tak terkecuali Sastra. Karyanya yang terkenal dalam bidang tafsir diantaranya Tafsîr al-Azhar.
Terdapat beberapa karya Hamka yang berupa prosa, diantaranya: Dibawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, di dalam Lembah
Kehidupan, Merantau ke Deli. Ataupun yang berupa pelajaran Agama atau filsafat, seperti: Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi.
“keempat buku ini kemudian disatukan dengan nama Mutiara Filsafat.
13
Hijrahnya Hamka dari Minangkabau ke Jakarata pada tahun 1949, dan diterima sebagi Koresponden surat kabar Merdeka, majalah Pemandangan. Dan
pada saat itu juga Hamka menulis autobiografinya Kenang-kenangan Hidup, dan sekembalinya dari Amerika, Hamka menerbitkan buku perjalanan empat bulan di
Amerika, sebanyak dua jilid.
14
Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak. Karyanya yang sudah dibukukan tercatat 118 buah, belum termasuk karangan-karangan panjang dan
pendek yang dimuat di media massa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah dan ceramah ilmiah. Tulisan-tulisan tersebut meliputi banyak bidang kajian,
seperti: Politik, Sejarah, Budaya, Akhlak dan Ilmu-ilmu KeIslaman.
2. Gambaran Umum Tafsîr al-Azhar
Sebelum menjelaskan metode, corak dan sistematika penafsiran Tafsîr al- Azhar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang riwayat dari penulisan dan
pendahuluan Tafsîr al-Azhar.
13
Ibid, h. 336.
14
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, h. 48-50.
Tafsîr al-Azhar merupakan karya utama Hamka dan yang tersebar dan terdapat karya-karya lain diantaranya, dalam bidang Sastra, Sejarah, Tasawuf dan
agama, permulaan penafsiran al-Qur’ân ini dilakukannya sejak tahun 1958, hal ini dilakukan lewat kuliah subuh jama’ah masjid al-Azhar kebayoran Baru Jakarta,
dimulai dari surat al-Kahfi, juz XV.
15
Penulisan Tafsîr al-Azhar di pengaruhi oleh dua hal; pertama, bangkitnya
minat angkatan muda Islam di Indonesia dan daerah-daerah yang berbahasa melayu yang hendak mengetahui kandungan al-Qur’ân pada zaman sekarang,
padahal mereka tidak mempunyai kemampuan mempelajari Bahasa Arab. Kedua, medan dakwah para Mubaligh yang memerlukan keterangan agama dengan
sumber yang kuat dari al-Qur’ân sehingga diharapkan Tafsîr al-Azhar ini menjadi penolong bagi para Mubaligh dalam menghadapi bangsa yang mulai cerdas.
16
Sehingga pada hari senin, 12 Ramadhan bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat setelah Hamka memblokir pengajaran dihadapan kurang lebih seratus orang
kaum ibu di Masjid al-Azhar, ditangkap oleh penguasa orde lama dan menjebloskan kedalam tahanan. Dalam tahanan itulah Hamka menyelesaikan
penulisan Tafsîr al-Azhar.
17
Dalam tafsirnya, Hamka mempunyai tujuan yakni untuk membimbing mereka yang hendak mengetahui rahasia-rahasia al-Qur’an karena haus akan
bimbingan agama. Orientasi penafsirannya berpijak di atas kepentingan pembangunan umat dan menghindar dari pertikaian Mazhab dan Ta’asub.
18
15
Hamka, Tasawuf Modern Jakarta: Yayasan Nurul Iman, 1997 cet ke-11, h. 6.
16
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz I Jakarta: Pustaka Panji mas, 1985, h. 4.
17
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, h. 54.
18
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I, h. 42.
Dalam hal penyajiannya, Hamka menyajikan bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat, 1-5 ayat dengan terjemah bahasa Indonesia bersamaan
dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti dengan penjelasan panjang, yang mungkin terdiri dari 1-15 halaman. Dalam tafsîr tersebut tidak ada upaya untuk
menyajikan ayat-ayat al-Qur’ân pembacaan yang tidak terputus, melainkan tekanan pada penafsiran.
19
“Penerbitan pertama
Tafsîr al-Azhar oleh penerbit pembimbing masa pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh pembimbing masa,
merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz 29 oleh Pustaka Islam
Surabaya dan akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nusul Islam Jakarta.
20
Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsîr al-Azhar adalah dengan menggunakan metode Tahlîli,
21
yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur’ân dari segala segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan
urutan Mushaf Utsmany, menguraikan kosa kata dan lafaznya, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat yakni unsur Balâghah,
I’jaz dan keindahan susunan kalimat, menisbatkan hukum dari ayat tersebut, serta
19
Howard M. Ferdespiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996, cet ke-I, h. 140.
20
Hamka, Tafsîr al-Azhar, Juz I, h. 55.
21
Metode tahlili yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalamnya ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang
tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassirnya. Lihat Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000, cet.II, h. 31.
mengemukakan kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabunuzul, hadis Rasulullah saw, riwayat dari Sahabat dan Tabi’în.
22
Sedangkan corak penafsiran Hamka adalah Tafsîr al-Azhar, dan ia pun sangat tertarik pada Tafsîr al-Manâr karangan Sayyid Ridha yang terkenal dengan
corak penafsirannya, yaitu corak Tafsîr bi al-Ra’yî dengan mendemontrasikan pengetahuannya yang luas untuk menafsirkan sebuah ayat.
Sistematika penafsirannya adalah sebagai berikut :
a. Menyajikan ayat awal pembahasan
Dalam menafsirkan ayat, Hamka terlebih dahulu menyajikan satu sampai lima ayat yang menurutnya ayat-ayat tersebut satu topik.
b. Terjemahan dari ayat
Untuk memudahkan penafsiran, terlebih dahulu Hamka menerjemahkan ayat tersebut kedalam bahasa Indonesia, agar mudah dipahami pembaca.
c. Menjauhi pengertian kata
Dalam penafsirannya, Hamka tidak memberikan pengertian kata, karena mungkin pengertian tersebut telah tercakup dalam terjemah.
d. Memberikan uraian terperinci
Setelah menerjemahkan ayat secara global, Hamka memulai tafsirnya terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan
kejadian pada zaman sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al- Qur’ân sebagai pedoman sepanjang masa.
22
Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsîr, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, cet ke-I, h. 41-42.
3. Kandungan Surah Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar