Metode membaca al-qur'an : studi komparatif metode qiraa'at dengan metode Iqra

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S. Ud)

Oleh: Indriyani Sukmana

105034001208

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Dengan ini Saya Menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saaya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 17 juni 2010


(3)

limpahan rahmat, hidayat, karunia, serta inayah-Nya kepada semua makhluk tanpa ada perbedaa. Shalawat serta salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Rasul pilihan, Nabi besar Muhammadsaw, berkat perjuangan beliau meneggelamkan kegelapan demi menumbuhkan pancaran iIlahi, sehingga kedamaian cinta dan kasih sayang dapat tersebar keseluruh penjuru dunia.

Skripsi yang berjudul “Metode Membaca Al-Qur’an Study Komparatif Metode Qirâ’ati Dengan Metode Iqra’” disusun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini dapat tertulis dengan baik berkat dukungan materi, moril, dan spiritual dari Ayahanda Iman Tedja Sukmana dan Ibunda Neneng Maryani, dengan penuh kasih sayang beliau membimbing penulis dalam menghadapi segala kesulitan, tanpa pamrih beliau curahkan segenap cinta, dengan segala daya dan upaya beliau senantiasa berjuang demi kesuksesan penulis, semoga Allah akan selalu menjaga beliau dan tidak ada pahala yang layak buat mereka berdua kecuali surga.

Selain itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Bustamin, M.A, selaku ketua Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Rifqi Muhammad Fatkhi, M.A. Selaku Sekretaris Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum, M.Ag Selaku Pembimbing penulis. Terima kasih atas bimbingan serta waktu luangnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ushuluddin yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis.

6. Kepala dan segenap pengelola Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Iman Jama’ yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mengadakan studi kepustakaan.

7. Teristimewa My Lovely, Syarif Hidayat Al-Aswadi yang selalu mendampingi penulis dalam suka maupun duka, serta selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. Semoga kita selalu bersama, Amin.

8. Segenap keluarga, kakak-kakak sepupuku tercinta A’ Ikin beserta Istri, K’ Yeyet, adik-adiku tersayang Ilmar Sukmana, Ichyar Sukmana, Imalia Sukmana dan Leni Desita.


(5)

Walaupun skripsi ini telah mendapat dukungan serta bimbingan yang cukup banyak dari berbagai pihak, namun kekurangan tidak mustahil masih akan ditemukan. Penulis secara pribadi bertanggungjawab sepenuhnya terhadap segala kekurangan itu semua. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini terutama untuk pengembangan profesionalis para penulis untuk masa yang akan datang sangat diperlukan.

Demikianlah ucapan terima kasih penulis sampaikan teriring do’a “Jazakumullah ahsanal Jaza’. Semoga Allah memberikan ganjaran yang setimpal atas segal amal baiknya.

Ciputat, Juni 2010

Penulis


(6)

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب b Be

ت t Te

ث ts te dan es

ج j je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis di bawah

ض d de dengan garis di bawah

ط t te dengan garis di bawah

ظ z zet dengan garis di bawah

ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

ـه h ha

ء ' apostrof

ي y ye


(7)

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

____ a Fathah

--- i kasrah

____ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ____ ai a dan i

و ____ au a dan u

Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎــ â a dengan topi di atas

ْ ــ î i dengan topi di atas

ْﻮــ û u dengan topi di atas

Kata sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, dialihaksarakan menjadai huruf /l/, baik diikuti huruf


(8)

Syaddah (Tasysd d)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah (), dalam alih aksar ini dilambangkan dengan huruf, yaituyaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu terletak setelah kta sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ةروﺮﻀﻟا tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darurah”, demikian seterusnya.

Ta Marbutah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbutah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbutah tersebut diikuti oleh kata benda (ism), maka hhuruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ﺔﻘﻳﺮﻃ Tarîqah

2 ﺔﻴﻣ ﺳﻻاﺔﻌﻣﺎ ﻟا al-Jam’i ah al-Islâmiyyah

3 دﻮ ﻮﻟاةﺪﺣو Wahdat al-Wujûd


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II SEJARAH MUNCULNYA METODE QIRA’ATI DAN METODE IQRA’. A. Metode Qirâ’ati... 12

1. Sejarah Perkembangan Qirâ’ati... 14

2. Klasifikasi Metode Qirâ’ati ... 18

3. Metode Qirâ’ati dan Hubungannya dengan al-Qur’an ... 20

B. Metode Iqra’... 21

1. Sejarah Perkembangan Iqra’... 23


(10)

viii

3. Metode Iqra’dan Hubungannya dengan al-Qur’an ... 30

BAB III ANALISA METODE QIRA’ATI DAN IQRA’ A. Materi ... 33

B. Metode Pengajarannya ... 41

C. Target yang Harus Dicapai... 52

BAB IV ANALISA KOMPARATIF METODE QIRÂ’ATI DAN METODE IQRA’ A. Persamaan Metode Qirâ’ati dan Metode Iqra’ ... 58

B. Perbedaan Metode Qirâ’ati dan Metode Iqra’... 62

BAB V PENUTUP... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran-saran... 70


(11)

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan metode membaca al-Qur’an memang banyak, seperti Iqra’, Qirâ’ati, Al-Bayan, An-nur, dan lainnya. Pada tahun 1988 Metode Iqra’ yang disusun oleh As’ad Humam dari Kotagede Yogyakarta dan dikembangkan oleh AMM (Angkatan Muda Masjid dan Mushala) Yogyakarta, semakin menyebar secara merata di Indonesia, ada pula metode Qirâ’ati ditemukan KH. Dachlan Salim Zarkasyi yang disebarkan sejak awal 1970an, memungkinkan anak-anak mempelajari al-Qur’an secara cepat dan mudah.

Pada masa awal Islam di Indonesia, metode pengajaran baca tulis al-Qur’an menggunakan metode bagdadiyah disebut juga dengan metode eja, berasal dari Baghdad masa pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah. Tidak tahu dengan pasti siapa penyusunnya dan telah seabad lebih berkembang secara merata di tanah air. Materi-materinya diurutkan dari yang mudah ke yang sukar, dan dari yang umum sifatnya kepada materi yang terinci (khusus). Beberapa kekurangan qoidah bagdadiyah antara lain: Qoidah Bagdadiyah yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami modifikasi kecil, penyajian materi terkesan menjemukan dan memerlukan waktu yang lama untuk mampu membaca al-Qur’an.1

1

Qashtalhikmah, Macam-Macam Metode Pembelajaran Al-Qur’an, artikel diakses pada 10 Maret 2010 dari http://qashtalhikmah.blogspot.com/2010/01/macammacammetode -pembelajaran-al-Qur’an.html


(12)

Munculnya beragam metode pembelajaran diperlukan metode yang efektif dan efesien seperti 8 jam bisa membaca al-Qur’an, 10 jam bisa membaca al-Qur’an. Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah kurangnya minat belajar membaca al-Qur’an dengan baik dan bertajwid di kalangan umat Islam Indonesia, dan mereka mencari jalan pintas untuk cepat membaca al-Qur’an tanpa aturan tajwid, oleh karena itu pengetahuan tentang cara-cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sangat diperlukan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an.

Maka dalam menghadapi tantangan hidup, umat Islam berusaha mengharapkan petunjuk dan pedoman dari apa yang diatur dalam al-Qur’an, selain itu Allah juga membenarkan bahwa al-Qur’an diturunkan ke dalam hati Nabi Muhammad, agar dia menjadi hamba-Nya yang mampu memberikan petunjuk dan peringatan kepada seluruh umatnya. Sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya :

”Dan supaya Aku membacakan al-Qur’an (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk, Maka Sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan". (QS. An-Naml: 92)

Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini menerangkan tentang Nabi Muhammad yang diperintahkan oleh Allah, agar membaca untuk dirinya sendiri dan seluruh umatnya, Nabi pula diutus oleh Allah untuk


(13)

menyampaikan kabar gembira dan hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang enggan memperhatikan tuntunan al-Qur’an sehingga mereka sesat. Allah tidaklah rugi dengan kesesatan mereka, mereka sendirilah yang rugi, dan para Rasul itu tidak dapat memberi mereka petunjuk.2

Ada juga pendapat dari Hasbi Ash-Shidieqi, mengenai ayat ini yaitu Nabi Muhammad diperintahkan untuk membaca al-Qur’an pada sebagian malam dan sebagian siang hari, agar terbukalah rahasia yang terpendam di dalamnya dan kemudian dilimpahi rahmat Ilahi, barang siapa yang mengikuti Rasulallah, mengambil petunjuknya, beriman kepada Allah dan agamaNya, maka mereka berada dijalan yang lurus dan dijauhi dari siksa Allah di dunia dan azab Allah di akhirat nanti. Dan barang siapa menyimpang dari jalan yang lurus karena mendustakan Rasulallah dan agamanya, maka mereka sendiri yang memikul resikonya.3

Sedangkan menurut Hamka, Nabi Muhammad melaksanakan perintah Tuhan agar menjadi seorang yang berserah diri, lalu membacakan al-Qur’an untuk umatnya. Maka barang siapa yang mencari petunjuk, mereka adalah pencari petujuk untuk dirinya sendiri, hidup di dunia harus ada petunjuk, jika tidak ada maka akan tersesatlah dalam perjalanan itu, petunjuk-petunjuk yang diberikan kepada Allah dengan perantaraan Rasul ialah untuk keselamatan manusia dunia dan akhirat, jika di langgarnya petunjuk itu, yang akan celaka adalah mereka juga.4

2

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbas: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, (Lentera Hati, November 2002), cet ke- 1, h. 292-293

3 Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiedieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An- Nuur,

(Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000) cet ke- 4, h. 3036-3037 4

Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panji Mas, 1984), juz 20, cet: agustus 1999, h. 39-40


(14)

Dengan memperhatikan penafsiran-penafsiran di atas, telah jelas bahwa siapa yang memperoleh petunjuk maka janganlah dia merasa telah memberi jasa kepada Allah, karena manfaat perolehan petunjuk itu, kembali kepada dirinya sendiri dan siapa yang sesat, maka hendaklah dia mengetahui bahwa rasul tidak mampu memberinya petunjuk, tetapi beliau hanya memberi peringatan, sebagaimana para rasul yang lalu yang memberi peringatan kepada umat-umatnya, mereka tidak dapat memberi petunjuk sehingga Allah membinasakan orang-orang yang sesat.

