Analisis Efektivitas Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson pada Pengobatan Demam Tifoid Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan.

(1)

SKRIPSI

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA DI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN

OLEH:

SITI ERLIANA SIAGIAN NIM 081524064

PROGRAM SARJANA EKSTENSI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA DI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SITI ERLIANA SIAGIAN NIM 081524064

PROGRAM SARJANA EKSTENSI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA DI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN OLEH :

SITI ERLIANA SIAGIAN NIM 081524064

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: ………2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP. 195301011983031004 NIP. 195311281983031002

.

Pembimbing II,

NIP. 195301011983031004 Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Drs. Wiryanto, M.S., Apt.

NIP. 195110251980021001 NIP. 130672239

Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt.

Drs. Ismail, M.Si., Apt NIP. 195006141980031001

.

Medan, Januari 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 195311281983031002 Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efektivitas Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson pada Pengobatan Demam Tifoid Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Univesitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada kedua orangtua tercinta, suami dan anak yg saya banggakan dan kepada adik-adik atas doa, kasih sayang, dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt dan Bapak Drs. Wiryanto, MS, Apt yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

2. Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt selaku penasehat akademik serta seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing dan mendidik penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.


(5)

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahutra, Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt., dan Bapak Drs. Ismail, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Teman-teman farmasi ekstensi 2008, kakak senior farmasi dan adik junior farmasi

serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(6)

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA RAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN ABSTRAK

Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian pencernaan. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat lainnya. Seftriakson merupakan obat yang efektif untuk pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya yang lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan demam tifoid.

Telah dilakukan penelitian cross-sectional mengenai pengobatan demam tifoid dewasa di rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menggunakan data sekunder. Sebanyak 7 pasien diberi pengobatan kloramfenikol dan 10 pasien diberi pengobatan seftriakson. Usia pasien berkisar antara 20 – 60 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh biaya perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol sebesar Rp.110.516,81/hari dengan lama hari rawat 11,43 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.257.607,14. Sedangkan biaya perawatan pasien yang menggunakan seftriakson sebesar Rp.288.746,92/hari dengan lama hari rawat 4,50 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.241.960,00.

Pada analisis efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dewasa menunjukkan bahwa seftriakson mempunyai efektivitas pengobatan yang lebih baik tetapi dengan efektivitas biaya yang tidak berbeda dibandingkan kloramfenikol.


(7)

COST EFFECTIVENESS ANALYSIS CHLORAMPHENICOL AND CEFTRIAXONE TO TREATMENT OF TYPHOID FEVER IN ADULTS THAT

TREATED AT PADANGSIDIMPUAN GENERAL HOSPITAL ABSTRACT

Typhoid fever is a disease caused by Salmonella typhi bacterium especially attacking abdominalys track. Chloramphenicol is the main alternative of treating typhoid fever. As the progress in medical, other medications are also developed. Ceftriaxon is an effective drug for treatment of typhoid fever in shorter time. But it is still expensive.

This study intends to know the better treatment effectiveness and cost effectiveness between chloramphenicol and ceftriaxon for treatment of typhoid fever.

This study was a cross-sectional study to treatment of typhoid fever in Padangsidimpuan Hospital using secondary data. Total of 7 patients received chloramphenicol and 10 patients received ceftriaxone. Age of patients ranged from 20 – 60 years.

The cost of patients that received chloramphenicol Rp.110.516,81/day with length of stay in hospital 11,43 days, total of direct medical cost Rp.1.257.607,14. The cost of patients that received ceftriaxone Rp.288.746,92/day with length of stay in hospital 4,50 days, total of direct medical cost Rp.1.241.960,00.

Analysis of the cost effectivity to treatment typhoid fever shows that ceftriaxone is a more treatment effective but with the same cost effective compared to chloramphenicol.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar belakang ...1

1.2 Perumusan masalah ...3

1.3 Kerangka Pikir Penelitian………....3

1.4 Hipotesis ...4

1.5 Tujuan Penelitian ...5

1.6 Manfaat Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Farmakoekonomi ...6

2.2 Metode Farmakoekonomi...7

2.3 Biaya Pelayanan Kesehatan...………....9

2.4 Perspektif Pelayanan Kesehatan...10

2.5 Demam Tifoid...11

2.6 Kloramfenikol...15

2.7 Seftriakson...16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...17

3.1.1 Lokasi Penelitian...17

3.1.2 Waktu Penelitian...17

3.2 Sampel...18

3.3 Pengumpulan Data...18

3.4 Pengolahan Data...19

3.5 Analisis Data...20

3.6 Defenisi Operasional...20

3.7 Langkah-langkah Penelitian...22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...23

4.1 Efektivitas Pengobatan...23

4.2 Biaya Medis Langsung...26

4.3 Efektivitas Biaya...31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...34

5.1 Kesimpulan...34

5.2 Saran...34

DAFTAR PUSTAKA...35


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1. Perbandingan lama perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian

rawat inap RSUD Padangsidimpuan...24 Tabel 4.1.2. Perbandingan hilangnya demam pada pasien demam tifoid dewasa

yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian

rawat inap RSUD Padangsidimpuan...24 Tabel 4.1.3. Perbandingan hilangnya gejala ikutan pada pasien demam tifoid

dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di

bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...25 Tabel 4.2.1. Perbandingan biaya kelas perawatan pada pasien demam tifoid

dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di

bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...27 Tabel 4.2.2. Perbandingan biaya laboratorium pada pasien demam tifoid

dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di

bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...27 Tabel 4.2.3. Perbandingan biaya tindakan paramedis pada pasien demam tifoid

dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di

bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...28 Tabel 4.2.4. Perbandingan biaya obat pada pasien demam tifoid dewasa

yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...30 Tabel 4.2.5. Perbandingan biaya medis langsung pada pasien demam tifoid

dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di

bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...30 Tabel 4.2.6. Perbandingan biaya medis langsung per hari pada pasien demam

tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...31 Tabel 4.3.1. Perbandingan efektivitas biaya pada pasien demam tifoid dewasa

yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...32


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Efektivitas pengobatan pasien demam tifoid dewasa rawat inap yang menggunakan seftriakson di RSUD

Padangsidimpuan………... 37 Lampiran 2. Biaya medis langsung pasien demam tifoid dewasa

rawat inap yang menggunakan seftriakson di RSUD

Padangsidimpuan………... 38 Lampiran 3. Efektivitas pengobatan pasien demam tifoid dewasa

rawat inap yang menggunakan kloramfenikol di RSUD

Padangsidimpuan………... 39 Lampiran 4. Biaya medis langsung pasien demam tifoid dewasa

rawat inap yang menggunakan kloramfenikol di RSUD

Padangsidimpuan………... 40 Lampiran 5. Biaya tindakan paramedis pasien demam tifoid dewasa

rawat inap yang menggunakan seftriakson di RSUD

Padangsidimpuan………... 41 Lampiran 6. Biaya tindakan paramedis pasien demam tifoid dewasa

rawat inap yang menggunakan kloramfenikol di RSUD

Padangsidimpuan………... 42 Lampiran 7. Biaya obat demam tifoid dewasa rawat inap yang

menggunakan seftriakson di RSUD Padangsidimpuan……... 43 Lampiran 8. Biaya obat demam tifoid dewasa rawat inap yang

menggunakan kloramfenikol di rawat inap RSUD

Padangsidimpuan……….. 50 Lampiran 9. Daftar harga obat dan bahan habis pakai Apotek KPN

RSUD Padangsidimpuan………... 63 Lampiran 10. Jasa setiap tindakan paramedis di ruangan

RSUD Padangsidimpuan……….…... 64 Lampiran 11. Retribusi pelayanan kesehatan di RSUD

Padangsidimpuan

(tarif rawat inap)………..…... 65 Lampiran 12. Pemeriksaan laboratorium klinik rawat inap RSUD

Padangsidimpuan………..…. 66 Lampiran 13. Hasil uji-t statistik………... 67


(11)

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA RAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN ABSTRAK

Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian pencernaan. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat lainnya. Seftriakson merupakan obat yang efektif untuk pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya yang lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan demam tifoid.

