Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar Tepung-Tepungan Lokal

PEMBUATAN EDIBLE TRAY BERBAHAN DASAR
TEPUNG-TEPUNGAN LOKAL

DIMAS SURYA UTAMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Edible Tray
Berbahan Dasar Tepung-Tepungan Lokal adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Dimas Surya Utama
NIM F34080121

ABSTRAK
DIMAS SURYA UTAMA. Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar TepungTepungan Lokal. Dibimbing oleh ONO SUPARNO dan TITI CANDRA
SUNARTI.
Edible tray merupakan suatu wadah (container) untuk makanan seperti saus
atau sambal yang dapat dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1)
melihat pengaruh konsentrasi penambahan tepung jagung dan jenis minyak
atau lemak terhadap karakteristik kimia serta fisik wafer dan, (2) menentukan
jenis wafer yang paling disukai oleh konsumen. Edible tray diproduksi dari
bahan tepung-tepungan dengan metode wafer dengan heat press cooking, yaitu
dimasak pada dua pelat baja yang dipanaskan. Edible tray yang dihasilkan dari
bahan baku mocaf dan tepung jagung dengan metode wafer memiliki karakteristik
seperti biskuit yang kaya akan serat. Semakin banyak komposisi mocaf pada
edible tray, maka nilai ketebalan, kekerasan, dan kerenyahan akan semakin tinggi.
Edible tray yang berbahan dasar minyak kelapa relatif memiliki nilai ketebalan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang berbahan dasar minyak

kelapa sawit dan margarin. Edible tray yang dihasilkan dari pencampuran mocaf
75 % dan tepung jagung 25 % serta penggunaan minyak kelapa sawit merupakan
edible tray yang disukai oleh konsumen, serta memiliki ketahanan bentuk yang
baik hingga pengamatan 1 jam, sehingga dapat diaplikasikan sebagai wadah saus
tomat, saus sambal, atau cone ice cream.
Kata kunci: edible tray, mocaf, tepung jagung, heat press cooking

ABSTRACT
DIMAS SURYA UTAMA. Edible Tray Production with Local Starches Material.
Supervised by ONO SUPARNO and TITI CANDRA SUNARTI.
Edible tray is a storage for sauces which able to be eaten after it used. The
objectives of this research are: (1) to observe the effect of corn flour addition and
variation of oil or fat to the chemical and physical characteristics of wafer and, (2)
to determine the most preferred wafer by consumers. The wafers are cooked using
two heated steel plates. Edible tray produced from mocaf flour and corn flour by
using wafer cooking method has characteristic similar with rich fiber biscuits. The
more composition of mocaf flour in edible tray, the higher value of thickness,
hardness, and crispness. The coconut oil based edible tay relatively has higher
thickness than palm oil based or margarine based. Edible tray produced by mixing
75 % of flour mocaf and 25 % of corn flour as well as addition of palm oil is the

most preferable edible tray by consumers, and has a good form resistance up to 1
hour observation, so it can be applied as a container of tomato sauce, chili sauce,
or cone ice cream.
Keywords: edible tray, mocaf flour, corn flour, heat press cooking

PEMBUATAN EDIBLE TRAY BERBAHAN DASAR
TEPUNG-TEPUNGAN LOKAL

DIMAS SURYA UTAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar Tepung-Tepungan Lokal
Nama
: Dimas Surya Utama
NIM
: F34080121

Disetujui oleh

Prof Dr Ono Suparno, STP, MT
Pembimbing I

Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013
ini adalah edible tray, dengan judul Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar
Tepung-Tepungan Lokal.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada:
1. Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T dan Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si,
selaku Pembimbing Akademik atas perhatian, kebaikan, arahan, masukan,
serta bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Ibu Dr. Indah Yuliasih S.TP., M.Si selaku dosen penguji atas arahan dan
masukannya untuk skripsi ini.
3. Ayahanda (alm) H. Sugeng Hidayat S.T., Ibunda Hj. Neneng Hapsah,
Kakanda Arafat Helmy Syaifuddin S.Sosi, dan Adinda Ayu Megawati
Triwahyuni, Amd. atas cinta dan kasih sayangnya selama ini.
4. Sahabat-sahabat di TIN angkatan 45 atas kebersamaannya.
5. Sahabat DINDA (Dimas, Ida, dan Niza) atas keceriaan, canda, tawa, dan

kebahagiaan selama ini.
6. Keluarga Besar Senior Resident 45 (Jenal, Heru, Cartam, Andi, Chan, Ita,
Rianita, Tiska, Nisa, Ria) atas kekeluargaannya.
7. Keluarga besar Forum Indonesia Muda (Om Elmir, Bunda Tatty, Ka Ivan, Ka
Maleb, Ka Riesni, Nursyifa, Putri, Ibam, Afdhil, Yudhi, Ilma, dan lainnya)
atas inspirasi dan semangat to reach the better life untuk saya.
8. Keluarga besar Shuttlecock (Arin, Alfa, Fiya, dan Ichi) semoga kita bisa
membumi layaknya prinsip yang kita pegang.
9. Seluruh sahabat dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

Dimas Surya Utama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Mocaf

3


Tepung Jagung

3

Wafer

4

Minyak Kelapa Sawit`

5

Minyak Kelapa

5

Margarin

6


METODE

7

Bahan dan Alat

7

Metode Penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Karakterisasi Bahan Baku

