiwa-peristiwa mencapai puncak ketika Ayah dan Emak diskusi. Sesekali mereka tampak bertengkar Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“EMAK : Tapi aku tidak mau menjual anak ku

“AYAH : Siapa yang mau menjual anaknya, dia mau mencarikan anak kita kerja. Kebetulan kerjanya di negeri seberang, kan begitu. Sini kau dulu. (Raja Tebalek : 17).

Dan akhirnya tukang tipu berhasil membawa si Mona. Hal ini tergambar pada kutipan berikut.

“EMAK : Hei!!! tukang tipu!

“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?

“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....

“TUKANG TIPU : Ah! Kalau itu persoalannya, gampanglah itu. Begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya...berapa jeti kakak perlu?

“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?

“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkin kita menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa msuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!

“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18).

Dengan berat hati emak menerima pemberian tukang tipu. Dan Mona pun berangkat ke negeri seberang. Dan dinegeri seberang Raja, kroni dan budak- budaknya masuk dan hiburan dimulai dengan teka teki. Budak- budakpun disuruh menjawab teka teki apabila mereka tidak tau dan salah mereka akan mendapat hukuman.

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?

“BUDAK 1 : Ular... Yang Mulia.

“BANGSAWAN1 : Hei!!!jawaban budak ini menghina paduka. Pasal 1 ayat 2. Engkau ni kena hukum, seminggu tak boleh makan. Tak boleh menyebut Yang Mulia ular...

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu


(35)

Ape name binatang tu?

“BUDAK 2 : Maaf seribu kali maaf paduka, lembu!

“BANGSAWAN1 : Tak seronok la, engkau kena pasal berlapis...kena rotan sampai menangis (Raja Tebalek : 19).

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Suka berkokok tapi bertaji Ape name binatang tu? “BUDAK 3 : Tak tau saya Paduka “RAJA SEBERANG : Tak boleh jawab tak tau

“BANGSAWAN1 : Betul itu juga penghinaan...karena engkau tolol, engkau kena hukum punggung di setrika....disiram air mendidih (Raja

Tebalek : 20).

“BANGSAWAN 4 : Hormat saya paduka. Ini ada satu lagi, barang langka, ajaib dan oke punya, silahkan dicoba paduka.

“RAJA SEBERANG : Siapa nama awak? “MONA : Mona, Paduka.

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak, beli sepatu

Katanya engkau bijak bestari

Bunyinya (menirukan suara binatang) binatang apa itu?? “MONA : kodok...

“BANGSAWAN 4 : Kodok apa?Yang lengkap dan sopan.

“MONA : Paduka yang mulia kodok... (Raja Tebalek : 22).

5. Resolution atau jalan keluar dari semua masalah

Jalan keluar dari semua masalah adalah ketika raja tebalek memberikan solusi yang diluar akal sehat . Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“ISTRI RAJA : Bang, ini persoalan serius.

“RAJA TEBALEK : Atur ajalah, jangan serius kali, nanti strok... (Raja Tebalek : 24).

“KRONI 2 : Paduka yang Mulia, negara kita bisa hancur kalau begini caranya.,

“RAJA TEBALEK : Kena tsunami kan hancur juga, apa bedanya, makanya santai aja. Udah diatur tuhan semuanya. Sekarang langsung aja ke proyek, cemana ceritanya.... (Raja Tebalek : 25).

6. Denoument atau penyelesaian

Penyelesaian cerita atau kisah pada naskah teater Raja Tebalek ini ketika para Kroni melaporkan tentang masalah kedatangan Tenaga kerja ke negeri ini kepada Raja Tebalek. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.


(36)

“KRONI 2 : Kita akan memberikan penghargaan kepada pahlawan devisa yang beberapa hari lagi akan sampai.

“ISTRI RAJA : Mereka telah mengadu nasib di negeri seberang dan mengirim banyak uang kenegeri kita ini. Cocok kan bang?

“RAJA TEBALEK : Cocok kali pun! (Raja Tebalek : 25).

Kemudian sang kroni pun menyampaikan permasalahan yang menimpa tenaga kerja namun dengan singkat sang raja memberikan solusi yang tidak wajar. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“KRONI 1 : Mereka terpaksa pulang dan nggak bawa apa-apa. “RAJA TEBALEK : Yang minta oleh-oleh siapa?

“KRONI 1 : Mereka disiksa yang Mulia. “RAJA TEBALEK : Itu namanya pengorbanan.

“KRONI 1 : Sebagian ada yang diturunkan di tengah laut. “RAJA TEBALEK : Buat undang-undang wajib berenang. “KRONI 1 : Malu kita Paduka.

“RAJA TEBALEK : Biar jangan malu, pejamkan mata....apa lagi? (Raja Tebalek : 26).

Lalu Kroni1 mengajak Raja Tebalek bersenang-senang dan raja tebalek pun mulai melupakan tanggung jawab nya sebagai raja sehingga permasalahan tenaga kerja tidak tuntas. Hal ini tergambar pada kutipan di bawah ini.

“KRONI 1 : Bagaimana kalau kita maen engklek Paduka. “RAJA TEBALEK : Dari tadilah kau bilang...ayo!