Sebagai kitab pedoman, al-Qur’an harus dibaca dengan benar, harus dengan tartil sebagaimana telah dicontohkan oleh malaikat Jibril yang membawanya kepada Rasul, seperti dalam al-Qur’an di sebutkan

Artinya :

”Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” ( QS. Al-Muzzammil, 73:4)

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan tentang, selain dari mengerjakan shalat malam, baik dari dua pertiga malam, atau separuh malam ataupun sepertiga malam, dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan yaitu bacalah al-Qur’an itu tidak tergesa-gesa, cara itu akan membantu seseorang dalam memahami al-Qur’an dan mentadaburinya dan cara seperti inilah yang dilakukan Rasul.5

5 Muhammad Nasib Rifai, Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,


(15)

Sedangkan Menurut Hasbi Ash-Shidieqi, beribadahlah separuh malam atau kurang sedikit dari itu yakni sepertiga malam atau lebih sedikit itu, yakni dua pertiga malam, Bacalah al-Qur’an dengan perlahan-lahan agar dapat lebih memahami maknanya dan memperhatikan isinya. Perintah ini ditujukan kepada Nabi dan ummatnya, perintah Allah kepada Nabi agar melaksanakan tugas ini, karena beliau akan memikul beban yang berat.6

Maksud ayat ini ialah agar membaca al-Qur’an dengan perlahan-lahan sehingga membantu pemahaman dan perenungan terhadap al-Qur’an. Demikianlah cara Nabi SAW membaca al-Qur’an. Sebagaimana dijelaskan Aisyah R.A bahwa Rasullullah membaca al-Qur’an dengan tartil sehingga bacaan yang seharusnya dibaca panjang memang dibaca panjang.7

Memperhatikan ayat di atas, telah jelas bahwa Allah menurunkan al-Qur’an agar dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, direnungkan oleh pikiran mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka, selain itu dianjurkan pula untuk mengerjakan shalat malam dan membaca al-Qur’an secara perlahan dan hati-hati, dan membaca dengan jelas huruf-huruf dan menjauhkan dari sikap berlebihan dalam melagukannya, sebab al-Qur’an bukan Kitab biasa namun ia adalah kalam Allah SWT, yang harus dihormati dan dimuliakan sesuai dengan kedudukannya.8

Sebagaimana yang telah diketahui, mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an merupakan ibadah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

6

Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiedieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An- Nuur, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000) cet ke- 5, h. 4388-4389

7

Lihat Tafsir Qur’anil Azhim, h. 142 8

Yusuf Qardhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, (Jakarta, Gema Insani Press, 1999), cet ke- 1, h. 225


(16)

ْﻢآﺮْﻴﺧ

ْﻦﻣ

ﻢﱠﻌﺗ

ناْﺮﻘﻟْا

و

ﻪ ﱠ

” Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang suka mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya” , (HR. Al-Bukhari).9

Cara terbaik dalam mempelajari al-Qur’an yaitu berhadapan langsung antara guru dan siswa, tidak akan dapat seseorang membenarkan atau menyalahkan bacaan tanpa mendengarnya. Dalam membaca al-Qur’an terdapat kaidah-kaidah dalam pengucapan huruf hijaiyah (hukum tajwid) yang harus dimengerti dan dipahami oleh pembaca al-Qur’an tetapi pada prakteknya sering tidak diperhatikan, banyak yang hanya sekedar membaca tanpa mengetahui hukumnya.

Untuk sebuah hasil yang baik harus ditentukan dengan metode membaca al-Qur’an, dari beragam metode tersebut, penulis hanya meneliti dua metode, yaitu metode Iqra’ dan metode Qirâ’ati, kedua metode ini secara realitas mampu mengontruksi cara baca al-Qur’an yang baik. Sehingga peserta didik dapat dengan mudah terampil membaca al-Qur’an secara fasih, lancar dan benar. Masing-masing metode tersebut memiliki perbedaan dan persaman.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu melakukan perbandingan antara metode Qir’aati dengan metode Iqra’, untuk mengetahui persamaan sisi dari masing-masing metode. Dengan mengetahui persamaan dan perbedaan, seseorang dapat menentukan metode yang lebih tepat untuk diterapkan. Penentuan metode membaca al-Qur’an juga dapat mempengaruhi minat membaca al-Qur’an. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

9


(17)

memberi judul skripsi ini dengan “Metode Membaca Al-Qur’an, Studi Komparatif Metode Qirâ’ati dengan Metode Iqra’”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari banyaknya metode membaca al-Qur’an, penulis membatasi dengan meneliti dua metode saja, yaitu metode Qirâ’ati dan metode Iqra’, karena komparatif yang penulis lakukan bukan menentukan metode mana yang terbaik, karena setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya, komparatif ini terfokus pada materi, metode pengajaran dan hasil yang harus dicapai. Bukan termasuk sejarah, kondisi lapangan, atau evaluasi hasil TPA-TPA Qirâ’ati dan Iqra’.

Berdasarkan permasalahan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah dengan rumusan sebagai berikut:

Apa perbedaan dan persamaan metode Qirâ’ati dengan metode Iqra’ baik ditinjau dari metode pengajaran, ataupun materi pelajaran dan target yang harus dicapai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah:

1. Mengetahui metode yang praktis dalam membaca al-Qur’an

2. Mengetahui persamaan dan perbedaan metode Qirâ’ati dan metode Iqra’ 3. Menambah khazanah keilmuan dalam mencari metode membaca al-Qur’an


(18)

D. Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung kepustakaan di atas, penulis pun melakukan tinjauan pustaka atas beberapa karya tulis yang membahas tema yang sama atau mempunyai kemiripan dengan yang dibahas oleh penulis. (Dalam hal ini skripsi) penulis mendapatkan skripsi yang ditulis oleh:

1. Uun yusufa (1983514911) skripsi jurusan Tafsir Hadis Fakultas Usuluddin dan Filsafat yang berjudul (Tradisi Tahfidz Qur’an Dalam Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Study Kasus Pondok Pesantren Al-Munawwir, Sunan Pandan Aran dan Nurul Ummah di Yogyakarta)”. Skripsi ini membahas masalah proses tahfidz Qur’an menjadi suatu tradisi dalam kajian al-Qur’an di Indonesia dipengaruhi oleh tradisi menghafal al-al-Qur’an pada umat Islam terdahulu yang dimulai oleh Rasul, Sahabat, Generasi-Generasi sesudahnya untuk memelihara al-Qur’an di dalam hati. Kemudian, skripsi yang ditulis oleh:

2. Danial (1983415441) skripsi jurusan Tafsir Hadis Fakultas Usuluddin dan Filsafat yang berjudul (Metode Penerjemahan Al-Qur’an Study Tentang Penulisan al-Qur’an Al-Karim Bacaan Mulia Karya HB Jassin)”. Skripsi ini membahas salah satu urgensi sebuah metode adalah untuk mengetahui tahapan-tahapan yang diambil ketika melakukan sesuatu, dari sini bisa dijadikan tolak ukur keprofesionalitasan seseorang dalam melakukan penerjemahan. Kemudian, skripsi yang ditulis oleh:

3. Fajriah (203011001498) skripsi jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang berjudul (Efektifitas Penggunan Metode Iqra’ Dalam Meningkatkan Kualitas Hasil Belajar Al-Qur’an Di TPA


(19)

Nurussa’adah)”. skripsi ini membahas tentang kualitas penggunaan metode Iqra’ yang sangat efektif dan sangat memuaskan dibandingkan dengan metode lain. Kemudian, skripsi yang ditulis oleh:

4. Siti Zuhro (104011002208) skripsi jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang berjudul (Penerapan Program Qirâ’ati Di SDIT Pondok Pesantren Darul Muttaqien, Parung Bogor)”. Skripsi ini membahas tentang minat membaca al-Qur’an siswa di SDIT meningkat, hal ini membuktikan bahwa penerapan program Qirâ’ati berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang diinginkan

Sementara yang membedakan skripsi penulis adalah membandingkan dua metode membaca al-Qur’an antara metode Iqra’ dan metode Qirâ’ati dengan melihat sisi persamaan dan perbedaan antara kedua metode tersebut. Ditinjau dari materi pelajaran, metode pengajaran dan hasil yang harus dicapainya.dan mencari metode pendidikan yang tepat dalam mempelajari al-Qur’an, agar anak mampu membaca al-Qur’an secara mujawwad dan murattal yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode penelitian

Dalam pengumpulan data penelitian ini, penulis menggunakan metode: a. Library research, yaitu penelitian yang dilakukan melalui perpustakaan

dengan membaca dan menelaah teks-teks yang berkaitan dan atau mendukung pembahasan tersebut.


(20)

b. Field research, yaitu penelitian yang dilakukan melalui wawancara untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Metode Pembahasan

Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, artinya pembahasan ini berupaya menggambarkan sedemikian rupa perbedaan dan persamaan metode Qirâ’ati dan metode Iqra’ baik ditinjau dari metode pengajaran, ataupun materi pelajaran dan target yang harus dicapai.

3. Metode Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini mengacu kepada aturan penulisan dalam buku CeQDa tahun 2007 dan Pedoman akademik Fakultas Ushuluddin tahun 2005/2006.

F. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membahas beberapa bab yang diuraikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab Pertama, Merupakan bab Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, Menguraikan tentang sejarah munculnya metode Qirâ’ati dan metode Iqra’.

Bab Ketiga, Menganalisa metode Qirâati dan Iqra’, yang terdiri dari materinya, metode pengajarannya, target yang harus dicapai.


(21)

Bab Keempat, Menganalisa komparatif Persamaan dan Perbedaan metode Qirâ’ati dan metode Iqra’.

Bab Kelima, Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan yang telah dibahas sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran yang bersifat membangun serta pada akhirnya adalah daftar pustaka menjadi rujukan penulis.


(22)

SEJARAH MUNCULNYA METODE QIRÂ’ATI DAN METODE IQRA’

Setelah pada pendahuluan dipaparkan mengenai latar belakang penulisan skripsi, maka pada bab ini penulis akan sedikit menguraikan tentang sejarah munculnya metode Qirâ’ati dan metode Iqra’, menjelaskan tentang klasifikasi metode Qirâ’ati dan metode Iqra’, juga menjelaskan bagaimana hubungan metode Qirâ’ati dan metode Iqra’ dengan al-Qur’an.

A. Metode Qirâ’ati.1

Sejarah dan penyusunan metode Qirâ'ati membutuhkan perjalanan masa yang cukup lama dengan usaha, penelitian, pengamatan dan uji coba selama bertahun-tahun. Dengan penuh ketekunan dan kesabaran KH. Dachlan Salim Zarkasyi selalu mengadakan pengamatan dan penelitian pada majelis pengajaran al-Qur’an di mushala-mushala, masjid-masjid ataupun majelis tadarus al-Qur’an.2

Sebelum menemukan metode Qirâ’ati KH. Dachlan Salim Zarkasyi3 adalah seorang guru ngaji yang menggunakan kaidah yang biasa dikenali dengan teturutan atau biasa juga disebut kaidah bagdadiyah. Namun ternyata

1

Ustadz Abdussalam, Koordinator Pentashih Cabang JABODETABEKA, Wawancara Pribadi, Jakarta, 15 Desember 2009, Lihat Pula Qirâ’ati, Kaidah Praktis Membaca Al-Qur’an, artikel diakses pada 03 desember 2009 dari http : // www.Qirâ’ati.com/content/view/13/26/

2

Abu Bakar Dachlan, Pak Dachlan Pembaharu Dan Bapak TK Al-Qur’an, Yayasan Pendidikan Al-Qur’an Raudhatul Mujawwidin, Semarang, h.53

3

Pendiri TK al-Qur’an yang pertama di Indonesia, yang beralamat di kampung kebon arum 73 Semarang. Sekalipun KH. Dachlan Salim Zarkasyi telah lama mengajarkan al-Qur’an yaitu sejak tahun 1963, namun berdirinya TK al-Qur’an baru dimulai pada tanggal 1 Juli 1986. Baca Pak Dachlan Pembaharu Dan Bapak TK Al-Qur’an, Yayasan Pendidikan Al-Qur’an Raudhatul Mujawwidin, Semarang, h.67


(23)

hasil dari pengalaman dan pengamatan beliau, dalam menggunakan teturutan sebagian besar mereka hanya mampu menghafal huruf bukan mengerti huruf dan biasanya waktu bagi siswa-siswa untuk menguasai bacaan tartil diperlukan waktu yang lama.

Berdasarkan pengalaman inilah beliau mencoba untuk mencari alternatif lain dengan cara membeli buku-buku kaidah baca al-Qur’an dengan maksud, agar dapat mencapai hasil yang lebih memuaskan. Setelah mengamati semua kaidah yang ada, ternyata beliau belum menemukan kepuasan, beliau tidak yakin dengan kejayaan kaidah-kaidah tersebut karena berbagai sebab seperti menggunakan contoh-contoh perkataan yang bukan dari bahasa arab atau dari al-Qur’an bahkan ada yang berbunyi bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.

Sejak itulah beliau mencoba memperkenalkan huruf dengan harakatnya seperti (ا, ب, ت) dengan cara bacaan yang lancar dan cepat. Dalam waktu yang sama anak-anak diperkenalkan dengan huruf-huruf yang tidak ada harakatnya seperti (ا, ب, ت) hanya bedanya dengan sistem yang lama, kaidah Qirâ’ati tidak mewajibkan anak murid mengeja huruf ketika membaca sebuah perkataan.