11


Proses Produksi

13

Produksi edible tray

13

Karakteristik kimia edible tray

13

Karakteristik fisik edible tray

20

Penerimaan Konsumen

23

Potensi Aplikasi

25

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Klasifikasi biskuit
Kombinasi faktor T dengan faktor M
Komposisi adonan edible tray
Hasil analisis proksimat bahan baku edible tray
Sifat fisiko kimia minyak dan lemak bahan baku edible tray
basis kering
Hasil analisis proksimat edible tray basis kering
Hasil analisis kadar Cl pada edible tray
Hasil analisis fisik edible tray
Nilai rata-rata atribut organoleptik

4
8
8
11
12
14
16
20
25

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses pembuatan wafer edible tray
2 Alat cone baker merek Getra untuk membuat edible tray

9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Prosedur analisis proksimat
Prosedur analisis fisik
Foto edible tray
Hasil analisis statistik uji proksimat edible tray
Hasil analisis statistik pengujian fisik edible tray
Hasil analisis korelasi
Hasil analisis statistik uji organoleptik edible tray

29
31
32
33
39
42
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini industri restoran cepat saji di Indonesia makin berkembang,
seperti McDonald, Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken, Hoka
Hoka Bento, dan lain sebagainya. Perkembangan ini dapat terlihat dari global
brand value yang dimiliki oleh Kentucky Fried Chicken pada tahun 2012 senilai
US$ 8,852,000,000 tumbuh menjadi US$ 9,953,000,000 pada tahun 2013 (Brown,
2013). Hal ini didukung dengan berkembangnya kelas menengah di Indonesia.
Berdasarkan data Bank Dunia, pada tahun 2003 jumlah kelas menengah di
Indonesia hanya sebesar 37.7 %. Namun, pada tahun 2010 jumlah itu meningkat
56.6 % mencapai 134 juta jiwa. Kelas menengah bercirikan memiliki kisaran
penghasilan sebesar US$ 2-20 per kapita per hari (Ali, 2013)
Perkembangan restoran cepat saji akan berimplikasi pada meningkatnya
penggunaan peralatan makan dan jumlah produk samping atau limbah dari
aktivitas bisnis, baik limbah organik maupun limbah anorganik. Salah satu jenis
limbah anorganik yang patut menjadi perhatian adalah wadah saus atau sambal
yang digunakan pelanggan yang makan di restoran cepat saji menggunakan wadah
plastik atau styrofoam.
Penggunaan wadah anorganik ini akan berkontribusi terhadap jumlah
limbah plastik dan styrofoam. Data dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia
menunjukkan bahwa jumlah sampah plastik yang terbuang mencapai 26,500 ton
per hari (Anonim1, 2012). Berdasarkan pendekatan pengelolaan lingkungan
reduce, reuse, dan recycle, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi limbah plastik dan styrofoam adalah dengan membuat wadah saus
yang ramah lingkungan bahkan yang dapat dimakan langsung atau edible tray.
Edible tray merupakan wadah yang dibuat dengan metode pembuatan wafer
yang berasal dari bahan yang dapat dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan
gizi serta memenuhi persyaratan sebagai container atau wadah. Wafer dibuat
dengan teknik memasak bahan diantara dua pelat baja yang dipanaskan sehingga
memiliki kadar air yang rendah, bentuk yang tipis, dan renyah.
Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar edible tray adalah bahan
yang mengandung tepung-tepungan. Indonesia sebagai negara agraris memiliki
potensi yang sangat besar akan bahan yang mengandung pati-patian seperti
jagung, ubi kayu , kentang, ubi jalar, padi, dan lain sebagainya. Berdasarkan data
dari BPS (2013) produksi ubi kayu di Indonesia sebesar 24,044,025 ton pada
tahun 2011, sementara itu produksi jagung di Indonesia sebesar 17,643,250 ton
pada tahun 2011.
Pengembangan produk turunan dari ubi kayu yang telah diproduksi secara
komersial dan memiliki karakteristik yang hampir menyerupai tepung terigu
adalah mocaf (Modified Cassava Flour). Mocaf merupakan tepung yang diperoleh
dari ubi kayu yang difermentasi dengan mikroorganisme sehingga mengubah
karakteristik kimia dan fisik tepung yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Zulaidah (2011), mocaf memiliki nilai swelling power dan
kelarutan yang lebih tinggi, sebesar 18.52 (g/g) dan 2.69 % dibandingkan tepung
terigu komersial sebesar 10.17 (g/g) dan 2.09 % sementara tepung ubi kayu tanpa

2
perlakuan modifikasi sebesar 6.92 (g/g) dan 0.76 %. Tepung jagung memiliki
nilai swelling power sebesar 10.48 (g/g) dan kelarutan sebesar 6.76 % (Ekafitri,
2009). Hubungan antara swelling power dan kelarutan berupa kemudahan molekul
air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan
interaksi hidrogen antarmolekul, sehingga granula akan lebih mudah menyerap air
dan memiliki pengembangan yang tinggi. Nilai itu mendukung penggunaan mocaf
dan tepung jagung sebagai bahan utama untuk pembuatan edible tray.
Kerenyahan produk juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada tepung.
Kandungan amilosa pada tepung jagung sebesar 28 % (Tam et al., 2004) akan
mempengaruhi kekerasan adonan karena amilosa terlarut akan berikatan satu sama
lain dengan matriks pengikat. Selain itu, amilosa juga akan mengalami
retrogradasi yang dapat meningkatkan kekerasan produk (Etikawati, 2007).
Kondisi itulah yang menguatkan tepung jagung ditambahkan pada bahan
pembuatan edible tray supaya produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang
kokoh dan baik.
Bahan tambahan lain dalam pembuatan edible tray adalah minyak atau
lemak. Minyak atau lemak yang biasa digunakan sebagai tambahan dalam proses
pembuatan wafer adalah margarin, minyak kelapa sawit, atau minyak kelapa.
Minyak dan lemak memiliki fungsi sebagai shortening dan plasticizer pada edible
tray sehingga memiliki tekstur yang baik dan dapat dibentuk setelah pemasakan
(Ketaren, 2008).

Perumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh konsentrasi penambahan tepung jagung dan
penggunaan jenis minyak terhadap karakteristik kimia serta fisik edible tray?
Perlakuan edible tray manakah yang paling disukai oleh panelis?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat edible tray dengan bahan dasar
tepung-tepungan lokal menggunakan metode wafer. Tujuan khusus penelitian ini
untuk melihat pengaruh konsentrasi penambahan tepung jagung (0 %, 25 %, 50
%) terhadap mocaf dan penggunaan jenis minyak atau lemak (minyak kelapa
sawit, minyak kelapa, margarin) terhadap karakteristik kimia serta fisik edible
tray dan menentukan jenis edible tray yang lebih disukai oleh panelis.

Manfaat Penelitian
Penggunaan edible tray dapat menurunkan limbah yang dihasilkan oleh
industri restoran siap saji, dengan meningkatkan pemanfaatan dan nilai tambah
tepung-tepung lokal sebagai bahan baku.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pembuatan edible tray dengan bahan baku
utama mocaf dan tepung jagung. Bahan pemlastis yang digunakan adalah minyak
kelapa, minyak kelapa sawit, dan margarin. Metode pembuatan edible tray yang
digunakan adalah metode wafer.

TINJAUAN PUSTAKA
Mocaf (Modified Cassava Flour)
Modified cassava flour (mocaf) merupakan produk turunan dari tepung
kasava yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu yang dapat dimakan
(edible cassava) secara fermentasi (Subagio, 2008). Fermentasi ubi kayu
dilakukan sehingga menghasilkan mocaf bebas gluten yang baik untuk produk roti
dan biskuit (Demiate et al., 1999).
Subagio et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada ubi
kayu akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat
menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi
pembebasan granula pati. Granula pati adalah butiran-butiran kecil yang memiliki
sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi. Proses pembebasan granula pati ini akan
menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya
viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.
Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan
monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik,
terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga
ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas
yang dapat menutupi aroma sampai 70 % dari cita rasa ubi kayu yang cenderung
tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008).
Mocaf memiliki karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan tepung
terigu, tepung beras, tepung ubi kayu, tepung tapioka ataupun tepung yang lainnya
sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula atau
prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal.

Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995 (BSN, 1995), tepung jagung adalah tepung
yang diperoleh dengan cara menggiling jagung (Zea mays L.) yang bersih dan
baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses
pemisahan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap.
Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung
dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang
tinggi sehingga kulit harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur
kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi
kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di

4
dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat
melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian
yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila
pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada
tepung.
Proses penepungan jagung dapat dilakukan melalui dua cara yaitu proses
penggilingan basah dan proses penggilingan kering. Produk yang dihasilkan pada
penggilingan basah adalah pati. Produk yang dihasilkan dari penggilingan kering
adalah grits, meal, dan flour (Inglett, 1970).

Wafer
Biskuit adalah istilah yang menunjukkan kepada sekelompok makanan
ringan (snack food) berkadar air rendah dengan tekstur renyah, terbuat dari
campuran tepung, shortening (lemak), gula, dan air (Savitri, 2000).
Manley (1983) membuat klasifikasi biskuit berdasarkan pada perbandingan
air dan lemak, perbandingan antara jumlah bagian lemak terhadap tepung serta
jumlah bagian gula terhadap tepung. Perbandingan antara air dan lemak
digunakan untuk mengklasifikasi jenis adonan. Perbandingan antara jumlah
bagian lemak dan gula terhadap jumlah bagian tepung digunakan untuk
mengklasifikasikan produk akhir (Tabel 1).
Wafer adalah sejenis biskuit yang tipis, dengan ketebalan antara 1 hingga 4
mm, yang mempunyai struktur lembut dan renyah. Wafer tidak seperti jenis
biskuit lainnya baik dalam bentuk maupun pengolahannya. Wafer dibuat dengan
proses pemanggangan yang sangat cepat, campuran bahan-bahannya tidak disebut
dough (adonan) melainkan batter yang merupakan campuran likuid yang terdiri
atas tepung, air, bahan pengembang dan sejumlah kecil bahan lain (Almond et al.,
1991). Wafer dipanggang diantara dua lempengan datar yang terbuat dari besi
atau baja dan lempeng chromium. Kedua lempeng tersebut disambungkan pada
satu sisi dan dikancingkan sehingga dapat tertutup dengan baik.