Telah dilakukan penelitian cross-sectional mengenai pengobatan demam tifoid dewasa di rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menggunakan data sekunder. Sebanyak 7 pasien diberi pengobatan kloramfenikol dan 10 pasien diberi pengobatan seftriakson. Usia pasien berkisar antara 20 – 60 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh biaya perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol sebesar Rp.110.516,81/hari dengan lama hari rawat 11,43 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.257.607,14. Sedangkan biaya perawatan pasien yang menggunakan seftriakson sebesar Rp.288.746,92/hari dengan lama hari rawat 4,50 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.241.960,00.

Pada analisis efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dewasa menunjukkan bahwa seftriakson mempunyai efektivitas pengobatan yang lebih baik tetapi dengan efektivitas biaya yang tidak berbeda dibandingkan kloramfenikol.


(12)

COST EFFECTIVENESS ANALYSIS CHLORAMPHENICOL AND CEFTRIAXONE TO TREATMENT OF TYPHOID FEVER IN ADULTS THAT

TREATED AT PADANGSIDIMPUAN GENERAL HOSPITAL ABSTRACT

Typhoid fever is a disease caused by Salmonella typhi bacterium especially attacking abdominalys track. Chloramphenicol is the main alternative of treating typhoid fever. As the progress in medical, other medications are also developed. Ceftriaxon is an effective drug for treatment of typhoid fever in shorter time. But it is still expensive.

This study intends to know the better treatment effectiveness and cost effectiveness between chloramphenicol and ceftriaxon for treatment of typhoid fever.

This study was a cross-sectional study to treatment of typhoid fever in Padangsidimpuan Hospital using secondary data. Total of 7 patients received chloramphenicol and 10 patients received ceftriaxone. Age of patients ranged from 20 – 60 years.

The cost of patients that received chloramphenicol Rp.110.516,81/day with length of stay in hospital 11,43 days, total of direct medical cost Rp.1.257.607,14. The cost of patients that received ceftriaxone Rp.288.746,92/day with length of stay in hospital 4,50 days, total of direct medical cost Rp.1.241.960,00.

Analysis of the cost effectivity to treatment typhoid fever shows that ceftriaxone is a more treatment effective but with the same cost effective compared to chloramphenicol.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dalam menjawab berbagai tantangan tersebut diperlukan pemikiran-pemikiran khusus dalam meningkatkan efisiensi atau penggunaan dana secara lebih rasional (Trisna, 2010).

Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam beberapa dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal ini antara lain disebabkan populasi pasien usia lanjut yang semakin banyak dengan konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih mahal dan perubahan pola pengobatan. Di sisi lain, sumber daya yang dapat digunakan terbatas sehingga harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi efisien dan ekonomis. Tidak hanya meneliti penggunaan dan efek obat dalam hal khasiat dan keamanan saja, tetapi juga menganalisis dari segi ekonominya. Studi khusus yang mempelajari hal tersebut dikenal dengan nama farmakoekonomi (Trisna, 2010).

Farmakoekonomi dapat didefenisikan sebagai perhitungan antara biaya yang dikeluarkan dengan dampaknya pada penyembuhan penyakit. Penerapan farmakoekonomi dapat dilakukan untuk mengukur kelebihan suatu obat dibandingkan dengan obat lain berdasarkan metode analisis farmakoekonomi yang salah satuya adalah analisis efektivitas biaya (Putera, 2008).

Analisis efektivitas biaya merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih program terbaik bila terdapat beberapa program berbeda dengan tujuan yang


(14)

sama untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan (Tjiptoherijanto, 1994).

Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang sering ditemukan pada masyarakat di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (Yuni, 2010).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya. Kasus ini diperkuat dengan ditemukannya pada tahun 1989 Salmonella typhi yang resisten terhadap dua atau lebih antibiotik di India, Pakistan dan Cina serta telah menyebar ke Timur Tengah dan Afrika Selatan. Juga telah ditemukan di Inggris dan negara Barat lainnya (Mandal, 1995). Di Indonesia diperkirakan antara 800 – 100 ribu orang terkena penyakit demam tifoid sepanjang tahun. Diperkirakan angka kejadian ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun (Yuni, 2010).

Berdasarkan informasi dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan diperoleh data bahwa demam tifoid termasuk dalam 10 penyakit terbanyak. Pada tahun 2008 terdapat sebanyak 285 pasien demam tifoid dan 35 diantaranya menjalani rawat inap, sedangkan pada tahun 2009 terdapat sebanyak 268 pasien demam tifoid dan 29 diantaranya menjalani rawat inap.

Pengobatan terhadap penyakit demam tifoid terus berkembang. Dari dulu, kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat seperti


(15)

golongan sulfonamida, sepalosporin dan florokuinolon. Selain obat-obat tersebut, obat-obat penunjang lainnya untuk demam, sakit kepala dan sebagainya juga harus diberikan (Juwono, 2004)

Seftriakson dianggap sebagai obat yang efektif untuk pengobatan tifoid dalam jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal. Menurut Lim Hu Yoe, seorang peneliti dari Malaysia dengan seftriakson hanya membutuhkan 10 hari lama rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan kloramfenikol selama 21 hari (Musnelina, 2004).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah:

a. apakah ada perbedaan efektivitas pengobatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson. b. apakah ada perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan

kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.

1.3 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini adalah:

a. variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam hal ini variabel bebas adalah:

i. lama perawatan yang dilihat berdasarkan jumlah hari hilangnya demam, hilangnya gejala ikutan dan diperkuat dengan uji widal.

ii. biaya medis langsung yang dilihat dari biaya jumlah biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat.


(16)

b. variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam hal ini variabel terikat adalah efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya. Sub variabel bebas Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 1.1. Skema yang menunjukkan kerangka pikir penelitian Analisis Efektivitas Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson pada Pengobatan Demam Tifoid Dewasa di Rawat Inap RSUD Padangsidimpuan

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

a ada perbedaan efektivitas pengobatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.

b ada perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.

Efektivitas pengobatan Lama perawatan

Biaya medis langsung Efektivitas biaya Jumlah hari

- Hilangnya demam - Hilangnya gejala ikutan

Uji Widal

Biaya kelas perawatan Biaya laboratorium Biaya tindakan paramedis Biaya obat

- Biaya kamar - Biaya Visite dokter

Biaya uji Widal - Biaya infus - Biaya injeksi - Biaya vital sign


(17)

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a mengetahui antibiotik yang efektivitas pengobatannya lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan pasien demam tifoid.

b mengetahui antibiotik yang efektivitas biayanya lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan pasien demam tifoid.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai contoh kajian farmakoekonomi dalam memilih suatu obat yang digunakan pada pengobatan demam tifoid.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakoekonomi

Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001)

Tujuan farmakoekonomi adalah membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001). Dimana hasilnya bisa dijadikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat mana yang akan digunakan. Farmakoekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro (Trisna, 2010).

Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya yang terbatas, dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin (Vogenberg, 2001). Dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia dalam memberikan pelayanan kesehatan, maka sudah seyogyanya farmakoekonomi


(19)

dimanfaatkan dalam membantu membuat keputusan dan menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis (Trisna, 2010).

2.2 Metode Farmakoekonomi

Ada empat jenis metode farmakoekonomi yang telah dikenal yaitu:

No Metode Satuan Unit Satuan Hasil

1 Cost Minimization Analysis Mata Uang Hasil Yang Sama 2 Cest Effectiveness Analysis Mata Uang Natural Units

3 Cost Benefit Analysis Mata Uang Mata Uang

4 Cost Utility Analysis Mata Uang Kualitas Hidup

a. Cost Minimization Analysis

Cost Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh (Orion, 1997).

Contoh dari analisis cost minimization adalah terapi dengan menggunakan antibiotika generik dan paten. Luaran klinik (efikasi dan efek sampingnya) sama. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah (Vogenberg, 2001).

b. Cost Effectiveness Analysis

Cost effectiveness analysis merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih program terbaik bila terdapat beberapa program berbeda dengan tujuan yang sama untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program


(20)

sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan (Tjiptoherijanto, 1994).

Cost effectiveness analysis merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini cocok untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan dua obat yang digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya dan efektivitasnya berbeda (Trisna, 2010).

c. Cost Benefit Analysis

Cost benefit analysis merupakan tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Dapat digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001).

Contoh dari cost benefit analysis adalah membandingkan program penggunaan vaksin dengan program perawatan suatu penyakit. Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan dengan biaya kalau program perawatan penyakit dilakukan. Semakin tinggi benefit cost, maka program makin menguntungkan (Trisna, 2010)

d. Cost Utility Analysis

Cost utility analysis merupakan tipe analisis yang membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan.

Dalam cost utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan hasilnya


(21)

ditunjukkan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi ke dalam nilai QALYs.

Sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup sedangkan kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien (Orion, 1997).

2.3 Biaya Pelayanan Kesehatan

Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu: a. Biaya langsung medis (direct medical cost)

Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara lain pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping, pelayanan pencegahan dan penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).

b. Biaya langsung nonmedis (direct nonmedical cost)

Biaya langsung nonmedis adalah biaya yang dikeluarkan pasien tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang diberikan pihak rumah sakit (Vogenberg, 2001).

c. Biaya tidak langsung (indirect cost)

Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien, atau biaya yang hilang akibat waktu produktif yang hilang. Sebagai


(22)

contoh pasien kehilangan pendapatan karena sakit yang berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah pada keluarganya, pendapatan berkurang karena kematian yang cepat (Vogenberg, 2001).

d. Biaya tak terduga (Intangible cost)

Biaya tak terduga merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan, efek samping. Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang (Vogenberg, 2001).

2.4. Perspektif Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Kesehatan dapat ditinjau dari empat perspektif yaitu:

a. Perspektif pasien (konsumen) yaitu pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang murah

b. Perspektif penyedia pelayanan kesehatan yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan masyarakat. Sebagai contoh: Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, praktik dokter dan praktik bidan.

c. Perspektif pembayar (perusahaan asuransi) yaitu membayarkan biaya terkait dengan pelayanan kesehatan yang digunakan peserta asuransi selama pelayanan kesehatan yang digunakan peserta termasuk dalam tanggungan perusahaan bersangkutan. Menyusun program pelayanan kesehatan yang lebih efektif sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.

d. Perspektif masyarakat yaitu masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjangkitnya berbagai penyakit, seperti program pencegahan penyakit dengan imunisasi (Vogenberg, 2001)


(23)

2.5 Demam Tifoid

Demam tifoid (typhoid fever) atau disebut juga tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.

Patofisiologi:

a. Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dn berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian kuman masuk ke peredaran darah dan mencapai sel-sel retikuloendoteal, hati, limpa dan organ-organ lainnya. b. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteal

melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan selanjutnya masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu.

c. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulcerasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulcus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.

d. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi, 2006)

Etiologi:

Salmonella typhi, balis gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. Masa inkubasi 10-20 hari.


(24)

Manisfestasi Klinis:

Manifestasi klinis yang terdapat pada demam tifoid meliputi: a. Demam

Demam merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu tubuh berfluktuasi yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore atau malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 38 - 40ºC. Intensitas demam akan semakin tinggi disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu kedua intensitas demam tetap tinggi dan terus menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali.

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan kadang pecah-pecah, Lidah terlihat kotor dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut terutama nyeri ulu hati disertai mual dan muntah. c. Gangguan kesadaran

Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita akan mengalami koma.

d. Hepatosplenomegali

Pada penderita demam tifoid, hati dan limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan (Hadinegoro, 2008)


(25)

Pemeriksaan Diagnostik:

Apabila penderita mempunyai gejala klinis yang menyerupai gejala demam tifoid, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit meliputi:

a. Pemeriksaan darah tepi: leukopenia, limfositosis, anemia.

b. Biakan empedu: terdapat basil Salmonella typhi pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan bakteri Salmonella typhi pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan benar-benar sembuh.

c. Pemeriksaan Widal: didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh (Suriadi, 2006)

Pengobatan:

Pengobatan terhadap penyakit demam tifoid terus berkembang. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat seperti golongan sulfonamide, sepalosporin dan florokuinolon (Juwono, 2004).

Antibiotik yang digunakan pada pengobatan demam tifoid adalah: a. Kloramfenikol

Dewasa: Dosis 500mg Oral/IV setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali normal, kemuadian setiap 6 jam sampai total 14 hari.


(26)

b. Amoksisilin

Dewasa: Dosis 1g IV setiap 8 jam, 500mg oral setiap 8 jam

Pediatrik: Dosis 20-50mg/kg bb/hari, pemberian oral dibagi setiap 8 jam selama 14 hari

c. Trimetoprim dan Sulfametoksazol

Dewasa: Dosis 160mg trimetoprim / 800mg sulfametoksazol, setiap 12 jam selama 10-14 hari

Pediatrik: < 2 bulan, tidak direkomendasikan

> 2 bulan, dosis 15-20mg/kg bb/hari, pemberian oral dibagi setiap 12 jam berdasarkan dosis trimetoprim selama 14 hari d. Ciprofloksasin

Dewasa: Dosis 250-500mg oral, setiap 12 jam selama 7-14 hari Pediatrik: < 18 tahun, tidak dianjurkan

> 18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa e. Azitromisin

Dewasa: Hari 1, dosis 500 mg oral/hari. Hari 2-5, dosis 250mg/hari Pediatrik: < 6 bulan, tidak dianjurkan

> 6 bulan, hari 1 dosis 10mg/kg bb/hari, tidak melebihi 500mg/hari. Hari 2-5 dosis 5mg/kg bb/hari, tidak melebihi 250mg/hari

f. Seftriakson

Dewasa: Dosis 1-2g IV setiap 12 jam

Pediatrik: Dosis 50-75mg/kg bb/hari IV, dibagi setiap 12 jam, tidak melebihi 2g /hari


(27)

g. Sefotaksim

Dewasa: Dosis 2g IV setiap 6 jam

Pediatrik: Dosis 50-180mg/kg bb/hari IV/IM dibagi setiap 4-6 jam > 12 tahun, dosis seperti pada orang dewasa

h. Ofloksasin

Dewasa: Dosis 200-400mg oral, setiap 12 jam Pediatrik: < 18 tahun, tidak dianjurkan

>18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa i. Levofloksasin

Dewasa: Dosis 500mg oral/hari selama 7-14 hari Pediatrik: < 18 tahun, tidak dianjurkan

>18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa (Brusch, 2010)

2.6 Kloramfenikol

Kloramfenikol pertama kali ditemukan pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap organism-organisme aerob dan anaerob gram positif maupun gram negatif (Katzung, 2004).

