Produksi Kebijakan Permasalahan Masyarakat Nelayan Pesisir

Etnografi Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus Volume I Nomor 1 Maret 2006 merupakan penghasilan terbesar terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga mereka mengelolanya dan berusaha menjaga laut agar tetap terjaga ekosistemnya. Nelayan Jaring Halus juga memanfaatkan laut dengan membuat keramba dan ambe. Adanya hutan bakau juga mempengaruhi hasil tangkapan karena akar-akar pohon bakau tersebut merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan dan berfungsi sebagai tempat untuk ikan-ikan kecil yang belum bisa lepas di laut luas. Di awal tahun 2000-an, pernah terjadi masalah terhadap keberadaan hutan bakau. Pada mulanya pemerintah memang mengizinkan warga Desa Jaring Halus untuk memanfaatkan pohon bakau guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan jumlah yang terbatas dan tidak berlebihan. Tahun 2002, HPH Hak Pengusahaan Hutan atas izin pemerintah juga melakukan penebangan terhadap hutan bakau. Penebangan tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan arang. Memang riset membuktikan bahwa kayu bakau lebih bagus untuk dijadikan arang dari pada kayu sawit yang sering digunakan selama ini. Dan untuk selanjutnya dibangunlah sebuah PT Perseroan Terbatas yang mengolah kayu bakau tersebut. Pemerintah pun mengizinkan HPH untuk menebang hutan bakau dengan jumlah tak terbatas dengan imbasnya pemerintah juga memperoleh sebagian dari hasil keuntungan penjualan arang bakau tersebut. Dalam waktu satu tahun terakhir ini, pernah datang suatu LSM ke Desa Jaring Halus dan kemudian memperoleh informasi dari masyarakat setempat tentang masalah hutan bakau tersebut. Oleh LSM tersebut kemudian dicanangkan suatu program guna melakukan penanaman kembali bibit hutan bakau di Jaring Halus. Akan tetapi hingga sekarang ini, program yang bersifat menbangun tersebut belum dilaksanakan juga. Karena Jaring Halus adalah daerah pantai maka mata pencarian seperti petani sawah, ladang ataupun tanaman-tanaman tropis sangat jarang terdapat di desa ini

II.3. Produksi

Hasil tangkapan ikan di desa ini cukup beragam diantaranya yang paling banyak ditangkap adalah ikan cecah rebung cerbung dan jenis lainnya adalah udang, tongkol, gembung, kepiting, pare, ketam, dan lain-lain. Dalam sistem bagi hasil, nelayan kecil di Jaring Halus mengenal “patron-klien” yaitu sistem majikan dan bawahan. Dikarenakan nelayan kecil memakai pekarangan milik tauke, maka penjualan dan pembelian hasil tangkapan diberikan kepada tauke. Sistem penjualan dan pembelian tersebut merupakan tradisi lisankeharusan yang tidak tertulis yang harus dituruti oleh nelayan. Pembagian hasil pun tidak sebanding yaitu 1 : 3. Pembagian hasil ditentukan berdasarkan beban tanggungan seperti kebutuhan bahan bakar, peralatan, serta makan nelayan di laut. Dan hasil penjualan tersebut dibebankan tauke pada harga pembelian. II.4. Market Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, warga Jaring Halus tidak perlu bersusah payah untuk membelinya di darat. Hal ini dikarenakan di setiap harinya ada orang darat yang menjual kebutuhan tersebut harga jualnya pun tidak jauh beda dengan harga dipasaran, bahkan terkadang lebih murah. Bagi nelayan kecil, hasil tangkapan wajib diberikan kepada tauke karena pekarangan berupa sampan, jaring, peralatan, dan lain-lain tersebut adalah milik tauke. Dan melalui tauke inilah ikan- ikan tersebut dipasarkan ke daratkota atau juga diekspor keluar negeri seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Penjualan hasil tangkapan dilakukan di pelantaran. Sedangkan TPI Tempat Pelelangan Ikan tidak terdapat di Jaring Halus karena letak desa tersebut jauh dari daratkota; selain itu untuk dapat ke Desa Jaring Halus hanya bisa ditempuh dengan transportasi laut dengan menaiki kapal boat.

