Analisis Strukturalisme Genetik pada Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro

(1)

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK PADA NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO

SKRIPSI

OLEH

FEBRY H. HARIANJA 080701028

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ANALISIS STRUKTURAL GENETIK PADA NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO

OLEH

FEBRY H. HARIANJA NIM 080701028

Skripsi Ini Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra dan Telah Disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Isma Tantawi, M.a Dra. Keristiana, M.Hum. NIP 19600207198601001 NIP 196106101986012001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,


(3)

PERNYATAAN

ANALISIS STRUKTURAL GENETIK PADA NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO

Oleh

FEBRY H. HARIANJA NIM 080701028

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Peneliti,

Febry H. Harianja NIM 080701028


(4)

ABSTRAK

ANALISIS STRUKTURAL GENETIK PADA NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO

Oleh

Febry H. Harianja Sastra Indonesia FIB USU

Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi pencipta yang bebas mengungkapkan semua ide dan kreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin diungkapkan pengarang melalui tokoh yang diciptakannya. Setiap tokoh dalam karya sastra tidak ubahnya seperti manusia. Penelitian ini membahas tentang strukturalisme genetik pada novel 5 cm.karya Donny Dhirgantoro. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan unsur-unsur intrinsik terhadap novel 5 cm.danpengaruh latar belakang pengarang novel 5 cm.terhadap novel 5 cm.Penelitian ini diharapkan bermanfaat memperkaya referensi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sastra dalam kajian strukturalisme genetik.Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan studi perpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Pada penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku dengan objek penelitian novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu membuat fakta-fakta pengindraan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta yang ditemukan dari objek penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berasumsi pada perilaku manusia yang dipengaruhi oleh latar, situasi dan budaya dimana perilaku itu muncul. Metode kerja yang pertama diterapkan yaitu pendekatan intrinsik untuk mengkaji alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat dalam novel 5 cm. Setelah itu akan dilanjutkan dengan kajian strukturalisme genetik untuk menarik pengaruh latar belakang pengarangnya terhadap karya novel 5 cm.Hasil penelitian dapat disimpulkan pada novel 5 cm. terdapat unsur-unsur intrinsik meliputi alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat. Pengaruh latar belakang pengarang terlihat kesamaan dengan tokoh-tokoh yang dibangun pada novel 5 cm.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang maha esa karena berkat rahmatNyalah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Bentuk Kegelisahan Jiwa Tokoh Dalam Drama “Kejahatan Membalas Dendam” KajianPsikoanalisis. Dalam proses penulisan skripsi ini penulis sangat banyak mengalami kesulitan, namun berkat saran dan dukungan semua pihak, sehingga semua hambatan dapat penulis atasi. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan. Terimakasi atas kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang telah saya gunakan selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.

2. Dekan dan pembantu Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Terimakasih atas arahan dan bimbingan yang bapak berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan tepat waktu di Departeman Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M,Si. Selaku ketua jurusan dan bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. Sekertaris Departmen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Terimakasih atas semua petunjuk yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapa menyelesaikan semua urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan.

4. Pembimbing I Bapak Drs. Isma Tantawi, M.a dan Pembimbing II Ibu Dra. Keristiana, M.Hum. terimakasih telah membimbing penulis dengan sabar hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini dari awal sampai akhir.

5. Ayahanda Arkel Harianja dan Ibunda Lestiner Damanik. Terimakasi atas semua usaha dan doa sehingga saya dapat meraih gelar sarjana pada Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Medan.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis. Terimakasih segala bentuk bantuannya. Walaupun saya tidak menyebut namanya satu persatu, tetapi


(6)

Dalam penulisan dan pengolahan data serta penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan sungguh-sungguh. Namun demikian, jika ada kekurangan dan kelemahan, penulis bersedia menerima saran yang bersifat membantu, demi sikap ilmiah dan perbaikan bagi penulis pada masa mendatang.

Medan, April 2014

Penulis,

Febry H. Harianja


(7)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.1.1 LatarBelakang ... 1

1.1.2 Masalah ... 4

1.2Batasan Masalah ... 4

1.3Tujuan dan Manfaat ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ... 6

2.2 Landasan Teori ... 10

2.3 Tinjauan Pustaka ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Metode Pengumpulan Data ... 14

3.1.1 Teknik Penelitian ... 14

3.1.2 Bahan Analisis ... 14

3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data ... 17

3.2 Sinopsis Novel 5 cm. ... 18


(8)

BAB IV ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK NOVEL 5 cm. . 22

4.1 Unsur Intrinsik dalam Novel 5 cm. ... 22

4.1.1 Alur Cerita ... 22

4.1.2 Perwatakan ... 24

4.1.3 Latar (Setting) ... 33

4.1.4 Sudut Pandang ... 35

4.1.5 Tema ... 41

4.1.6 Amanat ... 46

4.2 Pengaruh Latar Belakang Pengarang terhadap Novel 5 cm. .... 49

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Simpulan ... 51

5.2 Saran ... 52


(9)

ABSTRAK

ANALISIS STRUKTURAL GENETIK PADA NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO

Oleh

Febry H. Harianja Sastra Indonesia FIB USU

Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi pencipta yang bebas mengungkapkan semua ide dan kreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin diungkapkan pengarang melalui tokoh yang diciptakannya. Setiap tokoh dalam karya sastra tidak ubahnya seperti manusia. Penelitian ini membahas tentang strukturalisme genetik pada novel 5 cm.karya Donny Dhirgantoro. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan unsur-unsur intrinsik terhadap novel 5 cm.danpengaruh latar belakang pengarang novel 5 cm.terhadap novel 5 cm.Penelitian ini diharapkan bermanfaat memperkaya referensi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sastra dalam kajian strukturalisme genetik.Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan studi perpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Pada penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku dengan objek penelitian novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu membuat fakta-fakta pengindraan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta yang ditemukan dari objek penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berasumsi pada perilaku manusia yang dipengaruhi oleh latar, situasi dan budaya dimana perilaku itu muncul. Metode kerja yang pertama diterapkan yaitu pendekatan intrinsik untuk mengkaji alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat dalam novel 5 cm. Setelah itu akan dilanjutkan dengan kajian strukturalisme genetik untuk menarik pengaruh latar belakang pengarangnya terhadap karya novel 5 cm.Hasil penelitian dapat disimpulkan pada novel 5 cm. terdapat unsur-unsur intrinsik meliputi alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat. Pengaruh latar belakang pengarang terlihat kesamaan dengan tokoh-tokoh yang dibangun pada novel 5 cm.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gajala sosial di sekitarnya (Ismanto, 2003: 59). Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang mencoba menghasilkan pandangan dunianya tentang realitas sosial di sekitarnya untuk menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu. Jan Van Luxemburg dalam Pengantar Ilmu Sastra (Luxemburg, 1992: 209) mengatakan bahwa segala sesuatu yang termuat di dalam sebuah karya sastra berasal dari pengarang, tetapi pengarang menimba dari berbagai sumber.

Pernyataan di atas sesungguhnya mengandung implikasi bahwa sastra adalah sebagai lembaga sosial yang menyuarakan pandangan dunia pengarangnya. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat mempersatukan kelompok sosial masyarakat. Karya sastra dipengaruhi oleh ide-ide oleh pengarangnya dan ide-ide tersebut dipengaruhi oleh latar belakng sosial pengarang itu sendiri.

Untuk memahami sebuah karya sastra secara utuh tidak cukup dengan menganalisis struktur intrinsik karya sastra itu saja. Unsur-unsur yang ada di dalam karya sastra tidak cukup untuk mewakili keseluruhan makna karya sastra.


(11)

Seperti kata Foulkes bahwa ada keterkaitan antara kenyataan dan karya seni (Teeuw, 1988: 151-152).

Struktural genetik memiliki implikasi yang lebih luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya. Sebagai seorang strukturalis, Goldmann sampai pada kesimpulan bahwa struktur mesti disempurnakan menjadi struktur bermakna, setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian seterusnya sehingga setiap unsur menopang totalitasnya.

Goldmann tidak mempertentangkan sosiologi sastra dan aliran strukturalis. Strukturalisme genetik adalah penelitian sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan strukturalisme murni yang antihistoris dan kausal. Dalam penelitian strukturalis pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan objektif. Pendekatan yang dilakukan memusatkan perhatiannya pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Artinya dalam meneliti sebuah karya sastra pemberian makna karya sastra tersebut diserahkan kepada eksistensi karya sastra itu sendiri tanpa mengaitkan unsur yang ada di luar struktur signifikansinya. Tetapi kajian ini membuat karya sastra terlepas dari konteks sosialnya. Karena itulah strukturalisme genetik sebab pada dasarnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptaan karya sastra.

Dalam memahami sebuah karya sastra perlu dipahami asal-usul atau genetik dari karya sastra tersebut. Adapun faktor yang terkait dengan asal-usul karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan sebuah karya sastra diciptakan. Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun


(12)

dari segi bentuk dan strukturnya. Keberadaan pengarang dalam masyarakat tertentu memengaruhi karyanya. Sehingga dengan demikian, suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang pada akhirnya akan melahirkan jenis karya tertentu pula. Kecenderungan ini tentu didasarkan atas anggapan bahwa suatu masyarakat bersifat normatif. Ada unsur-unsur atau aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi. Bisa jadi dalam bentuk, pandangan, atau nilai-nilai yang dianut pengarang, yang semuanya dipengaruhi oleh norma-norma yang dianut dan dipahami masyarakatnya. Hal inilah yang menjadi faktor pendukung yang menentukan apa yang harus ditulis pengarang, untuk siapa karya itu ditulis, serta tujuan penulisan karya tersebut.

Dan karena seorang sastrawan hidup dalam ruang dan waktu tertentu pula, sastrawan terlibat dalam berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya masalah masyarakat atau kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. “Pengalaman dan pengamatan sastrawan terhadap lingkungan sosialnya tersebut kemudian menginspirasi lahirnya sebuah karya sastra. Sehingga sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi tempat karya sastra itu dilahirkan.” (Jabrohim, 2001:167).

Objek penelitian ini adalah novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro yang diterbitkan oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia pada tahun 2005. Objek penelitian yang dikaji adalah unsur-unsur intrinsik, yaitu alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema dan amanat. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan teknik analisis isi.


(13)

1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian ini pokok permasalahan yang akan dibicarakan adalah:

1) Bagaimanakah alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat yang terdapat dalam novel 5 cm.?