Jenis Biskuit
Crackers
Semi sweet
Short sweet
Cookies/ Rich short
sweet
Snaps and
chrunches
Wafer

Sumber: Manley (1983)

Tabel 1. Klasifikasi Biskuit
Deskripsi
Kandungan gula sedikit, kandungan lemak
bervariasi, tergantung tekstur yang diinginkan
Kandungan gula sedang, kandungan lemak
rendah, tekstur keras, dan manis
Kandungan gula maupun lemak tinggi, jenis
produknya cukup beragam
Kandungan lemak maupun gula lebih tinggi
dari short sweet
Kandungan gula sangat tinggi, tekstur sangat
keras
Kandungan gula dan lemak sangat rendah,
diberikan aerasi untuk memberikan karakter
ringan dan crispy.

5
Minyak Kelapa sawit
Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Minyak atau
lemak sebanyak 1 g dapat menghasilkan 9 kal, karbohidrat sebanyak 1 g
menghasilkan 4.2 kal, dan protein sebanyak 1 g menghasilkan 4.2 kal (Winarno,
2002).
Minyak kelapa sawit adalah bahan pangan non-esensial dan berfungsi
sebagai bahan pangan komplemen. Fungsi minyak kelapa sawit sangat penting
dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga
untuk meningkatkan nilai gizi produk (Sumaryanto et al., 1996).
Berdasarkan SNI 01-3741-2002 (BSN, 2002), minyak kelapa sawit
merupakan bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida yang berasal dari
bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi,
pendinginan dan telah melalui proes pemurnian. Minyak ini termasuk ke dalam
minyak nabati yang mengandung asam lemak tidak jenuh sekitar 80 % terutama
asam oleat dan linoleat.
Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel oil).
Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesocarp,
sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa
sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan
proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum, netralisasi,
pemucatan, dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit memiliki
karakteristik warna kuning pucat sampai oranye tua, memiliki aroma yang sedap,
dan stabil atau resisten terhadp ketengikan (Winarno, 2002).
Melalui proses rafinasi, pemucatan, dan deodorisasi atau disingkat RBD
(refined, bleached, and deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah menjadi
produk yang bernilai lebih tinggi. Proses rafinasi atau fraksinasi menghasilkan
minyak yang tidak berwarna, jernih, dan bersih dari kotoran yang dikenal sebagai
RBD-oil. Menurut Olson (1990), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami
proses penjernihan dan bleaching memiliki warna merah karena mengandung
karoten (α- dan β-karoten) dalam jumlah yang banyak. Warna minyak kelapa
sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang larut dalam minyak serta pigmen yang
tersisa setelah mengalami proses pemucatan. Warna oranye pada minyak kelapa
sawit disebabkan oleh pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit.
Senyawa β-ionone menentukan bau yang khas pada minyak kelapa sawit (Ketaren,
2008).Mutu minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air dan
kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit, antara lain titik cair,
kandungan gliserida padat, refining loss, kejernihan (Ketaren, 2008), dan
kandungan logam berat seperti timbal (Pb) dan arsen (As) (Pantzaris, 1999).

Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupkan minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging
buah kelapa. Minyak kelapa memiliki mutu yang paling tinggi dari minyak

6
lainnya berdasarkan pada tingginya kadar asam lemak jenuh dan asam laurat
(antimikroba). Kadar asam laurat dalam minyak kelapa adalah 48 %, asam
kaprilat kadarnya 8 % dan asam kaprat kadarnya 7 % (Fife, 2003).
Kadar asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa adalah 92 %, sedangkan
minyak sawit 86 %. Titik cair minyak kelapa berkisar antara 24 sampai 27 oC
dengan titik beku sekitar 5 oC lebih rendah dari titik cairnya (Swern, 1979).
Teknologi yang sudah ada untuk menghasilkan minyak kelapa diantaranya adalah
teknologi perubahan bentuk emulsi, teknologi pemanasan langsung, teknologi
fermentasi, teknologi enzimatis dan teknologi pengepresan semi basah
(intermediate moisture content/ IMC technology).
Berdasarkan kriteria yang disepakati dalam Codex Alimentarius
Commission (1995) minyak dan lemak Virgin atau murni adalah minyak dan
lemak makan yang didapat tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak dengan
hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas rendah serta tidak menggunakan
bahan kimia, kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini
dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan
dan sentrifugasi saja. Minyak kelapa murni dapat diperoleh dengan penggunaan
panas yang diminimalkan atau sama sekali dihilangkan, caranya dengan
menggunakan enzim atau mikroorganisme penghasil enzim tertentu untuk
memecah emulsi santan yang berikatan dengan lemak dan karbohidrat sehingga
minyak dapat terpisah dengan baik.

Margarin
Berdasarkan SNI 01-3541-2002 (BSN, 2002), margarin adalah produk
makanan berbentuk emulsi berupa air yang terdispersi dalam minyak atau lemak
(w/o), baik semi padat maupun cair, yang dibuat dari lemak makan dan atau
minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian, sebagai bahan
utama serta mengandung air dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Standar
SNI 01-3541-2002 (BSN, 2002) mengklasifikasikan margarin menjadi tiga jenis
yaitu margarin siap makan, margarin industri, dan margarin krim atau spread.
Terdapat beberapa perbedaan syarat mutu di antara ketiga jenis margarin tersebut.
Margarin siap makan dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin
D dengan kadar lemak minimal 80 %, sedangkan pada margarin industri dan
margarin krim tidak dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D.
Perbedaan antara margarin industri dan margarin krim terletak pada jumlah lemak
minimum yang terdapat pada produk. Margarin industri minimal mengandung
80 % lemak, sedangkan margarin krim mengandung lemak berkisar 62-78 %.
Menurut Ketaren (2008), pembuatan margarin dimaksudkan sebagai
pengganti mentega dengan penampakan, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang
hampir sama dengan mentega. Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah
bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya
mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut. Margarin
mempunyai titik beku yang tinggi (di atas suhu kamar) dan titik cair sekitar suhu
badan. Pada suhu kamar (25 oC) margarin mempunyai sifat plastis sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pengoles makanan (Ketaren, 2008). Minyak nabati yang