II.5. Kebijakan

Pihak pemerintah lewat Dinas Perikanan pernah berkunjung ke Desa Jaring Halus dan terakhir kali datang sekitar lima bulan yang lalu. Dari mereka Etnografi Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus Volume I Nomor 1 Maret 2006 disumbangkan lima pekarangan nelayan. Akan tetapi yang memperoleh pekarangan tersebut adalah para tauke sehingga masyarakat nelayan kecil yang miskin tetap miskin dan terus bergantung pada tauke. Pemerintah juga menganjurkan untuk turunkan Raskin beras orang miskin tiap bulan sekali dengan harga Rp 1.700,-kg dengan jatah 10 kgrumah. Akan tetapi Raskin tersebut tidak rutin diturunkan dan pernah juga harga Raskin mencapai Rp 2.200,-kg, sehingga harga tersebut diprotes warga ke Kapolres yang memang pihak Kapolres diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengantarkan Raskin. Warga Jaring Halus menduga bahwa pihak Kapolres mengambil untung. Pihak Kapolres mengancam karena dituduh seperti itu, tetapi kemudian ancaman tersebut tidak dilaksanakan dan harga kembali normal menjadi Rp 1.700,-kg. Sebenarnya nelayan Jaring Halus sudah mengadukan hal tersebut pada Airud keamanan laut, tetapi Airud menganggap itu bukan urusan mereka, tugas mereka hanya memperhatikan kapal yang karam. Pernah juga nelayan kecil Jaring Halus mengadu pada Airud Belawan dan dari Airud Belawan mereka diminta untuk mencatat nomor perahu nelayan Belawan yang mencari ikan di wilayah pantai Jaring Halus. Akan tetapi nelayan Belawan beroperasi dari sore-pagi, sedangkan nelayan Jaring Halus rata-rata pergi melaut dari pagi-siang, dan malam harinya mereka beristirahat; sehingga nelayan jaring halus tidak bertemu dengan nelayan belawan. Pernah juga KMB Koperasi Maju Bersama yang baru buka di Desa Jaring Halus memberikan beras 10 kg, indomie dan susu dengan harga keseluruhan Rp 5.000,- saja. KMB didirikan oleh masyarakat nelayan itu sendiri dengan didampingi oleh Paras Yayasan Penguat Rakyat Pedesaan guna mensejahterakan kehidupan warga setempat. Akan tetapi KMB tersebut tidak seutuhnya menyentuh masyarakat nelayan secara keseluruhan, terutama masyarakat termiskin di antara yang miskin. Sehingga bisa dikatakan di Desa Jaring Halus terdapat pengelompokkan- pengelompokkan. Dikarenakan kekayaan laut Jaring Halus serta kehabisan sumber daya tangkap, lima tahun yang lalu nelayan dari Belawan dengan menggunakan kapal besar dan jumlah yang cukup banyak datang mencari udang dan ikan di perairan Jaring Halus. Dan yang meresahkan lagi adalah nelayan Belawan menggunakan alat tangkap ‘langgai’ yang mampu mengeruk hingga pucuk-pucuk palo dengan kedalaman tiga meter, sehingga bibit-bibit udang maupun ikan pun ikut terjaring olehnya. Pernah juga kedapatan sebuah perahu milik nelayan Belawan kandas karena mengangkut udang dari ambai milik Jaring Halus sebanyak 60 kg. Akan tetapi nelayan Jaring Halus tidak mau ribut-ribut antar sesama nelayan. Nelayan Belawan juga pernah mencari ikan di wilayah pantai timur Serdang Bedagai. Akan tetapi oleh nelayan di Serdang Bedagai kapal penyeludup tersebut langsung di bakar dan setelah itu nelayan Belawan tidak berani lagi ke pantai timur. Beda dengan Serdang Bedagai, nelayan di Jaring Halus tidak mau membuat masalah seperti itu, karena mereka sama- sama cari makan. Sebenarnya yang mereka khawatirkan adalah alat tangkap yang nelayan Belawan gunakan lebih ‘dahsyat’ dari pukat harimau yang di pakai nelayan Jaring Halus. Dengan kediaman nelayan Jaring Halus membuat nelayan Belawan pun makin berani menjaring hingga Kuala Jaring Halus. Dua tahun terakhir ini, pernah diadakan pertemuan NSI Nelayan Seluruh Indonesia di Stabat. Tiap-tiap desa nelayan mengutus beberapa delegasi untuk menghadirinya, hasil dari pertemuan itulah akhirnya timbul kesepakatan bahwa jarak satu mil dari garis pantai Jaring Halus adalah milik nelayan Jaring Halus dan jika ada yang melewatimenabrak batas tersebut akan ditangkap dan diberi sangsi. Akan tetapi kesepakatan tersebut hanya dipatuhi selama satu minggu oleh nelayan Belawan. Dan lagi-lagi nelayan Jaring Halus tidak mau ribut-ribut. Dampak dari itu, nelayan Jaring Halus pun kekurangan hasil tangkapan. Dulu udang tiger dan udang kelong yang paling diharapkan, sekarang nelayan Jaring Halus Etnografi Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus Volume I Nomor 1 Maret 2006 hanya menaruh harapan terhadap ikan belah cerbung yang ditangkap dengan menggunakan pukat pakan. Dan para istri nelayan yang dulunya hanya sebagian kecil belah ikan cerebeng, sekarang secara keseluruhan. Begitu pula dengan anak-anak nelayan juga turut mencari uang dengan cara membantu tauke mengangkat hasil tangkapan atau mencari kepiting dipinggir pantai.

II.6. Musim