2) Bagaimanakah biografi pengarang dan hubungannya dengan novel 5 cm.?

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan sebuah karya sastra akan mengalami kesulitan jika tanpa batasan masalah karena dikhawatirkan peneliti akan menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Bertitik tolak dari judul tersebut, karya sastra dianalisis dari unsur-unsur yang ada dalam karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik dalam penelitian ini meliputi alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat. Unsur ekstrinsik akan mengacu pada latar belakang sosial yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang serta latar belakang sosial dari pengarang novel 5 cm. Donny Dhirgantoro.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Menguraikan unsur-unsur intrinsik terhadap novel 5 cm.

2) Menguraikan pengaruh latar belakang pengarang novel 5 cm. terhadap novel 5 cm.


(14)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitiaan ini:

1) Untuk menambah wawasan pembaca, khususnya pembaca sastra, tentang unsur intrinsik dalam novel 5 cm.

2) Untuk menambah wawasan pembaca, khususnya pembaca sastra tentang pengaruh latar belakang sosial pengarang novel 5 cm. terhadap novel 5 cm.


(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisi penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan preposisi-preposisi tersebut. Menurut Malo dkk. (1985: 47) ”konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun kadang-kadang istilahnya sama dengan yang dipergunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah”.

Di samping adanya perbedaan mengenai makna dan pengertian suatu konsep dalam bahasa sehari-hari, sering juga terdapat perbedaan di antara para ahli atau peneliti sendiri mengenai makna dan pengertian istilah yang sama yang mereka pergunakan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan menjabarkan atau mendefenisikan istilah yang dianggap sama dari beberapa ahli karena banyaknya arti defenisi yang dipakai dalam penelitian ini. Istilah- istilah tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.

a. Sastra

Sastra juga diambil dari bahasa Yunani, dari kata sas (Sansekerta) berarti ‘mengarahkan,mengajar, memberi petunjuk dan intruksi’. Dan akhiran tra berarti ‘alat atau sarana’. Jadi sastra berarti ‘kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik’. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian yaitu kesusastraan, yang berarti ‘kumpulan hasil karya yang baik’ (Ratna, 2003: 1).


(16)

b. Strukturalisme Genetik

Konsep dasar Strukturalisme Genetik Goldmannsikan oleh Goldmann, berpijak pada pandangan bahwa karya sastra adalah sebuah struktur yang bersifat dinamis karena merupakan produk sejarah dan budaya yang berlangsung secara terus menerus (Faruk, 2010: 56). Kedinamisasian struktur sastra ini terbentuk karena relasi genetiknya, yaitu hubungan dialektis antara penulis dengan masyarakat. Penulis adalah individu yang menjadi anggota masyarakat. Masyarakat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya visi dunia yang berdialog dengan penulis, sehingga kondisi masyarakat berperan besar dalam membentuk visi dunia penulis.

Strukturalisme Genetik (genetik structuralism) adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Strukturalisme genetik ini merupakan penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya (Endraswara, 2003: 55). Karya sastra bukan sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat pula merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan. Strukturalisme Genetik muncul sebagai reaksi atas “stukturalisme murni” yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Hal ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw, 1988: 173) bahwa penafsiran model strukturalisme murni atau strukturalisme klasik kurang berhasil (Endraswara, 2003: 55-56).

Struktural genetik sebagai teori didukung beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut adalah Konsep-konsep struktur karya sastar, Konsep-konsep fakta kemanusian, konsep subjek kolektif, konsep pandangan dunia.


(17)

1) Struktur Karya Sastra

Karya sastra merupakan suatu produk strukturasi dari subjek-kolektif atau masyarakat. Karya Sastra memeliki struktur yang koheren dan terpadu. Hakikatnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang turut mengkondisikan penciptaan karya sastra, walaupun tidak sepenuhnya di bawah pengaruh faktor luar tersebut. Menurut Goldmann, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk, 1999b:12). Goldmann percaya pada adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat sebab keduanya merupakan produk di aktivitas strukturasi yang sama (Faruk, 1999b:15).

2) Fakta Kemanusiaan

Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia, baik yang verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan (Faruk, 1999b: 12). Aktivitas atau perilaku manusia harus menyesuaikan kehidupan dengan lingkungan sekitar. Individu-individu berkumpul membentuk suatu kelompok masyarakat. Dengan kelompok masyarakat manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Fakta kemanusiaan merupakan struktur yang bermakna. Menurut Endraswara (2003: 55) semua aktivitas manusia merupakan respon dari


(18)

subjek kolektif atau individu dalam situasi tertentu yang merupakan kreasi untuk memodofikasi situasi yang ada agar cocok dengan aspirasi, sehingga dalam hal ini manusia memiliki kecenderungan untuk berperilaku alami karena harus menyesuaikan dengan alam semesta dan lingkungannya. Oleh karenanya, fakta kemanusiaan dapat bersifat individu atau sosial. 3) Subjek Kolektif

Subjek kolektif merupakan bagian dari fakta kemanusiaan selain subjek individual. Fakta kemanusiaan muncul karena aktivitas manusia sebagai subjek. Pengarang adalah subjek yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya di dalam masyarakat terdapat fakta kemanusiaan.

Subjek kolektif adalah kumpulan individu-individu yang membentuk satu kesatuan beserta aktivitasnya. Goldmann (dalam Faruk, 1999: 15) menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis, sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia.

4) Pandangan Dunia

Goldmann juga mengembangkan konsep mengenai pandangan dunia yang dapat terwujud dalam karya sastra dan filsafat. Menurutnya, struktur kategoris yang merupakan kompleks menyeluruh gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota kelompok sosial tertentu dan


(19)

mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang lain disebut pandangan dunia (Faruk, 1999a: 12).

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian, dibutuhkan landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Pertama analisis struktural. Analisis ini melihat unsur-unsur yang terdapat dalam suatu karya sastra (unsur intrinsik) seperti alur, perwatakan, latar, sudut pandang, dan tema. Kemudian membongkar dan meneliti karya sastra berdasarkan teks untuk melihat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra (Teeuw, 1988: 135). Analisis struktural dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Selanjutnya analisis struktural merupakan penelitian yang menganalisis suatu karya sastra secara keseluruhan, baik unsur-unsur di dalam karya sastra, maupun unsur-unsur di luar karya sastra tersebut. Teeuw (1988: 154) berpendapat bahwa analisis struktural merupakan langkah awal dalam proses pemberian makna, tetapi tidak boleh dimutlakkan dan juga tidak boleh ditiadakan.

Kedua, analisis strukturalisme genetik. Untuk mendapatkan makna secara keseluruhan dalam sebuah karya sastra maka pengaruh latar belakang dan situasi sosial pengarang tidak boleh diabaikan. Penelitian selanjutnya akan diteruskan kajian pengaruh latar belakang pengarang dan situasi sosial ketika novel 5 cm.


(20)

2.3 Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian memiliki objek, karena objek adalah unsur yang paling utama dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini objek yang akan dikaji adalah novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro. Berdasarkan pengamatan penulis novel ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa di departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara maupun di lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang lain.

Penelitian dengan tinjauan struktural genetik terhadap karya sastra sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu:

1. Penelitian terhadap novel 5 cm. pernah dilakukan oleh Silvia Ratna Juwita pada tahun 2012 yang berjudul “ Nilai Moral Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian tersebut adalah metode kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai moral yang terdapat pada novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro, selain itu penulisan penelitian tersebut juga menggunakan pendekatan psikologi social yang membahas tentang hubungan antar individu dan tanggapan masyarakat terhadap individu karena dalam penelitian tersebut mencoba menguraikan nilai moral yang terkandung dalam novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro. Namun yang membedakan dengan penelitian ini adalah cara menganalisis kajiannya. Silvia menganalisis nilai moral yang terkandung dalam Novel 5 cm. kemudian menghubungkannya dengan proses pembelajaran sastra di sekolah tingkat SMA kelas XI (sebelas). Dalam analisisnya Silvia mendapatkan nilai moral yang terkandung dalam Novel 5 cm. seperti: kejujuran,


(21)

bertanggungjawab, disiplin, visioner, adil, peduli, dan kerja keras. Kemudian nilai-nilai moral tersebut diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat SMA kelas XI (sebelas) dalam aspek mendengarkan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis secara strukturalisme genetik, artinya struktur mesti disempurnakan menjadi struktur bermakna, setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian seterusnya sehingga setiap unsur menopang totalitasnya. Unsur-unsur yang dianalisis seperti alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat.

2. Penelitian ini hamper sama dengan penelitian Irvandi Arifiansyah pada tahun 2011 yang berjudul “Kajian Struktural dan Nilai Pendidikan Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro”. Penelitian tersebut berbentuk deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan strukturalisme. Metode yang digunakan adalah analisis isi. Walaupun sama-sama menggunakan kajian strukturalisme, yang menjadi kajian Irvandi yaitu tentang nilai pendidikan yang terdapat pada novel 5 cm. Artinya, dalam penelitian tersebut Irvandi menganalisis secara struktural Novel 5 cm., kemudian Irvandi juga menganalisis nilai pendididkan yang terdapat dalam novel tersebut. Adapun nilai pendidikan yang dibahas, yaitu nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan estetika. Jadi, Irvandi memaparkan nilai pendidikan berdasarkan keterkaitan antar unsur dalam teks sastra. Hal yang menjadi pembeda dengan penelitian ini adalah fokus kajiannya. Pada kesempatan ini dilakukan alanisis terhadap novel 5 cm dari segi


(22)

strukturalisme genetik, karena karya ini tidak terlepas pengaruh latar belakang pengarang dan situasi sosial masyarakat yang melatarbelakangi novel 5 cm.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu membuat fakta pengindraan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Semi, 1988: 24). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berasumsi pada perilaku manusia yang dipengaruhi oleh latar, situasi dan budaya dimana perilaku itu muncul (Semi, 1988: 24). Metode kerja yang pertama diterapkan yaitu pendekatan intrinsik untuk mengkaji alur, perwatakan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat dalam novel 5 cm. Setelah itu akan dilanjutkan dengan kajian strukturalisme genetik untuk menarik pengaruh latar belakang pengarangnya terhadap karya novel 5 cm.

3.1.1 Teknik Penelitian

Tehnik penelitian yang digunakan adalah studi perpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Pada penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku (Semi, 1988: 8). Adapun objek penelitian ini adalah novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

3.1.2 Bahan Analisis

Data dikumpulkan dari novel, yaitu Judul : 5 cm.