7
umum digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak kelapa, minyak inti
sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak jagung, dan
minyak gandum.
Karakteristik fisik margarin sebagian besar dikendalikan oleh kandungan
padatan lemak, misalnya karakteristik titik cair dan spreadability. Jumlah padatan
yang diperlukan bergantung pada efek yang diharapkan pada adonan dan prosedur
persiapan adonan (Fennema, 1996). Menurut Manley (1983), beberapa fungsi dari
lemak dalam aplikasi bakery antara lain sebagai pelicin dan pelembut,
menciptakan sistem aerasi pada adonan dan lapisan yang tidak mudah ditembus,
serta memberikan sifat emulsifier dan flavor.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mocaf dan tepung jagung
dengan ukuran partikel lolos 100 mesh, minyak kelapa sawit merek „Bimoli‟,
minyak kelapa merek „Barco‟, margarin merek „Blue Band‟, gula, garam, putih
telur, dan sejumlah bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan adalah cone
baker merek Getra, mixer, Texture Analyzer, oven, desikator, soxhlet apparatus,
thickness gauge dan sejumlah alat untuk analisis.

Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah karakterisasi bahan
baku, proses produksi, dan penerimaan konsumen.
a. Karakterisasi bahan baku
Bahan baku (mocaf dan tepung jagung) dikarakterisasi komponen
proksimatnya meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,
kadar serat, dan kadar karbohidrat (by difference). Prosedur analisis proksimat
dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi kimia bahan baku minyak kelapa
sawit, minyak kelapa, dan margarin merujuk kepada komponen yang tertera
pada kemasan.
b. Proses produksi edible tray
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor,
yaitu penambahan tepung jagung (T) dan jenis minyak atau lemak yang
digunakan (M). Faktor T memiliki tiga taraf, yaitu 0 %, 25 %, dan 50 %. Faktor
M memiliki tiga taraf, yaitu minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan lemak
nabati atau margarin.

8
Model matematika untuk RAL dengan dua faktor adalah:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dengan:
T
: faktor konsentrasi tepung jagung
M
: faktor jenis minyak
k
: ulangan; 1, 2, dan 3.
Yijk
: respon pada faktor T taraf ke-i, faktor M taraf ke-j, dan ulangan
ke-k
µ
: rataan umum
αi
: pengaruh faktor T taraf ke-i
βj
: pengaruh faktor M taraf ke-j
(αβ)ij
: pengaruh interaksi antara faktor T taraf ke-i dan faktor M taraf
ke-j
εijk
: galat atau komponen acak
Faktor T dikombinasikan dengan faktor M sehingga diperoleh sembilan
perlakuan seperti pada Tabel 2. Komposisi bahan untuk membuat edible tray
adalah tepung, minyak atau lemak, gula halus, garam, dan putih telur (Tabel 3).

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tabel 2. Kombinasi faktor T dengan faktor M
Konsentrasi Konsentrasi
mocaf ( %)
tepung
Kode
Jenis minyak / lemak
jagung (
%)
T1M1
100
0
Minyak kelapa
T2M1
75
25
Minyak kelapa
T3M1
50
50
Minyak kelapa
T1M2
100
0
Minyak kelapa sawit
T2M2
75
25
Minyak kelapa sawit
T3M2
50
50
Minyak kelapa sawit
T1M3
100
0
Margarin
T2M3
75
25
Margarin
T3M3
50
50
Margarin

Komposisi bahan edible tray dalam basis 100 g mocaf dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi edible tray
Komposisi
Jumlah
Tepung
100 g
Margarin / minyak kelapa
100 g
sawit /minyak kelapa
Gula halus
30 g
Garam
4g
Putih telur
150 g

9
Pembuatan edible tray diawali dengan mencampurkan gula halus dan
garam ke dalam putih telur, kemudian diaduk dengan mixer. Kemudian ke
dalam campuran dimasukkan margarin yang sebelumnya telah dicairkan atau
minyak kelapa sawit atau minyak kelapa dan diaduk kembali.
Adonan tersebut dimasukkan ke dalam campuran tepung yang telah
ditimbang sebelumnya dan diaduk kembali dengan menggunakan mixer selama
dua menit. Secara lengkap, proses produksi edible tray dapat dilihat pada
Gambar 1.
Margarin
Putih telur, garam,
dan gula halus

Campuran tepung

Pencairan dengan steaming

Pengadukan dengan mixer
Minyak kelapa /
minyak kelapa
sawit / margarin
cair

Pengadukan dengan mixer

Adonan cair

Pengadukan dengan mixer

Adonan edible
tray

Pencetakan
( 170 0C; 1 menit)

Edible tray

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan edible tray
Edible tray dibuat dengan menggunakan alat cetak cone baker merek
Getra seperti terlihat pada Gambar 2. Alat cetak cone baker dipanaskan terlebih
dahulu pada suhu 170 oC selama 12 menit. Adonan sebanyak 15 g dituangkan
ke bagian tengah permukaan alat kemudian ditutup sehingga adonan menjadi
rata. Edible tray dipanggang selama satu menit.

