Kesatuan Tunggal Antara Syariat, Tarekat, Dan Hakikat Dalam Kitab
Hulul dicapai melalui proses ibadah dan latihan rohani amat panjang dan bertahap yang disebut dengan maqam. Konsep inilah yang menyebabkan mengapa
ajaran sufi di tolak oleh ulama syariah yang memandang konsep dan latihan rohani tersebut sebagai sebuah bid’ah penyimpangan. Namun, sifat-sifat Tuhan
juga menjadi identitas kesalehan yang ingin dicapai oleh umumnya pemeluk Islam seperti para ulama syariah. Sama halnya dengan ajaran kasampurnaan yang
bersumber dari ide tentang insan kamil.
5
Tuduhan bid’ah atas konsep persatuan manusia-Tuhan di atas memang tidak mudah dijernihkan, karena yang menuduh atau yang dituduh sama-sama merujuk
ayat-ayat Al’quran yang sama yang multi tafsir. Para penganut ajaran ittihad sendiri berbeda-beda di dalam memahami dan mempraktikkan ajaran ini, terutama
dalam kaitan dengan aturan Syariat Fikih. Jika konsep ini di dalam ajaran sufisme itu bisa dikaji secara lebih jernih, salahpaham dan ruduh-menuduh antar
umat dan para pihak mungkin bisa dikurangi. Disini pula kesalahpahaman terhadap ajaran Syekh Siti Jenar dari pengkritik dan penganut wali dituduh murtad
itu mungkin bisa dijernihkan. Inilah antara lain yang menjadi fokus Kitab Bayan Budiman.
6
Berbeda dari kesan umum atas ajaran Syekh Siti Jenar atau sufisme, seperti tentang pertentangan antara ajaran syariat, tarekat dan hakikat, Kitab Bayan
Budiman berusaha menyatukan ajaran syariat, tarekat dan hakikat dalam kesatuan tunggal bagai satu nafas ibadah dan cara hidup muslim. Kritik keras Syekh Siti
Jenar terhadap ketaatan syariah lebih disadari karena penggunaan aturan itu
5
Ibid, h. 153-154.
6
Ibid, h. 154-155
kepentingan politik dan duniawai selain kepentingan pribadi. Gagasan kasampurnaan Syekh Siti Jenar lebih jernih dan lebih mudah dipahami dari model
Bayan Budiman yang meletakkan syariah bukan sekedar tindakan fisik, melainkan keharusan didasari keteguhan mental dan spritual.
Karena itulah seperti tanpa beban kritik, Kitab Bayan Budiman menuturkan kisah bagaimana Nabi Chaidir tiba-tiba muncul, juga Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi
Sulaiman, dan Malaikat Jibril. Banyak tokoh yang tampil dalam kitab ini mempunyai kemampuan luar biasa atau linuwih seperti mitos-mitos tentang
kemampuan yang dicapai Syekh Siti Jenar. Kemampuan demikian dipercaya sebagai petunjuk atau penanda telah dicapainya tahapan ittihad oleh seseorang
sehingga ia berada diatas tataran manusia biasa. Gejala ini pula dalam sejarah para rasul dikenal sebagai mukjizat.
7
Kitab Bayan Budiman, saduran bebasnya dipaparkan secara jernih menjelaskan hubungan kataatan syariat secara fisik, batiniah dan makrifat diatas
yang seolah memperjelas berbagai salah paham terhadap ajaran Syekh Siti jenar. Melalui tokoh fabel burung Bayan yang tampil sebagai tokoh ahli makrifat da
kisah-kisah makrifat, Kitab Bayan menjelaskan bagaimana penempatan berbagai aturan formal syariat dalam sinar kesadaran sufistis. Berbeda dengan tokoh Menco
yang cenderung formalis, tokoh burung Bayan tampil begitu lentur, bijak dan arif di dalam kesadaran makrifat dan karena itu selalu berhasil memainkan peran
mengubah atau mentransformasikan segala peristiwa dan keadaan menjadi sebuah peristiwa etika-moral atau pencerahan batin. Dari sini pula burung bayan
7
Ibid, h. 157-158
menjelaskan salah satu ajaran pokok tentang hukuman Tuhan di dunia ini yang merupakan hasil perbuatan makhluk itu sendiri melalui berbagai kisah mistis.