“ISTRI RAJA : Teken dulu surat ini Bang.... “RAJA TEBALEK : Nantilah itu, nggak penting kali.

“KRONI 2 : Paduka yang mulia, dua lemari surat yang belum diteken, cemana itu Paduka....

“RAJA TEBALEK : Siap main engklek ya, sabar...pasti diteken.

“ISTRI RAJA : Undang-undang itu wajib diteken Bang, biar ada dasar hukumnya...Resmi,legal!!!

“RAJA TEBALEK : Ah, teori... (Raja Tebalek : 26). 5.1.2 Latar

Setiap peristiwa yang terjadi dan berlangsung di dalam karya sastra memiliki hubungan yang erat sekali dengan waktu dan tempat. Karena waktu dan tempat senantiasa dijadikan sebagai penanda untuk menjelaskan “kapan” dan “di mana” terjadinya berbagai peristiwa.


(37)

Latar dalam karya sastra dapat dibedakan atas tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Menurut Nurgiyantoro (1995:227), latar adalah tempat biasanya menjelaskan tentang lokasi terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya sastra atau drama. Sedangkan latar waktu dalam karya sastra biasanya berhubungan dengan perihal “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya sastra seperti dalam naskah teater Raja Tebalek ini. Adapun yang dimaksud dengan latar sosial dalam karya sastra, biasanya mengacu ke hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sosial masyarakat. Senada dengan pendapat (Nurgiyantoro, 1995:230) yang mengatakan bahwa latar sosial adalah hal-hal yang terdapat pada sebuah karya sastra dan mengacu pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat.

5.1.2.1 Latar Tempat

Latar tempat yang terdapat dalam Teater Raja Tebalek yaitu terjadi di dua tempat yaitu Kerajaan Raja seberang, dan kerajaan Raja tebalek. Latar tempat yang terjadi di Kerajaan Raja seberang tergambar pada kutipan berikut ini.

Cahaya lampu Berangsur-angsur terang kembali seiring dengan persiapan di Kerajaan Seberang

Rombongan penghibur raja sudah bersiap Raja, kroni dan Budak-budaknya masuk

Hiburan dimulai dilanjutkan dengan teka-teki (Raja Tebalek : 18).

Sedangkan untuk latar tempat yang menunjukkan kerajaan Raja tebalek tergambar pada kutipan berikut ini

Sementara di negeri tempak budak dilahirkan dan dibesarkan, Raja dan Kroninya Sedang asyik menikmati suasana dengan berbagai kegiatan. Raja yang paling senang adalah sesi

bermain layang-layang (Raja Tebalek : 22). 5.1.2.2 Latar Sosial

Latar sosial mencakup tentang tata cara kehidupan sosial masyarakat dan berbagai masalah dalam ruang lingkup yang kompleks. Oleh sebab itu, latar sosial dapat berbentuk


(38)

kehidupan, tradisi hidup, keyakinan, cara berpikir dan bersikap, adat-istiadat, bahasa, dan lain sebagainya, yang dapat digolongkan sebagai latar spiritual masyarakat.

Latar sosial dalam teater Raja Tebalek adalah kehidupan bermasyarakat yang berada pada suatu negeri karena kemiskinannya itu dia ingin bekerja ke negeri seberang, tanpa dia tahu bahaya apa yang akan menimpanya nanti . Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“MONA : Siap...! Sekarang pun jadi....sesuai rencana....capek kali aku jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).

Sesampai di negeri seberang Mona jadi bahan olok-olok sampai lelah dengan berbagai bentuk siksaan. Akhirnya semua budak –budak itu dipulangkan dengan dibuang kelaut. Pesta itu ditutup dengan laporan makin banyak saja orang-orang yang ingin jadi budak dan kebanyakan datang dari negeri seberang (Raja Tebalek : 22).

5.1.3 Tokoh dan Penokohan

Pelakon atau sering disebut dengan tokoh tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan penciptaan sebuah cerita di dalam sebuah karya sastra, terutama peranannya dalam naskah drama atau teater. Dikatakan begitu, karena tanpa adanya tokoh cerita atau pelakon dalam naskah drama, maka tidak akan ada cerita dan unsur lainnya seperti alur dan latar, dan tentunya fungsi unsur-unsur tersebut sudah pasti tidak akan ada artinya. Sebab, tokoh atau pelakonlah yang memiliki fungsi membuat alur menjadi berjalan sesuai cerita dan latar akan terisi berkat adanya tokoh tersebut.

Sudjiman (1988:16) berpendapat bahwa “Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.” Meskipun tokoh dalam sebuah cerita adalah individu rekaan, namun tokoh cerita haruslah merupakan seorang yang hidup secara wajar, layaknya kehidupan manusia biasa yang terdiri dari jasmani yaitu fisiknya dan rohani yaitu pikiran serta perasaan.

Berdasarkan keterangan di atas, terlihat bahwa adanya hubungan antara tokoh atau pelakon dengan peristiwa dalam sebuah cerita. Selain itu, menurut (Sumardjo dan Saini,


(39)

1988:144) mengatakan bahwa tokoh cerita adalah orang yang mengalami seluruh peristiwa yang digambarkan di dalam alur atau plot.