10

Gambar 2. Alat cone baker merek Getra untuk membuat edible tray
Karakterisasi produk edible tray dibedakan atas analisis komponen
proksimat dan analisis fisik. Analisis proksimat meliputi uji kadar air, abu,
kadar lemak, protein, serat, dan karbohidrat (by difference). Prosedur analisis
disajikan pada Lampiran 1. Analisis fisik meliputi densitas kamba, ketebalan,
dan tekstur. Analisis tekstur edible tray yang dilakukan meliputi uji kekerasan
dan uji kerenyahan menggunakan alat
Texture Analyzer TA-XT2 di
Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen,
Cimanggu. Prosedur analisis tekstur dapat dilihat pada Lampiran 2.
Data hasil analisis kimia dan fisik edible tray kemudian dianalisis dengan
uji statistik menggunakan uji sidik ragam (univariate analysis) untuk
mengetahui pengaruh dari perlakuan terhadap parameter masing-masing atribut
pada taraf kepercayaan 95 % (α=0.05). Data yang diperoleh kemudian diolah
menggunakan software SPSS 14 untuk melihat pengaruh perlakuan dan
interaksi yang diberikan terhadap respon. Uji lanjut LSD (least significant
difference) digunakan untuk menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.
c. Uji penerimaan konsumen
Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk edible
tray, maka dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan dengan
metode hedonik (kesukaan) dengan menguji produk kepada 30 orang panelis
semi terlatih. Atribut yang diamati oleh panelis meliputi aroma, warna, rasa,
tekstur, dan kerenyahan. Tingkat kesukaan ditentukan dengan skala hedonik
yaitu : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 5 = agak
suka, 6 = suka, 7 = sangat suka.
Data hasil uji organoleptik edible tray kemudian dianalisis dengan uji
Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh dari tiap perlakuan terhadap atribut
organoleptik pada taraf kepercayaan 95 % (α=0.05). Uji lanjut Dunn
digunakan untuk menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan Baku
Bahan baku edible tray berupa mocaf dan tepung jagung dikarakterisasi
dengan analisis proksimat sehingga diketahui kandungan kadar air, abu, protein,
serat kasar, lemak, dan karbohidrat by difference. Hasil analisis proksimat bahan
baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis proksimat bahan baku edible tray basis kering
Komponen

Kadar air
Kadar abu
Protein
Serat kasar
Lemak
Karbohidrat (by
difference)

Standar edible
cassava flour (
%)a
maks. 13
maks. 3
maks. 2
-

Mocaf ( %)

6.63 ± 0.01
0.53 ± 0.01
1.23 ± 0.01
2.96 ± 0.02
4.40 ± 0.21
84.25

SNI tepung
jagung ( %)b
maks. 10
maks. 1.5
maks. 1.5
-

Tepung
jagung ( %)
9.14 ± 0.02
0.48 ± 0.0
7.07 ± 0.01
2.33 ± 0.01
5.60 ± 0.18
75.38

a

Codex standard for edible cassava flour 176-1989 (Rev. 1-1995). b SNI syarat mutu tepung jagung 01-37271995

Komponen proksimat pada mocaf dan tepung jagung yang menjadi titik
kritis sebagai bahan baku edible tray adalah kadar air, protein, serat, dan
karbohidrat (by difference). Kadar air yang rendah pada mocaf dan tepung jagung
menjaga kualitas kedua tepung tersebut dari mikroorganisme yang dapat
menurunkan kualitasnya. Kadar protein pada kedua tepung tersebut akan
memengaruhi nilai kandungan protein produk akhir edible tray setelah proses
pemanggangan.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa kadar serat pada mocaf dan tepung jagung
melebihi standar CODEX Standard for edible cassava flour (CAC, 1995) dan SNI
syarat mutu tepung jagung (BSN, 1995). Kadar serat pada kedua tepung tersebut
merupakan dietary fibre yang bermanfaat bagi sistem pencernaan manusia, selain
itu kadar serat berfungsi untuk membuat struktur edible tray menjadi kokoh
karena terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Mocaf memiliki kadar serat
sebesar 2.96 %, mengingat dalam pengolahan ubi kayu menjadi mocaf
menggunakan ubi kayu utuh yang telah dibersihkan kulit serta bagian pangkal dan
ujungnya sehingga serat yang terkandung dalam ubi kayu juga terkonversi
menjadi serat pada mocaf. Tepung jagung memiliki kadar serat sebesar 2.33 %,
hal ini disebabkan oleh dalam proses pembuatan tepung jagung, biji jagung
dipisahkan menjadi bagian kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Bagian yang
digunakan sebagai bahan baku tepung jagung adalah endosperma yang memiliki
kadar karbohidrat tinggi dan rendah serat.
Kadar karbohidrat berperan penting dalam kerenyahan produk edible tray
karena rasio komponen amilosa dan amilopektin pada mocaf dan tepung jagung.
Rasio amilosa dan amilopektin pada mocaf adalah 17:83, sedangkan pada tepung
jagung 26:74 (Kusnandar, 2010). Rasio amilosa dan amilopektin dalam granula