(24)

Tahun terbit : 2013 Penerbit : Grasindo

Jenis : Novel

Cetakan : Keduapuluh Sembilan

Ukuran : Empat belas kali duapuluh satu sentimeter Tebal : 381 halaman

Warna Kulit : Abu-abu keputihan dengan judul berwarna putih Penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur intrinsik adalah

1. Tokoh Cerita 1.1.Tokoh Utama

Tokoh utama yaitu tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. 1.2.Tokoh Bawahan

Tokoh bawahan yaitu tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh utama.

2. Tema

Tema yaitu gagasan pokok pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita dan sekaligus menjadi sasaran cerita. Tema dari novel 5 cm. yaitu persahabatan, cinta, dan cita-cita.

3. Latar

Latar yaitu tempat, waktu, dan terjadinya peristiwa atau suasana cerita.

a. Latar waktu: Peristiwa yang diceritakan dalam novel ini pasca 1998, sekitar tahun 2000-an.

b. Latar tempat: Jakarta, perjalanan menuju Gunung Semeru, dan Puncak Mahameru.


(25)

4. Alur

Alur yaitu jalannya cerita kehidupan tokoh dan konflik yang dialami tokoh dalam cerita.

a. Alur berdasarkan kronologis, alur maju.

Alur maju disebut juga alur kronologis, alur lurus atau alur progresif. Peristiwa-peristiwa ditampilkan secara kronologis, maju, secara runtut dari awal tahap, tengah hinggah akhir.

b. Alur berdasarkan kuantitas, alur tunggal.

Alur tunggal yaitu hanya menampilkan tokoh protagonis. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut.

c. Alur berdasarkan akhir cerita, alur tertutup.

Alur tertutup yaitu penampilan kisahnya diakhiri dengan kepastian atau secara jelas.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang yaitu cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.

Sudut pandang penulis sebagai orang ketiga, dia serba tahu karena pengarang berada di luar cerita.

6. Amanat

Amanat yaitu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui pengarangnya. Amanat yang terdapat pada novel 5 cm yaitu:

a. Persahabatan penting untuk dijaga. Dalam persahabatan harus saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup.


(26)

c. Jika memiliki cita-cita yakinlah dengan cita-cita tersebut, miliki niat yang teguh dan yakinilah bahwa kamu bisa mencapainya.

3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a. Memahami Arti

Kemudian peneliti harus memahami teori yang digunakan dalam landasan teori dan memahami unsur-unsur pembangun novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro.

b. Menganalisis Unsur-Unsur Pembangun Novel

Kemudian peneliti akan menganalisis unsur-unsur intrinsik novel 5 cm.

Karya Donny Dhirgantoro berdasarkan tokoh, tema, latar, alur, sudut pandang, amanat berdasarkan analisis struktural genetik.

c. Mengaitkan Unsur Pembangun Novel

Setelah dianalisis peneliti, maka langkah selanjutnya adalah mengaitkan hasil analisis antara unsur yang satu dengan lainnya yang membangun struktur novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro.

d. Menyajikan Hasil Analisis

Kemudian peneliti akan menyajikan hasil analisis tersebut dengan menjelaskan bagaimana struktural genetik dalam novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro.

e. Menyimpulkan Penelitian

Hasil analisis akan dibuat simpulan tentang strukturalisme genetik dalam novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro.


(27)

3.2 Sinopsis Novel 5 cm.

Novel 5 cm. ini menceritakan tentang persahabatan lima orang anak manusia yang bernama Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Mereka memiliki obsesi dan impian masing-masing. Arial adalah sosok yang paling ganteng di antara mereka, berbadan tinggi besar. Arial selalu tampak rapi dan sporty. Riani adalah sosok wanita berkacamata, cantik, dan cerdas. Ia mempunyai cita-cita bekerja di salah satu stasiun TV. Zafran seorang picisan yang berbadan kurus, anak band, orang yang apa adanya dan kocak. Ian memiliki postur tubuh yang tidak ideal, penggila bola, dan penggemar Happy Salma. Yang terakhir adalah Genta. Genta selalu dianggap sebagai “pemimpin” oleh teman-temannya, berbadan agak besar dengan rambut agak lurus berjambul, berkacamata, aktivis kampus, dan teman yang mudah bergaul.

Lima sahabat ini telah menjalin persahabatan selama tujuh tahun. Suatu ketika mereka jenuh akan aktivitas yang selalu mereka lakukan bersama. Terbesit ide untuk tidak saling berkomunikasi dan bertemu satu sama lain selama tiga bulan. Ide tersebut pun disepakati. Selama tiga bulan berpisah itulah terjadi banyak hal yang membuat hati mereka lebih kaya dari sebelumnya. Pertemuan setelah tiga bulan yang penuh dengan rasa kangen akhirnya terjadi dan dirayakan dengan sebuah perjalanan. Dalam perjalanan tersebut mereka menemukan arti manusia sesungguhnya. Perubahannya itu mulai dari pendidikan, karir, idealisme, dan tentunya love life. Semuanya terkuak dalam sebuah perjalanan ‘reuni’ mereka mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, Mahameru. Dan di sanalah cerita bergulir, bukan hanya seonggok daging yang dapat berbicara, berjalan, dan punya nama. Mereka pun pada akhirnya dapat menggapai cita-cita yang mereka impikan


(28)

sejak dulu. Setengah dari buku 5 cm. bercerita tentang keseharian lima sahabat ini, dari sifat-sifat mereka yang berbeda satu dengan yang lain sampai dengan perilaku dan aktifitas mereka yang penuh canda tawa, diselingi cerita tentang permasalahan antar-sahabat. Setengahnya lagi, buku ini menuliskan petualangan kelima sahabat dalam mendaki gunung Semeru.

3.3 Riwayat Hidup

Donny Dhirgantoro lahir di Jakarta 27 Oktober 1978, menyelesaikan masa SMA di SMA 6 Jakarta. Meneruskan kuliah di STIE PERBANAS Jakarta (sekarang ABFI Institute, Perbanas ) angkatan 1997. Semasa kuliah aktif di klub fotografi kampus dan Senat Mahasiswa. Pengalaman yang tidak pernah bisa ia lupakan saat di organisasi Senat Mahasiswa adalah sewaktu ia dan teman - teman aktivis lainnya menghidupkan kembali pelatihan aktivis mahasiswa Perbanas (Latihan Kepemimpinan Mahasiswa- LKM ), yang telah beberapa tahun vakum. Di LKM ini ia dan teman meneruskan tradisi pemberian beasiswa bagi aktivis mahasiswa berprestasi, yang dulu ia sendiri sangat menyesal pernah tidak mendapatkannya. Pemberian beasiswa itu masih terus berlanjut sampai sekarang.

Salah satu kebanggaan lain yang tak terlupakan sewaktu menjadi mahasiswa adalah pada tahun 1998 ikut “berjuang” bersama teman teman mahasiswa Indonesia menjadi titik kecil berwarna warni yang berteriak lantang, bergerak sesak memenuhi gedung DPR/MPR.

Selama masa kuliah selain aktif di kampus, dan menjadi Ketua Karang Taruna RW 06 di lingkungannya, ia bekerja freelance menjadi Instruktur


(29)

Outbound Management Training di PT BINA INTI MUDA UTAMA, sebuah perusahaan konsultan sumber daya manusia di Jakarta.

Donny menyelesaikan kuliahnya pada tahun 2001, dengan skripsi tentang strategi periklanan dan komunikasi pemasaran. Setelah skripsinya selesai ia langsung merayakannya dengan pergi mendaki Mahameru dengan teman temannya untuk merayakan upacara bendera 17 Agustus di puncaknya. Sebuah perjalanan yang kelak akan merubah hidupnya.

Saat bekerja sebagai Trainer/ Instructor SDM ia mendapatkan banyak sekali pelajaran tentang sumber daya manusia dan pengaplikasiannya di lapangan. Saat pelatihan, ia bertemu dengan masalah masalah yang dihadapi struktur struktur manajerial, benturan benturan antara nilai nilai perusahaan dan nilai nilai individu. Ia sadar pekerjaan ini sangat bermanfaat baginya, walaupun penghasilan yang didapatkan sebagai freelancer tidak tetap.

Pada tahun 2003 karena tuntutan ekonomi dan keluarga ia memutuskan untuk bekerja dan berpenghasilan “tetap”. Donny pun bekerja di Custodial Services Division Bank Niaga, menjadi bagian dari struktur manajerial. Pada titik ini ia sadar bahwa menjadi karyawan tidak semudah yang ia kira. Apa yang diucapkannya saat menjadi instruktur tentang aplikasi SDM tidak mudah untuk diaplikasikan di pekerjaan dengan banyak sekali faktor-faktor yang bergerak dinamis di dalamnya. Pada titik ini ia sadar, memang “mengucapkan memang lebih mudah daripada melakukan”. Walaupun ia sendiri menyadari pekerjaan ini tidak cocok baginya ia memutuskan untuk bertahan, karena banyak hal hal yang bermanfaat yang bisa ia pelajari sebagai seorang karyawan sekaligus membayar omongan omongan sok tahunya dulu.


(30)

Pada pertengahan 2004 ia memutuskan untuk resign dan kembali menjadi Instruktur Outbound di PT Prima Kompetensi, sebuah perusahaan konsultan Sumber Daya Manusia di Jakarta. Kembali menjadi freelancer dengan penghasilan tidak tetap, tetapi dengan ilmu yang berlimpah ruah, dan pernah menjadi pegwai.

Karena sangat menyukai buku, suatu hari ia bertekad untuk “mengarang” sebuah buku, sebuah novel. Maka hanya dengan bermodal semangat ia mulai menulis dan menulis. Saat itu pekerjaan menjadi instruktur pun sedang tidak terlalu banyak, maka ia pun menulis setiap hari dan akhirnya selama hampir kurang lebih tiga bulan tulisan itu selesai. Ia memberi judul pada novelnya 5 Cm sebuah ilham yang ia dapatkan sehabis bangun tidur di pagi hari. “Ilham” yang pastinya terkontaminasi dengan buku-buku motivasi novel-novel pencerahan yang harus ia lalap untuk keperluan mengajar, serta sebuah perjalanan yang tak terlupakan 17 Agustus di puncak Gunung Mahameru.


(31)

BAB IV

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK NOVEL 5 Cm.