Pada tahun 1972, Qirâ’ati dicetak lebih banyak, tidak hanya di Semarang, Kotagede termasuk kota yang memesan Qirâ’ati dalam jumlah banyak. Diterbitkan oleh Toha Putra Semarang, pada tahun 1980 dicetak oleh Penerbit Al Alawiyyah. Sedangkan Qirâ’ati ditulis oleh Sahlan asal Kudus, dan diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Al-Qur’an Raudhatul Mujawwidin.4

4


(24)

Setelah uji coba berulang kali, beliau mendapatkan tehnik susunan seperti yang sekarang ini, metode Qirâ’ati ini bukan berupa satu paket buku langsung jadi melainkan hasil pengamatan, penelitian, dan percobaan. Sehingga metode Qirâ’ati ini mempunyai gerak yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.

1. Sejarah Perkembangan Qirâ’ati

Metode Qirâ’ati ditemukan KH. Dachlan Salim Zarkasyi di lahirkan di semarang, tepatnya di Pekojan tanggal 28 agustus 19285 dan wafat tanggal 20 januari 2001M. Metode yang disebarkan sejak awal 1970an, ini memungkinkan anak-anak mempelajari al-Qur’an secara cepat dan mudah.

Kiai Dachlan menerbitkan sebuah buku (enam jilid), dengan judul “pelajaran membaca al-Qur’an untuk TK al-Qur’an” untuk anak usia 4-6 tahun. Buku ini pertama terbit pada 1 juli 1986, bertepatan dengan berdirinya TK al-Qur’an yang pertama di bumi Indonesia. Pada awalnya terdiri dari 10 jilid, lalu menjadi 8 jilid kemudian diringkas menjadi 6 jilid pada tahun 1963.6

Seiring dengan perkembangan dan mobilitas masyarakat yang semakin hari semakin mencari al-Qur’an, perkembangan Qirâ’ati tidak bisa dipungkiri lagi, sehingga untuk memperpendek jarak antara KH. Dachlan salim zarkasyi dengan pengguna Qirâ’ati di daerah, maka ditunjuklah seseorang yang dapat meneruskan amanah beliau yang disebut

5

Dachlan, Pak Dachlan Pembaharu, h.1 6

Dachlan Salim Zarkasyi, Kata PengantarMetode Praktis Belajar Membaca Al-Qur’an, (Semarang, yayasan pendidikan al-Qur’an raudhatul mujawwidin, 1990) cet, 1-6


(25)

koordinator. Koordinator inilah yang membantu beliau yang mengembangkan Qirâ’ati.

Dari tahun ke tahun perkembangan Qirâ’ati makin meluas ke seluruh pelosok negeri bahkan di negara asing sampai tahun 2000 telah masuk ke negara Australia, Malaysia, Brunei Darusalam, Singapura. Dari perkembangan tersebut beliau tidak terlalu gembira bahkan merasa khawatir karyanya ini dimanfaatkan untuk bisnis belaka. Untuk itu pada tahun 1990 beliau mengundang seluruh kepala TKA/TPA dan lembaga yang mempergunakan Qirâ’ati pada suatu acara Silatnas Nasional untuk mentashih ulang para kepala TKA/TPA dan pengelola Qirâ’ati, sekaligus menunjuk koordinator tingkat Propinsi dan Kota Besar yang ada di Indonesia.7

Tujuan Qirâ’ati yaitu sebagai berikut:

1. Menjaga dan memelihara kehormatan atau kesucian al-Qur’an dari segi bacaan yang benar (tartil) sesuai dengan kaidah tajwid.

2. Menyebarkan ilmu baca al-Qur’an bukan menjual buku.

Jika hanya menjual buku buat apa bapak Dachlan Salim Zarkasyi, susah-susah membentuk koordinator, sebarkan saja ke toko-toko buku, selesai.

3. Mengigatkan guru ngaji agar berhati-hati dalam mengajar al-Qur’an. 4. Meningkatkan mutu (kwalitas) pendidikan atau pengajaran al-Qur’an.8

7

Muhammadhaidar, Sejarah Qirâ’ati, artikel diakses pada 11 Januari 2010 dari http://muhammadhaidar.blogspot.com/2008/07/sejarah-Qirâ’ati.html

8

Bunyamin Dachlan, Memahami Qirâ’ati, Yayasan Pendidikan Al-Qur’an Raudhatul Mujawwidin, Semarang, h.2


(26)

Ciri-ciri Qirâ’ati:

a. Tidak dijual secara bebas (tidak ada di toko-toko), karena KH. Dachlan Salim Zarkasyi mengajarkan bahwa distribusi kitab Qirâ’ati merupakan sebuah amanat. yang harus diketahui bahwa distribusinya tidak mengandung motivasi komersial. Pada prinsipnya amanat kitab Qirâ’ati hanya diberikan kepada siswa yang telah lulus tashih.

b. Guru yang mengajarkan Qirâ’ati telah diuji untuk mendapatkan syahadah (sertifikat atau ijin mengajar), agar guru ngaji memiliki kompetensi yang memadai dalam mengajarkan al-Qur’an sekaligus menjaga kaidah-kaidah pembacaan yang mujawwad murattal (bacaan yang sesuai dengan tajwid).9

c. Kelas TKQ/TPQ dalam disiplin yang sama, sistem pendidikan dan pengajarannya berpusat pada siswa dan kenaikan kelas atau jilid tidak ditentukan oleh bulan/ tahun dan tidak secara klasikal, tetapi secara individual (perseorangan). siswa dapat pindah ke jilid berikutnya dengan syarat sudah menguasai materi dan lulus tes yang telah di ujikan oleh koordinator setempat.10

Prinsip-prnsip dasar Qirâ’ati yaitu:

1. Prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh guru yaitu: a. Tiwagas (teliti, waspada, tegas)

Guru diwajibkan untuk teliti dan waspada dalam menyimak

9

Dachlan, Pak Dachlan Pembaharu, h.iii 10

Qashtalhikmah, Macam-Macam Metode Pembelajaran Al-Qur’an, artikel diakses pada 10 Maret 2010 dari http://qashtalhikmah.blogspot.com/2010/01/macammacammetode -pembelajaran-al-Qur’an.html


(27)

bacaan siswa dan tegas dalam memberi pelajaran kepada siswanya.

b. Daktun (tidak boleh menuntun)

Guru tidak boleh menuntun siswa dalam membaca al-Qur’an. 2. Prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh siswa yaitu:

a. CBSA: Cara belajar santri aktif b. LTCB: Lancar, cepat, tepat dan benar

Siswa diwajibkan untuk membaca al-qur’an secara lancar, cepat, tepat dan benar, misalnya (نْﻮ ﻌ ﻔْﻨ ﻳ) siswa harus membaca dengan samar dan ditekan.11

Ada dua wasiat yang disampaikan oleh Dachlan Salim Zarkasyi untuk para guru al-Qur’an (khususnya guru Qirâ’ati) sewaktu beliau masih di rumah sakit yaitu:

1. Bahwa guru ngaji harus melaksanakan tiga hal utama yaitu: a. Guru ngaji harus sabar dan ikhlas

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, seorang guru ngaji harus sabar dalam menghadapi anak didiknya serta harus ikhlas memberikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya.

b. Guru ngaji harus sering tahajjud

Seorang guru ngaji, untuk memperkuat ilmu pengetahuan yang dimilikinya, selain shalat 5 waktu. Ia juga harus sering tahajud agar ilmu pengetahuannya tidak mudah hilang.

11

Dydododo, Penerapan Metode Qirâ’ati Dalam Pembelajaran al-Qur’an, artikel diakses pada 25 Maret 2010 dari http://dydydodo.wordpress.com/2010/01/07/penerapan-metode-Qirâ’ati -dalam-pembelajaran-al-Qur’an/


(28)

c. Guru ngaji harus sering tadarus al-Qur’an

Agar mudah dalam menghafal, guru ngaji harus sering membaca al-Qur’an.12

2.Bahwa Qirâ’ati tidak boleh disodor-sodorkan, Qirâ’ati hanya diberikan kepada yang mau, jangan diberikan kepada yang tidak mau, maksudnya mereka yang mau adalah mereka yang mengikuti aturan main yang saya (KH. Daclan Salim Zarkasyi) terapkan, mereka yang tidak mau adalah mereka yang tidak megikuti aturan mainnya, semaunya sendiri, walaupun mereka telah memakai Qirâ’ati cukup lama.13

KH. Dachlan Salim Zarkasyi pernah berkata :

a. Jangan wariskan al-Qur’an yang salah, karena yang benar itu mudah.

b. Tidak semua orang boleh mengajar Qirâ’ati, tetapi semua orang boleh diajari Qirâ’ati.

c. Dalam 100 siswa/ santri 1 yang bodoh, jika ada lebih dari 1 yang bodoh maka yang perlu dipertanyakan adalah gurunya.14

2. Klasifikasi Metode Qirâ’ati yaitu:

a. Metode Praktis Belajar Membaca Al-Qur’an Untuk TKA

Buku ini disusun untuk pengajaran membaca al-Quran bagi anak didik yang berusia taman kanak-kanak (4-6 tahun)

b. Metode Praktis Belajar Membaca Al-Qur’an Untuk Sekolah Dasar

12

Dachlan, Memahami Qirâ’ati, h.1 13

Makalah Penyegaran Qirâ’ati Kepala dan Wakil Kepala, Dokumentasi Ustadz Abdussalam, kordinator Pentashih Cabang JABOTABEKA, h. 12.

14


(29)

Buku ini disiapkan untuk mengikuti kurikulum dalam sekolah dasar, sehingga diharapkan selesainya pelajaran ini sampai dengan gharib/musykilat beserta tajwidnya bersamaan dengan kurikulum SD.

c. Metode Praktis Membaca Al-Qur’an Untuk Dewasa

Buku ini yang tidak terlalu banyak memuat materi driil atau latihan dan disesuaikan dengan ukuran font yang tidak perlu besar mendukung penyusunan buku ini. Buku ini sangat cocok diterapkan dalam dua semester Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) perguruan tinggi.

d. Pelajaran Gharib/ Musykilat

Buku ini memuat pengecualian-pengecualian dari bacaan yang diriwayatkan oleh Imam Âashim. Buku ini merupakan lanjutan dari buku metode praktis, untuk TK, SD, maupun dewasa perlu melanjutkan materi pelajaran

e. Pelajaran ilmu Tajwid

Setelah para siswa berhasil menyelesaikan semua materi dalam Qirâ’ati (TK, SD, Dewasa), maka para siswa melanjutkan materi pengetahuan istilah-istilah dalam hukum bacaan al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan ilmu tajwid. Buku ini memuat materi-materi ilmu tajwid yang sekaligus merupakan materi-materi terakhir dalam kurikulum Qirâ’ati.15

15

Admin, Metode Cepat Membaca Kitab. Artikel diakses pada 03 Desember 2009 dari http:/www.Qirâ’ati.org/pusat/index.php/tentang-Qirâ’ati/featuresmetode cepat


(30)

3.Metode Qirâ’ati dan hubungannya dengan al-Qur’an.

Metode Qirâ’ati adalah sebuah cara mengajar baca al-Qur’an secara baik dan benar (mujawwad, murattal), dengan mempertahankan mutu pengajaran dan mutu pengajar melalui mekanisme sertifikasi / syahadah. Metode ini terangkum dalam bentuk buku-buku kecil berkelompok yang disesuaikan dengan kaidah ilmu tajwid.

Sedangkan Al-Qur’an telah diyakini kebenarannya oleh kaum muslim, surat demi surat, ayat demi ayat, kata demi kata, bahkan huruf demi huruf. Semuanya telah disampaikan secara utuh kepada Nabi Muhammad yang kemudian memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk menuliskan, menghafalkan dan mempelajarinya.

Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa al-Qur’an sebagai petunjuk kepada manusia untuk kebahagian hidupnya di dunia dan di akhirat. Di sini jelas ada hubungan yang erat sekali metode Qirâ’ati sebagai alat media membaca al-Qur’an, al-Qur’an juga dipahami dan diyakini umat Islam sebagai satu kitab yang menjadi pedoman hidup.

Menurut KH. Ahmad al-wafa’ wajih, (seorang amanah metodologi koordinator cabang gresik), ada kemiripan dalam sejarah Qirâ’ati dengan sejarah al-Qur’an antara lain:

a. Al-Qur’an bukan karya tulis tetapi wahyu sedangkan sedangkan buku Qirâ’ati bukan karya tulis tetapi inayah dan hidayah atau ilham dari Allah.

b. Al-Qur’an turun kepada Nabi ummi (tidak bisa baca tulis) sedangkan Qirâ’ati diberikan Allah kepada seorang yang belum tamat SD.


(31)

c. Mushaf al-Qur’an awalnya menyebar bebas, kemudian pada zaman khalifah sayyidina Utsman RA, al-Qur’an disebarkan harus melalui gurunya atau qorynya sedangkan buku Qirâ’ati awalnya juga bebas beredar di toko, kemudian pada akhirnya Qirâ’ati hanya boleh diajarkan oleh guru yang lulus tashih.16

Metode adalah suatu cara membaca al-Qur’an, jika tidak ada metode membacanya maka tidak bisa membaca al-Qur’an. Jika bacaannya keliru, maka akan keliru pula arti dan makna suatu ayat, disini jelas ada hubungannya antara metode Qirâ’ati dan al-Qur’an yaitu menjaga supaya tidak ada kekeliruan dalam membaca al-Qur’an dan mempercepat kemampuan dalam membaca al-Qur’an. Disamping itu pula metode Qirâ’ati memperhatikan adanya kehati-hatian dalam membaca al-Qur’an

Qirâ’ati artinya ‘bacaanku’ secara bahasa arab merupakan kata dasar atau masdar. Masdar yang disandarkan pada ya (al yaa u) mutakallim, artinya ‘bacaanku’, bacaanku mempunyai arti sudah disetujui oleh beberapa para ahli al-Qur’an.17

B. Metode Iqra’

Berawal dari sekelompok anak-anak muda yang tergabung dalam Team tadarus angkatan muda masjid dan mushala (Amm) Yogyakarta, mengadakan pengamatan seperti salah satu masalah umat Islam Indonesia yang cukup mendasar dan ada beberapa faktor yang mendasari hal tersebut yaitu: (1)

16

Dachlan, Pak Dachlan Pembaharu, h.ix 17


(32)

Banyaknya generasi muda Islam yang tidak mampu membaca al-Qur’an, padahal hal tersebut merupakan salah satu modal dasar upaya pemahaman dan pengamalan al-Qur’an, (2) Sepinya rumah keluarga muslim dari alunan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, (3) Kaidah Bagdadiyah yang menjadi metodologi pengajaran membaca al-Qur’an sudah waktunya untuk ditinjau dan disempurnakan kembali.18

Dengan adanya faktor-faktor tersebut, membuat team AMM melakukan study banding di berbagai lembaga pendidikan al-Qur’an antara lain ke pondok pesantren “Mamba’ul Hisan” Sedayu Gresik, TK al-Qur’an “Mujawwidin” Semarang, maka team AMM mencoba bentuk baru bagi sistem dan metode pengajaran membaca al-Qur’an, yang mampu mengatasi masalah umat muslim Indonesia.19

Sejak tahun lima puluhan, Bapak As’ad Humam telah berkecimpung dalam dunia mengajar membaca al-Qur’an dengan menggunakan berbagai metode. Dalam perjalanan mengajar al-Qur’an beliau merasa bahwa metode-metode yang selama ini masih banyak kekurangannya. Kemudian atas desakan rekan-rekan team tadarus angkatan muda masjid dan mushala (AMM) di berbagai penjuru, maka disusunlah buku Iqra’.20

18

Ali Sunhaji, Salah Satu Penataran Depot Iqra’ Lembaga Da’wah Al Qolam,

Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2010. 19

Metode Iqra’, Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan Pengembangan TKA-TPA Indonesia, (Yogyakarta, Team Tadarus Amm, 1992) h. 2

20

As’ad Humam, Kata Pengantar Buku Iqra’, Cara Cepat Membaca Al-Qur’an, (Yogyakarta, Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus Amm, 2000)


(33)

1. Sejarah Perkembangan Iqra’21

Metode Iqra’ disusun oleh As’ad Humam dari Kotagede Yogyakarta, lahir tahun 1933, beliau wafat pada awal Februari tahun 1996 dalam usia 63 tahun.22 Dan dikembangkan oleh AMM (Angkatan Muda Masjid dan Mushala) Yogyakarta. Team AMM ini berdiri sekitar Tahun 1984, dengan kegiatannya memotivasi agar setiap masjid dan mushala terselenggara jamaah tadarus yang diikuti oleh angkatan mudanya (putra maupun putri) dengan pola kegiatan yang sama.

Team AMM kemudian mendirikan TK al-Qur’an pada tanggal 16 maret 1988 oleh Drs. H. Djunaidi (Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Kanwil Depag DIY) selaku pengurus LPTQ DIY. Metode Iqra’ semakin berkembang dan menyebar secara merata di Indonesia setelah Musyawarah Nasional V Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) yang menjadikan TK al-Qur’an dan metode Iqra’ sebagai program nasional tepatnya pada 27-30 Juni 1989 di Surabaya.

Setelah TK al-Qur’an AMM berlangsung selama 1 tahun dan menunjukkan hasil yang baik, maka atas desakan dari orangtua yang memiliki putra-putri SD yang belum mampu membaca al-Qur’an, maka tepat pada tanggal 16 Ramadhan 1409 dibukalah Taman Pendidikan

21

Ustadz Maman, Pengurus Metode Iqra’ Yayasan Mabdail Falakh, Wawancara Pribadi, Jakarta, 10 Januari 2010. Lihat juga Komari, Metode Pengajaran Baca Tulis Al-Qur’an,

artikel diakses pada 29 Desember 2009 http://studyofislamiccenter.blogspot.com/2009/11/metode-pengajaran-baca-tulis-al-quran1.html

22

Hidayatulamin, Mengenang 14 Tahun Wafatnya KH. Asad Humam, artikel diakses pada 25 maret 2010 dari http://hidayatulamin .wordpress.com/2010/02/28mengenang-14tahun-wafatnya-k-h-as’ad-humam


(34)

Qur’an (TPA) AMM. Secara garis besarnya memiliki sistem dan metode pengajaran yang sama.

Dalam waktu yang singkat, rata-rata 6-9 bulan anak-anak TK dan SD telah mampu membaca al-Qur’an. Karena keberhasilan inilah yang mendorong LPTQ Munas yang ke VI di Yogyakarta telah menetapkan Team Tadarus AMM yang mengelola TKA-TPA sehingga Balai Penelitian dan Pengembangan Pengajaran Baca Tulis Al-Qur’an (keputusan LPTQ Tingkat Nasional No 1 tahun1991 tertanggal 7 Februari ) diresmikan oleh Menteri Agama Munawir Syadzali.23

Metode Iqra’ dari awal penyusunannya sudah terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna.

10 sifat buku Iqra’ adalah:

a.Bacaan langsung: tanpa dieja, tidak usah dikenalkan nama huruf, tidak ada hafalan hijaiyah. Jadi tidak dikenalkan huruf alif, tanda baca fathah, kemudian dieja alif fathah A, dan seterusnya, tetapi langsung diajarkan bunyi huruf A, Ba, Ta dan seterusnya.

b.CBSA: (cara belajar santri/ siswa aktif) biarkan peserta aktif membaca/ menulis/ berlatih, guru cukup menyimak dan menegur kalau ada kesalahan dan jangan sampai menuntun. Siswa harus didorong untuk aktif dan guru hanya membimbing dan menerangkan pokok pelajaran saja. Sesudah siswa jelas dan bisa mengulangi dengan baik, maka siswa

23

Iqra’, Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan Pengembangan TKA-TPA Indonesia,


(35)

disuruh membaca sendiri bacaan-bacaan berikutnya dan guru hanya menyimak saja.

c.Private: siswa berhadapan langsung dengan guru. Dalam belajar membaca al-Qur’an, siswa harus berhadapan langsung dengan gurunya, agar siswa mengetahui bagaimana mengucapkan huruf-huruf sesuai dengan makhrajnya, karena itulah siswa disimak satu persatu secara bergantian.

d.Modul: siswa belajar sesuai dengan kemampuannya. Siswa dalam menyelesaikan materi Iqra‘ tergantung dari kemampuan dan usahanya sendiri, tidak berdasarkan kemampuan kelas atau orang lain. Jadi cepat dan lambatnya dalam menyelesaikan Iqra‘ tergantung dari kemampuan masing-masing siswa, sehingga meskipun mulainya bersama-sama akan tetapi selesainya bervariasi.

1. Listening skill: melatih mendengar bunyi huruf dan kata. 2. Oral drill: latihan lisan, mengucapkan yang didengar.

3. Reading skill: membaca huruf yang didengarkan dan diucapkan. e.Asistensi: siswa senior dijadikan asisten untuk membantu mengajar

(mengatasi kekurangan guru). Jika terpaksa kekurangan tenaga guru, maka bisa menunjuk siswa-siswa terpilih untuk menjadi asisten penyimak bagi siswa yang lain yang tingkat jilidnya berada dibawahnya.

f. Praktis: teori ilmu tajwid diajarkan setelah santri mampu membaca al-Qur’an. Buku Iqra’ disusun dan diajarkan secara praktis, langsung


(36)

menekankan praktek, tanpa mengenalkan istilah-istilah ilmu tajwidnya, jadi langsung diajarkan bagaimana pengucapannya.

g.Sistematis: diajarkan secara bertahap. Disusun secara lengkap dan sempurna, terencana serta terarah, dimulai dari pelajaran yang dasar dan sederhana, dengan rangkaian huruf demi huruf, sedikit demi sedikit, tahap demi tahap akhirnya ketingkat suatu kalimat yang bermakna. h.Variatif: buku Iqra’ 6 jilid berwarna. Disusun secara berjilid-jilid terdiri

dari 6 jilid dengan sampul yang warna-warni, sehingga menarik selera siswa untuk saling berlomba dalam mencapai warna-warna jilid berikutnya.

i. Komunikatif: dalam buku Iqra’ terdapat rambu petunjuk yang akrab dan mudah dipahami. Ungkapan kata rambu-rambu petunjuk, menyenangkan bagi pembaca dan yang mempelajarinya, juga diikuti ungkapan kata dalam bahasa indonesia yang terasa akrab dan mudah dipahami.

j. Fleksibel: cocok untuk segala usia, dari balita taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah umum, sampai orang dewasa. Buku Iqra’ bisa dipelajari oleh anak usia TK, SD, SMP, SMU, mahasiswa serta orang-orang tua (manula) disamping itu, siapa pun yang sudah bisa membaca al-Qur’an pasti bisa mengajarkannya.24

24

Fitriinsani, Metode-Metode Baca Tulis Al-Qur’an Di Indonesia, artikel diakses pada 10 Maret 2010 dari http://fitriinsani.wordpress.com/2009/12/12/metode-metode-baca-tulis-al-Qur’an-di-indonesia/


(37)

Tujuan Iqra’ yaitu sebagai berikut:

1.Menjaga kesucian dan kemurnian al-Qur’an dari segi bacaannya, yang sesuai dengan kaidah tajwid.

2.Menyiapkan anak didiknya agar menjadi generasi yang Qur’ani, yaitu generasi yang mencintai al-Qur’an dan menjadikan al-Qur’an sebagai bacaan dan pandangan hidup sehari-hari.