Mekanisme Kerja:

Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, dinyatakan sebagai ribosom 30s dan 50s. Kloramfenikol berikatan dengan ribosom 50s, sehingga menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase (Setiabudy, 2007).


(28)

2.7 Seftriakson

Seftriakson adalah derivat thiazolyl ditemukan pada tahun 1983 dari generasi ketiga sepalosporin dengan sifat anti-laktamase dan anti kuman gram negatif kuat (Tjay, 2002).

Mekanisme Kerja:

Dinding sel bakteri merupakan lapisan luar yang kaku, yang menutupi keseluruhan membran sitoplasma. Lapisan ini mempertahankan bentuk sel serta mencegah lisis sel yang mungkin terjadi sebagai akibat dari tekanan osmotik yang tinggi di dalam sel dibanding dengan lingkungan luarnya. Dinding sel terdiri dari peptidoglycan. Seftriakson menghambat sintesis peptidoglycan yang diperlukan kuman sehingga sel mengalami lisis dan sel bakteri akan mati (Katzung, 2004)


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross-sectional, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan retrospektif yaitu penelitian menggunakan data yang lalu, dalam hal ini adalah data catatan medis/rekam medis pasien demam tifoid yang menjalani rawat inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Padangsidimpuan selama periode Januari – September 2010 (Notoatmodjo, 2005).

Ruang lingkup penelitian ini adalah pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson yang menjalani rawat inap di kelas III Bagian Penyakit Dalam RSUD Padangsidimpuan periode Januari – September 2010. Perhitungan biaya ditinjau dari sisi konsumen terhadap biaya medis langsung (direct medical cost) yang dikeluarkan selama rawat inap. Bentuk sediaan antibiotik yang digunakan adalah bentuk vial dan diberikan melalui intravena.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Padangsidimpuan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena di RSUD Padangsidimpuan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

3.1.2 Waktu Penelitian


(30)

3.2 Sampel

Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria Inklusi:

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat diikutsertakan ke dalam penelitian (Tjitra, 2000). Yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah:

a. pasien demam tifoid yang dirawat inap di kelas III Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan selama periode Januari - September 2010.

b. pasien demam tifoid yang diberikan kloramfenikol dan seftriakson. c. pasien yang dinyatakan sembuh dari demam tifoid oleh dokter d. usia 20 – 64 tahun

Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan (Tjitra, 2000). Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah:

a. pasien demam tifoid yang menghentikan pengobatan sebelum dinyatakan sembuh oleh dokter

b. pasien demam tifoid yang berobat melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat) c. Pasien demam tifoid yang berpindah kelas perawatan

3.3 Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dimulai dari observasi laporan di Bagian Rekam Medik secara retrospektif untuk kasus demam tifoid periode Januari – September 2010. Dari rekam medik ini diambil data sesuai dengan lembar pengumpul data yang meliput i nomor rekam medik, nama pasien, umur, jenis kelamin, obat yang digunakan, dosis, data klinik, diagnosis serta lama perawatan. Informasi nilai biaya pelayanan


(31)

RSUD Padangsidimpuan diambil dari Peraturan Daerah (PERDA) Kota Padangsidimpuan Nomor 36 tahun 2003 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Sedangkan informasi nilai biaya obat diambil dari Daftar Harga Obat Apotek KPN RSUD Padangsidimpuan.

3.4 Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Microsoft Exel dan disajikan dalam bentuk Tabel, sehingga diperoleh:

a. rerata lama perawatan pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

b. rerata hari hilangnya demam pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

c. rerata hari hilangnya gejala ikutan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

d. rerata biaya kelas perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

e. rerata biaya laboratorium pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

f. rerata biaya tindakan paramedis pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

g. rerata biaya obat pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

h. rerata biaya medis langsung pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.


(32)

i. rerata biaya medis langsung per hari pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson

3.5 Analisis Data

Selanjutnya data dianalisis menggunakan independen t-test dengan bantuan SPSS 17.0 for Window untuk memperoleh ada atau tidaknya perbedaan terhadap efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya pada pengobatan demam tifoid antara kloramfenikol dan seftriakson, maka diperoleh:

a. perbandingan efektivitas pengobatan demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson dilihat berdasarkan lama perawatan.

b. perbandingan biaya medis langsung pada pengobatan demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson dilihat berdasarkan jumlah biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat. c. efektivitas biaya dilihat dengan membandingkan biaya terhadap outcome

pengobatan antara kloramfenikol dan seftriakson

3.6 Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. efektivitas pengobatan adalah perbandingan lama perawatan pasien setelah pemberian obat hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.

b. lama perawatan adalah jumlah hari yang diperlukan pasien rawat inap dalam menjalani pengobatan demam tifoid sampai dinyatakan sembuh oleh dokter. Pernyataan sembuh diberikan oleh dokter berdasarkan perbaikan klinis (hilangnya demam dan gejala ikutan) dan diperkuat dengan uji Widal.


(33)

c. demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu tubuh dari suhu normal.

d. gejala ikutan adalah gejala lain yang menyertai demam seperti sakit kepala, diare, nyeri perut, mual, muntah.

e. biaya medis langsung adalah biaya yang harus dikeluarkan pasien terkait dengan penggunan jasa pelayanan medis selama menjalani pengobatan demam tifoid meliputi biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat.

f. biaya kelas perawatan adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan jasa sarana (fasilitas kamar) dan jasa pelayanan (kunjungan dokter)

g. biaya laboratorium adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan fasilitas laboratorium (uji Widal)

h. biaya tindakan paramedis adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan jasa sarana (peralatan untuk melakukan tindakan) dan jasa pelayanan (tindakan perawat)

i. biaya obat adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan obat

j. efektivitas biaya adalah perbandingan biaya yang dikeluarkan pasien dengan lama perawatan pasien setelah pemberian obat.


(34)

(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan periode Januari – Septemmber 2010 diperoleh data seluruh pasien demam tifoid dewasa yang dirawat inap sebanyak 22 orang. Kriteria eksklusi diperoleh sebanyak 5 orang, sehingga didapatkan total subjek yang tersedia sebanyak 17 pasien dengan perincian 7 pasien menggunakan kloramfenikol dan 10 pasien menggunakan seftriakson. Usia pasien berkisar antara 20-60 tahun. Pemilihan pasien demam tifoid dewasa ini tidak dilakukan dengan cara sampling, namun seluruh data yang ada diambil dalam penelitian ini.

4.1 Efektivitas Pengobatan

Pada penelitian ini efektivitas pengobatan dinilai berdasarkan perbandingan lama perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson, dilihat dari hilangnya demam, hilangnya gejala ikutan dan diperkuat dengan uji Widal.

Lama perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah 11,43 hari dan 4,50 hari (Tabel 4.1.1). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap lama perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa lama perawatan pasien yang menggunakan seftriakson lebih singkat dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.


(36)

Tabel 4.1.1 Perbandingan lama perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Lama Hari Rawat Nomor Rekam Medik

Lama Hari Rawat

(hari) (hari)

1 0362532010AA 10 0405442010AA 4

2 0400432010CC 11 0396142010CC 5

3 0417592010CC 10 0488892010AA 4

4 0444512010CC 11 0487462010BB 6

5 0472842010CC 13 0499462010AA 4

6 0465792010AA 12 0512162010AA 5

7 0502962010BB 13 0463242010AA 4

8 0517512010BB 4

9 0513902010BB 4

10 0484032010BB 5

Jumlah 80 Jumlah 45

Rerata 11.43 Rerata 4.50

Hilangnya demam pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah pada hari ke 2,86 dan hari ke 2,20 (Tabel 4.1.2). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap hilangnya demam antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa hilangnya demam pada pasien yang menggunakan seftriakson lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.