4.1 Unsur Intrinsik Dalam Novel 5 Cm. 4.1.1 Alur Cerita

Alur merupakan bagian penting dalam sebuah cerita karena dari alur cerita tersebutlah diketahui keseluruhan rangkaian peristiwa. Sumardjo (1984: 55) mengatakan, “Dalam sebuah karya fiksi adalah jalannya cerita. Fiksi dimulai dengan menceritakan suatu keadaan, keadaan itu mengalami perkembangan dan akhirnya ditutup dengan sebuah penyelesaian…”

Alur juga merupakan rentetan peristiwa yang ditampilkan penulis, bisa secara kronologis atau bisa juga secara flash back.

Begitu juga Semi (1984: 35) mengatakan, “Alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalam...”

Juga Suyitno (1986: 114) mengatakan,  “Alur adalah salah satu unsur pembangun cerita. Alur sangat penting artinya bagi sebuah cerita. Alur cerita diibaratkan seperti pentingnya rangka dalam tubuh manusia...”

Alur merupakan unsur peristiwa yang menggerakkan cerita sehingga kausalitas dapat ditangkap lewat rentetan peristiwa. Rentetan peristiwa ini digambarkan Lubis (1981: 17) sebagai berikut, “Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan). Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak). Rising action (keadaan mulai memuncak). Climaks


(32)

(peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya). Denoument (pengarang memberikan permecahan soal dari peristiwa)”.

Alur atau plot tersebut biasanya dimulai dari awal. Ada juga pengarang memulai cerita dari klimaks seterusnya kembali ke awal peristiwa. Alur atau plot dalam Novel 5 cm. dilukiskan dengan menggunakan campuran. Dimulai dengan menggunakan alur maju yang sangat teratur, pembaca kemudian diajak sedikit mundur kepada ingatan masa lalu persahahabatan dan kemudian pembaca diajak kembali menyusuri kisah kelima sahabat pada masa depan. Meskipun menggunakan alur maju yang sangat teratur, para pembaca diajak menikmati cerita dari awal peristiwa sampai kepada penyelesaian persoalan dengan sangat rapi, tanpa meninggalkan kejutan dan teka-teki yang membuat penasaran.

Cerita dalam 5 cm. bermula dari sebuah prolog yang menceritakan latar belakang persahabatan kelima tokoh utama sekaligus menceritakan latar belakang dan karakter masing-masing mereka. Mulai dari Genta, Riani, Zafran, Ian, dan Arial.

Setelah menceritakan dan memerkenalkan masing-masing tokoh dalam novel ini cerita kemudian berlanjut tentang bagaimana mereka menilai persahabatan dan teringat kembali kepada kenangan saat mereka berkenalan di masa SMA lalu kemudian Ian mundur dari persahabatan karena Ian merasa malu dan tidak mengenal dirinya sendiri. Ian yang selalu ikut-ikutan selera semua temannya sehingga demi mendapatkan simpati dan perhatian dari teman-temannya Ian menjadi seorang yang suka memuji dan menjelek-jelekkan yang lainnya.

Ini terlihat pada penggalan dari petikan novel 5 cm. berikut:


(33)

dalam dunia mereka. Dunia apa adanya mereka yang kadang-kadang geblek, gila, bodoh sok tahu, sok berfilosofi, dan sok-sok lain yang pada akhirnya cuma membuat mereka sedikit cerdas dibanding waktu masih SD dulu. Ian yang dulu kadang-kadang cuma ikutan nongkrong bukanlah Ian yang sekarang. Ian yang dulu adalah Ian yang nggak pede sama dirinya sendiri, yang selalu mencoba menjadi orang lain, yang memandang orang lain lebih hebat dibanding dirinya. Ian yang dulu, dalam tongkrongan cuma jadi penambah yang banyak omong, biasanya cuma nambahin omongan teman-temannya. Ian yang kayaknya tahu apa aja, tapi sebenarnya cuma bisa ikut-ikutan Genta, ikut-ikut-ikutan Arial, ikut-ikut-ikutan Zafran, ikut-ikut-ikutan Riani.” (5 Cm, Hlm. 38)

Setelah selesai dengan kilas balik tentang masa-masa “buruk” Ian, cerita selanjutnya diteruskan dengan alur maju hingga cerita selesai. Hanya sepenggal kisah kilas balik ketika tokoh mengingat tentang kelakuan orang yang mereka cintai saat berhadapan dengannya. Situasi ini bermain dalam pikiran mereka, seperti yang dialami tokoh Riani, Genta, dan Zafran di beberapa bagian cerita. 4.1.2 Perwatakan

Perwatakan atau penokohan berarti meninjau bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita. Memberi watak pada pelaku-pelaku dalam cerita termasuk hal yang penting. Seperti diungkapkan Retnaningsih (1983: 22), “Tiap-tiap pelaku harus dilihat dari segala segi.” Demikian pula dengan Sumardjo (1984: 56) mengatakan bahwa sebuah cerita terbentuk karena ada pelaku ceritanya. Seluruh pengalaman yang dituturkan dalam cerita kita ikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalaman yang dijalani oleh pelakunya. Melalui pelaku inilah pembaca mengikuti jalannya seluruh cerita.

Karakter atau watak tidak harus dilihat dari lahirnya saja, tetapi harus ditelaah dari tingkah laku dan perkataanya. (Semi, 1984: 48). Watak dalam sebuah cerita dapat dianalisis dari sudut pandang psikologi yang membedakannya dari watak


(34)

Kelima sahabat yang menjadi sentral cerita dalam novel ini memiliki karakter yang sangat unik, yang sejak pembukaan cerita sudah dijelaskan oleh penulis sebagai pencerita serba tahu.

Secara keseluruhan kelima sahabat ini adalah anak-anak muda yang memiliki semangat yang tinggi, mereka sangat menghargai persahabatan, solid, juga kebebasan masa muda. Mereka berlima adalah anak-anak muda yang suka berdiskusi, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, juga punya mimpi. Mereka juga sangat suka bercerita tentang film, musik yang mereka sukai, menghapal petikan kalimat menarik dari film-film yang mereka tonton, kalimat-kalimat bagus dari lagu yang mereka sukai, sampai bercerita tentang artis-artis yang mereka suka. Mereka adalah anak-anak muda dengan pola pikir cerdas namun menjalani hidup dengan tidak melenceng dari keselarasan norma-norma sosial dan kehidupan. Seperti terlihat pada petikan-petikan berikut ini.

“Cerita berawal, dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku “manusia-manusia agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu’ yang sudah kehabisan pokok bahasan di saat-saat nongkrong sehingga akhirnya Cuma bisa ketawa-ketawa. Bagi mereka, tak ada lagi yang bisa diobrolkan tentang Lennon, Sinatra, Che Guevara, Robert Smith, Kurt Cobain, Konfusius, Julius Sitanggang, Nobi Nobita, Frodo Baggins, ataupun Whitman. Tak bersisa ruang untuk mendiskusikan hiperseks Chairil Anwar, Marqis de Sade, dan Sigmund Freud; tentang Soekarno, Tatang S, Robert Smith, Siti Nurhaliza, Ethan Hawke, Tony Hawk, Endang Kurnia.” (5 Cm, Hlm. 4)

“Kelimanya juga masih suka berantem, siapa yang paling bagus antara Joy dan Delon, Beckham atau Zidane, Mansyur S atau Irfan Mansyur S, RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) atau Buku Pintar-nya Iwan Gayo, Album Minggu atau Selekta Pop, Lyra Firna atau Happy Salma, Aa Gym atau Che Guevara (nah lho?). satu yang pasti, semuanya adalah pembenci Geroge Bush tapi masih belum bisa mengambil sikap tentang Saddam Husein, dan merak percaya bahwa suatu saat nanti Tom Hanks akan jadi presiden Amerika Serikat. Mereka juga percaya kalau gado-gado adalah cikal bakal dari salad…” (5 Cm, Hlm 5)


(35)

Secara detail, tokoh-tokoh utama dalam novel ini memiliki karakter: a. Arial

Arial adalah sosok yang sangat peduli dengan kesehatan, rajin olah raga, sangat apa adanya dan tidak memiliki obsesi terhadap material, paling teratur, serta paling taat aturan.

“Arial adalah sosok yang paling ganteng di antara mereka. Arial yang satu ini pastinya adalah Arial control B alias Arial bold dan Arial black

karena badannya gede dan kulitnya item, kemana-mana selalu pakai sepatu basket. Tinggi dan gede, pokoknya sporty deh, Arial yang selalu rapi, baju kebanggannya adalah ham, celana kebanggannya adalah permanent press pants. Arial adalah orang yang simpel-simpel aja, tapi ia adalah kebanggaan seluruh tongkrongannya karena Cuma dia yang bisa tenang, pembawaannya banyak senyum, dan jarang khilaf.” (5 cm., Hlm 6-7)

“Gerombolan ini setuju menempatkan Arial ke dalam kelompok orang N-AFF. Tidak salah, sebab dia memang selalu santai aja, yang penting asik dan tenang, nggak ada kuasa dan nggak ada yang dikejar. Begitu pula tanggapan teman-temannya sehingga muncullah teori dadakannya McCleland N-As (Nees of Asikment) dengan defenisi “yang penting asik-asik aja.”

Arial suka lagu apa aja asal asik…. Ya, Arial itu pokoknya oreang yang biasa aja tapi asik, jarang nyela, jarang becanda, tapi kalau ketawa paling keras- makanya kalo ada dia jadi ramai.” (5 cm., Hlm. 8)

‘“Halo, selamat sore… kediaman Bapak Arianto dan Ibu Arini, Arial, dan Arinda. Ada yang bisa saya bantu?”

“Hal…” belum habis Zafran ngomong, ia sudah mengenal suara Arial dan pola penjawaban telepon tersebut. Arial yang apa adanya dan diajar oleh keluarganya untuk selalu menjawab telepon dengan pola tadi – itulah jawaban Arial sejak masih SD hingga sekarang.” (5 cm., Hlm 70).

“Arial terjebak di antara kemacetan pintu tol Cibubur. Lengan kekarnya yang memegang stir keras merekam kepenatan di dalam dirinya.” (5 cm., Hlm. 86)

‘“Ada uang lima ratus nggak?” Arial tiba-tiba memecah bengongnya Indy.

“Kenapa?” “Mau bayar tol!” “Itu ada lima ribuan.”