12
pati sering dijadikan parameter untuk diaplikasikan dalam proses pengolahan
pangan agar memberikan sifat fungsional yang diinginkan.
Bahan baku utama edible tray berupa minyak dan lemak yang digunakan
adalah minyak dan lemak komersial yang sudah memiliki nilai kandungan gizi
yang telah terstandar dan melewati serangkaian pengujian yang ketat. Nilai
kandungan gizi dari minyak dan lemak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sifat fisiko kimia minyak dan lemak bahan baku edible tray
Komponen
Lemak total
Lemak jenuh
Lemak tidak jenuh tunggal
Lemak tidak jenuh ganda
Kolesterol
Protein
Karbohidrat total
Natrium (mg)
Titik beku (0 C)
Titik cair (0 C)
Titik didih (0 C)

Minyak kelapa
sawit (g/ 100g)
100a
45a
45a
10a
0a
0a
0a
0a
25 – 50e
175e

Minyak kelapa
(g/ 100g)
100b
92.86b
0b
0b
0b
0b
5d
24 – 27d
118.1d

Margarin
(g/ 100g)
80c
920c
25f
41f
-

a
data diperoleh dari nilai kandungan gizi minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk (Anonim2, 2013). b data diperoleh dari nilai kandungan gizi minyak kelapa yang diproduksi
oleh PT. Barco (Anonim3, 2013). c data diperoleh dari nilai kandungan gizi margarin yang diproduksi oleh PT.
Unilever Indonesia (Anonim4, 2013). d sumber : Swern (1979). e sumber: Winarno (1999). f sumber: Weiss
(1983).

Komponen mayor asam lemak pada minyak kelapa sawit adalah asam laurat
sebesar 46-52 % dan asam oleat sebesar 13-19 %. Komponen mayor asam lemak
pada minyak kelapa adalah asam laurat sebesar 44-52 % dan asam miristat
sebesar 13-19 %. Asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa didominasi oleh
asam lemak jenuh sehingga lebih tahan terhadap proses oksidasi akibat
pemanasan. Sementara itu, komponen mayor asam lemak pada margarin adalah
asam palmitat dan asam oleat, prosentase asam lemak pada margarin tergantung
pada komposisi fraksi olein dan stearin bahan penyusun margarin (Ketaren 2008).
Margarin mengandung beta karoten sebagai zat pewarna yang ditambahkan pada
proses pembuatan margarin. Zat pewarna ini berasal dari minyak sawit merah atau
beta karoten sintetik (Astawan, 2004). Kandungan beta karoten pada margarin
akan menghambat proses pencoklatan atau reaksi maillard pada proses
pemanggangan edible tray sehingga produk yang dihasilkan akan lebih cerah.
Margarin memiliki titik beku 50 C sehingga akan berbentuk padat pada suhu
ruang, oleh karena itu saat akan menggunakan margarin sebagai bahan baku perlu
dicairkan terlebih dahulu dengan proses steaming atau pemanasan yang tidak
kontak secara langsung pada margarin. Minyak kelapa sawit memiliki titik didih
tertinggi, yaitu 1750 C (Winarno, 1999), sementara minyak kelapa memiliki titik
didih sebesar 118.10 C (Weiss, 1983), sedangkan margarin memiliki titik didih
hampir menyerupai minyak kelapa sawit karena komponen penyusunnya memiliki
kesamaan. Titik didih ini akan berpengaruh pada tinggi suhu yang dibutuhkan
untuk proses pemanggangan edible tray.

13
Proses Produksi
1. Produksi edible tray
Pembuatan edible tray diawali dengan mencampurkan gula halus dan
garam ke dalam putih telur, kemudian diaduk dengan mixer. Penggunaan gula
halus bertujuan untuk memudahkan gula untuk larut dalam adonan karena luas
permukaan butiran gula halus lebih kecil dibandingkan luas permukaan gula
pasir. Pencampuran ini bertujuan untuk meratakan gula dan garam dalam
adonan yang dibuat sehingga rasanya akan merata dan juga untuk membuat
foam atau udara yang terperangkap dalam matriks albumin putih telur yang
akan melembutkan tekstur edible tray (Fennema, 1996). Kemudian ke dalam
campuran dimasukkan minyak kelapa sawit atau minyak kelapa atau margarin
yang sebelumnya telah dicairkan dan diaduk kembali.
Adonan tersebut dimasukkan ke dalam campuran tepung yang telah
ditimbang sebelumnya dan diaduk kembali dengan menggunakan mixer selama
dua menit. Pengadukan dengan mixer dilakukan supaya semua bahan
tercampur rata dan menghasilkan tekstur yang baik. Edible tray dibuat dari
adonan yang dipanggang di antara dua plat baja. Ukuran dari plat baja yang
digunakan akan menentukan ukuran edible tray yang diinginkan.
Waktu pemanggangan adalah 1 menit berdasarkan trial and error.
Pemanggangan selama 1 menit menghasilkan kematangan yang optimum dan
warna yang baik (tidak terlalu gosong dan tidak terlalu cerah). Setelah edible
tray matang, dapat dibentuk sesuai kebutuhan selama masih dalam kondisi
panas. Kemampuan ini disebabkan karena komposisi minyak atau lemak yang
terkandung dalam formula adonan cukup banyak sehingga menjadi elastis dan
mudah dibentuk ketika panas, mengingat minyak atau lemak dapat memberikan
sifat elastis pada produk akhir makanan. Setelah dibentuk sesuai dengan
kebutuhan, edible tray didinginkan untuk menurunkan suhu dan
mengeraskannya. Gambar edible tray yang dihasilkan dapat dilihat pada
Lampiran 3.
2. Karakteristik kimia edible tray
Kandungan gizi produk pangan sangat penting untuk diketahui sehingga
dapat diketahui kelayakannya menjadi produk yang dapat dikonsumsi.
Demikian halnya dengan edible tray, walaupun fungsinya sebagai wadah saus,
edible tray juga harus memenuhi persyaratan untuk layak dikonsumsi. Analisis
yang dilakukan berupa analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak,
protein, serat kasar, dan karbohidrat by difference. Kandungan gizi pada edible
tray dibandingkan dengan SNI 01-2973-1992 tentang mutu biskuit sehingga
didapatkan gambaran nilai gizi edible tray dengan produk pangan standar
seperti biskuit. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 6.
.