3.Dapat melakukan shalat dengan baik dan terbiasa hidup dalam suasana yang Islami.

4.Meningkatkan kembali para guru ngaji agar lebih hati-hati dalam mengajarkan al-Qur’an

5.Anak dapat menghafal surat-surat pendek. 6.Anak dapat membaca ayat-ayat pilihan. 7.Anak dapat menulis huruf al-Qur’an.25

Buku bacaan Iqra’ ialah buku bacaan yang sangat populer selain mudah praktik membaca dan menghafal al-Qur’an, tidak hanya di Indonesia tapi juga di sebagian negara Asia Selatan Timur. Guru Agama lokal pengajian Qur’an di Kotagede, Yogyakarta Jawa Tengah membuat buku bacaan Iqra’ pada akhir 1980an dan mendirikan TPA dan sekolah al-Qur’an untuk anak-anak SD.

Metode buku Iqra’ telah diperkenalkan kepada masyarakat melalui jaringan Mahasiswa Muslim Universitas sepanjang dan seluruh

25

Iqra’, Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan Pengembangan TKA-TPA Indonesia, h. 6


(38)

Indonesia, karena investor dari buku Iqra’ mencakup pendidikan al-Qur’an pada masyarakat Yogyakarta dan bekerja sama dengan mahasiswa.

Perhatian dan usaha untuk mempelajari al-Qur'an bukan hanya dipelajari oleh para pemeluk agama Islam di Jazirah Arab saja, tetapi juga berkembang sampai ke negara-negara pinggiran Islam, seperti dunia Melayu yang mencakup Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia, buku pegangan pembelajaran al-Qur'an (pengajaran baca-tulis huruf al-Qur'an) yang umum diajarkan kepada anak-anak adalah buku Iqra’. Adapun penggunaan buku Iqra’ dalam pembelajaran bertujuan untuk mempermudah para siswa dalam membaca al-Qur'an.

Dalam pembelajaran al-Qur’an di Indonesia, metodologi Iqra’ menjadi pilihan populer oleh Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Hal ini tidak dapat dilepaskan dari beberapa alasan: pertama, sosialisasi Iqra’ oleh KH. As’ad Humam bersama balai litbang LPTQ Nasional dan team tadarus Amm Yogyakarta sebagai metodologi yang sistematis, terstruktur dan mengandalkan cara cepat belajar membaca al-Qur’an secara nasional merupakan yang pertama dari pada metodologi yang lain. Kedua, buku panduan Iqra’ mudah didapat di pasaran, dan tidak melalui prosedur yang rumit untuk membelinya. Ketiga, pengajarnya tidak harus ada persyaratan ujian, maka siapapun yang bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, bisa mengajar baca Qur’an dengan buku Iqra’. Keempat, dari segi pembelajaran, Iqra’ merupakan metode yang simpel dan mudah. Kelima,


(39)

para instruktur TPA saat ini sebagian besar pernah mengalami pembinaan dari Iqra’, minimal pernah mengajar dengan metodologi ini.26

Keberhasilan suatu Pendidikan, khususnya dalam pengajaran al-Qur’an tidak lepas dari penggunaan sistem pengajaran yang baik yang digunakan dalam pengajaran, karena sistem pengajaran merupakan salah satu hal terpenting dalam pendidikan.

2. Klasifikasi Metode Iqra’

a. Metode Iqra’ untuk anak-anak b. Metode Iqra’ untuk dewasa

Pada awalnya As’ad Humam hanya menyusun Iqra’ jilid 1 sampai 6 itu untuk (TKA) Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an. Yaitu lembaga pendidikan dan pengajaran Islam untuk anak-anak usia dini (4 sampai 6 tahun) dan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) yaitu lembaga pendidikan dan pengajaran Islam untuk anak-anak usia SD ( 7 sampai 12 tahun) Sebagaimana telah penulis jelaskan sebelumnya.

Pada tahun 1992, Tasyrifin Karim dari Kalimantan Selatan mengembangkan pengajian untuk orang dewasa dengan menggunakan metode Iqra’ dewasa. Ternyata hasilnya cukup memuaskan antara 10-20 kali pertemuan yang tadinya buta huruf al-Qur’an hingga menjadi mampu membaca al-Qur’an. Perbedaan antara metode Iqra’ untuk anak-anak dengan metode Iqra’ dewasa dari prinsip-prinsip pengajarannya saja seperti:

26

Ali Sunhaji, Salah Satu Penataran Depot Iqra’ Lembaga Da’wah Al Qolam,


(40)

1. Usahakan sebelum memulai pelajaran mengulang-ulang bacaan lengkap huruf hijaiyah baik secara urut maupun acak serta mengulang-ulang huruf yang sering keliru bacaan maupun makhrajnya baik dengan irama atau tidak.

2. Buku panduan praktis belajar baca tulis al-Qur’an (metode Iqra’ terpadu) digunakan saat tatap muka, khususnya pada saat klasikal, sementara pada saat privat bila masih ada waktu yang cukup sebaiknya dilengkapi dengan buku Iqra’ yang halamannya disesuaikan dengan pokok bahasan.

3. Pada pertemuan V-VI dan seterusnya (kelompok lanjut) pada saat klasikal boleh diberikan penjelasan tentang harakat, sukun, tasydid, panjang pendek, maupun bacaan tanwin sesuai dengan pelajaran yang akan dibahas berikutnya, serta materi surat-surat pendek maupun doa-doa harian seperlunya.

4. Dianjurkan kepada peserta untuk banyak berlatih membaca maupun menulis diluar waktu belajar mengajar yang sudah disepakati.27

Dalam hal ini, penulis hanya meneliti metode Iqra’ yang disusun oleh As’ad Humam saja.

3. Metode Iqra’ dan Hubungannya Dengan Al-Qur’an

Membahas metode Iqra’ dan hubungannya dengan al-Qur’an untuk itu harus mengetahui arti kedua kata tersebut. Metode Iqra’ adalah suatu metode membaca al-Qur’an yang menekankan langsung pada latihan

27


(41)

membaca.28 Metode Iqra’ juga, suatu cara membaca al-Qur’an yang mendahulukan bacaan idzhar, yaitu bacaan yang terang dan jelas. Buku bacaan yang dimulai dengan mengucapkan huruf-huruf Arab dan kata-kata yang mudah, di dalamnya sudah diberi harokat atau tanda baca. Jadi akan memudahkan pembacanya dalam menghafalkan kata-katanya.

Buku bacaan ini memudahkan anak-anak membaca dan menghafalnya dari pada mereka harus mengulang-ulang bacaannya, seperti metode Bagdadiyah. Dengan menggunakan buku bacaan Iqra’ anak-anak usia 5-6 tahun, bisa membaca al-Quran dalam waktu 6 bulan.

Sedangkan al-Qur’an secara harfiah berarti bacaan atau hafalan. Bisa juga diartikan sebagai kitab yang berisi firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa arab kepada umatnya melalui periwayatan yang tidak terputus.29

Dari segi bahasa, banyak pendapat para ahli tentang penulisan lafal al-Qur’an, ada yang berpendapat al-Qur’an dibubuhi lafal hamzah, yang dibaca al-Qur’an, akan tetapi menurut Asy-syafi’i, Al-farra dan Al-asy’ari termasuk di antara para ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis tanpa huruf hamzah.30

Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa al-Qur’an sebagai petunjuk kepada manusia untuk kebahagian hidupnya di dunia dan di akhirat, al-Qur’an dalam mengarahkan pendidikannya kepada manusia

28

Qashtalhikmah, Macam-Macam Metode Pembelajaran Al-Qur’an, artikel diakses pada 10 Maret 2010 dari http://qashtalhikmah.blogspot.com/2010/01/macammacammetode -pembelajaran-al-Qur’an.html

29

Muhammad Hasyim Kamali, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996), h.17

30

Subhi Ash-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (terj), Tim Pustaka Firdaus, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991, h.10


(42)

menghadapi dan memperlakukan mahluk tersebut. Sejalan dengan unsur penciptaannya yaitu jasmani, akal dan jiwa, oleh karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan al-Qur’an, selalu mengarah kepada jiwa, akal dan raga manusia.31

Metode pengajaran adalah cara atau jalan yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan yaitu untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan.32 Jika tidak ada metode membacanya maka tidak bisa membaca al-Qur’an. Jika bacaannya keliru, maka akan keliru pula arti dan makna suatu ayat, di sini jelas ada hubungannya antara metode Iqra’ dan al-Qur’an yaitu menjaga supaya tidak ada kekeliruan dalam membaca al-Qur’an dan mempercepat kemampuan dalam membaca al-Qur’an.

Apabila ditinjau dari sudut bahasa, jelaslah bahwa metode Iqra’ dan al-Qur’an mempunyai hubungan yang erat sekali, metode Iqra’ merupakan alat atau media untuk dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Allah menciptakan al-Qur’an sebagai sumber utama dalam Islam untuk mengaji, mengkaji dan mengamalkannya, sedangkan buku Iqra’ merupakan sarana ibadah untuk belajar membaca al-Qur’an. Dinamakan Iqra’ karena sesuai dengan ayat pertama turun yaitu surat al-alaq, dimana mempunyai arti bacaan.

31

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, Agustus 2005) cet: ke-3, h. 158

32

Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara, 1998), cet 1, h.84


(43)

Pada bab sebelumnya telah diuraikan sejarah munculnya metode Qirâ’ati dan metode Iqra’, yaitu meliputi klasifikasi metode Qirâ’ati dan metode Iqra’, juga menjelaskan bagaimana hubungan metode Qirâ’ati dan metode Iqra’ dengan al-Qur’an. Pada bab ini penulis menganalisa metode Qirâ’ati dan Iqra’ yaitu menguraikan materinya, menjelaskan metode pengajarannya, dan memaparkan target yang harus dicapainya.

A. Materi

1. Materi Qirâ’ati

Setiap siswa dianggap khatam pendidikan apabila telah menyelesaikan seluruh materi yaitu, khatam buku Qirâ’ati 6 jilid, khatam al-Qur’an 30 juz (yang bisa dibaca berulang-ulang dengan bacaan fasih, tartil dan lancar tanpa salah baca), hatam buku gharib, hatam buku pelajaran ilmu tajwid. Sedangkan materi-materi penunjangnya meliputi: hafalan surat-surat pendek, bacaan shalat, dan doa harian.

a. Qirâ’ati jilid 1, berisi huruf-huruf berharakat fathah yang dibaca langsung tanpa mengeja seperti: ب ب ا dengan mulut terbuka. Memperkenalkan huruf hijaiyah seperti: ي...,خ ,ح ,ج ,ث ,ت ,ب ,ا. Dibaca langsung huruf hidup dua-dua huruf atau tiga-tiga huruf, dengan cepat dan tidak memanjangkan suara huruf yang pertama atau huruf yang terakhir, pelajaran dalam kotak baris paling bawah, dibaca


(44)

Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-ashr, an-naas dan al-kautsar. Bacaan shalat seperti: doa keluar masjid, bacaan salam dan niat shalat dhuhur. Doa hariannya seperti: doa kebaikan di dunia dan di akhirat, isti’adah (mohon perlindungan dari setan), basmalah, tahmid dan penyerahan diri kepada Allah 1

Misi Jilid 1 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang samar-samar. Caranya dengan membiasakan baca huruf berharokat ‘a’ atau ‘u’ dengan mulut terbuka lebar dan suara yang keras.

b. Qirâ’ati jilid 2, berisi bacaan pendek seperti ( ﺮﺮ ) huruf-huruf hijaiyah berharakat kasrah, dhummah, tanwin, dibaca langsung huruf hidup, tidak diurai. Setiap tulisan dalam kotak baris bawah, termasuk pelajaran yang harus dibaca, pengenalan nama harakat dan angka arab dari 1-99, halaman 25 sampai akhir, pelajaran mad. (mad dengan alif, ya, wawu) dan setiap murid membaca mad seperti ( ل اد), agar jelas panjang dan pendeknya, apabila telah lancar dalam membaca tanpa ada salah, dilanjutkan ke jilid berikutnya.2 Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-falaq, al-lahab dan an-nashr. Bacaan shalat seperti: doa sesudah wudhu, doa adzan dan niat shalat ashar. Doa hariannya seperti: tasbih, tahlil, takbir, hauqalah, kalimat syahadah, doa ampunan orangtua, doa makan, dan doa setelah makan.