(36)

“Kan ada tulisannya tuh kalo bayar tol harus pakai uang pas. Ini ada tiga ribu, aku nggak ada lima ratusan,” kata Arial datar.” (5cm., Hlm. 90)

“Arial juga berhenti merokok gara-gara menderita tekanan batin karena dimana-mana ada tulisan “dilarang merokok”. Semua tulisan yang pernah Arial baca, dimanapun, pasti Arial turuti apa adanya. Larangan “dilarang mengeluarkan anggota badan”, Arial pun turuti, nggak kayak teman-temannya yang gembira bergelayut di pintu bus atau mengeluarkan kepalanya dari jendela… “ (5 cm., Hlm. 92).

b. Riani

Riani satu-satunya perempuan dalam geng mereka. Riani adalah perempuan muda yang luwes, simple, cerdas serta kritis.

“Riani pakai kacamata, cantik, cerdas dan seorang N-ACH sejati. Mukanya gabungan antara Lisa Loeb dan Kate Winslet (nah lho?) Bodinya? Persis Kate Winslet. Riani punya inner beauty, kalau dia sudah ngomong pasti orang pada dengerin. Dia unya semacam karisma yang bikin orang menengok. Selalu dominan dimana-mana, cerewet dan

nggak mau kalah sama siapapun juga. Ada aja dia ikutan. Riani seorang aktivis kampus. Siapa aja dan apa aja bisa didebatnya, soalnya dia banyak baca dan banyak belajar.

Kemana-mana Riani paling seneng pakai jins, ham, dan sepatu kets yang kinclong. Kalau lagi nggak pakai sepatu, dia penggemar berat sandal jepit nomor satu. Ngobrol sama Riani nggak boleh sok tahu karena dia kayaknya hampir tahu segalanya, tapi kala ada yang salah suka ngambek sendirian.

Cita-citanya adalah bekerja di TV. Itu sebabnya dia kuliah

broadcasting. Buku favorit Riani adalah Rich Dad Poor Dad-nya Robert T Kiyosaki sama Seven Habbit-nya Steven Coffey.” (5 cm.,

Hlm. 8-9)

Selain karakter yang sudah disebutkan di atas, Riani dalam novel ini juga dibangun sebagai sosok perempuan muda yang sangat mandiri dan disiplin. Seperti digambarkan dari penggalan cerita berikut,

“ … Pacar? Pacarnya adalah organizernya yang isinya janji-janji yang harus ditepatinya. Begitu banyak janji yang dibuatnya sehingga cakep-cakep masih komblo. Susah deh cewek pintar dapat cowok. Dia maunya yang lebih pintar dari dia.” (5 cm., Hlm. 9)


(37)

Riani juga adalah perempuan muda yang sangat bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bagaimana kutipan dari novel ini menggambarkan sosok Riani.

“Riani? Riani paling sering dimintai bantuan dan dikasih tanggung jawab paling gede. Genta paling seneng kalo tugasnya berduet dengan Riani yang kayaknya udah tahu apa yang gent mau. Riani bisa bikin Genta tenang karena pasti semua kerjaan dia excellent.

... Apalagi ngeliat Riani yang betapa pun berat beban dan tanggung jawabnya, masih bisa tersenyum dengan manisnya pada semua partnernya atau pun semua orang yang ada di situ.” (5 cm., Hlm 31)

Karakter lain Riani yang digambarkan dalam novel ini, meskipun sebagai perempuan muda modern yang cerdas, selalu ingin mencoba yang baru, tidak takut kepada petualangan, ia adalah seorang yang sangat menghargai persahabatan sekaligus menghargai adat ketimuran. Hal ini terlihat dari keengganan Riani menyampaikan perasaan sayang dan sukanya kepada sahabatnya. Apalagi dia adalah perempuan, yang dalam adat ketimuran di Indonesia, mengungkapkan perasaan terlebih dahulu oleh perempuan bukanlah hal yang lazim.

Kutipan percakapan antara Riani (menggunakan nama samaran Miss You_Gal) dengan Zafran (menggunakan nama samaran LebihKerendariAndyWarhol) menunjukkan kalau Riani dalam keindependenannya masih sangat menghargai kebiasaan ketimuran yang masih menilai tabu perempuan show up atau terang-terangan menyatakan rasa suka, apalagi terhadap sahabat sendiri.

“ Miss you_Gal) Hahaha kocak juga lo… Kalo dia ini orangnya asal tapi kadang-kadang pinter… temen baik gue dari dulu.

LebihKerendariAndyWarhol) Telpon dong… orangnya ajak makan kek. Miss you_Gal) Masa ce yang ngajak… lagian kita tuh keseringan bareng-bareng dari dulu enggak usah… jadinya udah kayak temen banget.” (5 cm., Hlm. 79)


(38)

memukul-dengan lembut menyebut namanya, ia memejamkan matanya menarik nafas panjang, melihat wajah Arinda yang lembut tertidur di bahu Arial. Hati Zafran masih di situ, di antara senyum lembut Arinda yang selalu mengisi hari harinya selama ini. Zafran menggeleng-gelengkan kepalanya, menyesal telah berkelakuan terlalu terus terang, tentang perasaannya kepada Arinda di depan Riano yang rupanya menyimpan ukiran rapi nama Zafran di hatinya. Cinta memang bukan untuk dimiliki.” (5 cm., Hlm. 367-368)

c. Zarfan

Zarfan adalah sosok anak band dengan pikiran paling merdeka dari antara semuanya. Seniman dengan ide-ide dan hidup dalam pikirannya sendiri. Zafran adalah sosok yang menyenangkan sekaligus menyebalkan bila tidak dikenal dengan baik.

“Seorang penyair yang selalu bimbang.

‘Oh captain my captain…’ Kalau ngeliat Zafran kesan pertama pasti bikin terkesima orang. Kesan kedua, buat para cowok pasti punya persepsi nih anak pinter banget; buat para cewek pasti berebut mau jadi ceweknya. Tapi kalo udah kenal dekat, sama dia… mmhh pasti pada mau teriak “tolong dong jangan bawa gue ke dunia lo yang suram itu… Zafran selalu tergila-gila pada “individual post charismatic character”

dari dulu, tapi kadang-kadang semuanya tergantung mood-nya. Nama-nama yang pernah jadi idola Zafran, antara lain Kurt Cobain, Damon Albarn, Michael Stipe, Robert Smith, Jarvis Cocker, Billy Corgan, dan Marilyn Manson. Enggak heran, soalnya Zafran adalah seorang vokalis dari sebuah bang yang paling sering gonta-ganti personel karena pada

nggak kuat kalo Zafran udah narik mereka ke dunianya yang beda sendiri.” (5 cm., Hlm. 9-10)

d. Ian

Ian adalah sosok paling lucu sekaligus paling sering diejek dan diisengi tapi yang selalu membuat suasana jadi menyenangkan meskipun. Apalagi bentuk tubuhnya yang bulat menjadikannya orang yang paling sering digodain teman-temannya.

“Yang ini badannya agak bengkak.

Ian salah satu penganut sekte 4-4-2 yang sangat fanatic. Kakaknya bilang karena dulu ari-ari Ian di tanam di lapangan bola maka jadi deh Ian yang gila bola. Apa aja tentang bila dia tahu dan kebanyakan dia


(39)

main Championship Manager (CM) maka hardisk komputernya bisa teriak-teriak soalnya bisa sampai tiga hari tuh komputer lembur. Ian sepertinya adalah orang yang tidak peduli sama siapa aja kecuali bola. Ian juga suka tantangan. Pokoknya, semuanya permainan yang penuh tantangan bisa ditongkronginnya. Tapi karena bisanya cuma main CM atau Winning Eleven di PS2, ya jadinya sukanya bola doang. Ia sering banget adu mulut sama Zafran karena Zafran nggak tahu bola. Malah, kalo nanya bola sama Zafran dia pasti jawab, “Bola? Makanan kering jenis apa tuh?”

Salah satu yang disukai romobongan tongkrongan ini dari Ian adalah ternyata Ian mempunyai ritual yang sangat didukung oleh kau Adam. Ian mempunyai ritual aneh, tapi punya arti banyak bagi kaum laki-laki. Dua minggu sekali Ian percaya bahwa dia harus pergi ke Dusit, Glodok, Mangga Dua, dan sekitarnya untuk membeli “Pieces of Lust” katanya, yang kalo diterjemahkan ke dalam bahasa alamiah adalah “VCD Bokep”. Riani adalah salah satu penentang kebiasaanya itu, tapi setelah

dijelasin oleh yang lain bahwa “Pieces of Lust” akan berguna untuk “menyenangkan suami’, kadang-kadang dia minjem juga. Itung punya itung, VCD bokep Ian kalo disambung-sambung udah bisa memenuhi jarak Jakarta-Bandung, alias banyak banget.” (5 cm., Hlm 11-12)

Dari semua temannya Ian adalah yang paling lama menyelesaikan kuliah karena terlalu banyak nonton bola, bermain Championship Manager (CM) dan nonton video porno. Tapi Ian adalah anak yang sangat menyayangi orang tuanya dan kalau sudah memiliki tekad dan kemauan ia akan berusaha untuk mencapainya.

‘“Semua ini kerja keras kamu selama dua bulan, nggak ada kata nyerah di kamus kamu ya,” kata sang dosen sambil tersenyum.

“Itu kan bapak juga yang ngajarin.”

“Saya Cuma perantara. Kamu sendiri dengan izin dari yang Mahakuasa berhasil membawa diri kamu sendiri ke situ dan mengambil keputusan yang tepat.”

Ian tertunduk. “Untung juga ada Mas Fajar yang bantu saya di kuisioner. Hoki banget saya, Pak! Coba kalo nggak ada Mas Fajar sore itu, gawat juga. Mungkin nggak selesai,” Ian berkata senang.

“Ian… Bapak… minta… kamu… jangan… percaya.. sama… hoki.” Sebelum meneruskan bicaranya, sang dosern menarik nafas dan menatap Ian tajam, “Mas Fajar ada di situ, sore itu, bukan karena kamu hoki, tapi kerja keras kamu selama ini telah kamu tanam dengan terus tekun dan pantang menyerah dalam menjalankannya. Apa yang kamu kerjakan itu akhirnya menumpuk dan mennggu untuk dibalas.” (5 cm.,


(40)

e. Genta

Genta adalah sosok yang paling disayang oleh semua temannya. Pemuda yang cerdas sekaligus leader yang paling dihormati dalam kelompok mereka. Pengambil keputusan, orang yang paling bisa diandalkan dan selalu dipercaya dengan keputusan-keputusan terbaiknya. Genta selalu bisa mengingatkan teman-temannya untuk solid dan menghargai persahabatan.

