Etnografi
1
Alumnus Antropologi FISIP-USU Stambuk 2002
Deskripsi tentang Desa Jaring Halus
Nuriza Dora
1
I. Pendahuluan
∗
Desa Jaring Halus merupakan desa pesisir yang terletak di Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat. Perjalanan ke Desa Jaring Halus dari pusat Kota
Medan memakan waktu sekitar 4 jam. Dari Medan wilayah yang dilalui secara berturut-
turut untuk mencapai desa ini adalah Pinang Baris-Binjai-Stabat-Secanggang-
Batang Buluh- Jaring Halus. Dari Medan sampai Batang Buluh masih bisa
menggunakan alat transportasi darat seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain. Namun
jika telah sampai di Batang Buluh untuk mencapai Desa Jaring Halus hanya bisa
dilalui dengan menggunakan transportasi laut seperti boat. Perjalanan dengan boat ini
memakan waktu ± 15 jam. Sebagai desa yang terletak di tengah-tengah perairan
pulau, lokasi ini terkesan terisolir karena akses menuju lokasi tersebut sangat susah,
dari Batang Buluh kita harus rela menunggu pemberangkatan boat.
Setelah memasuki Desa Jaring Halus kita akan berhadapan dengan lokasi desa
dengan rumah penduduk yang modelnya seperti rumah panggung kebanyakan,
sarana yang menghubungkan antara rumah yang satu dengan rumah yang lain yaitu titi-
titi yang terbuat dari kayu yang cukup kuat, walaupun ada jalan tanah tapi hanya
sedikit. Sebagai wilayah perairan, penduduk di Desa Jaring Halus pada umumnya
bermata pencarian sebagai nelayan. Pada umumnya mereka masih dikenal sebagai
nelayan dengan alat tangkap tradisional seperti jaring selapis, ambai, cicang rebung
dan lain-lain. Penduduk Desa Jaring Halus umumnya berasal dari etnik Melayu dan
sebagian kecil berasal dari etnik lain seperti Banjar, Jawa, dan Minang sedikit.
Bahan dari hasil penelitian di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dalam
rangka penelitian Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat.
II. Permasalahan Masyarakat Nelayan Pesisir
II.1. Keadaan GeografisDemografi Jaring Halus merupakan sebuah desa
yang terletak di pinggir lautan lepas dikelilingi oleh lautan. Desa ini merupakan
desa pesisir yang penduduknya mayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah
suku Banjar. Untuk mencapai desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal
boat dari Secanggang. Menurut cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini
merupakan sebuah tempat di mana masyarakat Melayu di desa ini berasal dari
negeri Malaysia yang disebabkan oleh suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa
ini. Dan dulunya desa ini masih kosong sama sekali dan lama kelamaan
berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya oleh orang Malaysia di sebut jari
halus, tetapi kemudian akibat para pendatang yang tinggal dan menetap di
desa tersebut seperti Banjar, Jawa, Melayu, dan Banten akhirnya berubah nama
menjadi Desa Jaring Halus.
Dari segi ini yang mempengaruhi pendapatan para nelayan adalah akibat dari
datangnya angin tenggara. Angin tenggara berdampak buruk bagi para nelayan yang
sedang melaut dikarenakan ombak ribut dan bergemuruh. Dikarenakan angin ribut
yang sangat mengganggu terhadap hasil tangkapan, maka nelayan hanya bekerja di
laut selama satu jam saja. Dampak dari tiupan angin tenggara menimbulkan rasa
mual dan bias menyebabkan kapal nelayan mengalami keretakan.
II.2.
Sumber Daya
Desa Jaring Halus yang dikelilingi laut lepas ini adalah sebuah desa nelayan
karena hampir secara keseluruhan bermata pencarian sebagai nelayan. Dan untuk
sebagian lagi berprofesi sebagai guru, buruh industri bangunan, serta
pengusaha seperti tauke. Sumber daya laut
Etnografi
Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus
Volume I Nomor 1 Maret 2006
merupakan penghasilan terbesar terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga mereka
mengelolanya dan berusaha menjaga laut agar tetap terjaga ekosistemnya. Nelayan
Jaring Halus juga memanfaatkan laut dengan membuat keramba dan ambe.
Adanya hutan bakau juga mempengaruhi hasil tangkapan karena akar-akar pohon
bakau tersebut merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan dan berfungsi sebagai
tempat untuk ikan-ikan kecil yang belum bisa lepas di laut luas.