8
Tokoh sentral lain dari Kitab Bayan Budiman ialah putri Zaenab yang melukiskan syahwat duniawi yang terus menerus membuat manusia tergoda
sehingga berani nabrak aturan syariat atau “ngakali” aturan itu demi kepentingan duniawi. Kisah kancil dalam sejarah Nabi Sulaiman, kisah pencuri bijak, serta
kisah-kisah mistis lain seperti paparan dalam kitab itu memberi gambaran bagaimana umat manusia harus menderita di dunia akibat dari kelamahan mental
menghadapi godaan kekuasaan dan kekayaan duniawi. Dikisah yang lain Nabi Isa turun kembali ke bumi bersama malaikat memenuhi hasrat dan nafsu duniawi
manusia yang tak pernah terpuaskan, namun akhirnya meminta Nabi Isa mencabut kembali pemberian usia tersebut.
9
Maksud hakikat ialah pengetahuan yang sudah nyata, yang melihat dan yang dilihat sudah ketemu yaitu Allah mengetahui atau melihat manusia dan manusia
melihat atau mengetahui Allah. Sudah menyatu antara lahir dan makna, wujud dan penampakan. Di dunia ini jika ada manusia yang hendak menemui Tuhan dengan
tarekat tapi ninggal syariat tidak akan berhasil, jika hanya dengan syariat tapi ninggal tarekat tidak akan sampai. Tarekat bagaikan laut, syariat perahunya, dan
hakikat yang dicari. Hakikat itu bagai intan indah yaitu ma’rifatullah yang hanya dimiliki siapa yang melakukan syariat dan tarekat. Orang yang mengaku ‘alim
tapi ninggal syariat dan tarekat itu sama dengan begal perampok besar.
8
Ibid, h. 159-160
9
Ibid, h. 160-161
Sempurnanya orang hidup itu seperti disebut dalam kitab tarekat, shalatnya melahirkan tingkah laku yang baik. Ia bekerja keras, bila sudah kaya lalu sabar
nrimo dan tawakkal dengan hati konaah. Kaya dan miskin sama-sama harus sabar, yaitu memelihara hati agar tidak mengeluh dalam berbakti kepada Yang Agung
menjalani fardlu dan sunat. Nama-nama di dalam kitab ini hanyalah pemisalan seperti nama-nama
Menco, Bayan, Zaenab dan nama Abdurrahman. Peksi burung maksudnya ialah siapa yang memahaminya akan lenyap semua hama penyakit mental. Suara
burung ialah suara tentang baik dan buruk. Menco itu ialah perumpamaan orang yang diundang ke suatu perhelatan kenduri atau selamatan yang beramai-ramai
bersama minum wedang dan makanan seperti kaum santri yang diminta membaca sholawat lalu pulang mendapat berkat.
Sedangkan Bayan maksudnya ialah watak luhur karena mengikuti syariat tanpa meninggalkan tarekat dan hakikat sehingga ia disebut Budiman. Juragan
ialah orang mukmin saleh yang banyak beramal dan banyak ilmu serta selalu siap menebarkan ilmu dan hartanya bagi amal kebajikan. Nama juragan itu ialah
Nangim Nai’m yang berarti orang memperoleh nikmat duniawi. Dan nama zaenab ialah mitsal harta milik dan kekuasaan sebagai hiasan duniawi.
10
Nabi Muhammad pun berkata kepada Rabbil ‘Al-Amien: “ Ya Ilahi Yang Maha Suci, aku mohon petunjuk jalan sejati yang dekat dari rahmat Tuhan. Tuhan
berfirman: “waktu siang itu hasil dari malam, dan waktu malam itu hasil dari siang, salatlah pada malam hari dan puasa di siang harinya pasti engkau akan
10
Ibid, h. 185-187.
mendapat rahmat Allah”. Nabi diutus untuk memelihara manusia agar bisa menjadi ratu dunia. Ada hakiki ada majaz yang hendaklah dimengerti maknanya.