“The Leader. Enggak ada yang tahu kalo Genta adalah fans berat Riani, bahkan Riani sendiri enggak ngerasa. Genta bisa dibilang adalah orang yang mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri (lho?). Genta percaya pepatah yang paling sering ada di film Indonesia zaman dulu; kalo jodoh nggak akan ke mana. Makanya, dia santai-santai aja, malah kadang-kadang nggak peduli. Enggak ada yang bisa diceritain banyak tentang Genta karena taibatnya hampir persis sama dengan Riani. Genta suka sekali dengan berbagai jenis film. Film favoritnya adalah filmnya Sean Connery, Finding Forrester. Genta juga tercata sebagai penggemar berat Frank Sinatra, aktivis kampus, dan sosok yang paling suka nemenin Ian ke Glodong, paling suka nemenin Riani nonton, paling suka main basket bareng Arioal, paling suka nemenin Zafran bikin lagu-lagu aneh, dan yang paling suka sendirian. Tapi, Genta juga yang paling sering maju paling depan dan pasang badan kalo ada yang berantakan gara-gara tabuat mereka. Genta paling suka berfilosogi sendirian, suka ngutip kata-kata bagus, suka bagus-bagusan puisi sama Zafran, dan suka ngobrol lama-lama sama Riani.

Anehnya, keempat temannya paling nurut sama Genta. Kata Riani, Genta itu segalanya yang dibutuhkan sebagai teman (Pacar dong… !). Kalau ngeliat penampilan Genta, yang ada yah gayanya Genta, dengan badan agak gede dan rambut agak lurus berjambul. Seperti Riani, Genta juga berkacamata, tapi kacamatanya jarang dipakai, pokoknya Genta adalah orang yang nggak macem-macem, tapi pikirannya penuh dengan macem-macem.” (5 cm., Hlm. 12-13)

“Seperti biasa semuanya pun nurut sama Genta. Setengah malam telah lewat.

“Ya udah, ini malam terakhir kita ketemuan bareng-bareng berlima, Genta membuka kalimat.” (5 cm., Hlm. 65)


(41)

Tokoh pendukung cerita ini yaitu

Ibu Arial. Memiliki sifat penyayang, sabar dan memberi kebebasan untuk anak-anaknya. Arinda adik Arial, memiliki karakter yang hampir sama, sama-sama taat dengan aturan, menyenangkan, dan gampang bergaul. Citra teman sekantor Riani yang akhirnya menjadi isteri Genta. Sukonto Legowo dosen pembimbing Ian yang peduli dengan pendidikan anak muridnya, perhatian, dan memberi motivasi. Orang tua Ian percaya sepenuhnya kepada anak. Orang tua yang selalu mendukung anaknya. Denik pencinta alam, pendaki gunung yang sangat menghargai persahabatan. Memiliki sikap pantang menyerah dan bersahabat. Dono baik hati dan tidak ingin mengecewakan orang lain. Pacar kakak perempuan Ian. Nono Chaniago Kepala HRD perusahaan yang mata duitan dan tidak bisa menepati janji. Slamet anak buah Nono Chaniago yang sama matrealistisnya. Fajar Kepala HRD sebuah perusahaan yang baik dan ringan tangan untuk orang lain. Punya rencana yang jelas untuk pengembangan sumber daya manusia perusahaan tempatnya bekerja. Ardian teman baik Denik yang sudah meninggal. Sangat ramah, menyenangkan, bersemangat, selalu menjadi inspirasi untuk teman-temannya. Indy perempuan yang dicintai Arial. Masih bingung dengan pilihan hatinya, perempuan yang cerita dan menyenangkan.

Mbok Penjual Nasi Bungkus. Ibu tua yang tabah dan tidak suka mengeluh.

Hartono atau Gembul. Supir angkot yang ceria, fans fanatic Klub sepak bola Arema Malang dan Manchester United. Lucu dan heboh. Darwis sebagai teman Denik, pendaki gunung yang gemar fotografi. Peter teman Denik, pendaki gunung yang gemar fotografi. Oscar teman Denik, pendaki gunung yang gemar fotografi.


(42)

Arian. anak Arial. Zafran Jr. anak Zafran, karakternya hampir sama dengan ayahnya. Aga. anak Genta, sifatnya mirip dengan ayahnya. David. anak Ian

4.1.3 Latar

Latar atau setting adalah tempat kejadian dalam sebuah cerita. Sudjiman (1988: 44) mengungkapkan,

“Secara terperinci latar meliputi penggambaran lokasi geografis, topografi, pemandangan, sampai kepada perincian perlengkapan sebuah ruangan. Latar berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh dan menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh.”

Abrams (1981: 175) mengatakan, “The Setting of narrative or dramatic work is the general locale, historical time, and social circumstances in which its action occurs; the setting of an episode or scene with in a work is the particular phisycal location in which it take palace.” Bahwa latar dari karya naratif atau drama adalah tempat umum, waktu kesejarahan, dan lingkungan sosial dimana kejadian-kejadian terjadi; latar dari suatu episode atau adegan dalam sebuah cerita merupakan suatu tempat fisik yang khusus tempat kejadian itu terjadi.

Batasan tersebut menyatakan bahwa latar itu merupakan tempat bagi para tokoh menjalankan alur dan menyampaikan tema. Sumardjo dan Saini K.M. (1986: 76) secara ringkas mengungkapkan bahwa setting bisa berarti banyak yaitu tempat tertentu, orang-orang tertentu dengan watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup tertentu dan cara berfikir tertentu.

Satu cerita harus jelas mengungkapkan tempat berlangsungnya suatu peristiwa dan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar harus mendukung sebuah tema yang diungkapkan.


(43)

Setting dalam novel 5 cm. digambarkan di beberapa tempat. Setting pertama adalah kota Jakarta yang terbagi atas beberapa tempat, Rumah Arial, sekolah masa SMA kelima tokoh, dan kampus Ian. Tempat berikutnya adalah Gunung Semeru dan kota-kota juga stasiun kereta dalam perjalanan dari Jakarta menuju Gunung Semeru. Pemilihan setting ini juga tentu bukan tanpa alasan melainkan untuk mendukung keseluruhan cerita.

Pemilihan Jakarta untuk menunjukkan kalau kelima tokoh adalah anak-anak muda modern yang sadar teknologi dan well educated. Pemilihan Rumah Arial, terutama teras rumah dan taman rumah yang mereka berikan nama sendiri untuk menyebut 2 lokasi privat dan idola mereka ini untuk menggambarkan keintiman dan eratnya persahabatan mereka berlima.

“Yuk!” Riani yang paling semangat, dia males ngeliat Zafran jadi bengong begitu ketemu Dinda. Arial mengajak teman-temannya ke ruangan atas depan kamarnya yang selama ini mereka sebut sebagai “The Chambers of Secret Socerer Stone”. Kenapa? Enggak lebih karena semuanya penggemar Harry Potter.” (5 cm., Hlm 22)

“Daun-daun dengan bulir-bulir air yang melekat sehabis huj an menyambut mereka. Lampu taman yang kekuningan membuat suasan

Secret Garden semakin merona dan membuat pantulan yang indah di mata mereka. Sepasukan bintang pun menyambut mereka kala mereka melihat langit hitam yang jernih di malam sehabis hujan ini. Bau tanah basah hinggap sesaat di penciuman mereka, entah untuk keberapa kali.” (5 cm., Hlm. 33)

Selanjutnya pemilihan kampus Ian menjadi latar untuk menggambarkan perjuangan dan semangat tidak menyerah Ian untuk menyelesaikan kuliahnya meskipun terlambat, lebih dari 6 tahun. Pun pemilihan kamar Ian untuk menceritakan kegiatan Ian bermain game untuk menggambarkan suasana nyaman di comfort zone. Zona nyaman yang membuat Ian malas mengejar mimpinya dan


(44)

Lalu pemilihan lokasi stasiun kereta dan perjalanan menuju puncak Gunung Mahameru menggambarkan perjuangan untuk mencapai mimpi dan harapan dan impian dan keinginan. Bahwa untuk mencapai puncak impian, puncak Gunung Mahameru, sebelum memiliki kepuasaan dan kelegaan waktu berada di atas puncaknya, ada perjalanan jauh yang sangat melelahkan, bersusah payah, bahkan jatuh bangun untuk mencapainya. Namun saat berada di puncak sukses semua lelah itu akan terbayarkan. Pemandangan yang luar biasa serta rasa syukur adalah bayaran yang setimpal dengan itu.

“Mereka berenam berpelukan dalam rangkulan membentuk lingkaran kecil. “Sebuah kehormatan bagi saya. Saya… Genta telah mendaki Mahameri bersama kalian tercinta. Di Tanah Air tercinta ini. Kehormatan ini tidak akan saya lupakan seumur hidup.

Genta mengucapkan kalimat tadi sambil berkaca-kaca menatap teman-temannya. Pelukan mereka bertambah erat.” (5 cm., Hlm. 348)

4.1.4 Sudut Pandang

Sudut Pandang atau point of view merupakan salah satu unsur fiksi yang dapat digolongkan sebagai sarana cerita. Meski begitu unsur ini tidak bisa dianggap remeh. Apa yang dilihat dan rasakan ketika menyaksikan sebuah mobil menabrak sepeda motor, tentu akan berbeda dengan yang dilihat dan dirasa oleh si pengendara mobil yang menabrak, atau si pengendara sepeda motor yang menjadi korban tabrakan. Akibat dari peristiwa itu pun akan berbeda bagi yang mengamati, si pengendara mobil, dan si pengendara motor. Oleh itu, pemilihan sudut pandang tidak saja akan mempengaruhi penyajian cerita, tetapi juga mempangaruhi alur cerita.

Sudut pandang memiliki pengertian sebagai cara pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya


(45)

gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokoh—atau tokoh-tokoh—dalam ceritanya.

Friedman (dalam Stevick, 1967: 118) mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bisa digunakan untuk membedakan sudut pandang. Salah satu pertanyaan itu adalah siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam orang ketiga atau pertama)? Pembedaan sudut pandang menurut Friedman ini secara garis besar dibagi atas sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua, dan sudut pandang orang ketiga. Hanya saja kemudian dari keduanya terbentuk variasi-variasai yang memiliki konsekuensi berbeda-beda.

Sudut pandang orang pertama tunggal artinya pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Namun begitu, sudut pandang ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku” di dalam cerita itu. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya?

Jika tokoh utama, pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh “Aku” inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh “Aku”. Tokoh “Aku” menjadi narator sekaligus pusat penceritaan.