Tabel 4.1.2 Perbandingan hilangnya demam pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Hilangnya demam Nomor Rekam Medik

Hilangnya demam

(hari ke-) (hari ke-)

1 0362532010AA 3 0405442010AA 2

2 0400432010CC 3 0396142010CC 3

3 0417592010CC 3 0488892010AA 2

4 0444512010CC 2 0487462010BB 3

5 0472842010CC 4 0499462010AA 2

6 0465792010AA 3 0512162010AA 2

7 0502962010BB 2 0463242010AA 2

8 0517512010BB 2

9 0513902010BB 2

10 0484032010BB 2

Jumlah 20 Jumlah 22


(37)

Selain demam sebagai gejala utama yang diamati pada penelitian ini, juga diamati gejala ikutan lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, diare. Hilangnya gejala ikutan pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah pada hari ke 7,43 dan hari ke 4,50 (Tabel 4.1.3). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap hilangnya gejala ikutan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa hilangnya demam pada pasien yang menggunakan seftriakson lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.

Tabel 4.1.3 Perbandingan hilangnya gejala ikutan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Gejala Ikutan Hilang Nomor Rekam Medik

Gejala Ikutan Hilang

(hari ke-) (hari ke-)

1 0362532010AA 8 0405442010AA 4

2 0400432010CC 7 0396142010CC 5

3 0417592010CC 7 0488892010AA 4

4 0444512010CC 8 0487462010BB 6

5 0472842010CC 8 0499462010AA 4

6 0465792010AA 7 0512162010AA 5

7 0502962010BB 7 0463242010AA 4

8 0517512010BB 4

9 0513902010BB 4

10 0484032010BB 5

Jumlah 52 Jumlah 45

Rerata 7.43 Rerata 4.50

Bila dilihat dari lama perawatan, hilangnya demam dan hilangnya gejala ikutan antara pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson, nampak bahwa pasien yang menggunakan seftriakson lebih cepat proses pengobatannya dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol. Maka dapat dikatakan bahwa seftriakson menunjukkan efektivitas pengobatan yang lebih baik dibandingkan kloramfenikol.


(38)

Kloramfenikol merupakan obat yang efektif pada pengobatan demam tifoid. Tetapi kloramfenikol tidak berkhasiat mematikan kuman, sedangkan seftriakson aktivitasnya bersifat bakterisid. Oleh karena itu seftriakson merupakan obat yang efektif pada pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek (Tjay, 2002).

4.2 Biaya Medis Langsung

Pada penelitian ini biaya medis langsung dilihat berdasarkan perbandingan jumlah biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat antara pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.

Biaya kelas perawatan pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.160.000,00/pasien dan Rp.63.000,00/pasien (Tabel 4.2.1). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan biaya kelas perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya kelas perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Hal ini disebabkan lama perawatan pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih lama, sedangkan lama perawatan pasien yang menggunakan seftriakson lebih singkat.


(39)

Tabel 4.2.1 Perbandingan biaya kelas perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Biaya Kelas

Perawatan Nomor Rekam Medik

Biaya Kelas Perawatan

(Rp.) (Rp.)

1 0362532010AA 140,000.00 0405442010AA 56,000.00

2 0400432010CC 154,000.00 0396142010CC 70,000.00

3 0417592010CC 140,000.00 0488892010AA 56,000.00

4 0444512010CC 154,000.00 0487462010BB 84,000.00

5 0472842010CC 182,000.00 0499462010AA 56,000.00

6 0465792010AA 168,000.00 0512162010AA 70,000.00

7 0502962010BB 182,000.00 0463242010AA 56,000.00

8 0517512010BB 56,000.00

9 0513902010BB 56,000.00

10 0484032010BB 70,000.00

Jumlah 1,120,000.00 Jumlah 630,000.00

Rerata 160,000.00 Rerata 63,000.00

Biaya laboratorium pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.97.571,43/pasien dan Rp.58.750,00/pasien (Tabel 4.2.2). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap biaya laboratorium antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya laboratorium pada pasien yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Hal ini disebabkan pemeriksaan laboratorium pada pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih sering dari pasien yang menggunakan seftriakson sehingga biaya yang ditanggung pasien menjadi lebih mahal.

Tabel 4.2.2 Perbandingan biaya laboratorium pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Biaya Laboratorium Nomor Rekam Medik

Biaya Laboratorium

(Rp.) (Rp.)

1 0362532010AA 88,125.00 0405442010AA 58,750.00


(40)

Tabel 3.2.2. …. (sambungan)

3 0417592010CC 88,125.00 0488892010AA 58,750.00

4 0444512010CC 88,125.00 0487462010BB 58,750.00

5 0472842010CC 117,500.00 0499462010AA 58,750.00

6 0465792010AA 66,125.00 0512162010AA 58,750.00

7 0502962010BB 117,500.00 0463242010AA 58,750.00

8 0517512010BB 58,750.00

9 0513902010BB 58,750.00

10 0484032010BB 58,750.00

Jumlah 683,000.00 Jumlah 587,500.00

Rerata 97,571.43 Rerata 58,750.00

Biaya tindakan paramedis pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.83.714,29/pasien dan Rp.43.000,00/pasien (Tabel 4.2.3). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap biaya tindakan paramedis antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya tindakan paramedis pada pasien yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Hal ini berkaitan dengan lama perawatan pasien. Semakin lama pasien menggunakan fasilitas kelas perawatan, semakin lama pula pasien mendapatkan tindakan paramedis, maka semakin banyak biaya tindakan paramedis yang ditanggung pasien. Pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih lama menggunakan fasilitas kelas perawatan daripada pasien yang menggunakan seftriakson sehingga biaya yang ditanggung pasien menjadi lebih mahal.

Tabel 4.2.3 Perbandingan biaya tindakan paramedis pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Biaya Tindakan

Paramedis Nomor Rekam Medik

Biaya Tindakan Paramedis

(Rp.) (Rp.)

1 0362532010AA 76,000.00 0405442010AA 40,000.00


(41)

Tabel 3.2.3. …. (sambungan)

3 0417592010CC 76,000.00 0488892010AA 40,000.00

4 0444512010CC 82,000.00 0487462010BB 52,000.00

5 0472842010CC 94,000.00 0499462010AA 40,000.00

6 0465792010AA 82,000.00 0512162010AA 46,000.00

7 0502962010BB 94,000.00 0463242010AA 40,000.00

8 0517512010BB 40,000.00

9 0513902010BB 40,000.00

10 0484032010BB 46,000.00

Jumlah 586,000.00 Jumlah 430,000.00

Rerata 83,714.29 Rerata 43,000.00

Biaya obat pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.913.178,57/pasien dan Rp.1.077.210,00/pasien (Tabel 4.2.4). Berdasarkan data empiris diperoleh hasil bahwa ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya obat pada pasien yang menggunakan kloramfenikol lebih murah dibandingkan dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Hal ini terjadi karena biaya obat seftriakson lebih mahal dibandingkan dengan obat kloramfenikol, sehingga pasien demam tifoid yang menggunakan seftriakson harus membayar lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.Tetapi berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson. Hal tersebut terjadi karena ada sebagian pasien yang menggunakan obat generik dan sebagian pasien menggunakan obat bermerk, dimana perbedaan harga dari kedua jenis obat tersebut sangat mencolok, sehingga biaya obat yang ditanggung masing-masing pasien yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson menjadi sangat bervariasi.


(42)

Tabel 4.2.4 Perbandingan biaya obat pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Biaya Obat Nomor Rekam Medik

Biaya Obat

(Rp.) (Rp.)