1

Lihat Materi-Materi Penunjang/ Tambahan TKQ/ TPQ Metode Qira’ati, h. 43 2

Imam Murjito, Pedoman Metode Praktis Pengajaran Ilmu Baca Al-Qur’an Qira’ati, Koordinator Pendidikan Al-Qur’an, Cabang Kota Semarang, h. 31


(45)

baca panjang pendeknya.

c.Qirâ’ati jilid 3, berisi bacaan mad thabi’i yang belum diajarkan pada jilid 2, memperkenalkan tanda sukun, antara lain: dan bacaan al-Qamariyah, س, م, ر, perbedaan ي dengan ع dan ﻒ mempelajari bacaan huruf-huruf sukun diatas, menperkenalakan bacaan harfu liin wawu sukun dan ya sukun. 3Juga diajarkan cara membaca huruf-huruf: ْء-ع, ْف. Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-kâfirûn, al-mâ’ûn dan quraisy. Bacaan shalat seperti: doa mendengar adzan, bacaan ruku’ dan niat shalat maghrib. Doa hariannya seperti: doa keluar rumah, doa sudah berada di rumah, doa tidur, doa bangun tidur, doa salam kepada orang lain, menjawab doa salam dari orang lain, doa ketika berjanji, dan doa ketika bersin.

Misi jilid 3 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang di seret-seret, caranya dengan di ajarkan baca sukun di tekan atau tidak di panjangkan dan tidak tawallud, contoh: all…dibaca alle…dan dengan membiasakan baca mad thabi’I normal satu alif atau dua harokat. d. Qira’ati jilid 4, berisi pengenalan huruf nun sukun langsung dengan

bacaan tajwid, setiap tanwin harus dibaca dengung sebab suara tanwin sama dengan suara nun sukun, memperkenalkan mad wajib dan mad

3

Huruf liin terjadi ketika huruf wawu dan ya dalam keadaan bersukun dengan huruf sebelumnya berharakat fathah, dibaca washal atau tidak di waqafkan.


(46)

ha (cha) dan kha (kho) agar dibaca dengan makhraj yang benar. Mengenalkan semua huruf-huruf yang bertasydid supaya ditekan membacanya termasuk bacaan syamsiyah, mengenalkan huruf wawu yang tidak dibaca sebab tidak ada tanda harokat, setiap mim sukun tidak boleh dibaca dengung, kecuali mim sukun berhadapan dengan huruf mim harus dibaca dengung, setiap nun sukun jika berhadapan dengan huruf mim, suara nun sukun hilang. Ditukar dengan suara mim sukun, setiap nun sukun atau tanwin jika berhadapan dengan huruf lam atau ro, suara nun atau tanwin hilang, ditukar dengan suara lam atau ro sukun, dan pelajaran dalam kotak baris paling bawah, harus dibaca.4 Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-fiil, al-humazah dan al-qaari’ah. Bacaan shalat seperti: doa sesudah adzan, bacaan sujud dan niat shalat isya. Doa hariannya seperti: doa merasa kagum, doa ketika mengalami musibah, doa masuk dan keluar wc, doa masuk dan keluar kamar mandi, doa memakai dan membuka baju, dan doa bercermin.

Misi Jilid 4 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang yang tidak bertajwid, caranya dengan membiasakan bacaan nun sukun dengan dengung yang lama lebih dari satu alif.

e. Qira’ati jilid 5, berisi memperkenalkan bacaan idghom bighunnah untuk huruf ya dan wawu. setiap nun sukun atau tanwin, jika

4


(47)

hanya dalam bentuk suara tidak dalam tulisan, memperkenalkan bacaan ikhfa syafawi apabila huruf ba berada setelah mim yang bersukun dan idzhar syafawi apabila mim sukun bertemu dengan huruf hijaiyah selain ba dan mim. 5 Mengetahui cara menghentikan bacaan, mengenalkan cara pengucapan huruf (makhorijul huruf: غ, ﺚ, ه ), memperkenalkan cara membaca lafadz Allah, bacaan qalqalah seperti ( ﻚ ْ ﻘ ْﻦ ) dan bacaan mad lazim mutsaqqal kalimi seperti ( ﺔﻔﱠ ﮔﺎ). Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-‘aadiyaat, al-zalzalah dan al-bayyinah. Bacaan shalat seperti: bacaan iqamat, bacaan I’tidal dan doa iftitah. Doa hariannya seperti: doa naik kendaraan, doa panjang umur, doa lapang dada, doa mengalami kesulitan, doa menghilangkan kesedihan dan doa ketika sakit.

Misi Jilid 5 yaitu: memberantas bacaan al-Qur’an yang tidak bertajwid, (melanjutkan misi jilid 4).

f. Qira’ati jilid 6, yaitu inti pelajaran jilid enam ini, khusus bacaan idzhar halqi, yaitu nun sukun atau tanwin, tidak boleh dibaca dengung jika berhadapan dengan huruf ﺀ, ا, ح, خ, ع, غ, ه. Pengenalan cara membaca (ﱠﻻا) yang sebaliknya dibaca washal (dibaca terus) dan cara membaca tulisan ( ﺎ اﻨ ) dibaca pendek ketika dibaca washal. Mulai

5


(48)

jilid 6 ini siswa dapat dilatih membaca mushaf al-Qur’an dari juz 1. Materi penunjangnya yaitu mengahafal sursurat pendek seperti: at-tiin, al-insyirah dan adh-dhuhaa. Bacaan shalat seperti: niat shalat subuh, bacaan tahiyat akhir dzikir dan shalawat. Doa hariannya seperti: doa akan belajar, doa mohon kecerdasan, doa menetapkan agama Islam, istighfar, dan doa memohon kesembuhan.

Misi jilid 6 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an tidak bertajwid meneruskan jilid 5.

2. Materi Iqra’.7

Setiap pengajaran al-Qur’an diperlukan adanya materi pelajaran, yang mampu memenuhi kebutuhan siswanya untuk menjadi anak yang baik sesuai harapan orangtua. Materi Iqra’ dibedakan menjadi dua macam yaitu materi pokok dan materi tambahan (penunjang). Materi pokok harus dikuasai oleh setiap siswa dan materi tambahan seperti hafalan bacaan shalat, surat-surat pendek, do’a sehari-hari dan ayat-ayat pilihan.8 Adapun materi pokok metode Iqra’ diklasifikasikan menjadi 6 jilid.

g. Iqra’ jilid 1, berisi bacaan langsung ا, ب, ت , tidak perlu di urai atau di eja, dibaca dengan suara pendek, memperkenalkan bacaan huruf-huruf tunggal seperti: ي...,خ ,ح ,ج ,ث ,ت ,ب ,ا pengenalan angka arab 1-10, dan membedakan bacaan huruf-huruf tertentu seperti:

6

Murjito, Pedoman Metode Praktis Pengajaran Ilmu Baca Al-Qur’an Qira’ati, h. 54 7

Ali Sunhaji, Salah Satu Penataran Depot Iqra’ Lembaga Da’wah Al Qolam, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2010.

8

Metode Iqra’, Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan Pengembangan TKA-TPA Indonesia, (Yogyakarta, Team Tadarus Amm, 1992) h. 8


(49)

h. Iqra’ jilid 2, berisi pengenalan tanda panjang seperti huruf-huruf hijaiyah berharakat fathah, pengenalan huruf sambung sebaiknya dibaca bersambung, seperti:

و

dan membedakan bunyi huruf dan panjang pendek seperti: ﻘٰﺪ 10 Dan materi tambahannya berisi doa penutup, doa kebaikan dunia dan akhirat, doa kedua orangtua, doa akan tidur dan bangun tidur, mampu membaca al-fatihah, dan bacaan ruku’ dan sujud.

i. Iqra’ jilid 3, berisi tanda baca kasroh, dhummah, dan tanda baca panjang sekaligus memperkenalkan tanda sukun seperti: ْ ,ْ , ٳ , ﮦ, mengenalkan nama ْي atau ي mati dan juga mengenalkan ْﻮ atau و mati.11 Dan materi tambahannya doa keluar rumah, doa mau makan, doa selesai makan, membaca surat an-nas, surat al-falaq, dan doa duduk diantara dua sujud.

j. Iqra’ jilid 4, berisi bacaan tanwin seperti: ب ب ب, pengenalan nun bersukun dan tanwin seperti: ﻦﻮﺤﻴﻨ memperjelas qolqolahnya12 seperti,

ْب

ٲ

,

ْج

أ

,

ْﺪ

أ

,

ْأ

,

ْﻖ

أ

Dan harus jelas perbedaannya seperti,

,

ْ

9

Lihat Kurikulum TK Al-Qur’an Garis-Garis Besar Pedoman Pengajaran (GBPP), (Yogyakarta, Team Tadarus Amm, 1992)

10

Lihat Iqra’ 2, h. 16 11

Lihat Iqra’ 3, h. 4 12

Qalqalah menurut bahasa berarti bergerak dan gemetar, sedangkan menurut istilah ialah suara tambahan atau pantulan yang kuat dan jelas yang terjadi pada huruf yang bersukun


(50)

,

ْﻚ

,

ْﻖ

dan pengenalan perbedaan hamzah bersukun, ‘ain bersukun, kaf bersukun dan qof bersukun.13 Dan materi tambahannya doa masuk wc, doa keluar wc, surat al-ikhlash, ayat kursyi dan tahiyat.

k. Iqra’ jilid 5, berisi tanda waqof atau berhenti, seperti: ﻦﻴﻌ ﺴ dan bila waqof tanwin ( ) dihilangkan dan dibaca panjang seperti: ﺪ ا. Pengenalan bacaan panjang 5-6 harakat, seperti: ﺪْ ا . Setiap bacaan yang menghadap tasydid agar ditekan dan ditahan 2 harokat, seperti:ﱠﻦ

ا dan pengenalan alif lam syamsiyah ( ) ﻦْوﻘﺪ ا dan alif lam qomariyah seperti ( ﺔﻴ ﺮ ْ ا)14 Dan materi tambahan latihan membaca al-Qur’an, doa dengar azan, membaca ayat (1-11) surat al-mukminun, dan ayat (12-19) surat luqman.

l. Iqra’ jilid 6, berisi pengenalan nun sukun atau tanwin bila bertemu dengan huruf wau dibaca dengan dengung seperti: ْﻮﻴ ْناْ,دﺤوْﻦﻣ Mengenalkan nun sukun atau tanwin bila bertemu dengan huruf ba seperti mim mati, seperti: ﺎ لْوﺴ ﺮﺎ ﺪﻌْ ْﻦﻣ

Memperkenalkan huruf-huruf waqof seperti Boleh berhenti juga boleh terus ج

Bukan tempat waqof utama terus ﻻ Dibaca terus lebih utama

Harus berhenti م

13

Lihat Kurikulum TK Al-Qur’an Garis-Garis Besar Pedoman Pengajaran (GBPP). 14

Dalam Tajwid alif lam syamsiyah disebut juga idhgam syamsiyah. Hukum alif lam syamsiyah terjadi apabila alif lam bertemu dengan salah satu huruf syamsiyah yang ke empat belas yatu: , ﺰ , ﻈ , , ﺲ , ﻦ ,ﺪ , ﺬ , ﺾ , ,ر ,ﺺ , ﺚ ,ﻄ

Alif lam qamariyah disebut juga idhzar qamariyah. Hukum alif lam qamariyah terjadi apabila alif

lam bertemu dengan salah satu huruf qamariyah yang ke empat belas yatu:


(51)

pada suatu kalimat tanpa bernafas, dengan niat melanjutkan kembali bacaan, pengenalan isymam ialah memonyongkan dua bibir tanpa bersuara dan bernafas tanpa mengiringi huruf yang bersukun, dan pengenalan tashil ialah meringankan ucapan dengan mengeluarkan suara antara hamzah dan alif.16

2. Materi Qira’ati

Setiap siswa dianggap khatam pendidikan apabila telah menyelesaikan seluruh materi yaitu, khatam buku Qira’ati 6 jilid, khatam al-Qur’an 30 juz (yang bisa dibaca berulang-ulang dengan bacaan fasih, tartil dan lancar tanpa salah baca), hatam buku gharib, hatam buku pelajaran ilmu tajwid. Sedangkan materi-materi penunjangnya meliputi: hafalan surat-surat pendek, bacaan shalat, dan doa harian.

a. Qira’ati jilid 1, berisi huruf-huruf berharakat fathah yang dibaca langsung tanpa mengeja seperti: ب ب ا dengan mulut terbuka. Memperkenalkan huruf hijaiyah seperti: ي...,خ ,ح ,ج ,ث ,ت ,ب ,ا. Dibaca langsung huruf hidup dua-dua huruf atau tiga-tiga huruf, dengan cepat dan tidak memanjangkan suara huruf yang pertama atau huruf yang terakhir, pelajaran dalam kotak baris paling bawah, dibaca menurut kelompok huruf (alif, ba, ta, tsa). Jangan dipisah-pisah.