Melalui berbagai peristiwa yang dialami tokoh itulah pengarang atau penulis naskah menggambarkan secara jelas tentang watak atau penokohan dari masing-masing tokoh cerita. Watak atau penokohan yang dimiliki tokoh-tokoh cerita disesuaikan dengan watak yang terdapat pada manusia secara umum, wataknya pun bermacam-macam juga seperti baik, jahat, riang, murung, berani, pengecut, jujur, licik, atau campuran dari berbagai watak-watak tersebut. Dengan mengetahui dan memahami watak para tokoh cerita tersebut, maka akan didapatkan juga pemahaman tentang mengapa suatu tindakan atau kejadian itu terjadi.

Adapun penokohan dalam Raja Tebalek adalah sebagai berikut: a. Raja Tebalek

Raja Tebalik merupakan tokoh utama dari naskah ini, dia adalah pemimpin negeri ini sebagai pemimpin sebuah negeri raja tebalik ini memiliki sikap tidak peduli terhadap rakyatnya, dan hanya memikirkan kesenangannya.

Raja tebalek memiliki seorang istri. Tokoh raja tebalek merupakan pemimpin yang suka berman layang-layang dengan kroni-kroninya dan main engklek. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“KRONI 1 : Baiklah para kroni dan yang terhormat raja tebalek. Sekarang kita main layang-layang

“RAJA TEBALEK : Saya suka itu, tapi jangan tinggi-tinggi saya takut ketinggian (Raja Tebalek : 16).

Selain itu, dia memiliki sifat cuek, serta tidak peduli dengan kehidupan rakyatnya. Dia lebih senang dengan permainannya seperti anak-anak. Sifat Raja Tebalek dapat dilihat pada kutipan berikut.

“RAJA TEBALEK : Saya suka itu, tapi jangan tinggi-tinggi saya takut ketinggian . “KRONI 1 : Raja tetap disini dan yang naik tinggi, kan

layang-layang,paduka.


(40)

“KRONI 1 : harga ya nggak bisa naik karena bukan layang-layang.lihat paduka layang-layang nya udah tinggi.

“RAJA TEBALEK : putuskan!!putuskan....hore....!!! (Raja Tebalek : 23).

“RAJA TEBALEK : Mau kemana kok cepat-cepat...nanti dulu, kita main engklek yok(Raja Tebalek : 24).

b. Mona

Tokoh Mona adalah seorang adalah seorang anak yang hidup dalam keluarga yang kurang mampu. Dia adalah anak yang telah terpengaruh kehidupan global yang modern. Mona sering sekali melihat orang tuanya bertengkar lalu dia pun menjadi penengah terhadap pertengkaran itu.Hal itu terlihat pada kutipan berikut.

“EMAK : Ceraikan aku, sekarang, ceraikan!!! “AYAH : Betul!!!

“MONA :Woi!! Tunggu dulu!!!( Memberikan parang dan kayu)...Pegang!!! One,two,....box....!!!Ayo mulai!!! Langsung aja bunuh-bunuhan.

Jangan sok artis lah, sikit-sikit cerai. Peace dead, Peace mom.... Peace!!!!

“AYAH : Jangan kau paksa ayah pipis ...ah.

“MONA : Oh , my god , stupid,....damai ayah, damai mak....damai.. “EMAK : Sangkin originalnyalah itu

“AYAH : Jangan kau pancing lagi,

“MONA : Stop!!ssstttt!! Dont speak!!! Salaman!!! Minta izin minta maaf!! (Raja Tebalek : 15).

Tokoh Mona ini ingin sekali menjadi orang kaya sehingga tukang tipu datang dan mengajak bekerja ke negeri seberang. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.

“TUKANG TIPU : Ass wrwb...!!! How doyou do....!!! Horas! Horas! Yahoo ....wu! Apa itu satu lagi ....Mejuah!!!

“MONA : Dua kali om.

“TUKANG TIPU : Mejuah dua kali!!! Cemana rencana masa depan kita.

Hari terus berganti, orang-orang makin ramai yang antri, tapi untuk keluarga saya ini, pasti saya utamakan ...cemana dek Mona

“MONA : Siap!....Sekarang pun jadi....Sesuai rencana....Capek kali aku jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).

c. Ayah

Tokoh ayah ini sangat suka OL sampai-sampai dia tidak mau mengalah dengan anak anaknya Mona . Hal itu dapat kita lihat lewat kutipan berikut ini.


(41)

“MONA : Yah, gantianlah yah!!!Gantian!...Mamak udah datang?!Ya amplop, jam segini blum datang?!...kek mana nya ini, cemana aku mau pintar ...gantian yah. Ayahlah pake HP....( Raja

Tebalek:11).

“AYAH : Makanya,kan udah ayah bilang, anak-anak itu jangan OL dulu, rentan, gampang menyesal.Terbuktikan.Anak sekarang, memang nggak pernah percaya kata-kata orang tuanya ( Raja

Tebalek:13).

Selain itu sang ayah memiliki sifat bodoh (oon) yang kadang membuat Mona jengkel dan gondok. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“MONA : Gurunya rapat. “AYAH : Rapat apa?! “MONA : nggak tau.