Apabila peristiwa-peristiwa di dalam cerita anda terbangun akibat adanya konflik internal (konflik batin) akibat dari pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, atau harapan dari tokoh cerita, SP ini merupakan pilihan yang tepat.


(46)

Karena anda akan leluasa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh cerita. Dengan menggunakan sudut pandang jenis ini, kebanyakan penulis, seringkali terlalu asyik menceritakan (tell) keseluruhan cerita, tanpa berusaha menunjukkan (show) atau memperagakannya. Akibatnya cerita menjadi kurang dramatis. Bahkan bukan tidak mungkin, apabila pengarang memilih sudut pandang jenis ini, pengarang akan kesulitan memperkenalkan tokoh, apakah seorang perempuan atau lelaki.

Jika sudut pandang yang digunakan seorang pengarang adalah aku sebagai tokoh tambahan, maka pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan “Aku” di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh “Aku” bukanlah pusat pengisahan. Dia hanya bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama.

Selanjutnya sudut pandang orang pertama jamak. Bentuk sudut pandang ini sesungguhnya hampir sama dengan sudut pandang orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, “Kami”. Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.

Sudut pandang orang kedua adalah jika pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan apa-apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang kedua, “Kau”, “Kamu” atau “Anda” yang menjadi pusat pengisahan dalam cerita. Pada sudut pandang ini pembaca seolah-olah diperlakukan sebagai


(47)

pelaku utama. Sehingga membuat pembaca menjadi merasa dekat dengan cerita, karena seolah-oleh dialah pelaku utama dalam cerita itu.

Ada sudut pandang orang ketiga tunggal. Sudut pandang orang ketiga tunggal ini adalah jika pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam susut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia” atau “Ia”.

Sudut pandang orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita, yakni sudut pandang orang ketiga Mahatahu, sudut pandang orang ketiga terbatas, dan sudut pandang orang ketiga objektif.

Pada satu pihak, pengarang atau narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa mengungkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh “Dia”, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat.

Bila menggunakan sudut pandang orang ketiga Mahatahu, sudut pandang yang digunakan ini sering disebut sebagai ‘mata Tuhan’. Sebab dia berlaku seperti ‘tuhan’ terhadap tokoh-tokoh di dalam ceritanya. Pengarang atau narator mengetahui segala hal tentang tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan, termasuk motif yang melatarbelakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan tokoh-tokohnya.

Berbeda halnya dengan sudut pandang orang ketiga terbatas. Dalam sudut pandang ini pengarang juga bisa melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami,


(48)

dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh ceritanya. Namun hanya terbatas pada satu tokoh, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas (Stanton, 1965: 26). Pengarang tidak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.

Bagaimana dengan sudut pandang orang ketiga objektif? Dalam sudut pandang ini pengarang atau narrator bisa melukiskan semua tindakan tokoh-tokohnya, namun dia tak bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh-tokohnya. Dia hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.

Sudut pandang lainnya yang sering digunakan penulis dalam sebuah cerita adalah sudut pandang orang ketiga jamak. Pengarang menjadi narator yang menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kaca mata kolektif. Narator akan menyebut tokoh-tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “Mereka”.

Yang lebih kompleks lagi adalah apabila penulis menggunakan sudut pandang campuran. Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam sudut pandang. Bahkan, belakangan ini, sudut pandang campuran tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda menggunakan “Aku”, “Kamu”, “Kami”, “Mereka”, atau “Dia”.

Dalam penggunaan sudut pandang campuran, dimungkinkan terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke tokoh lainnya. Dengan begitu, pembaca akan memperoleh pandangan terhadap suatu peristiwa atau masalah dari beberapa tokoh.


(49)

Novel 5 cm. ini dalam menceritakan tokoh-tokohnya menggunakan sudut pandang orang ketiga Maha tahu. Donny selaku pengarang menjadi pencerita yang serba tahu tentang para tokoh-tokohnya. Ia seperti memiliki mata Tuhan yang bahkan tahu tentang segala yang ada di dalam pikiran para tokohnya. Ia tahu benar tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan, termasuk motif yang melatarbelakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan tokoh-tokohnya.

“Semuanya gara-gara mimpi...

(Penulis bingung...Sumpah!!! “Siapa gue? Kayaknya sok tau banget deh!” Tapi dia cuek aja. Jadinya, ya lanjut terus karena dia sekarang lagi nyoba bermimpi.”(5 cm., Hlm. 3)

Untuk setiap karakter cerita, pengarang mengetahui latar belakangnya, pikiran-pikirannya, juga bahkan terkadang berganti-ganti menjadi Riani, Genta, Arial, Ian, dan Zafran.

“CERITA BERAWAL dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku “manusia-manusia agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu” yang sudah kehabisan pokok bahasan di saat-saat nongkrong sehingga akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa. (5 cm., Hlm. 4)

“Sementara Zafran mengikuti lenggokan Dinda yang sensual kala naik ke tangga, malaikat jahat datang ke Zafran dengan berbisik, “G string Fran... G string. Lo liat dari belakang... liat lekukannya... abis deh lo... tuh, liat celana dalamnya nyeplak gitu. Lo bayangin lo bisa megang dia... megang dia di daerah yang dia inginkan,” garpu malaikat jahat seolah-olah menusuk kuping Zafran. “... belom lagi dadanya... fran kutangnya item lagi... lo bayangin lo buka kutangnya pake gigi...” (@##$%^%@DDR@@#)

Malaikat baik datang,

“Oh, Zafranku, wanita adalah ciptaan terindah yang akan selalu hadir dalam setiap embusan nafasmu, dalam setiap butir embun di pagi hari. Dan... wanita... ia seperti matahari, kamu akan melihat pantulan sinarnya di embun pagi yang akan menandai baik dan buruknya kamu di awal hari. Baik-buruknya kamu di dunia ini. Seperti sebuah embun, dia


(50)

membawanya jatuh ke tanah. Tapi, biarpun dia hilang, kamu akan melihat lagi embun itu esok pagi...dan seterusnya... dia akan mencintaimu seterusnya bila kamu mencintainya untuk seterusnya... untuk seterusnya.”” (5 cm., Hlm. 23-24)

“Mata Zafran terpejam, tapi ia masih mendengar degup di dadanya memukul-mukul dengan cepat. Semua percakapan tadi dia dengar, bagaimana Riani dengan lembut menyebut namanya, ia memejamkan matanya menarik nafas panjang, melihat wajah Arinda yang lembut tertidur di bahu Arial. Hati Zafran masih di situ, di antara senyum lembut Arinda yang selalu mengisi hari-harinya selama ini. Zafran menggeleng-gelengkan kepalanya, menyesal telah berkelakuan terlalu terus terang, tentang perasaannya kepada Arinda di depan Riani yang rupanya menyimpan ukiran rapi nama Zafran di hatinya.cinta memang bukan untuk dimiliki.

Arinda masih terpejam tapi tidak hatinya, tidak pendengarannya. Ia langsung memeluk erat abangnya saat mendengar aliran lembut kata-kata Genta. Malam itu, dalam pelukan abangnya Dina mencoba terlelap, tidak mau mendengar lebih banyak lagi. Selama ini hati Arinda tulus sudah ia serahkan untuk Genta, selalu untuk Genta... tidak ada yang lain... cuma Genta. (5 cm., Hlm. 387-368)

4.1.5 Tema

Tema adalah pokok persoalan dalam sebuah cerita. Setiap cerita dalam karya sastra harus mempunyai tema. Pengarng tidak sekadar bercerita namun di balik itu ada hal yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Tema dijabarkan pengarang menjadi sebuah karya yang baik. Abrams (1981: 111) mengatakan,

“Theme is sometimes used interchangeably with motif, but the term is more usefully applied to an abstract claim, or doctrine, wheter implicit or asserted, which an imaginative work is designed to incorporate and make persuasive to reader.”

‘Tema itu kadang-kadang disamakan artinya dengan motif, tetapi istilah tema lebih digunakan untuk sesuatu tuntutan yang abstrak, atau ajaran apakah tersembunyi atau tidak sebuah karya yang imajinatif dirancang untuk menyatukan dan meyakinkan pembaca.’  

 

Tema tidak selalu dinyatakan secara eksplisit atau nyata, kadang ada kalanya secara implisit atau tersirat. Untuk itu diperlukan ketajaman pembaca untuk


(51)

dipaparkan Sumardjo (1984: 57) bahwa cerita bukan hanya sekadar berisi rentetan kejadian yang disusun dalam sebuah bagan, tetapi harus mempunyai maksud tertentu. pengalaman yang dibeberkan dalam sebuah cerita harus mempunyai permasalahan.

Tema dalam sebuah karangan semestinya mengandung nilai-nilai yang baik bagi kehidupan. Maksudnya, sebuah karya sastra setelah selesai dibaca akan meninggalkan kesan bagi pembaca. Dan dasar pemikiran pengarang dalam menuangkan sebuah karya sastra bertumpu pada tema yang telah ada dalam pikirannya.

Novel 5 cm. secara keseluruhan bercerita tentang cinta, cita-cita, mimpi, impian, harapan, dan persahabatan. Terutama tentang mimpi dan keinginan. Akan ada selalu jalan ketika setiap orang berusaha dengan sungguh-sungguh mencapai keinginannya dan memiliki keyakinan yang teguh untuk keinginannya tersebut. Sehingga ia akan dengan sungguh-sungguh berusaha mewujudkannya.

“Cerita ini bicara tentang cinta, mimpi, keyakinan, cita-cita, dan mudah-mudahan bisa lebih dari sekadar “She loves me, she loves me not...” atau “You lived in Beverly Hills, I lived in Nothing Hills.” Ini adalah cerita tentang mimpi manusia dan keajaiban-keajaiban hatinya.” (5 cm., Hlm. 2)

“Semuanya gara-gara mimpi... “ (5 cm., Hlm. 3)

Tentang persahabatan, bahwa seorang sahabat akan menjadi sahabat terbaik bagi sahabatnya. Seorang sahabat tidak akan suka menjelek-jelekkan dan menjatuhkan sahabatnya, melainkan saling menerima dan saling mengoreksi untuk bersama-sama menjadi lebih baik. Sebuah persahabatan yang berlangsung seumur hidup.


(52)

“Jangan jelek-jelekin orang ya,” kata Genta pelan. Genta saklek sama prinsip keempat sahabatnya ini.

“Intinya aja deh...,” Riani ikutan ngomong akhirnya.