1 0362532010AA 982,600.00 0405442010AA 1,611,000.00

2 0400432010CC 755,000.00 0396142010CC 389,750.00

3 0417592010CC 626,500.00 0488892010AA 1,939,000.00

4 0444512010CC 1,146,700.00 0487462010BB 366,050.00

5 0472842010CC 974,200.00 0499462010AA 1,672,500.00

6 0465792010AA 1,097,150.00 0512162010AA 2,140,900.00

7 0502962010BB 810,100.00 0463242010AA 1,700,500.00

8 0517512010BB 282,900.00

9 0513902010BB 310,450.00

10 0484032010BB 359,050.00

Jumlah 6,392,250.00 Jumlah 10,772,100.00

Rerata 913,178.57 Rerata 1,077,210.00

Biaya medis langsung pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.1.257.607,14/pasien dan Rp.1.241.960,00/pasien (Tabel 4.2.5). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan terhadap biaya medis langsung antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson.

Tabel 4.2.5 Perbandingan biaya medis langsung pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Biaya Medis

Langsung Nomor Rekam Medik

Biaya Medis Langsung

(Rp.) (Rp.)

1 0362532010AA 1,286,725.00 0405442010AA 1,765,750.00

2 0400432010CC 1,108,500.00 0396142010CC 564,500.00

3 0417592010CC 930,625.00 0488892010AA 2,093,750.00

4 0444512010CC 1,470,825.00 0487462010BB 560,800.00

5 0472842010CC 1,367,700.00 0499462010AA 1,827,250.00

6 0465792010AA 1,435,275.00 0512162010AA 2,315,650.00

7 0502962010BB 1,203,600.00 0463242010AA 1,855,250.00

8 0517512010BB 437,650.00

9 0513902010BB 465,200.00

10 0484032010BB 533,800.00

Jumlah 8,803,250.00 Jumlah 12,419,600.00


(43)

Biaya medis langsung per hari pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.110.516,81/pasien dan Rp.288.746,92/pasien (Tabel 4.2.6). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap biaya medis langsung per hari antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya medis langsung yang ditanggung oleh pasien yang menggunakan seftriakson setiap harinya lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.

Tabel 4.2.6 Perbandingan biaya medis langsung per hari pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No

Kloramfenikol Seftriakson

Nomor Rekam Medik

Biaya Medis

Langsung/hari Nomor Rekam Medik

Biaya Medis Langsung/hari

(Rp.) (Rp.)

1 0362532010AA 128,672.50 0405442010AA 441,437.50

2 0400432010CC 100,772.73 0396142010CC 112,900.00

3 0417592010CC 93,062.50 0488892010AA 523,437.50

4 0444512010CC 133,711.36 0487462010BB 93,466.67

5 0472842010CC 105,207.69 0499462010AA 456,812.50

6 0465792010AA 119,606.25 0512162010AA 463,130.00

7 0502962010BB 92,584.62 0463242010AA 463,812.50

8 0517512010BB 109,412.50

9 0513902010BB 116,300.00

10 0484032010BB 106,760.00

Jumlah 773,617.65 Jumlah 2,887,469.17

Rerata 110,516.81 Rerata 288,746.92

4.3 Efektivitas Biaya

Pada penelitian ini efektivitas biaya dilihat dengan membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan outcome pengobatan antara kloramfenikol dan seftriakson (Tabel 4.3.1).


(44)

Tabel 4.3.1 Perbandingan efektivitas biaya pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan

No Obat

Biaya medis langsung

Rerata lama perawatan

Biaya medis langsung/hari

(Rp.) (hari) (Rp.)

1 Kloramfenikol 1.257.607.14 11,43 110.516.81

2 Seftriakson 1.241.960.00 4,50 288.746.92

Bila dilihat dari biaya satuan (biaya medis langsung/hari) pada pengobatan demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol adalah Rp.110.516,81; lebih murah dibandingkan dengan biaya satuan pengobatan demam tifoid yang menggunakan seftriakson sebesar Rp.288.746,92. Akan tetapi bila dibandingkan dengan outcome lama perawatan maka biaya tersebut akan berbeda, karena rerata lama perawatan pada pengobatan demam tifoid menggunakan kloramfenikol adalah selama 11,43 hari, lebih lama bila dibandingkan dengan rerata lama perawatan pada pengobatan demam tifoid yang menggunakan seftriakson yaitu selama 4,50 hari. Dengan adanya perbedaan lama perawatan tersebut maka biaya medis langsung pada pasien demam tifoid yang menggunakan seftriakson menjadi tidak berbeda dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol, yaitu masing-masing sebesar Rp.11.241.960,00 dan Rp.1.257.607,14.

Adanya perbedaan biaya satuan pada pasien demam tifoid yang menggunakan seftriakson lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol disebabkan biaya obat seftriakson lebih mahal dibandingkan dengan biaya obat kloramfenikol. Akan tetapi dengan adanya perpendekan lama perawatan pada pasien yang menggunakan seftriakson, maka terjadi pengurangan biaya yang ditanggung oleh pasien meliputi biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya kelas perawatan, sehingga pada akhirnya biaya medis langsung yang ditanggung oleh pasien yang menggunakan seftriakson menjadi tidak berbeda dengan pasien yang


(45)

menggunakan kloramfenikol. Ini berarti seftriakson menunjukkan efektivitas biaya yang tidak berbeda dengan kloramfenikol.

Selain biaya medis langsung, ada beberapa jenis biaya yang dikeluarkan pasien demam tifoid yaitu biaya nonmedis langsung (direct nonmedical cost) yaitu biaya transport, biaya konsumsi, biaya jasa pelayanan; biaya tidak langsung (indirect cost) yaitu pendapatan hilang akibat sakit dan biaya tak terduga (intangible cost) yaitu perasaan tidak nyaman pada waktu sakit. Biaya-biaya tersebut tidak termasuk yang dihitung dalam penelitian ini. Pada biaya medis langsung tidak terdapat perbedaan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson, akan tetapi bila biaya-biaya tersebut dikaitkan terhadap lama perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol (lama perawatan 11,43 hari) dan seftriakson (lama perawatan 4,50 hari), hampir dapat dipastikan bahwa biaya yang dikeluarkan pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal.

Analisis efektivitas biaya merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih program terbaik bila terdapat beberapa program berbeda dengan tujuan yang sama untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan (Tjiptoherijanto, 1994)


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan:

c seftriakson mempunyai efektivitas pengobatan yang lebih baik dibandingkan dengan kloramfenikol pada pengobatan pasien demam tifoid. d seftriakson mempunyai efektivitas biaya yang tidak berbeda dengan

kloramfenikol pada pengobatan pasien demam tifoid.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk:

a. meneliti biaya yang dikeluarkan oleh pasien demam tifoid terhadap biaya nonmedis langsung dan biaya tidak langsung, sehingga diperoleh perbedaan komponen biaya yang dikeluarkan pasien dan pada akhirnya dapat diketahui obat yang mempunyai efektivitas biaya lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan demam tifoid.

b. meneliti tentang analisis efektivitas biaya obat terhadap kasus penyakit lain agar diperoleh suatu masukan bagi pihak-pihak terkait untuk memilih obat dengan efektivitas biaya yang lebih baik.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Brusch, JL. (2010). Typhoid Fever: Treatment & Medication. Diakses tanggal 12

Oktober 2010.

Juwono, R. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Demam Tifoid. Diakses tanggal

5 April 2010.

Katzung, BG. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Obat-obat Kemoterapi. Edisi 8. Penerbit Salemba Medika. Hal: 20-39.