“AYAH : Bilang sama gurunya kalau nggak tau jangan rapat. “MONA : Udah lah yah bikin emosi aja pun.

“AYAH : Kau pun, sama guru kau itu, ngapain kau bikin emosi, macam nggak ada kerjaan lain.

“MONA : Wajarlah kita miskin, ayah aja oon nya kek gini. Kalau ada perlombaan orang oon, ayah pasti juara tiga. ( Raja

Tebalek:11).

d. Emak

Emak adalah ibu dari Mona sifat emak ini sangat cerewet dan suka mengomel. Sikap ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

“EMAK : Pokoknya aku nggak suka, udah banyak contoh.Tengoklah,nggak ada sikit pun yang kalian kerjakan. Habis semua dimakan burung....Cuma ini yang kita andalkan, kalau panen ini gagal lagi, udahlah gak tau lagi mau buat apa. “AYAH : Hujan tidak angin pun tidak tapi kok banyak x petir.

“EMAK : Abang lagi tak bertanggung jawab, menyesal aku kawin ama abang (Raja Tebalek : 13).

“AYAH : samalah, eee maksudnya si mona, tadi dia pun menyesal juga...memang perempuan zaman sekarang gampang sekali menyesal, psikologisnya rapuh.

“EMAK : Kalau abang cakap nomor satu, tapi kosong nol , baskom(Raja

Tebalek : 13).

Selain itu Emak juga memiliki sifat yang ingin melindungi anaknya dia tidak ingin mona ke negeri seberang. Sikap ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

“AYAH : Kasus si mona cemana?

“EMAK : Pokoknya aku nggak setuju! ngapai dia kesana, dia itu masih kecil bang.


(42)

“AYAH : Justru karena dia masih kecillah. Bak kata peribahasa, kecil menabung tua kaya raya. Tujuan sekolah kan bekerja, nah sekarang ada pekerjaan, berarti but apa sekolah. Ini kan namanya mendapat durian runtuh. Repot kali cara berpikir kau (Raja Tebalek : 14).

“EMAK : Sudah banyak bukti. Kita masih belum percaya. Abang rela menjual anak gara-gara laptop?

“AYAH : Ini dikasih. Rezeki pantang ditolak. Otak kau berbelit, luruskan dulu

“EMAK : Iyalah otak abang yang lurus, polos, original, jarang dipake. “AYAH : Apa maksud kau?

“EMAK : Tepuk dada tanya selera!!! e. Tukang Tipu

Tukang tipu memiliki sifat licik, dia menghalalkan segala cara untuk dapat menipu keluarga Mona untuk membawa Mona ke negeri seberang. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“TUKANG TIPU : Maaf bang, yang dicari hanya cewek...Kerjanya enak, gajinya pastilah lebih dari negara kita ini, tak mungkin aku menjerumuskan, udah aku anggap anak ku sendiri si mona, kak aku bukan tukang tipu, macam yang lain.

“EMAK : Penjual rakyat!!

“TUKANG TIPU : Oke, oke kalau Cuma pupuk, gampang itu kak. Besok sebelum kakak datang pupuk nya sudah di sini. 10 goni cukup? Yang penting kakak setuju keberangkatan si Mona... .Cemana bang cocok?! (Raja Tebalek : 17).

Namun emak yang awalnya tidak setuju dengan keberangkatan Mona akhirnya dengan berat hati melepaskannya, karena tipu muslihat tukang tipu. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“EMAK : Hei!!! tukang tipu!

“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?

“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....

“TUKANG TIPU : Ah! Kalau itu persoalannya, gampanglah itu. Begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya...berapa jeti kakak perlu?


(43)

“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?

“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkinkit menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa msuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!

“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18). f. Raja Seberang

Raja seberang adalah tokoh yang meminpin sebuah kerajaan, dia memiliki sikap kejam dan otoriter terhadap para budak yang bekerja di negeri tersebut. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?

“BUDAK 1 : Ular... Yang Mulia.

“BANGSAWAN1 : Hei!!!jawaban budak ini menghina paduka. Pasal 1 ayat 2. Engkau ni kena hukum, seminggu tak boleh makan. Tak boleh menyebut Yang Mulia ular...

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu

Susunya dikasih kepada bayi Ape name binatang tu?

“BUDAK 2 : Maaf seribu kali maaf paduka, lembu!

“BANGSAWAN1 : Tak seronok la, engkau kena pasal berlapis...kena rotan sampai menangis (Raja Tebalek : 19).

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Suka berkokok tapi bertaji Ape name binatang tu? “BUDAK 3 : Tak tau saya Paduka “RAJA SEBERANG : Tak boleh jawab tak tau

“BANGSAWAN1 : Betul itu juga penghinaan...karena engkau tolol, engkau kena hukum punggung di setrika....disiram air mendidih (Raja

Tebalek : 20).

f. Istri Raja

Istri raja merupakan pendamping raja tebalek, dia memiliki otoriter dan tukang ngatur terhadap raja tebalek. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“ISTRI RAJA : Sudah!! Macam anak-anak aja pun. “KRONI 1 : Tapi raja kan masih senang.


(44)

Namun Raja tebalek terkadang tidak peduli dengan sikap istrinya. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“ISTRI RAJA : Bang teken surat ini, pecat dia!!!