15

Lihat Iqra’ 6, h. 21 16

Acep Lim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, (Bandung: Dipenogoro, 2004) h. 193, 199, 197


(52)

ashr, an-naas dan al-kautsar. Bacaan shalat seperti: doa keluar masjid, bacaan salam dan niat shalat dhuhur. Doa hariannya seperti: doa kebaikan di dunia dan di akhirat, isti’adah (mohon perlindungan dari setan), basmalah, tahmid dan penyerahan diri kepada Allah 17

Misi Jilid 1 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang samar-samar. Caranya dengan membiasakan baca huruf berharokat ‘a’ atau ‘u’ dengan mulut terbuka lebar dan suara yang keras.

b. Qira’ati jilid 2, berisi bacaan pendek seperti ( ﺮﺮ ) huruf-huruf hijaiyah berharakat kasrah, dhummah, tanwin, dibaca langsung huruf hidup, tidak diurai. Setiap tulisan dalam kotak baris bawah, termasuk pelajaran yang harus dibaca, pengenalan nama harakat dan angka arab dari 1-99, halaman 25 sampai akhir, pelajaran mad. (mad dengan alif, ya, wawu) dan setiap murid membaca mad seperti ( ل دا), agar jelas panjang dan pendeknya, apabila telah lancar dalam membaca tanpa ada salah, dilanjutkan ke jilid berikutnya.18 Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-falaq, al-lahab dan an-nashr. Bacaan shalat seperti: doa sesudah wudhu, doa adzan dan niat shalat ashar. Doa hariannya seperti: tasbih, tahlil, takbir, hauqalah, kalimat syahadah, doa ampunan orangtua, doa makan, dan doa setelah makan. Misi Jilid 2 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang sembrono, caranya dengan membiasakan kasroh atau dhummah yang

17

Lihat Materi-Materi Penunjang/ Tambahan TKQ/ TPQ Metode Qira’ati, h. 43 18

Imam Murjito, Pedoman Metode Praktis Pengajaran Ilmu Baca Al-Qur’an Qira’ati, Koordinator Pendidikan Al-Qur’an, Cabang Kota Semarang, h. 31


(53)

jilid 2, memperkenalkan tanda sukun, antara lain: dan bacaan al-Qamariyah, س, م, ر, perbedaan ي dengan ع dan ﻒ mempelajari bacaan huruf-huruf sukun diatas, menperkenalakan bacaan harfu liin wawu sukun dan ya sukun. 19Juga diajarkan cara membaca huruf-huruf: ْء-ع, ْف. Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-kaafiruun, al-maa’uun dan quraisy. Bacaan shalat seperti: doa mendengar adzan, bacaan ruku’ dan niat shalat maghrib. Doa hariannya seperti: doa keluar rumah, doa sudah berada di rumah, doa tidur, doa bangun tidur, doa salam kepada orang lain, menjawab doa salam dari orang lain, doa ketika berjanji, dan doa ketika bersin.

Misi jilid 3 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang di seret-seret, caranya dengan di ajarkan baca sukun di tekan atau tidak di panjangkan dan tidak tawallud, contoh: all…dibaca alle…dan dengan membiasakan baca mad thabi’I normal satu alif atau dua harokat. d. Qira’ati jilid 4, berisi pengenalan huruf nun sukun langsung dengan

bacaan tajwid, setiap tanwin harus dibaca dengung sebab suara tanwin sama dengan suara nun sukun, memperkenalkan mad wajib dan mad jaiz, agar dibaca panjang yang nyata, pelajaran makhraj sin dan syin, ha (cha) dan kha (kho) agar dibaca dengan makhraj yang benar.

19

Huruf liin terjadi ketika huruf wawu dan ya dalam keadaan bersukun dengan huruf sebelumnya berharakat fathah, dibaca washal atau tidak di waqafkan.


(54)

membacanya termasuk bacaan syamsiyah, mengenalkan huruf wawu yang tidak dibaca sebab tidak ada tanda harokat, setiap mim sukun tidak boleh dibaca dengung, kecuali mim sukun berhadapan dengan huruf mim harus dibaca dengung, setiap nun sukun jika berhadapan dengan huruf mim, suara nun sukun hilang. Ditukar dengan suara mim sukun, setiap nun sukun atau tanwin jika berhadapan dengan huruf lam atau ro, suara nun atau tanwin hilang, ditukar dengan suara lam atau ro sukun, dan pelajaran dalam kotak baris paling bawah, harus dibaca.20 Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-fiil, al-humazah dan al-qaari’ah. Bacaan shalat seperti: doa sesudah adzan, bacaan sujud dan niat shalat isya. Doa hariannya seperti: doa merasa kagum, doa ketika mengalami musibah, doa masuk dan keluar wc, doa masuk dan keluar kamar mandi, doa memakai dan membuka baju, dan doa bercermin.

Misi Jilid 4 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an yang yang tidak bertajwid, caranya dengan membiasakan bacaan nun sukun dengan dengung yang lama lebih dari satu alif.

e. Qira’ati jilid 5, berisi memperkenalkan bacaan idghom bighunnah untuk huruf ya dan wawu. setiap nun sukun atau tanwin, jika berhadapan dengan salah satu huruf yang empat yaitu ( و ,م ,ن ,ي ) memperkenalkan bacaan iqlab ialah apabila nun bersukun atau tanwin

20


(55)

bersukun dan idzhar syafawi apabila mim sukun bertemu dengan huruf hijaiyah selain ba dan mim. 21 Mengetahui cara menghentikan bacaan, mengenalkan cara pengucapan huruf (makhorijul huruf: غ, ﺚ, ه ), memperkenalkan cara membaca lafadz Allah, bacaan qalqalah seperti ( ﻚ ْ ﻘ ْﻦ ) dan bacaan mad lazim mutsaqqal kalimi seperti ( ﺔﻔﱠ ﮔﺎ). Materi penunjangnya yaitu mengahafal surat-surat pendek seperti: al-‘aadiyaat, al-zalzalah dan al-bayyinah. Bacaan shalat seperti: bacaan iqamat, bacaan I’tidal dan doa iftitah. Doa hariannya seperti: doa naik kendaraan, doa panjang umur, doa lapang dada, doa mengalami kesulitan, doa menghilangkan kesedihan dan doa ketika sakit.

Misi Jilid 5 yaitu: memberantas bacaan al-Qur’an yang tidak bertajwid, (melanjutkan misi jilid 4).

f. Qira’ati jilid 6, yaitu inti pelajaran jilid enam ini, khusus bacaan idzhar halqi, yaitu nun sukun atau tanwin, tidak boleh dibaca dengung jika berhadapan dengan huruf ﺀ, ا, ح, خ, ع, غ, ه. Pengenalan cara membaca (ﱠﻻا) yang sebaliknya dibaca washal (dibaca terus) dan cara membaca tulisan ( ﺎ اﻨ ) dibaca pendek ketika dibaca washal. Mulai jilid 6 ini siswa dapat dilatih membaca mushaf al-Qur’an dari juz 1.22 Materi penunjangnya yaitu mengahafal sursurat pendek seperti:

21

Lim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, h. 71 22


(56)

subuh, bacaan tahiyat akhir dzikir dan shalawat. Doa hariannya seperti: doa akan belajar, doa mohon kecerdasan, doa menetapkan agama Islam, istighfar, dan doa memohon kesembuhan.

Misi jilid 6 yaitu: untuk memberantas bacaan al-Qur’an tidak bertajwid meneruskan jilid 5.

B. Metode Pengajarannya

Metode pengajaran Iqra’ ialah sebagai berikut: 1. Petunjuk Mengajar jilid 1

a. Sistem

1) CBSA: (cara belajar santri/ siswa aktif) biarkan peserta aktif membaca/ menulis/ berlatih, ustadz cukup menyimak dan menegur kalau ada kesalahan dan jangan sampai menuntun.

2) Private: siswa berhadapan langsung dengan guru

3) Asistensi: siswa senior dijadikan asisten untuk membantu mengajar (mengatasi kekurangan guru).

Catatan:

Bila terpaksa klasikal, siswa dikelompokkan menurut kemampuan buku pelajaran. Buku hanya menerangkan pokok-pokok pelajaran secara bersama-sama, dan sebagai penguji bagi siswa yang sudah sampai EBTA. Jadi antara siswa harus ada saling ajar mengajar.


(57)

d. Jika siswa keliru panjang-panjang dalam membaca huruf, maka guru harus lebih tegas memperingatkan (sebab yang betul dengan bacaan yang pendek-pendek) seperti ( ج ج).

e. Bila siswa keliru membaca huruf, cukup betulkan huruf-huruf yang keliru saja, dengan cara:

1) Isyarah: umpamanya dengan kata-kata “eee…awas…stop…”.

2) Bila dengan isyarah masih tetap keliru, berilah sedikit ingatan. Umpamanya siswa lupa baca huruf (ز) guru cukup mengingatkan titiknya, yaitu bila tidak ada titiknya di baca (ر) dan seterusnya.

3) Bila masih tetap lupa barulah ditunjukkan bacaan yang sebenarnya. f. Pelajaran satu ini berisi pengenalan huruf berfathah maka sebelum

dikuasai benar, jangan naik ke jilid berikutnya. Sedangkan bila kemampuan maksimal tetap belum fasih, maka Sementara boleh:

ش lebih diarahkan ke bunyi “sy” dari pada keliru س

ض lebih diarahkan ke bunyi “d” (kendor) dari pada keliru ظ ظ lebih diarahkan ke bunyi ذ (di baca dengan bibir agak maju) ق lebih diarahkan ke bunyi “q” dari pada keliru خ

23

Setiap huruf atau kata baca betul, guru jangan diam saja, tetapi agar mengiyakan, umpama dengan kata-kata: “Bagus, betul, ya” dan sebagainya.