Hakiki itu bagaikan Ratu Adil menurut syariat dan majaz itu berarti melenceng dari syariat.
Hati-hatilah di dalam gerak hidup. Janganlah meninggalkan syariat-nya. Itulah bedanya burung Menco dan Bayan. Walaupun sama-sama benar mengikuti
perintah penguasa, tetapi Menco dibunuh karena mengikuti yang lahir tanpa sadar nasib sialnya karena kurang menyerah kepada Allah. Orang yang mengabdi itu
terasa berat jika dipercaya, tetapi akan terasa ringan jika djalani. Renungkanlah hal ini dengan jernih. Seperti burung Bayan yang menyantuni sang penguasa,
memberi saran dengan halus budi dan berserah diri pada Tuhan.
11
Dalam Pupuh Asmarandana kesatuan syariat, tarekat dan hakikat dijelaskan, Orang yang beribadah kepada Allah tetapi tidak tahu ilmunya, karena
malas ngaji dengan alasan sudah tua, malu jika diungguli dan mengakui kebodohannya, itu adlah sia-sia. Tuhan tidak menyukai orang yang senang kepada
kesalahan dan sabar nrimo menjadi orang yang bodoh. Tidaklah baik ilmu yang dijalankan dan diajarkan tidak dengan ikhlas. Karena ilmu seperti itu hanya akan
menyebabkan penderitaan di dunia dan akhirat. Di dunia ini menjadi repot padahal diakhirat nanti tidak mendapat apa-apa.
Ilmu itu sebenarnya bukanlah tinta dan kertas, bukan pula emas dan perak, tapi tahu dan pengertian tentang empat dalil, Qur’an, hadits, ijma dan qiyas. Dalil
Qura’an ibarat alamnya Allah, dalil hadits itu perintahnya rasul, dalil ijmak itu
11
Ibid, dalam saduran bebas Kitab Bayan Budiman. h. 213.
pendapatnya Imam empat, dalil qiyas itu pendapat yang mufakat atas hadits atau Qur’an, jika mungkin tidak menyebabkan kufur. Hal ini berbeda dengan ilmu
jawi, bagai mulus menjadi merisi, makin lama sesudah menjadi priyayi lalu menjadi Jawan yang berarti keliru, murtad menjadi murad, belum sholat katanya
sudah sholat, dan fardhu katanya tai asu b.jawa: kotoran anjing. Ki Nangim bertanya di mana letak empat dalil jika beribadah kepada Allah
tidak tahu arah tempatnya menyembah nama tanpa makna. Bayan menjawab dengan mengatakan bahwa Gusti Allah itu tidak kelihatan jika dilihat dengan dua
mata selama masih hidup di dunia. Namun hati sanubari itu mengetahui bahwa Allah itu ada Yang Maha Kuasa. Wujudnya hanya satu, bukan jisim,bukan
tempayan, karena adanya tanpa dibuat, tidak memerlukan tempat, namun Allah itu menghadapi semua makhluk, apalagi makhluk yang berwujud. Janganlah
meninggalkan ngabekti, karena Allah itu maha mulia dan tidak tidur dari awal hingga akhir. Ia Allah itu lebih dekat kepada hamba, hamba tidak tahu Allah tapi
Allah mengetahui hamba. Jika manusia itu meninggalkan ngabekti kepada Allah itu adalah kesalahan, karena manusia itu milik Allah, sehingga segala perintah-
Nya harus dipenuhi. Ki Nangim lalu meminta Bayan menjelaskan tentang syariat, tarekat dan
hakikat. Bayan pun mengatakan bahwa yang disebut ilmu syariat itu ialah jalan untuk mendekatkan kepada Allah yang meliputi tujuh hal yang harus dilakukan.