“RAJA TEBALEK : Mau kemana kok cepat-cepat....nanti dulu,kita maen engklek yok....

“ISTRI RAJA : Bang, ini persoalan serius.

“RAJA TEBALEK : Atur ajalah , jangan serius kali, nanti strok.... 5.1.4 Tema

Tema adalah gagasan dasar yang menopang dan menjadi rangka utama dari sebuah karya sastra. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna atau pengalaman kehidupan. Pengalaman kehidupan tersebut berasal dari berbagai masalah kehidupan dan merupakan hasil dari pengamatan pengarang terhadap situasi dan kondisi disekelilingnya.

Menurut Esten (1984:87), tema adalah apa yang menjadi persoalan utama dalam karya sastra. Jika kita membaca suatu karya sastra, seperti cerita rekaan, pengarang tidak sekadar ingin menyampaikan sebuah cerita saja tetapi ada suatu konsep sentral yang ingin dikembangkan dalam cerita tersebut. Alasan yang melatarbelakangi pengarang hendak menyajikan cerita menurut Sudjiman (1998:50) ialah hendak mengemukakan suatu gagasan. Gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasar dalam suatu karya sastra itulah yang disebut dengan tema.

Sedangkan Sumardjo dan Saini (1991:56) mengatakan bahwa tema merupakan ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, tetapi ingin mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang ingin dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan atau komentarnya terhadap kehidupan ini.

Sesuai dengan pernyataan yang mengatakan, tema adalah gagasan atau ide yang mendasari karya sastra. Tema merupakan kesimpulan dari pelukisan atau penggambaran dari alur, tokoh dan penokohan, serta latar.


(45)

Pendapat di atas juga dikuatkan dengan pendapat yang dikemukakan Henry Guntur Tarigan. Menurut Henry Guntur Tarigan (1985:125) walaupun seandainya seorang pengarang tidak menjelaskan tentang tema ceritanya secara eksplisit, namun tema cerita tersebut dapat dirasakan dan diambil kesimpulannya setelah karya sastra itu selesai dibaca.

Keberadaan tema dalam sebuah karya sastra memang sangat penting, dan tidak terlepas dari unsur-unsur pembentuk karya sastra lainnya seperti alur, latar, dan perwatakan. Karena tema yang baik (secara implisit maupun eksplisit) harus didukung oleh unsur lainnya.

Di dalam sebuah karya sastra mungkin banyak persoalan-persoalan yang muncul dan ditemukan, tetapi tentulah tidak semua persoalan itu bisa dianggap sebagai tema. Untuk menentukan persoalan mana yang merupakan tema, Esten (1984) menguraikan bahwa yang Pertama, tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Kedua, secara kuantitatif, persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik, konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa. Cara yang ketiga adalah menentukan (menghitung) waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan perisitwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh di dalam karya sastra.

Setelah mengamati secara seksama dan melihat dari berbagai konflik dalam naskah

Raja Tebalek ini, yang menjadi temanya adalah persoalan perdagangan manusia. Persoalan

perdagangan manusia yang kerap terjadi dikalangan masyarakt miskin hal ini dikarenakan mereka ingin merubah nasib dengan cara yang instan dengan bekerja di negeri seberang. Di sisi lain Raja tebalek yang seharusnya membela hak- hak warga nya malah asyik dengan urusan pribadinya.

5.2 Fakta Kemanusian

Menurut Goldman fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu


(46)

pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial , politik, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra.

Fakta kemanusian dapat ditelusuri dengan cara mengenali setiap gejala kemanusian. Gejala ini dapat dikenal dari proses sadar diri manusia akan dirinya. Kesadaran tersebut atau kesadaran terhadap realitas. Fakta kemanusiaan yang ada di dalam naskah teater Raja

Tebalek karya Yusrianto Nasution adalah gambaran masyarakat saat ini yang cenderung

mudah dijadikan objek perdagangan manusia karena faktor ekonomi, sehingga mereka memilih bekerja di negeri seberang. Hal ini dapat kita lihat dari dialog tukang tipu dan mona.

“TUKANG TIPU : Ass wrwb...!!! How doyou do....!!! Horas! Horas! Yahoo ....wu! Apa itu satu lagi ....Mejuah!!!

“MONA : Dua kali om.

“TUKANG TIPU : Mejuah dua kali!!! Cemana rencana masa depan kita.

Hari terus berganti, orang-orang makin ramai yang antri, tapi untukkeluarg saya ini, pasti saya utamakan ...cemana dek Mona “MONA : Siap!....Sekarang pun jadi....Sesuai rencana....Capek kali aku

jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16

Namun karena terlalu bersemangat nya Mona dia tidak menyadari bahaya yang akan menimpanya di negeri seberang. Hal ini dapat kita lihat dari dialog :

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?

“BUDAK 1 : Ular... Yang Mulia.

“BANGSAWAN1 : Hei!!!jawaban budak ini menghina paduka. Pasal 1 ayat 2. Engkau ni kena hukum, seminggu tak boleh makan. Tak boleh menyebut Yang Mulia ular...

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu

Susunya dikasih kepada bayi Ape name binatang tu?

