Gejala Klinis dan Diagnosa

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

2.3 Gejala Klinis dan Diagnosa

Sebagian besar penderita hiperpireksia malignan secara fungsional normal. 2 Hiperpireksia malignan menimbulkan gejala setelah penderita menerima anestesi sebagai pemicu dan gejalanya biasanya dikenali dokter bedah dan staf yang mengoperasinya. Kebanyakan kasus hiperpireksia malignan terjadi pada pengalaman pertama pasien terhadap anestesi, akan tetapi tidak jarang juga dapat berkembang pada anestesi berikutnya. 2 Hiperpireksia malignan dapat menyerang dalam kondisi yang ringan atau dalam kondisi berkembang dan berpotensi fatal ketika pasien yang rentan diberikan obat pemicu seperti halotan atau succinylcholine. Kondisi awal atau yang ringan itu ditandai dengan kekakuan otot, mioglobinuria, dan peningkatan enzim-enzim pada otot. 21 Awal gejala klinis hiperpireksia malignan adalah takikardi secara tiba-tiba yang diikuti oleh keadaan hipermetabolik dengan meningkatnya konsumsi oksigen, meningkatnya produksi karbondioksida hiperkapnia dan sianosis. Terjadinya kekakuan otot, terutama pada masseter, dapat terjadi pada pemberian pelemas otot seperti succinylcholine. Pada kasus khusus, kekakuan otot terjadi segera setelah pemberian pelemas otot atau kemungkinan lainnya terjadi secara tiba-tiba selama pemberian anastesi halotan. 10,21 Setelah timbulnya kekakuan otot, pemberian dosis tambahan succinylcholine tidak akan bermanfaat untuk relaksasi otot tersebut. 21 Rhabdomiolisis kerusakan jaringan otot terjadi ditandai dengan perubahan warna urin menjadi merah kecoklatan dan gangguan elektrolit. 10 Jika perawatan yang diberikan gagal, akan terjadi rigor mortis. Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010. Peningkatan suhu tubuh tidak terjadi dengan cepat pada kasus hiperpireksia malignan. Demam biasanya terjadi setelah kekakuan otot dan merupakan hasil dari reaksi tersebut. Peningkatan suhu tubuh terjadi secara berangsur-angsur dengan kecepatan lebih dari 2°C per jam, atau mungkin meningkat dengan tiba-tiba dalam 10-15 menit. 2,8,10,22 Karena hiperpireksia malignan jarang terjadi dan ada banyak penyakit lain yang juga menimbulkan hipermetabolisme dan kerusakan otot, maka sangat sulit untuk mendiagnosa hiperpireksia malignan berdasarkan penemuan klinis. Walaupun demikian, operator harus siap untuk mengevaluasi pasien untuk tanda dan gejala hiperpireksia malignan. 5 Hiperpireksia malignan didiagnosa atas alasan-alasan klinis, tetapi berbagai penyelidikan secara umum telah dilakukan. Hal ini meliputi tes darah, yang menunjukkan peningkatan konsentrasi kreatin kinase, kalium, fosfat, dan mioglobin yang meningkat sehingga mengakibatkan kerusakan pada sel otot. 9,10 Tes kontraksi dengan kafein-halotan yang mengukur konsentrasi kafein yang diperlukan untuk memicu kontraksi pada otot skeletal yang baru dibiopsi adalah tes standar untuk menentukan kerentanan terhadap hiperpireksia malignan. Tes ini dilakukan dengan cara mencelupkan biopsi otot pada larutan yang berisi kafein atau halotan untuk diamati kontraksinya. Penyelidikan genetik mengusulkan bahwa tes kontraksi dengan kafein-halotan mungkin menghasilkan hasil negatif yang keliru. Biopsi negatif tidak pasti menunjukkan pasien tidak rentan terhadap hiperpireksia malignan, maka pasien yang dicurigai hiperpireksia malignan dari riwayat medis Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010. mereka atau dari keluarga secara umum diberikan anestesi yang tidak memicu walau hasil biopsi negatif. 6,9,10 Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

BAB III PENATALAKSANAAN PASIEN HIPERPIREKSIA MALIGNAN PADA