“Dan jangan lebih dari tiga menit,” Genta memperjelas, “Supaya cepet.” (5 cm., Hlm. 41)

“”Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera..., “ Genta ngomong pelan dan melanjutkan, “yang penting kan kita bareng-bareng terus berlima... menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya. Lagian kita jangan pernah saklek bilang

nggak suka sama sesuatu karena nggak ada yang saklek dan pasti di dunia ini; semuanya berubah. Satu-satunya yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian,” Genta berfilosofi sendiri mengutip kata-kata dari Albert Einstein.” (5 cm., Hlm. 50)

“” Lo inget nggak? Dulu waktu kita nongkrong di sekolah, kita ngayal nanti kalo udah punya anak, kayak gimana yah? Bayangin anak kita masing-masing pada becanda kayak bapaknya, pasti ancur.”

“Ini kejadian!”

“Hahahah...”” (5 cm., Hlm, 373)

Kecintaan terhadap tanah air Indonesia, sebagai anak muda yang harus memiliki kecintaan terhadap tanah air, rasa bangga sebagai pemuda Indonesia dan keinginan untuk mengabdikan diri untuk tanah air Indonesia.

“Mereka berenam berpelukan dalam rangkulan membentuk lingkaran kecil. “Sebuah kehormatan bagi saya. Saya... Genta telah mendaki Mahameru bersama kalian tercinta... di Tanah Air tercinta ini. kehormatan ini tidak akan saya lupakan seumur hidup saya.”

Genta mengucapkan kalimat tadi sambil berkaca-kaca menatap teman-temannya. Pelukan mereka tambah erat.

“Suatu kehormatatan juga bagi saya dan kehormatan itu buat kita semua... saya Arial, seorang yang sangat mencintai tanah ini.”

Biar saja ku tak seharum bunga mawar Tapi selalu kucoba tuk mengharumkanmu Biar saja ku tak seelok langit sore

Tapi selalu kucoba tuk meng-indahkanmu

“Juga bagi saya... Arinda, Indonesiaku, saya mencintaimu sepenuhnya.” “Semuanya berawal dari sini...” Zafran menunjuk keningnya, “Saya Zafran, saya mencintai negeri indah dengan gugusan-gugusan pulaunya sampai saya mati dan menyatu dengan tanah tercinta ini.” (5 cm., Hlm. 348)


(1)

masih belum percaya- walaupun manusia tidak akan pernah bisa memutar kembali waktu untuk mengulang kembali semuanya dari awal- Tuhan telah memberikan kepada bahwa setiap manusia bisa memulai kembali semuanya dari sekarang, untuk membuat akhir yang baru, akhir yang lebih indah. Bangsa yang besar ini juga harus punya mimpi... “

c. Bergiat dan bertekunlah menjalani mimpi-mimpi yang sudah kamu bangun. Seperti dilakukan oleh tokoh Ian yang dengan serius mengerjakan skripsinya dan berhasil melalui setiap rintangan karena sesungguhnya, seperti pesan Pak Sukonto Legowo kepadanya, bahwa semua jalan dan bantuan yang Ian terima selama mengerjakan skripsi dari banyak orang bukanlah sebuah kebetulan, melainkan upah dari kerja keras yang sudah dia pupuk selama beberapa waktu pengerjaan skripsinya. Seperti diceritakan pada halaman 133.

d. Persahabatan dengan orang-orang baik akan memberikan pengaruh baik dan persahabatan itu harus saling mendukung bukan saling menjatuhkan apalagi saling menyikut dan menjelek-jelekkan (halaman 40-43)

e. Berani mengungkapkan cinta karena hanya bagi mereka yang terlalu mencintai dirinya sendiri saja yang takut untuk menyatakan cinta. Meskipun demikian, cinta tidaklah egois sehingga memaksakan keinginan sendiri (halaman 364-368). Seperti petikan dari halaman 367 berikut, “Sebuah cinta memang harus diungkapkan karena tidak pernah ada cinta yang disembunyikan, kecuali oleh seseorang yang terlalu mencintai


(2)

49   

4.2 Pengaruh Latar Belakang Pengarang terhadap Novel 5 cm.

Seorang penyair dalam menuliskan sebuah karya sedikit banyak tentu meletakkan ide-idenya dalam karya yang ia tuliskan. Ide-ide tersebut tentu tidak terlepas dari latar belakang dan pengalamannya. Seorang sastrawan hidup dalam ruang dan waktu tertentu pula, sastrawan terlibat dalam berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya masalah masyarakat atau kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. “Pengalaman dan pengamatan sastrawan terhadap lingkungan sosialnya tersebut kemudian menginspirasi lahirnya sebuah karya sastra. Sehingga sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi tempat karya sastra itu dilahirkan.” (Jabrohim, 2001:167)

Latar belakang Donny Dhirgantoro selaku penulis novel 5 cm. memengaruhi karya-karyanya. Dalam pengamatan dan pembacaan yang telah dilakukan, ada beberapa kesamaan yang memengaruhi pemikiran-pemikiran pengarangnya terhadap novel 5 cm. yang ia tulis. Apa yang sangat dekat dengan pengalaman pribadi pengarang tentu akan lebih mudah untuk dituliskan. Lalu siapa sebenarnya Donny Dhirgantoro? Situs resmi Donny Dhirgantoro menuliskan tentang dirinya.

Dari latar belakang yang dipaparkan Don ny Dhirgantoro tentang dirinya terdapat beberapa kesamaan antara pengarang dengan tokoh-tokoh yang ada dalam ceritanya.

a. Genta dan Riani adalah dua aktivis kampus yang juga ikut serta dalam reformasi 1998, seperti yang dilakukan oleh Donny.


(3)

b. Kesamaan lainnya adalah pada tokoh Ian, Ian sangat mahir dengan fotografi (halaman 31), ini dekat sekali dengan latar belakang Donny yang juga pada masa kuliah ikut bergabung dengan klub fotografi.

“”Yan... Lo besok kan motret lagi, trus kalo dapet honor dari temen gue, lo tanya dia jabatannya apa. Oke? Pe-er lo tuh!” Kata Genta sambil neplak pundak beruang kutub nyasar ini.

“Okeh...” beruang kutub jadi serius, dan mengacungkan jempolnya. Genta emang suka minta bantuan teman-temannya kalo ada acara. Selain jago masalah ginekologis-XXX, Ian juga jago motret.” (5 Cm, Hlm. 31) c. Seperti dipaparkan tentang latar belakang Donny, Donny pernah merayakan

kelulusan kuliahnya di atas puncak Gunung Mahameru. Dalam cerita ini, Donny menggambarkan sosok Ian juga baru saja menyelesaikan kuliahnya dan oleh Genta diajak bersama teman-temannya yang lain untuk merayakan kebersamaan mereka, setelah tiga bulan tidak bertemu di atas Puncak Gunung Mahameru. Sambil merayakan juga 17 Agustus, yang juga pernah dilakukan oleh Donny.   Jika kita baca novel ini secara keseluruhan, amanat yang kita terima adalah tentang membangun mimpi. Pesan yang biasa kita dapatkan dalam seminar-seminar motivasi dan buku-buku motivasi. Semangat yang sama juga ditemukan dalam buku ini. Sangat besar kemungkinan ini dipengaruhi oleh latar belakang Donny Dhirgantoro sebagai trainer sumber daya manusia pada sebuah lembaga training. Juga oleh kebiasaannya membaca buku-buku dan novel motivasi karena tuntutan pekerjaan.  


(4)

51   

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Setelah dilakukan penelitian terhadap novel 5 cm. dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

1. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada novel 5 cm. yaitu

a. Alur cerita merupakan bagian penting dalam cerita karena alur cerita tersebut diketahui keseluruhan rangkaian peristiwa.

b. Perwatakan atau penokohan berarti meninjau bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita.

c. Latar adalah tempat kejadian dalam sebuah cerita

d. Sudut pandang merupakan salah satu fiksi yang dapat digolongkan sebagai sarana cerita.

e. Tema adalah pokok persoalan dalam sebuah cerita.

f. Amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca melalui tulisan-tulisannya, agar pembaca bias menarik kesimpulannya dari apa yang telah pembaca nikmati.

2. Latar belakang pengarang novel 5 cm. Donny Dhirgantoro sangat besar memengaruhi keseluruhan novel 5 cm. Pengaruhnya sangat jelas terlihat pada kesamaan latar belakang Donny Dhirgantoro dengan latar belakang karakter tokoh-tokoh yang dibangun pada novel 5 cm. seperti


(5)

a. Kesamaan antara pengarang dengan tokoh Genta dan Riani adalah dua aktivis kampus yang ikut serta dalam reformasi 1998, seperti yang dilakukan Donny Dhirgantoro pada waktu ia kuliah.

b. Kesamaan pengarang dengan tokoh Ian, Ian sangat mahir dengan fotografi, latar belakang Donny Dhirgantoro pada masa kuliah ikut bergabung dengan klub fotografi.

c. Kesamaan pengarang dengan semua tokoh cerita yaitu Genta bersama teman-temannya untuk merayakan kebersamaan mereka, setelah tiga bulan bertemu di atas puncak Gunung Mahameru. Donny juga pernah merayakan kelulusa kuliahnya di atas puncak Gunung Mahameru dengan teman-temannya merayakan upacara bendera 17 Agustus.

5.2.Saran

Dari hasil penelitian novel 5 cm. dengan menggunakan kajian strukturalisme genetik, kita menemukan adanya pengaruh latar belakang pengarang terhadap keseluruhan konten tulisan. Untuk kajian selanjutnya akan menarik bila penelitian dilakukan dengan menggunakan psikologi sastra yang lebih mendalam.


(6)

53   

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Endaswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Faruk. 1999. Hilangnya Pesona Dunia: Siti Nurbaya, Budaya Minang, Struktur Sosial Kolonial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-Modernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jabrohim dan Djoko Pradopo. 2003. Metodologi Penenlitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya.

Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.

Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Willem G. Westseijn. (1992). Pengantar Ilmu Sastra. (Terjemahan Dick Hartolo). Jakarta: Gramedia.

Malo, Manese. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunia Universitas Terbuka.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Retnaningsih, Aning. 1983. Roman dalam Masa Pertumbuhan Kesusateraan Indonesia Modern. Jakarta: Erlangga.

Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jacob. 1984. Memahami Kesusasteraan. Bandung: Alumni. Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusateraan. Jakarta: PT.

Gramedia.

Suyitno. 1986. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: PT. Hadinata. Teew, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka

Jaya.