2.5 Demam Tifoid
Demam tifoid typhoid fever atau disebut juga tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam
lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran. Patofisiologi:
a. Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dn berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian kuman masuk ke peredaran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendoteal, hati, limpa dan organ-organ lainnya. b.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan selanjutnya masuk ke beberapa
jaringan organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu. c.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu
ketiga terjadi ulcerasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulcus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
d. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus Suriadi, 2006
Etiologi: Salmonella typhi, balis gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora. Masa inkubasi 10-20 hari.
Universitas Sumatera Utara
Manisfestasi Klinis: Manifestasi klinis yang terdapat pada demam tifoid meliputi:
a. Demam
Demam merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu tubuh berfluktuasi yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore atau malam
hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 38 - 40ÂșC. Intensitas demam akan semakin tinggi disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, diare,
nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu kedua intensitas demam tetap tinggi dan terus menerus. Bila pasien
membaik maka pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan kadang pecah-pecah, Lidah terlihat kotor dengan ujung
dan tepi lidah kemerahan dan tremor. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut terutama nyeri ulu hati disertai mual dan muntah.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita akan mengalami
koma. d.
Hepatosplenomegali Pada penderita demam tifoid, hati dan limpa sering ditemukan membesar.
Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan Hadinegoro, 2008
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan Diagnostik: Apabila penderita mempunyai gejala klinis yang menyerupai gejala demam
tifoid, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit meliputi:
a. Pemeriksaan darah tepi: leukopenia, limfositosis, anemia.
b. Biakan empedu: terdapat basil Salmonella typhi pada urin dan tinja. Jika
pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan bakteri Salmonella typhi pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan benar-benar
sembuh. c.
Pemeriksaan Widal: didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak
bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh Suriadi,
2006 Pengobatan:
Pengobatan terhadap penyakit demam tifoid terus berkembang. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan
kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat seperti golongan sulfonamide, sepalosporin dan florokuinolon Juwono, 2004.
Antibiotik yang digunakan pada pengobatan demam tifoid adalah: a.
Kloramfenikol Dewasa: Dosis 500mg OralIV setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali
normal, kemuadian setiap 6 jam sampai total 14 hari. Pediatrik: Dosis 50-75mgkg bbhari, OralIV dibagi setiap 6 jam
Universitas Sumatera Utara
b. Amoksisilin
Dewasa: Dosis 1g IV setiap 8 jam, 500mg oral setiap 8 jam Pediatrik: Dosis 20-50mgkg bbhari, pemberian oral dibagi setiap 8 jam
selama 14 hari c.
Trimetoprim dan Sulfametoksazol Dewasa: Dosis 160mg trimetoprim 800mg sulfametoksazol, setiap 12
jam selama 10-14 hari Pediatrik: 2 bulan, tidak direkomendasikan
2 bulan, dosis 15-20mgkg bbhari, pemberian oral dibagi setiap 12 jam berdasarkan dosis trimetoprim selama 14 hari
d. Ciprofloksasin
Dewasa: Dosis 250-500mg oral, setiap 12 jam selama 7-14 hari Pediatrik: 18 tahun, tidak dianjurkan
18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa e.
Azitromisin Dewasa: Hari 1, dosis 500 mg oralhari. Hari 2-5, dosis 250mghari
Pediatrik: 6 bulan, tidak dianjurkan 6 bulan, hari 1 dosis 10mgkg bbhari, tidak melebihi
500mghari. Hari 2-5 dosis 5mgkg bbhari, tidak melebihi 250mghari
f. Seftriakson
Dewasa: Dosis 1-2g IV setiap 12 jam Pediatrik: Dosis 50-75mgkg bbhari IV, dibagi setiap 12 jam, tidak
melebihi 2g hari
Universitas Sumatera Utara
g. Sefotaksim
Dewasa: Dosis 2g IV setiap 6 jam Pediatrik: Dosis 50-180mgkg bbhari IVIM dibagi setiap 4-6 jam
12 tahun, dosis seperti pada orang dewasa h.
Ofloksasin Dewasa: Dosis 200-400mg oral, setiap 12 jam
Pediatrik: 18 tahun, tidak dianjurkan 18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa
i. Levofloksasin
Dewasa: Dosis 500mg oralhari selama 7-14 hari Pediatrik: 18 tahun, tidak dianjurkan
18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa Brusch, 2010
2.6 Kloramfenikol