Mandal, B.K. (1995). Problem Gastroenterologi Daerah Tropis. Salmonella typhi dan Salmonella lainnya. Editor: Salim IN. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal : 62

Musnelina, L, dkk. (2004). Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan Kloramfenikol dan Seftriakson di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Diakses tanggal 22 April 2010. Makara Kesehatan Volume 8, No.2. Universitas Indonesia, Depok.

Mansjoer, A, dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Demam Tifoid. Edisi Ketiga. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 425.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Orion. (1997). Pharmacoeconomics Primer and Guide Introduction to Economic Evaluation. Hoesch Marion Rousell Incorporation, Virginia.

Putera, F.R. (2008). Kendalikan Biaya Kesehatan Dengan Farmakoekonomi. Diakses tanggal 15 Maret 2010. http://www.netsains.com/2008/09/kendalikan-biaya-de ngan-farmakoekonomi/

Setiabudy R & Gan VHS. (2007). Farmakologi dan Terapi. Antimikroba. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 573-659

Suriadi & Yuliani R. (2006). Asuhan Keperawatan. Tifus Abdominalis. Edisi Kedua. Editor: Haryanto S. Penerbit CV. Sagung Seto Jakarta. Hal:254-256.

Tjay, TH & Rahardja K. (2002). Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Antibiotika. Edisi Kelima. Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Hal: 64;71.


(48)

Tjiptoherijanto P, & Soesetyo B. (1994). Ekonomi Kesehatan. Penerbit Rhineka Cipta. Jakarta.

Tjitra, E. (2000). Protokol Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Diakses tanggal 5 Mei 2010. http://www.li tbang.depkes.go.id/download/METOLIT-DASAR/PEDOMANPROt.ppt

Trisna, Y. (2010). Aplikasi Farmakoekonomi. Diakses tanggal 12 April 2010.

Vogenberg, FR. (2001). Introduction To Applied Pharmacoeconomics. Editor: Zollo S. McGraw-Hill Companies, USA.

Yuni, S. (2010). Typus, Akibat Kurang Bersihnya Makanan. Diakses tanggal 2 Mei 2010. http://pengetahuanbunda.blogspot.com/2010/04/typus-akibat-kurang-ber sihnya.html


(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

Lampiran 5

BIAYA TINDAKAN PARAMEDIS RSUD PADANGSIDIMPUAN

ANTIBIOTIK : SEFTRIAKSON

PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010

No Nomor Rekam

Medik Kelas Perawatan Lama Hari Rawat (hari)

Biaya Tindakan Paramedis Jenis Tindakan Jumlah Tindakan* Biaya per Tindakan (Rp.) Total Biaya (Rp.)

1 0405442010AA III 4 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 4 2,500.00 10,000.00

Vital Sign 4 3,500.00 14,000.00

40,000.00

2 0396142010CC III 5 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 5 2,500.00 12,500.00

Vital Sign 5 3,500.00 17,500.00

46,000.00

3 0488892010AA III 4 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 4 2,500.00 10,000.00

Vital Sign 4 3,500.00 14,000.00

40,000.00

4 0530872010BB III 6 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 6 2,500.00 15,000.00

Vital Sign 6 3,500.00 21,000.00

52,000.00

5 0499462010AA III 4 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 4 2,500.00 10,000.00

Vital Sign 4 3,500.00 14,000.00

40,000.00

6 0512162010AA III 5 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 5 2,500.00 12,500.00

Vital Sign 5 3,500.00 17,500.00

46,000.00

7 0423642010AA III 4 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 4 2,500.00 10,000.00

Vital Sign 4 3,500.00 14,000.00

40,000.00

8 0517512010BB III 4 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 4 2,500.00 10,000.00

Vital Sign 4 3,500.00 14,000.00

40,000.00

9 0513902010BB III 4 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 4 2,500.00 10,000.00

Vital Sign 4 3,500.00 14,000.00

40,000.00

10 0484032010BB III 5 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 5 2,500.00 12,500.00

Vital Sign 5 3,500.00 17,500.00


(54)

Lampiran 6

BIAYA TINDAKAN PARAMEDIS RSUD PADANGSIDIMPUAN

ANTIBIOTIK : KLORAMFENIKOL

PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010

No Nomor Rekam

Medik

Kelas Perawatan

Lama Hari Rawat

(hari)

Biaya Tindakan Paramedis Jenis

Tindakan

Jumlah Tindakan*

Biaya per Tindakan (Rp.)

Total Biaya (Rp.)

1 0362532010AA III 10 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 10 2,500.00 25,000.00

Vital Sign 10 3,500.00 35,000.00

76,000.00

2 0400432010CC III 11 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 11 2,500.00 27,500.00

Vital Sign 11 3,500.00 38,500.00

82,000.00

3 0417592010CC III 10 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 10 2,500.00 25,000.00

Vital Sign 10 3,500.00 35,000.00

76,000.00

4 0444512010CC III 11 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 11 2,500.00 27,500.00

Vital Sign 11 3,500.00 38,500.00

82,000.00

5 0472842010CC III 13 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 13 2,500.00 32,500.00

Vital Sign 13 3,500.00 45,500.00

94,000.00

6 0465792010AA III 12 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 12 2,500.00 30,000.00

Vital Sign 12 3,500.00 42,000.00

88,000.00

7 0502962010BB III 13 Infus 1 16,000.00 16,000.00

Injeksi 13 2,500.00 32,500.00

Vital Sign 13 3,500.00 45,500.00

94,000.00


(55)

Lampiran 7

BIAYA OBAT

ANTIBIOTIK : SEFTRIAKSON

PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010

No Nomor Rekam

Medik Tanggal

Biaya Obat

Nama Obat Dosis Satuan Jumlah

Biaya per

Satuan Total Biaya

(Rp.) (Rp.)

1 0405442010AA 9-Mar-2010 Infus set 1 9,000.00 9,000.00

Abbocath no. 22 1 11,000.00 11,000.00

Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 199,000.00 398,000.00 Zantadin 1 amp / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00 Sanmol 500 mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

10-Mar-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 199,000.00 398,000.00 Zantadin 1 amp / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00 Sanmol 500 mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

11-Mar-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 199,000.00 398,000.00 Zantadin 1 amp / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00 Sanmol 500 mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

12-Mar-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 1 8,000.00 8,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 1 199,000.00 199,000.00 Zantadin 1 amp / 12 jam ampul 1 14,000.00 14,000.00 Sanmol 500 mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00

Spuit 5 cc 1 1,000.00 1,000.00

Spuit 3 cc 1 1,000.00 1,000.00

1,611,000.00

2 0396142010CC 25-Feb-2010 Infus set 1 9,000.00 9,000.00

Abbocath no. 22 1 11,000.00 11,000.00

Ringer Lactat fles 3 8,000.00 24,000.00

Ceftriakson 1 gr 20 gtt / mnt vial 2 10,000.00 20,000.00 Ranitidin 1 g / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00 Antasida syr 1 amp / 12 jam fles 1 21,000.00 21,000.00

Paracetamol

500 mg 3 x 1 tab tablet 3 50.00 150.00

Aqua pro injeksi fles 1 2,000.00 2,000.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

26-Feb-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Ceftriakson 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 10,000.00 20,000.00 Ranitidin 1 amp / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00

Paracetamol

500 mg 3 x 1 tab tablet 3 50.00 150.00

Aqua pro injeksi fles 1 2,000.00 2,000.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00


(56)

27-Feb-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Ceftriakson 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 10,000.00 20,000.00 Ranitidin 1 amp / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00

Paracetamol

500 mg 3 x 1 tab tablet 3 50.00 150.00 Aqua pro injeksi fles 1 2,000.00 2,000.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

28-Feb-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Ceftriakson 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 10,000.00 20,000.00 Ranitidin 1 amp / 12 jam ampul 2 14,000.00 28,000.00