Di awal tahun 2000-an, pernah terjadi masalah terhadap keberadaan hutan
bakau. Pada mulanya pemerintah memang mengizinkan warga Desa Jaring Halus
untuk memanfaatkan pohon bakau guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dengan jumlah yang terbatas dan tidak berlebihan.
Tahun 2002, HPH Hak Pengusahaan Hutan atas izin pemerintah juga melakukan
penebangan terhadap hutan bakau. Penebangan tersebut digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan arang. Memang riset membuktikan bahwa kayu bakau lebih
bagus untuk dijadikan arang dari pada kayu sawit yang sering digunakan selama ini.
Dan untuk selanjutnya dibangunlah sebuah PT Perseroan Terbatas yang mengolah
kayu bakau tersebut. Pemerintah pun mengizinkan HPH untuk menebang hutan
bakau dengan jumlah tak terbatas dengan imbasnya pemerintah juga memperoleh
sebagian dari hasil keuntungan penjualan arang bakau tersebut.
Dalam waktu satu tahun terakhir ini, pernah datang suatu LSM ke Desa Jaring
Halus dan kemudian memperoleh informasi dari masyarakat setempat tentang masalah
hutan bakau tersebut. Oleh LSM tersebut kemudian dicanangkan suatu program guna
melakukan penanaman kembali bibit hutan bakau di Jaring Halus. Akan tetapi hingga
sekarang ini, program yang bersifat menbangun tersebut belum dilaksanakan
juga. Karena Jaring Halus adalah daerah pantai maka mata pencarian seperti petani
sawah, ladang ataupun tanaman-tanaman tropis sangat jarang terdapat di desa ini
II.3. Produksi
Hasil tangkapan ikan di desa ini cukup beragam diantaranya yang paling banyak
ditangkap adalah ikan cecah rebung cerbung dan jenis lainnya adalah udang,
tongkol, gembung, kepiting, pare, ketam, dan lain-lain.
Dalam sistem bagi hasil, nelayan kecil di Jaring Halus mengenal “patron-klien”
yaitu sistem majikan dan bawahan. Dikarenakan nelayan kecil memakai
pekarangan milik tauke, maka penjualan dan pembelian hasil tangkapan diberikan
kepada tauke. Sistem penjualan dan pembelian tersebut merupakan tradisi
lisankeharusan yang tidak tertulis yang harus dituruti oleh nelayan.
Pembagian hasil pun tidak sebanding yaitu 1 : 3. Pembagian hasil ditentukan
berdasarkan beban tanggungan seperti kebutuhan bahan bakar, peralatan, serta
makan nelayan di laut. Dan hasil penjualan tersebut dibebankan tauke pada harga
pembelian. II.4.
Market
Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, warga Jaring Halus tidak perlu bersusah
payah untuk membelinya di darat. Hal ini dikarenakan di setiap harinya ada orang
darat yang menjual kebutuhan tersebut harga jualnya pun tidak jauh beda dengan
harga dipasaran, bahkan terkadang lebih murah.
Bagi nelayan kecil, hasil tangkapan wajib diberikan kepada tauke karena
pekarangan berupa sampan, jaring, peralatan, dan lain-lain tersebut adalah
milik tauke. Dan melalui tauke inilah ikan- ikan tersebut dipasarkan ke daratkota atau
juga diekspor keluar negeri seperti Malaysia, Thailand dan Singapura.
Penjualan hasil tangkapan dilakukan di pelantaran. Sedangkan TPI Tempat
Pelelangan Ikan tidak terdapat di Jaring Halus karena letak desa tersebut jauh dari
daratkota; selain itu untuk dapat ke Desa Jaring Halus hanya bisa ditempuh dengan
transportasi laut dengan menaiki kapal boat.
II.5. Kebijakan
Pihak pemerintah lewat Dinas Perikanan pernah berkunjung ke Desa
Jaring Halus dan terakhir kali datang sekitar lima bulan yang lalu. Dari mereka
Etnografi
Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus
Volume I Nomor 1 Maret 2006
disumbangkan lima pekarangan nelayan. Akan tetapi yang memperoleh pekarangan
tersebut adalah para tauke sehingga masyarakat nelayan kecil yang miskin tetap
miskin dan terus bergantung pada tauke.