“BUDAK 2 : Maaf seribu kali maaf paduka, lembu!

“BANGSAWAN1 : Tak seronok la, engkau kena pasal berlapis...kena rotan sampai menangis (Raja Tebalek : 19).

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Suka berkokok tapi bertaji Ape name binatang tu? “BUDAK 3 : Tak tau saya Paduka “RAJA SEBERANG : Tak boleh jawab tak tau


(47)

“BANGSAWAN1 : Betul itu juga penghinaan...karena engkau tolol, engkau kena hukum punggung di setrika....disiram air mendidih (Raja

Tebalek : 20).

“BANGSAWAN 4 : Hormat saya paduka. Ini ada satu lagi, barang langka, ajaib dan oke punya, silahkan dicoba paduka.

“RAJA SEBERANG : Siapa nama awak? “MONA : Mona, Paduka.

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak, beli sepatu

Katanya engkau bijak bestari

Bunyinya(menirukan suara binatang) binatang apa itu?? “MONA : kodok...

“BANGSAWAN 4 : Kodok apa?Yang lengkap dan sopan.

“MONA : Paduka yang mulia kodok... (Raja Tebalek : 22).

Fakta kemanusian dalam naskah teater Raja Tebalek ini merupakan pengamatan pengarang dalam melihat semakin maraknya aksi perdagangan manusia dinegeri ini, namun disisi lain Raja Tebalek selaku pemerintah yang seharusnya mengayomi rakyatnya hanya diam dan tidak peduli dengan nasib rakyatnya yang disiksa Raja Seberang. Hal ini dapat kita lihat dari dialog Raja Tebalek dan Kroni 1.

Kroni 1: Mereka terpaksa pulang dan nggak bawa apa-apa. Raja Tebalek: Yang minta oleh-oleh siap?

Kroni 1: Mereka disiksa yang mulia. Raja Tebalek: Itu namanya pengorbanan.

Kroni 1: Sebahagian ada yang diturunkan di tengah laut. Raja Tebalek: Buat undang-undang wajib berenang. Kroni 1: Malu kita paduka.

Raja Tebalek: Biar jangan malu, pejamkan mata...apa lagi?!( Raja Tebalek:25) Sang raja jauh lebih suka dengan kesenangannya

Kroni 1: Bagaimana kalau kita maen engklek paduka

Raja Tebalek: Dari tadilah kau bilang...ayo!( Raja Tebalek:25) 5.3 Subjek Kolektif Pengarang

Menurut Goldman subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial. Subjek kolektif juga disebut sebagai transindividual. Maksudnya, subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya individu hanya merupakan bagian. Subjek transindividu bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan, satu kolektivitas.

Subjek kolektif merupakan istilah yang diberikan untuk menggantikan istilah masyarakat dalam kajian strukturalisme genetik. Subjek kolektif dalam naskah teater Raja


(48)

Tebalek karya Yusrianto Nasution dibagi menjadi dua individual dan trans- individual.

Subjek individual yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek yaitu tokoh utamanya Mona yang mendapat tawaran untuk bekerja ke negeri seberang, dia bahkan lebih memilih pekerjaan itu tanpa memperdulikan bahaya yang akan menyambutnya di negeri seberang, hal itu dapat kita lihat dari kutipan:

“TUKANG TIPU : Ass wrwb...!!! How doyou do....!!! Horas! Horas! Yahoo ....wu! Apa itu satu lagi ....Mejuah!!!

“MONA : Dua kali om.

“TUKANG TIPU : Mejuah dua kali!!! Cemana rencana masa depan kita.

Hari terus berganti, orang-orang makin ramai yang antri, tapi untukkeluarg saya ini, pasti saya utamakan ...cemana dek Mona “MONA : Siap!....Sekarang pun jadi....Sesuai rencana....Capek kali aku

jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).

Dan akhirnya mona pun pergi ke negeri seberang dan dia pun bertemu dengan raja seberang yang kejam, hal itu dapat kita lihat pada kutipan:

“BANGSAWAN 4 : Hormat saya paduka. Ini ada satu lagi, barang langka, ajaib dan oke punya, silahkan dicoba paduka.

“RAJA SEBERANG : Siapa nama awak? “MONA : Mona, Paduka.

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak, beli sepatu

Katanya engkau bijak bestari

Bunyinya(menirukan suara binatang) binatang apa itu?? “MONA : kodok...

“BANGSAWAN 4 : Kodok apa?Yang lengkap dan sopan.

“MONA : Paduka yang mulia kodok... (Raja Tebalek : 22).

Mona pun jadi bahan olok-olokkan sampai lelah dengan berbagai bentuk siksaan. Akhirnya semua budak- budak itu dipulangkan dengan dibuang ke laut.

Subjek Trans-individual dalam naskah teater Raja Tebalek yaitu gambaran masyarakat kita yang masih percaya akan tipuan dari oknum yang ingin menjual pekerja kita, dengan jaminan bekerja di negeri seberang, sehingga semakin banyak orang miskin yang mengadu nasib di negeri seberang. Hal ini dapat kita lihat dari:


(49)

“EMAK : Pokoknya aku nggak setuju! ngapain dia kesana, dia itu masih kecil bang.

