Riwayat Hidup Biografi Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah

I. Biografi Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah

a. Riwayat Hidup

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa disebut “Hamka” dilahirkan sebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam negeri Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatra Barat. 1 Pada tanggal 14 Muharram 1362 H bertepatan dengan 16 Februari 1908. 2 Ibunya bernama Siti Safiyah. Ayah dari ibunya bernama Gelanggang Gelar Bagindo Nan Batuah. Di kala mudanya terkenal sebagai guru tari, nyanyian dan pencak silat. Dari gelanggang itulah, di waktu masih kecil Hamka selalu mendengarkan pantun-pantun yang berarti dan mendalam. 3 Pendidikan yang beliau terima mulai dari rumah sekolah Dîniyah dan surau. Dalam hal ini keinginan orang tuanya yaitu Abdul Karim Amrullah berpengaruh dalam proses pendidikannya. Keinginan ayahnya menjadikan Hamka seorang Ulama, dapat dilihat dari perhatian penuh ayahnya terhadap keinginan belajar ngaji. Hamka kecil tidak ada tanda-tanda pada dirinya bahwa kelak nanti akan menjadi Ulama besar di Indonesia, terbukti Hamka kecil sering merasa tertekan oleh cita-cita ayahnya itu. 4 Tertunjang oleh dasar dasar ilmu yang beliau dapatkan sewaktu kecil, yaitu berupa ilmu alat seperti: Nahwu, Sharaf, Fiqih, dan Tafsîr al-Qur’ân yang ia dapatkan sewaktu belajar di Thawalib School. 5 1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 1993, h. 75. 2 Yusuf Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsîr Al-Azhar Jakarta: Penamadani, 2003, Cet. II, h. 39. 3 “Nama Saya: Hamka”, dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi, dan Vincen Djauhari editor, Hamka di Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1996, cet III, h. 51. 4 Ibid, Corak Pemikiran, h.39. 5 Hamka, Kenang-kenangan Hidup Jakarta: Bulan Bintang, 1979, Jilid I, h. 9. Buku Tafsîr al-Qur’ân yang dipelajari di tingkat pemula pada setiap pesantren, madrasah atupun surau ialah Tafsîr al-Jalalaîn. Demikian juga dengan apa yang diperoleh Hamka ketika masa awal mempelajari Tafsîr al-Qur’ân. 6 Kemudian tambahan untuk Tafsir al-Qur’ân diperoleh dari Ki Bagus Hadikusumo, seorang tokoh yang pernah mondok di salah satu pesantren di Yogyakarta. Pertemuan itu terjadi antara tahun 1924-1925. Usia Hamka waktu itu adalah 17 tahun sedangkan gurunya berusia 34 tahun, karena Ki Bagus Hadikusumo dilahirkan pada tanggal 24 November 1890. 7 Oleh karena itu pelajaran Tafsîr yang diperoleh Hamka dari Ki Bagus Hadikusumo adalah pelajaran Tafsîr lanjutan. Dari segi kualifikasi keilmuan dalam bidang Tafsîr al-Qur’ân yang dimiliki Hamka, tidak banyak data yang dapat menjelaskannya. Apakah dia belajar ilmu-ilmu al-Qur’ân , Ilmu Ma’any, Ilmu Bayân, U U shûl Fiqih, Mustalahu al-hadîts dan sebagainya seperti ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang penafsir. Namun menurut penuturan Hamka, pada dasarnya semua ilmu tersebut ala kadarnya yang telah dipelajari, sebagimana beliau ungkapkan dalam muqaddimah tafsîrnya yaitu Tafsîr al-Azhar. 8 Kondisinya yang semakin tua dan dengan kepadatan aktifitasnya memaksa Hamka untuk dirawat di rumah sakit secara serius. Setelah sembuh dari sakitnya, Hamka lebih memutuskan untuk mengurangi aktifitasnya di luar rumah dan lebih suka untuk menerima masyarakat untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah 6 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 Jakarta: LP3ES, 1990, cet. V, h. 52-53. 7 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, pada catatan kaki no 42. 8 Hamka, Tafsîr Al-Azhar Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000, Juz I, h. 3. keagamaan dikediamannya. 9 Dua bulan setelah Hamka mengundurkan diri sebagai ketua umum MUI, beliau masuk rumah sakit. Setelah kurang lebih satu minggu dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, tepat pada tanggal 24 Juli 1981 ajal menjemputnya untuk kembali menghadap ke hadirat-Nya dalam usia 73 tahun. 10

b. Karir Intelektual