Pemerintah juga menganjurkan untuk turunkan Raskin beras orang miskin tiap
bulan sekali dengan harga Rp 1.700,-kg dengan jatah 10 kgrumah. Akan tetapi
Raskin tersebut tidak rutin diturunkan dan pernah juga harga Raskin mencapai
Rp 2.200,-kg, sehingga harga tersebut diprotes warga ke Kapolres yang memang
pihak Kapolres diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengantarkan Raskin.
Warga Jaring Halus menduga bahwa pihak Kapolres mengambil untung. Pihak
Kapolres mengancam karena dituduh seperti itu, tetapi kemudian ancaman
tersebut tidak dilaksanakan dan harga kembali normal menjadi Rp 1.700,-kg.
Sebenarnya nelayan Jaring Halus sudah mengadukan hal tersebut pada Airud
keamanan laut, tetapi Airud menganggap itu bukan urusan mereka, tugas mereka
hanya memperhatikan kapal yang karam. Pernah juga nelayan kecil Jaring Halus
mengadu pada Airud Belawan dan dari Airud Belawan mereka diminta untuk
mencatat nomor perahu nelayan Belawan yang mencari ikan di wilayah pantai Jaring
Halus. Akan tetapi nelayan Belawan beroperasi dari sore-pagi, sedangkan
nelayan Jaring Halus rata-rata pergi melaut dari pagi-siang, dan malam harinya mereka
beristirahat; sehingga nelayan jaring halus tidak bertemu dengan nelayan belawan.
Pernah juga KMB Koperasi Maju Bersama yang baru buka di Desa Jaring
Halus memberikan beras 10 kg, indomie dan susu dengan harga keseluruhan
Rp 5.000,- saja. KMB didirikan oleh masyarakat nelayan itu sendiri dengan
didampingi oleh Paras Yayasan Penguat Rakyat Pedesaan guna mensejahterakan
kehidupan warga setempat. Akan tetapi KMB tersebut tidak seutuhnya menyentuh
masyarakat nelayan secara keseluruhan, terutama masyarakat termiskin di antara
yang miskin. Sehingga bisa dikatakan di Desa Jaring Halus terdapat pengelompokkan-
pengelompokkan.
Dikarenakan kekayaan laut Jaring Halus serta kehabisan sumber daya
tangkap, lima tahun yang lalu nelayan dari Belawan dengan menggunakan kapal besar
dan jumlah yang cukup banyak datang mencari udang dan ikan di perairan Jaring
Halus. Dan yang meresahkan lagi adalah nelayan Belawan menggunakan alat
tangkap ‘langgai’ yang mampu mengeruk hingga pucuk-pucuk palo dengan
kedalaman tiga meter, sehingga bibit-bibit udang maupun ikan pun ikut terjaring
olehnya. Pernah juga kedapatan sebuah perahu
milik nelayan Belawan kandas karena mengangkut udang dari ambai milik Jaring
Halus sebanyak 60 kg. Akan tetapi nelayan Jaring Halus tidak mau ribut-ribut antar
sesama nelayan. Nelayan Belawan juga pernah mencari ikan di wilayah pantai timur
Serdang Bedagai. Akan tetapi oleh nelayan di Serdang Bedagai kapal penyeludup
tersebut langsung di bakar dan setelah itu nelayan Belawan tidak berani lagi ke pantai
timur.
Beda dengan Serdang Bedagai, nelayan di Jaring Halus tidak mau membuat
masalah seperti itu, karena mereka sama- sama cari makan. Sebenarnya yang
mereka khawatirkan adalah alat tangkap yang nelayan Belawan gunakan lebih
‘dahsyat’ dari pukat harimau yang di pakai nelayan Jaring Halus. Dengan kediaman
nelayan Jaring Halus membuat nelayan Belawan pun makin berani menjaring
hingga Kuala Jaring Halus.
Dua tahun terakhir ini, pernah diadakan pertemuan NSI Nelayan Seluruh
Indonesia di Stabat. Tiap-tiap desa nelayan mengutus beberapa delegasi untuk
menghadirinya, hasil dari pertemuan itulah akhirnya timbul kesepakatan bahwa jarak
satu mil dari garis pantai Jaring Halus adalah milik nelayan Jaring Halus dan jika
ada yang melewatimenabrak batas tersebut akan ditangkap dan diberi sangsi.
Akan tetapi kesepakatan tersebut hanya dipatuhi selama satu minggu oleh nelayan
Belawan. Dan lagi-lagi nelayan Jaring Halus tidak mau ribut-ribut.