“AYAH : Justru karena dia masih kecillah. Bak kata peribahasa, kecil menabung tua kaya raya. Tujuan sekolah kan bekerja, nah sekarang ada pekerjaan, berarti but apa sekolah. Ini kan namanya mendapat durian runtuh. Repot kali cara berpikir kau (Raja Tebalek : 14).

Di negeri ini juga banyak sekali tukang tipu yang selalu mencoba merayu korban nya untuk bekerja ke negeri seberang, mereka menawarkan sesuatu untuk menarik perhatian korbannya. Hal ini dapat kita lihat dari:

“EMAK : Hei!!! tukang tipu!

“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?

“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....

“TUKANG TIPU : Ah! Kalau itu persoalannya, gampanglah itu. Begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya...berapa jeti kakak perlu?

“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?

“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkin kita menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa masuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!

“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18). 5.4 Pandangan Dunia

Menurut Goldman Pandangan dunia merupakan Istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya (Goldmann dalam Faruk, 1999:16 ).

Pandangan dunia merupakan salah satu mediasi yang digunakan untuk menghubungkan struktur karya sastra dengan masyarakat. Pandangan dunia dalam naskah teater Raja Tebalek dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu pandangan mengenai dunia, pandangan


(50)

mengenai manusia dan pandangan mengenai Tuhan. Pandangan mengenai dunia pengarang yaitu pandangan pengarang yang melihat gambaran pada saat ini tentang maraknya perdagangan manusia terutama kaum miskin dengan motif bekerja diluar negeri, hal ini dapat kita lihat dari kutipan:

“TUKANG TIPU : Maaf bang, yang dicari hanya cewek...Kerjanya enak, gajinya pastilah lebih dari negara kita ini, tak mungkin aku menjerumuskan, udah aku anggap anak ku sendiri si mona, kak aku bukan tukang tipu, macam yang lain.

“EMAK : Penjual rakyat!!

“TUKANG TIPU : Oke, oke kalau Cuma pupuk, gampang itu kak. Besok sebelum kakak datang pupuk nya sudah di sini. 10 goni cukup? Yang penting kakak setuju keberangkatan si Mona... .Cemana bang cocok?! (Raja Tebalek : 17).

“EMAK : Hei!!! tukang tipu!

“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?

“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....

“TUKANG TIPU : Ah! Kalau itu persoalannya, gampanglah itu. Begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya...berapa jeti kakak perlu?

“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?

“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkinkit menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa msuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!

“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18).

Pandangan mengenai manusianya adalah bagi keluarga miskin di suatu negeri bekerja keluar negeri merupakan salah satu jalan pintas untuk menjadi orang yang berkecukupan, dengan harapan gaji yang didapat jauh lebih besar dari gaji yang didapat di negeri sendiri, dan mereka tidak tahu kalau nantinya mereka akan mendapat siksaan dan hukuman dari Raja seberang, hal itu dapat kita lihat dari kutipan:

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?


(1)

mengenai manusia dan pandangan mengenai Tuhan. Pandangan mengenai dunia pengarang yaitu pandangan pengarang yang melihat gambaran pada saat ini tentang maraknya perdagangan manusia terutama kaum miskin dengan motif bekerja diluar negeri, hal ini dapat kita lihat dari kutipan:

“TUKANG TIPU : Maaf bang, yang dicari hanya cewek...Kerjanya enak, gajinya pastilah lebih dari negara kita ini, tak mungkin aku menjerumuskan, udah aku anggap anak ku sendiri si mona, kak aku bukan tukang tipu, macam yang lain.

“EMAK : Penjual rakyat!!

“TUKANG TIPU : Oke, oke kalau Cuma pupuk, gampang itu kak. Besok sebelum kakak datang pupuk nya sudah di sini. 10 goni cukup? Yang penting kakak setuju keberangkatan si Mona... .Cemana bang cocok?! (Raja Tebalek : 17).

“EMAK : Hei!!! tukang tipu!

“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?

“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....

“TUKANG TIPU : Ah! Kalau itu persoalannya, gampanglah itu. Begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya...berapa jeti kakak perlu?

“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?

“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkinkit menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa msuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!

“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18).

Pandangan mengenai manusianya adalah bagi keluarga miskin di suatu negeri bekerja keluar negeri merupakan salah satu jalan pintas untuk menjadi orang yang berkecukupan, dengan harapan gaji yang didapat jauh lebih besar dari gaji yang didapat di negeri sendiri, dan mereka tidak tahu kalau nantinya mereka akan mendapat siksaan dan hukuman dari Raja seberang, hal itu dapat kita lihat dari kutipan:

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?


(2)

“BANGSAWAN1 : Hei!!!jawaban budak ini menghina paduka. Pasal 1 ayat 2. Engkau ni kena hukum, seminggu tak boleh makan. Tak boleh menyebut Yang Mulia ular...

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu

Susunya dikasih kepada bayi Ape name binatang tu?

“BUDAK 2 : Maaf seribu kali maaf paduka, lembu!

“BANGSAWAN1 : Tak seronok la, engkau kena pasal berlapis...kena rotan sampai menangis (Raja Tebalek : 19).