Pertama, jalan syariat itu ialah mengucap syahadah. Kedua, shalat wajib lima kali dengan niat berdiri, takbiratrul ikhram, membaca fatihah, rukuk, Ik’tidal, duduk
tahiyat dan salam. Ketiga, memberi zakat dan fitrah dengan menyedekahkan harta
kepada fakir miskin. Keempat, puasa di bulan ramadhan dengan tidak makan- minum, mencegah muntah dan jimak dari pagi hingga sore hari. Kelima, naik haji
dengan mengunjungi ka,bah, ihram di ‘Arofah melemper jumrah, thawaf-sai dan bercukur tanggal 9 di bulan besar. Keenam, bekerja memnuhi kebutuhan hidup
memperhatikan halal mubah meninggalkan yang haram dan makruh, nunggal syahwat jika kuasa. Ketujuh, thalabu al-shuhmah yaitu memperhatikan teman
yang senang nunggal agama, nunggal karep dan adil serta tidak fitnah, hanya karena Allah sesuatu terjadi, selalu mengajak kebaikan pada teman memaafkan
kesalahan. Adapun tarekat itu ialah jalan menuju kepada Allah yang meliputi tujuh
tindakan. Pertama merasa berdosa dan banyak bertobat yaitu memohon pengampunan kepada Allah Yang Maha Suci dengan ingat didalam hati dan tidak
lupa istigfar, jika berdosa terhadap sesama meminta dihalalkan atau mengganti jika mencuri. Kedua, bertapa yaitu meninggalkan dosa yang hanya mengambil
keperluan hidup sekedar bagi ibadah sehari semalam, dan kuat taatnya pada Tuhan. Ketiga, hatinya qonaah yaitu menerima pemberian Allah apa adanya jika
kurang tidak boleh mengeluh baik kepada Allah atau pun sesama manusia. Keempat bersikap tawakkal yaitu menyerahkan semuanya kepada Allah bagai
orang mati yang ketika disiram air atau dibungkus diam saja tidak minta kepada yang lainnya, hanya yang hidup berhajat, seperti itulah manutnya manusia kepada
takdir Allah. Kelima berhati sabar yaitu tidak mengeluh dan bersedia dalam ngabekti kepada Allah di waktu siang atau malam yang fardlu atau sunnat,
mencegah waktu maksiat serta hatinya tawajuh yang jika diganjar fakir atau
melarat atau dikenai cobaan dari Allah selalu rela tidak mengeluh. Keenam, laku syukur kepada Allah yaitu mengerti makna nikmat yang berada dalam badan
dengan mengucap alhamdulillah di lisan dan hati. Ketujuh, laku ikhlas yaitu beramal ibadah hanya untuk bekti kepada Allah bukan untuk lainnya. Jika ada
yang beribadah kepada Allah agar bebas dari neraka atau masuk surga atau karena minta sesuatu maka itu bukanlah ikhlas.
Selanjutnya maksud dari hakikat itu ialah pengetahuan yang sudah nyata antara yang melihat dan yang dilihat sudah ketemu yaitu Allah mengetahui atau
melihat manusia dan manusia melihat atau mengetahui Allah. Sudah menyatu antara lahir dan makna, antara wujud dan penampakan. Di dunia jika ada manusia
yang hendak menemui Tuhan dengan tarekat tapi ninggal syariat tidak akan berhasil, sebaliknya jika hanya dengan syariat tapi ninggal tarekat juga tidak akan
sampai. Tarekat itu bagaikan bagaikan laut dan syariat itu perahunya sedang hakikat yang dicari wa al-syari-atu bila- thari-qatu itu akan ‘a-dhil atau kosong
dan al-thariqatu bila-syari-atu itu batal, sehingga salah satu dari keduanya tidak boleh ditinggal. Hakikat itu bagai intan indah yaitu ma’rifatullah yang hanya
dimiliki siapa yang melakukan syariat dan tarekat sebagai perahu dan laut untuk mencapai Allah. Karena itu jika orang mengaku ‘alim tapi ninggal syariat dan
tarekat itu sama dengan begal besar.
12