Dampak dari itu, nelayan Jaring Halus pun kekurangan hasil tangkapan. Dulu
udang tiger dan udang kelong yang paling diharapkan, sekarang nelayan Jaring Halus
Etnografi
Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus
Volume I Nomor 1 Maret 2006
hanya menaruh harapan terhadap ikan belah cerbung yang ditangkap dengan
menggunakan pukat pakan. Dan para istri nelayan yang dulunya hanya sebagian kecil
belah ikan cerebeng, sekarang secara keseluruhan. Begitu pula dengan anak-anak
nelayan juga turut mencari uang dengan cara membantu tauke mengangkat hasil
tangkapan atau mencari kepiting dipinggir pantai.
II.6. Musim
Sebenarnya bagi nelayan Jaring Halus terdapat dua musim, yaitu musim panas
dan musim hujan. Namun masyarakat setempat menyebutnya sebagai musim
angin timur untuk musim panas dan musim angin barat untuk musim hujan. Masyarakat
mengatakan musim yang baik adalah musim angin timur atau panas di mana
mereka dapat memperoleh ikan lebih banyak. Karena pada saat-saat itu ikan
banyak berdatangan dari laut-laut lepas menuju perairan Kuala Jaring Halus. Ikan
terbanyak yang mereka peroleh saat musim ini adalah cerbung yang sudah menjadi
penghasilan terbesar mereka saat ini dan lagi pada saat musim angin timur mereka
dapat mengeringkan berbung dengan cepat.
Sementara bila musim angin barat atau hujan, nelayan Jaring Halus saat melaut
biasanya akan memperoleh hasil yang sedikit. Hal ini dikarenakan pada musim ini
ikan-ikan berpindah ke tempat lain dan ikan cerbung tidak cepat mengering saat di
jemur. Di musim ini penghasilan terbesar nelayan adalah ikan tongkol, ikan gembung,
dan udang. Dan penjualannya pun oleh tauke dihargai dengan rendah.
II.7.
Bencana
Tragedi gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu
sangat berpengaruh sekali bagi nelayan terhadap hasil tangkapan. Setelah kejadian
tersebut, selama dua bulan nelayan Jaring Halus tidak memperoleh hasil. Hal ini
dikarenakan wilayah pantai mereka terkena pecahan ombak tsunami. Tragedi tsunami
memang tidak sampai merusak rumah- rumah penduduk di Desa Jaring Halus.
Ambai untuk menampung udang hancur, jaring-jaring dari dasar laut ikut terbawa air
hinnga ke atas pohon. Karena tidak memperoleh hasil, jadi
selama dua bulan nelayan jaring halus menjual ternak mereka berupa kambing;
dan ada juga yang jadi pemilik warung untuk mencukupi kebutuhan hidup
III. Potensi Desa Jaring Halus
Desa Jaring Halus yang terdapat di dalam wilayah Kec. Sicanggang merupakan
suatu daerah yang untuk mencapainya harus melalui jalur air yaitu melalui
transportasi perahu kletek yang beroperasi 4-5 x sehari. Dengan trayek Jaring Halus –
Sicanggang, Jaring Halus – Tanjung Pura. Kepemilikan sarana transportasi merupakan
milik dari para tauke atau orang-orang yang cukup berada di desa tersebut.
Penduduk yang berjumlah sekitar 700 KK ini yang dibagi menjadi lima 5 dusun
merupakan komunitas masyarakat nelayan. Tidak ada lahan yang dapat dijadikan lahan
pertanian. usaha lainnya adalah pembuatan ikan kering untuk komoditi ekspor yaitu:
ikan cica rebung yang mulai berkembang 2 tahun lamanya belakangan ini yang
dimotori oleh para tauke atau dengan kata lain para nelayan mengusahai produksi
ikan cicang rebung mengambil ikan dari para tauke dan hasilnya berupa ikan kering
dijual kembali ke para tauke tersebut. Selain itu nelayan yang memiliki modal
membuka usaha tambakkeramba jenis ikan kerapu, jinahar, dan udang. Kepemilikian
perahu sampan yang dipakai nelayan untuk melaut adalah kepunyaan para tauke
dengan prinsip bagi hasil 1 : 3. Ketergantungan para nelayan utnuk melaut
adalah kepunyaan para tauke sangat terasa di desa ini. Mulai dari pemakaian perahu
beserta alat-alat untuk melaut, sistem bagi hasil tangkapan melaut, penjualan hasil
produksi ikan kering kepada tauke sampai kepada adanya peminjaman uang unduk
memenuhi kebutuhan hidup juga berasal dari para tauke. Karena itu tauke
memegang peranan penting di Desa Jaring Halus.