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Suka berkokok tapi bertaji Ape name binatang tu? “BUDAK 3 : Tak tau saya Paduka “RAJA SEBERANG : Tak boleh jawab tak tau

“BANGSAWAN1 : Betul itu juga penghinaan...karena engkau tolol, engkau kena hukum punggung di setrika....disiram air mendidih (Raja

Tebalek : 20).

“BANGSAWAN 4 : Hormat saya paduka. Ini ada satu lagi, barang langka, ajaib dan oke punya, silahkan dicoba paduka.

“RAJA SEBERANG : Siapa nama awak??

“MONA : Mona, Paduka.

“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak, beli sepatu

Katanya engkau bijak bestari

Bunyinya(menirukan suara binatang) binatang apa itu??

“MONA : kodok...

“BANGSAWAN 4 : Kodok apa?Yang lengkap dan sopan.

“MONA : Paduka yang mulia kodok... (Raja Tebalek : 22).

Mona pun jadi bahan olok-olokkan sampai lelah dengan berbagai bentuk siksaan. Akhirnya semua budak- budak itu dipulangkan dengan dibuang ke laut.

Pandangan dengan Tuhan, dalam naskah ini pengarang tidak menampakkan pandangan nya terhadap tuhan tetapi lebih pada keadaan masyarakatnya.


(3)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan

Berdasarkan analisis terhadap naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.Strukturasi Naskah teater Raja Tebalek terdiri atas:

1. Tema yang terkandung dalam naskah teater Raja Tebalek tentang perdagangan manusia di tengah masyarakat miskin yang ingin meharap kesenangan.

2. Alur yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek adalah alur maju atau alur progresif (peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis).

3. Penokohan atau perwatakan tokoh naskah teater Raja Tebalek merupakan refleksi atau gambaran dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

4. Latar yang digunakan dalam naskah teater Raja Tebalek terbagi menjadi 2 yaitu, raja seberang, dan istana raja tebalek.

2.Fakta kemanusiaan yang terdapat pada Raja Tebalek adalah:

Gambaran masyarakat saat ini cenderung mudah dijadikan objek perdagangan manusia karena faktor ekonomi, sehingga mereka memilih bekerja di negeri seberang.

3.Subjek kolektif yang terdapat pada Raja Tebalek adalah :

Subjek kolektif dibagi 2 yaitu subjek individual dan subjek transindividual.

1. Subjek individual tampak pada tokoh Mona yang memilih bekerja ke luar negeri. 2. Subjek Transindividual adalah gambaran masyarakat kita yang masih percaya akan tipuan dari oknum yang ingin menjual pekerja kita, dengan jaminan bekerja di negeri seberang.


(4)

Gambaran pada saat ini tentang maraknya perdagangan manusia tentang maraknya perdagangan manusia terutama kaum miskin dengan motif bekerja ke luar negeri.

6.2 Saran

Saran dari penulis adalah supaya naskah Raja Tebalek ini dapat diteliti dari sisi lain, selain yang pernah diteliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2007. Cetakan ketiga. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka.

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru Algensindo. Bandem, I Made dan Sal Murgiyanto. 1996. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Brahim. 1968. Drama dalam Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Esten, Mursal. 1984. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya. Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Giddens, A. 1984. The Constitution of Society-Teori Struktural untuk Analisis Sosial. Pasuruan: Pedati.

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: Eresco.

Jabrohim dkk. (Ed). 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.

Kutha, Nyoman Ratna. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keristiana. 2008. “Representasi Multikultural dalam Novel Pusara Karya Maulana Syamsuri: Tesis Sekolah Pasca Sarjana”. Medan: USU.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra (diterjemahkan oleh Dick Hartoko). Jakarta : Gramedia.

Malo, Monase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika.

Mulia, Agus. 2009. Raja Tebalek 10 Naskah Drama Teater ‘O’. Medan : Teater ‘O, Penerbit Madju Medan dan Garuda Plaza Hotel.

Nasution ,Yusrianto.2009.Raja Tebalek.Medan: Madju-Garuda Plaza Hotel

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Pradopo, Rachmat Djoko. 2001. “Dewa Telah Mati: Kajian Strukturalisme Semiotik” dalam Jabrohim (ed) Metode Penelitian Sastra. Cet 2. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya..

Rendra, W.S. 1993. Seni Drama Untuk Remaja. Jakarta: Pustaka Jaya. Rendra, W.S. 2001. Penyair Dan Kritik Sosial. Yogyakarta : KEPEL Press.


(6)

Sitepu, Gustaf, 2009. Strukturalisme Genetik Asmaraloka. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana USU.

Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jakob. 1986. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Angkasa.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M . 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip- Prinsip Dasar Sastra. Angkasa, Bandung. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar

Bahasa Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Balai Pustaka.

Tjahjono, Liberatus Tengsoe. 1988. Sastra Imdonesia, Pengantar Teori dan Apresiasi. Flores :Nusa Indah.

Wahyuni, Sri. 2002. “Novelet Rembulan Perak Karya Lila Fitri Ali: Konflik Kejiwaan Wanita Karier: Skripsi Departemen Sastra Indonesia”. Medan: USU.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. (DiIndonesiakan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.