(58)

g. Bagi siswa yang betul-betul menguasai pelajaran dan sekiranya mampu berpacu dalam menyelesaikan belajarnya, maka membacanya boleh meloncat-loncatkan, tidak harus utuh sehalaman.

h. Untuk EBTA, sebaiknya ditentukan guru pengujinya.24 2. Petunjuk Mengajar jilid 2

a. Petunjuk mengajar jilid I nomor: 1,2,3,5,7,8 masih berlaku dengan jilid II. b. Bila pada pelajaran yang lalu ada “her” pada huruf-huruf tertentu, maka

dalam mempelajari jilid II ini bisa sambil menyempurnakan bacaan huruf yang “her” tersebut.

c. Mengenai judul huruf yang dirangkai, guru tidak perlu menerangkankan, umpama: ini “ba” di muka, ini “ba” di tengah, ini “ba” di akhir. Sebab biasanya siswa susah paham dalam membacanya. Jadi guru hanya menyimak saja.

d. Mulai halaman 16 bacaan mad (panjang), sementara panjangnya boleh 2 harakat, yang penting harus jelas yang pendek dan yang panjang.

e. Membaca tetap putus-putus saja yaitu walaupun hurufnya bersambung. f. Mulai halaman 16, bila dengan bacaan putus-putus siswa cendrung keliru

baca panjang, yang mestinya harakat maka di bacanya agar di rangkai saja dengan huruf berikutnya. Bila siswa keliru baca panjang (yang mestinya pendek) guru cukup menegur “mengapa dibaca panjang?” dan bila siswa keliru baca pendek (yang mestinya panjang) guru cukup menegur pula

24


(59)

berlaku pula untuk jilid III.

b. Bila siswa sering memanjangkan bacaan (yang semestinya putus-putus) maka tegurlah dengan: “membacanya putus-putus saja!” dan kalau perlu huruf di depannya di tutup dulu agar tidak berpikir.

c. Guru tidak boleh memberi contoh satu kalimat yang menimbulkan anak ingin meniru lancarnya si guru. Bila ini terjadi siswa akan terbebani berpikir membaca kalimat yang panjang, sehingga membacanya banyak kesalahan (panjang-pendek, mengulang dan sebagainya), sedangkan pedoman mengajar siswa hanya diajak berfikir per-huruf atau dua/ tiga huruf (bila melalui bacaan mad/ idgham dan seterusnya).

d. Bila siswa mengulang-ulang bacaan (karena sambil berpikir bacaan di depannya).26

4. Petunjuk Mengajar jilid 4

a. Petunjuk mengajar jilid I nomor: 1,2,3,8 dan jilid II nomor: 6 serta jilid III nomor: 3 dan berlaku untuk jilid IV ini.

b. Mulai jilid IV ini sudah boleh dikenalkan nama-nama huruf (lihat jilid I halaman 36). Dan tanda-tanda seperti dibawah ini:

Dhammah= kasrah = fathah= tanwin= sukun= ْ

c. Bila siswa keliru baca di tengah/ di akhir kalimat maka betulkanlah yang

25

Lihat Iqra’ 2, Petunjuk Mengajar Jilid 2, h. 1 26


(60)

Setelah selesai sehalaman, agar mengulangi kalimat yang ada kekelirun tersebut.

d. Untuk memudahkan ingatan huruf-huruf Qalqalah: boleh singkatan baju di Thoqo.

e. Agar menghayati bacaan yang panjang dan untuk membuat semarak, siswa diajak membaca bersama-sama, yaitu hal 3, 9, 11, 19 dan 23.

f. Untuk menentukan bacaan yang betul pada halaman 23 (hamzah, sukun dan seterusnya) siswa diajak membaca dengan harakat fathah dulu dengan berulang-ulang dan baru dimatikan.

Contoh: كڌْكڌْكڌ dan seterusnya.27 5. Petunjuk Mengajar jilid 5

a. Petunjuk mengajar jilid I nomor: 1, 2, 3, 8 dan jilid II nomor: 6, jilid III nomor: 3 dan, jilid IV nomor: 3 semuanya tetap berlaku pada jilid V ini. b. Halaman 23 adalah surat Al-Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya siswa

diajarkan menghafalkan, lebih bagus dengan artinya.

c. Bila ada beberapa siswa yang sama tingkat pelajarannya boleh system tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2 baris, sedang lainnya menyimak.

d. Siswa tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid seperti idgham, ikhfa, dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.

e. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membuat suasana

27


(61)

a. Petunjuk mengajar jilid I nomor: 1, 2, 8 dan jilid II nomor: 6, jilid III nomor: 3 dan 4, jilid IV nomor: 3, jilid V nomor: 3dan 4 semua tetap berlaku pada jilid VI ini.

b. Materi hafalan EBTA ini sebaliknya dihafalkan, lebih bagus di mengerti terjemahnya.

c. Walaupun telah jilid VI, pedoman membaca “pelan asal benar“ tetap berlaku. Jadi tidak apalah andai kata ada siswa yang membaca sangat lamban/ tersendat-sendat/ seperti banyak saktah atau terhenti, asalkan setiap yang di baca betul semuanya. Mengenai kelancarannya besok akan terwujud setelah tadarus beberapa juz.

d. Siswa jangan diajari bacaan berlagu walaupun dengan irama tartil. Sedangkan irama bacaan tartil dalam kaset yang dikeluarkan team tadarus AMM, dimaksud, hanya untuk materi hafalan saja. Jadi tidak untuk pengajaran Iqra’. Perlu diketahui bahwa pengajaran buku Iqra’ jilid I s/d jilid VI) sudah dengan pelajaran tajwid praktis, santri akan bisa membaca dengan sesuai ilmu tajwid. Bila betul-betul telah lulus EBTA jilid VI, maka harap langsung tadarus Al-Qur’an dengan di simak mulai juz 1, 2, 3 dan seterusnya. Setelah beberapa juz mulai lancar sambil diajarkan ilmu

28


(1)

72

BA, Hadis. Cara Termudah Belajar Membaca Al-Qur’an Dilengkapi Dengan

Tajwid, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Humam, As’ad Kata Pengantar

Buku Iqra’, Cara Cepat Membaca Al-Qur’an,

Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus Amm, 2000

Harun, Salman. Belajar Bahasa Arab Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Panji Mas,

1993.

Imam Murjito, Imam. Pedoman Metode Praktis Pengajaran Ilmu Baca Al-Qur’an

Qirâ’ati, Cabang Kota Semarang: Koordinator Pendidikan Al-Qur’an

Metode Iqra’, Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan Pengembangan TKA-TPA

Indonesia, Yogyakarta: Team Tadarus Amm, 1992.

Maman, Pengurus Metode Iqra’

Yayasan Mabdail Falakh, Wawancara Pribadi,

Jakarta, 10 Januari 2010.

Nasuhi, Hamid. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi.

Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2007.

An-Nawawiy, Imam. Menjaga Kemulian Al-Qur’an, Adab dan Tata Caranya.

Bandung: Al-Bayan, 1996.

Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi Dengan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press,

1999.

Al-Qarni, A’idh Bin Abdullah. 391 Hadits Pilihan: Mendasari Kehidupan

Sehari-Hari. Jakarta: Darul Haq, 2007.

R.I, Departemen Agama. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: proyek pengadaan

kitab suci al-Qur’an, 1984-1985.

Riyadh, Sa’d. Agar Anak Mencintai dan Hafal Al-Qur’an. Bandung: Irsyad Baitus

Salam, 2007.

Ash-Shidieqi, Muhammad Hasbi, Teungku. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000

Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

---, ---. Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i Atas

Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.


(2)

73

Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum

Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005.

Slameto. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Bina

Aksara, 1998.

As-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus,

1985.

Zen, H.A.Muhaimin. Tata Cara Problematika Menghafal Al-Qur’an

dan

petunjuk-petunjuknya. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985.


(3)

Di bawah ini contoh bagannya sebagai berikut:

No Sifat buku Iqra’ Qirâ’ati Dampak penerapannya 1. Membaca langsung

(tanpa di eja)

√ (ya)

√ (ya)

Memudahkan siswa untuk menghafal.

2. Di perkenalkan nama-nama huruf hijaiyah.

−− (tidak)

√ (ya)

Bagi Iqra’ cukup dengan membaca langsung tanpa harus memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah. Bagi Qirâ’ati harus di perkenalkan, agar siswa mengetahui huruf-huruf al-muqaththa’ah.

3. CBSA

(cara belajar siswa aktif)

√ (ya)

√ (ya)

Siswa lebih aktif, siswa mampu membaca sendiri. Guru hanya menerangkan pokok pelajarannya saja.

4. private √

(ya) √ (ya)

Siswa lebih mengetahui bagaimana mengucapkan huruf-huruf sesuai dengan makhrajnya. 5. Asistensi √

(ya)

−− (tidak)

Bagi Iqra’ jika terpaksa kekurangan tenaga guru, maka bisa memilih siswa-siswa yang tingkat jilidnya lebih tinggi. Bagi Qirâ’ati, siapa saja boleh mengajar dengan syarat mau di uji.


(4)

6. Modul √ (ya)

√ (ya)

Siswa yang tidak lancar lulusnya akan lama.

7. Praktis √ (ya)

√ (ya)

Siswa lebih mudah dalam mempelajarinya.

8. Diperkenalkan istilah-istilah tajwidnya.

−− (tidak)

√ (ya)

Bagi Iqra’ lansung diajarkan pengucapannya, teori ilmu tajwid diajarkan setelah siswa mampu membaca. Sedangkan bagi Qirâ’ati, sejak awal siswa dituntut membaca dengan lancar secara mudah dan praktis bacaan bertajwid secara baik dan benar.

9. variatif √

(ya) √ (ya)

Siswa lebih termotivasi dalam berlomba dalam mencapai warna-warna jilid berikutnya.

10. Sistematis √ (ya)

√ (ya)

Dengan susunan yang lengkap dan sempurna, siswa lebih mudah dalam membaca.

11. Flexibel √

(ya) √ (ya)

Mudah dipelajari oleh siapa saja dari usia kanak-kanak, sampai dengan orang dewasa dan lanjut usia.

12. Klasikal baca simak √ (ya)

√ (ya)

Siswa lebih menyimak bacaan orang lain. Sehingga tidak mengalami kesalahan membaca.


(5)

13. Klasikal baca simak √ (ya)

√ (ya)

Siswa mampu membaca dengan fasih sesuai dengan kaidah ilmu tajwidnya.

14. Komunikatif √ (ya)

−− (tidak)

Bagi Iqra’ ungkapan kata rambu-rambu petunjuk yang akrab membuat pembaca mudah dipahami. Bagi Qirâ’ati, tidak perlu adanya ungkapan kata rambu-rambu petunjuk, karena guru hanya membimbing saja. 15. Tiwasgas

(teliti, waspada, tegas)

−− (tidak)

√ (ya)

Bagi Iqra’ kurangnya ketelitian dan kewaspadaan bagi guru karena tidak mempunyai prinsip. Sedangkan bagi Qirâ’ati, guru diharuskan mempunyai prinsip yang teliti, waspada, dan tegas. 16. Menjaga kesucian dan

kemurnian al-qur’an dari segi bacaannya yang sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid.

√ (ya)

√ (ya)

Siswa mampu membaca dengan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid

17. Menyiapkan anak didiknya agar menjadi generasi yang Qur’ani.

√ (ya)

√ (ya)

Terciptanya generasi yang gemar membaca dan menjadikan al-Qur’an sebagai sumber hukum. 18. Mampu menulis arab √ √ Siswa mampu menulis arab


(6)

19. Anak dapat membaca ayat-ayat pilihan.

√ (ya)

√ (ya)

Siswa mampu membaca ayat-ayat pilihan

20. Mampu menghafal surat-surat pendek

√ (ya)

√ (ya)

Siswa lebih rajin dalam menghafal surat-surat pendek.

21. Mampu melakukan shalat dengan baik dan terbiasa hidup dalam suasana yang Islami.

√ (ya)

√ (ya)

Terciptanya anak yang taat beribadah dan membiasakan diri dalam nuansa yang Islami.

22. Adanya bacaan yang gharib dan musykilat

−− (tidak)

√ (ya)

Bagi Iqra’ bacaan gharib dan musykilat diajarkan setelah siswa mampu membaca al-Qur’an, sedangkan Qirâ’ati, siswa harus membedakan dan berhati-hati dalam membaca al-Qur’an.