III.1. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang ada selain hasil laut adalah hutan bakau dan
manggrove. Hutan bakau dan manggrove sangat penting dalam kelestarian sumber
daya Ikan karena merupakan tempat
Etnografi
Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus
Volume I Nomor 1 Maret 2006
berkembang biaknya bibit-bibit udang, kepiting, dan ikan. Akan tetapi sekarang
nelayan banyak mengeluh tentang hasil tangkapan yang menurun karena telah
dirusaknya sebagian hutan bakau dan manggrove karena digunakan untuk
membuka tambak dan kayunya diambil untuk pembuatan arang.
Nelayan Jaring Halus juga mengeluhkan hasil tangkapan yang dari
waktu ke waktu semakin menurun dan jenis ikan hasil tangkapan pun terbatas,
penyebabnya menurut para nelayan tersebut antara lain karena kerusakan hutan
bakau dan manggrove, adanya pergantian musim, ada juga faktor yang paling besar
yaitu adanya perebutan daerah tangkapan dan penyalahgunaan alat tangkap dari
nelayan-nelayan lain seperti nelayan Belawan, Sicanggang, ataupun nelayan dari
luar negeri. Pemakaian alat tangkap langgai, katrol, dan layang juga menjadi
penyebab hasil tangkapan nelayan menurun. Yang paling berbahaya adalah
alat tangkap langgai karena selain menjaring ikan-ikan yang besar juga
menyapu bersih ikan-ikan kecil, sehingga ekosistem dan komunitas ikan terganggu
akibatnya nelayan Jaring Halus sangat prihatin akan kelangsungan hidup mereka
dan kelangsungan ekosistem dan sumber daya laut. Sudah berbagai usaha dilakukan
para nelayan Jaring Halus untuk mengatasi penyerobotan sumber daya laut, mulai dari
penghadangan para nelayan di laut sampai mengajukan protes dan demontrasi sampai
ke tingkat walikota dan gubernur, akan tetapi sampai sekarang belum ada
penegakan hukum yang tegas bagi para nelayan yang melanggar sehingga kadang
kala para nelayan mengambil hukum sendiri misalnya apabila ada nelayan yang
menangkap ikan di dalam batas wilayah Jaring Halus maka nelayan tersebut akan di
tangkap nelayan Jaring Halus dan perahunya akan ditahan sampai pemilik
perahu datang untuk menangani masalah. III.2. Sumber Daya Manusia
Dari segi sumber daya manusianya masyarakat Jaring Halus masih belum bisa
dikatakan memadai, dibuktikan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat Jaring Halus masih terbilang rendah, di mana kebanyakan penduduk
mengenyam pendidikan sampai tamat SD ataupun paling tinggi sampai madrasah
sanawiyah. Apabila ada anak-anak yang mau melanjutkan sekolah maka anak-anak
itu harus bersekolah di luar Jaring Halus, karena tidak adanya sarana pendidikan
untuk SLTA ataupun yang sederajat. Tingkat pendidikan yang masih minim ini
juga didasarkan karena ketidakmampuan masyarakat nelayan menyekolahkan anak-
anaknya karena tingkat perekonomian keluarga yang masih rendah dan tingkat
kesejaterahan masyarakat yang masih minim.
III.3. Fisik
Di wilayah Jaring Halus untuk mendapatkan air bersih terutama untuk
minum masih harus didapat dengan membeli dari pemilik mesin bor sekitar
Rp 2500,-drum jika dibeli dari mesin bor milik pemerintah dan Rp 3.500,- sampai
Rp 4.000,-drum jika dibeli dari pemilik mesin bor. Walaupun air minum harus dibeli
namun air yang dibeli belum bisa dikatakan layak minum karena selain airnya keruh
berwarna kecoklat-coklatan juga airnya agak berbau hal ini mungkin disebabkan
karena Desa Jaring Halus terdapat di tepi pantai.