Paracetamol

500 mg 3 x 1 tab tablet 3 50.00 150.00 Aqua pro injeksi fles 1 2,000.00 2,000.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

1-Mar-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 1 8,000.00 8,000.00 Ceftriakson 1 gr 1 g / 12 jam vial 1 10,000.00 10,000.00 Ranitidin 1 amp / 12 jam ampul 1 14,000.00 14,000.00

Paracetamol

500 mg 3 x 1 tab tablet 3 50.00 150.00 Aqua pro injeksi fles 1 2,000.00 2,000.00

Spuit 5 cc 1 1,000.00 1,000.00

Spuit 3 cc 1 1,000.00 1,000.00

389,750.00

3 0488892010AA 18-Jun-2010 Infus set 1 9,000.00 9,000.00

Abbocath no. 22 1 11,000.00 11,000.00

Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 199,000.00 398,000.00 Acran 1 amp / 12 jam ampul 2 19,500.00 39,000.00 Cedantron 1 amp / 8 jam ampul 3 28,000.00 84,000.00 Sanmol 500mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00 Propepsa syr 3 x 1 cth fles 1 1,000.00 1,000.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 5 1,000.00 5,000.00

19-Jun-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 199,000.00 398,000.00 Acran 1 amp / 12 jam ampul 2 19,500.00 39,000.00 Cedantron 1 amp / 8 jam ampul 3 28,000.00 84,000.00 Sanmol 500mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 5 1,000.00 5,000.00

20-Jun-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 2 199,000.00 398,000.00 Acran 1 amp / 12 jam ampul 2 19,500.00 39,000.00 Cedantron 1 amp / 8 jam ampul 3 28,000.00 84,000.00 Sanmol 500mg 3 x 1 tab tablet 3 500.00 1,500.00

Spuit 5 cc 2 1,000.00 2,000.00

Spuit 3 cc 5 1,000.00 5,000.00

22-Jun-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 1 8,000.00 8,000.00 Terpacef 1 gr 1 g / 12 jam vial 1 199,000.00 199,000.00 Acran 1 amp / 12 jam ampul 1 19,500.00 19,500.00 Cedantron 1 amp / 8 jam ampul 1 28,000.00 28,000.00

Spuit 5 cc 1 1,000.00 1,000.00

Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00

1,939,000.00


(1)

biaya_kelas_perawatan kloramfenikol 7 160000.0000 17813.85229 6733.00329 Seftriakson 10 63000.0000 9899.49494 3130.49517

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error Differen

ce Lower Upper biaya_kelas_

perawatan

Equal variances assumed

4.811 .044 14.44 3

15 .000 97000.0 0000

6716.14 969

82684.8 6579

1.11315 E5

Equal variances not assumed

13.06 4

8.606 .000 97000.0 0000

7425.18 238

80085.2 3385

1.13915 E5

t hitung = 14,443 t tabel = 2,130

Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya kelas perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya kelas perawatan antara pasien yang

menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130

Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 14,443 > 2,130

Kesimpulan: Ho ditolak. Artinya ada perbedaan biaya kelas perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson


(2)

biaya_laboratorium kloramfenikol 7 97571.4286 20199.12038 7634.54989

Seftriakson 10 58750.0000 .00000 .00000

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error Differen

ce Lower Upper biaya_labo

ratorium

Equal variances assumed

44.438 .000 6.166 15 .000 38821.4 2857

6295.61 112

25402.6 5111

52240.2 0603

Equal variances not assumed

5.085 6.000 .002 38821.4 2857

7634.54 989

20140.3 5796

57502.4 9918

t hitung = 6,166 t tabel = 2,130

Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya laboratorium antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya laboratorium antara pasien yang

menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130

Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 6,166 > 2,130

Kesimpulan: Ho ditolak. Artinya ada perbedaan biaya laboratorium antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson


(3)

biaya_tindakan_paramedis kloramfenikol 7 83714.2857 7521.39805 2842.82125 Seftriakson 10 43000.0000 4242.64069 1341.64079

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error Differen

ce Lower Upper biaya_tindaka

n_paramedis Equal variances assumed

2.464 .137 14.28 9

15 .000 40714.2 8571

2849.27 488

34641.2 0006

46787.3 7136

Equal variances not assumed

12.95 2

8.683 .000 40714.2 8571

3143.50 643

33563.4 3511

47865.1 3631

t hitung = 14,289 t tabel = 2,130

Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya tindakan paramedis antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya tindakan paramedis antara pasien yang

menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130

Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 14,289 > 2,130

Kesimpulan: Ho ditolak. Artinya ada perbedaan biaya tindakan paramedis antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson


(4)

biaya_obat kloramfenikol 7 1.2576E6 1.92381E5 72713.24012

Seftriakson 10 1.2420E6 7.85005E5 2.48240E5

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differenc

e Lower Upper biaya_

obat

Equal variances assumed

72.466 .000 .051 15 .960 15647.1 4286

3.05596 E5

-6.35716 E5

6.67011 E5

Equal variances not assumed

.060 10.49 5

.953 15647.1 4286

2.58671 E5

-5.57045 E5

5.88339 E5

t hitung = 0,051 t tabel = 2,130

Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson

Ha: Ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson

Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130 Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 0,051 terletak diantara -2,130 dan +2,130

Kesimpulan: Ho diterima. Artinya tidak ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson


(5)

biaya_medis_langsung kloramfenikol 7 1.2579E6 1.92433E5 72732.86775

Seftriakson 10 1.2420E6 7.85005E5 2.48240E5

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error Differen

ce Lower Upper biaya_medis

_langsung

Equal variances assumed

72.507 .000 .052 15 .959 15932.8 5714

3.05600 E5

-6.35437 E5

6.67303 E5

Equal variances not assumed

.062 10.49 6

.952 15932.8 5714

2.58676 E5

-5.56766 E5

5.88632 E5

t hitung = 0,052 t tabel = 2,130

Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya medis langsung antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya medis langsung antara pasien yang

menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130

Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 0,052 terletak diantara -2,130 dan + 2,130

Kesimpulan: Ho diterima. Artinya tidak ada perbedaan biaya medis langsung antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson


(6)

biaya_medis_langsung_per_ hari

kloramfenikol 7 109231.0929 16357.48032 6182.54643 Seftriakson 10 288746.9170 1.91999E5 60715.37106

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error Differen

ce Lower Upper biaya_medis_

langsung_per _hari

Equal variances assumed

373.393 .000 -2.443

15 .027

-1.79516 E5

73467.9 5195

-3.36109 E5

-22922.5 9134 Equal

variances not assumed

-2.941

9.186 .016

-1.79516 E5

61029.3 3854

-3.17149 E5

-41883.1 0496

t hitung = -2,443 t tabel = 2,130

Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan lama perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan lama perawatan antara pasien yang menggunakan

kloramfenikol dan menggunakan seftriakson

Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130 Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: -2,443 terletak diluar -2,130 dan + 2,130

Kesimpulan: Ho ditolak. Artinya ada perbedaan biaya medis langsung per hari antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 1999-2003

0 31 95

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

1 34 92

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

0 41 110

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADAPASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Analisis Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2014.

1 4 16

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA TAHUN 2008.

0 0 10

ANALISIS BIAYA DAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK Analisis Biaya Dan Efektivitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2010.

0 2 18

PENDAHULUAN Analisis Biaya Dan Efektivitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2010.

0 7 11

ANALISIS RESIKO INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013.

0 0 16

Analisis Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit - Ubaya Repository

0 0 1

Studi Drug Related Problems Pada Pengobatan Pasien Demam Tifoid Anak Rawat Inap di Rumah Sakit X di Surabaya - Ubaya Repository

0 0 1