Di wilayah Jaring Halus masyarakatnya beretnis Melayu, Banjar dan Jawa dan 100
beragama Islam. Di sana hanya berdiri satu Mesjid yang mana pembangunan Mesjid
tersebut adalah hasil dari jerih payah masyarakat nelayan sendiri. Dari sarana
jalan kebanyakan merupakan jalan-jalan titi atau jembatan yang menghubungkan dari
satu rumah panggung ke rumah panggung lainnya. Sarana trasnportasi hanya perahu
untuk menghubungkan jaring halus dengan masyarakat luar. Sekolah yang dimiliki
adalah hanya satu sekolah dasar dan satu sekolah madrasah sanawiyah yang mana
pembangunan sekolah tersebut juga dimotori oleh penduduk setempat dengan
beriuran per KK. Sekolah ini memiliki dua guru tetap dan beberapa guru yang
didatangkan dari luar.
Fasilitas desa lainnya adalah berdirinya sebuah Puskesmas yang akan melayani
Etnografi
Jurnal Kerabat Deskripsi tentang Desa Jaring Halus
Volume I Nomor 1 Maret 2006
masyarakat dari segi kesehatan, Puskesmas ini dihuni oleh dua perawat dan
satu dokter, di mana juga setiap 6 bulan sekali dari pusat akan ada datang beberapa
tim kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada
masyarakat. Penyakit masyarakat desa Jaring Halus biasanya adalah demam
panas, campak, dan kencing manis. Desa Jaring Halus bisa dikatakan desa yang
kurang bersih karena banyaknya timbunan sampah dibawah rumah-rumah panggung
penduduk. Sampah tersebut selain berasal dari masyarakat itu sendiri juga berasal dari
sampah-sampah yang dibawa oleh air laut yang pasang surut. Alasan penduduk tidak
membersihkan sampah tersebut sampah itu akan dibawa oleh air laut ketika air sedang
pasang. Di Jaring Halus tidak terdapat pasar hal ini didasarkan selain tidak adanya
tempat untuk dijadikan pasar juga terbentur oleh masalah dana yang tidak memadai,
sehingga untuk pemenuhan kebutuhan sandang pangan dan sebagainya
masyarakat harus membeli dari luar Jaring Halus.
III.4. Finansial
Di Desa Jaring Halus dijaga enam Brimob yang didatangkan dari luar Jaring
Halus yang mana diadakan pergantian petugas keamanan sekali enam bulan.
Petugas keamanan tersebut tinggal dirumah-rumah penduduk karena pos
pelayanan polisi yang dulu ada, telah musnah selain itu juga untuk menjaga
ketertiban dan keamanan masyarakat saling menjaga keamanan lingkungannya
masing-masing. Ada dua lembaga swadaya masyarakat di desa yaitu LSM Jala, dan
LSM Paras yang sering membantu masyarakat baik dalam penyediaan beras
maupun perangkat untuk melaut. Selain itu juga terdapat satu koperasi yang mana
diharapkan dapat membantu masyarakat untuk membantu memenuhi kebutuhan
hidup keluarga baik kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan simpan pinjam. Akan
tetapi pendirian KUD tersebut diakui sebagian masyarakat kurang menyentuh
semua lapisan karena jika ada bantuan dari pihak luar melalui KUD untuk masyarakat
ternyata hanya dinikmati oleh segelintir masyarakat yaitu orang-orang yang
memegang peranan di KUD dan orang- orang yang dekat dengan kepala desa.
III.4. Sosial Budaya
Interaksi masyarakat di Jaring Halus dapat terjalin cukup erat hal ini mungkin
didasari karena persamaan satu agama dan mayoritas penduduk beretnis Melayu. Peran
tokoh-tokoh masyarakat cukup berpengaruh misalnya: adanya pawang atau dukun yang
mana jika ada perintah atau suruhan dari pawang untuk melakukan jamu laut maka
masyarakat akan segera melakukan jamu laut tersebut. Akan tetapi ada keluhan dari
sebagian kecil masyarakat desa karena kepala desanya kurang peduli atau kurang
mau tahu tentang keadaan kondisi penduduknya.
Pembudidayaan ikan kerapu sebagai kearifan tradisional atau lokal genius
didasari karena daya jual ikan tersebut cukup tinggi dan banyak diminati
masyarakat dan konsumen di luar Jaring Halus, selain itu juga pembudidayaan ikan
kerapu dijadikan sebagai pendukung ekonomi masyarakat Jaring Halus karena
pemeliharannya tidak terlalu sulit di mana dibudidayakan dikeramba-keramba di
sekitar pinggir laut dan hasil panennya bisa melimpah dan panen tidak memerlukan
waktu yang lama.
IV. Perbandingan Desa Jaring Halus