14

Tabel 6. Hasil analisis proksimat edible tray basis kering
Kadar air ( %)

Kadar abu ( %)

Protein ( %)

Serat Kasar
( %)

Kadar lemak
( %)

karbohidrat by
difference ( %)

Nilai kalori
(kal/per 100 g)3

T1M11

1.61 ± 0.01

2.81 ± 0.08

8.86 ± 0.09

13.65 ± 1.29

40.02 ± 0.16

33.06

527,82

T1M2 1

1.66 ± 0.01

2.86 ± 0.09

9.37 ± 0.01

14.61 ± 0.82

40.84 ± 0.25

30.66

527,70

T1M3 1

1.71 ± 0.01

2.78 ± 0.03

9.88 ± 0.00

15.89 ± 0.84

41.28 ± 2.37

28.47

524,90

T2M1 1

1.64 ± 0.01

2.85 ± 0.02

8.87 ± 0.00

13.74 ± 0.49

41.33 ± 2.75

31.57

533,76

T2M2 1

1.69 ± 0.00

2.93 ± 0.01

9.32 ± 0.01

14.18 ± 1.52

41.18 ± 1.00

30.69

530,68

T2M3 1

1.76 ± 0.01

2.89 ± 0.01

9.75 ± 0.02

15.46 ± 1.93

39.34 ± 0.08

30.81

516,26

T3M1 1

1.62 ± 0.00

2.86 ± 0.01

8.73 ± 0.01

12.89 ± 1.24

33.96 ± 2.33

39.93

500,33

T3M2 1

1.69 ± 0.01

2.78 ± 0.01

9.23 ± 0.01

13.85 ± 2.24

34.18 ± 0.11

38.26

497,60

T3M3 1
SNI
Biskuit2

1.76 ± 0.01

2.86 ± 0.01

9.75 ± 0.02

14.65 ± 2.98

31.70 ± 0.15

39.28

481,45

maks. 5

maks. 1.6

min. 9

maks. 0.5

min. 9.5

min. 70

Min 400

Perlakuan

1

T1= mocaf 100 %; T2= mocaf 75 % dan tepung jagung 25 %; T3= mocaf 50 % dan tepung jagung 50 %; M1= minyak kelapa; M2= minyak kelapa sawit; M3= margarin.
Sumber: SNI Mutu dan cara uji biskuit 01-2973-1992
3
Dihitung berdasarkan perhitungan nilai kalori makanan
2

15
a. Kadar air
Kadar air berpengaruh langsung terhadap tekstur (kerenyahan),
citarasa, dan keawetan suatu produk pangan. Kandungan air juga
menentukan penerimaan dan kesegaran produk pangan. Kadar air yang
tinggi mengakibatkan produk tidak renyah (crispy) dan juga berpotensi
meningkatkan aktivitas mikroba sehingga daya tahannya berkurang.
Menurut Fardiaz (1989), batas minimum kadar air suatu produk agar tidak
ditumbuhi mikroba adalah 14 sampai 15 %. Menurut SNI 01-2973-1992
(BSN, 1992), nilai maksimum untuk kadar air biskuit adalah 5 %.
Berdasarkan standar mutu tersebut, seluruh perlakuan memenuhi standar
kadar air yang ditentukan. Kadar air yang rendah, selain memengaruhi
tekstur juga akan mempengaruhi daya tahan edible tray pada proses
penyimpanan.
Uji statistik dengan analisis keragaman (Lampiran 4) pada taraf α =
0.05 menunjukkan bahwa nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung
jagung 0.000 < 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh
signifikan terhadap respon kadar air. Nilai signifikansi pengaruh jenis
minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak
berpengaruh signifikan terhadap respon kadar air. Nilai signifikansi
interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5
%, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak
atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar air.
Uji lanjut LSD (Lampiran 4) menunjukkan pada konsentrasi
penambahan tepung jagung memiliki perbedaan yang signifikan pada
masing-masing taraf. Uji lanjut LSD pada jenis minyak atau lemak
menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk minyak kelapa dengan
minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dengan margarin terhadap respon
kadar air. Respon kadar air dari margarin dengan minyak kelapa sawit tidak
berbeda signifikan.
Edible tray berbahan dasar 100 % mocaf (dengan kode T1) memiliki
kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan edible tray
lainnya. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar air yang terkandung
dalam mocaf, yaitu sebesar 6.63 %. Edible tray berbahan dasar margarin
(dengan kode T3) memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan edible tray lainnya karena margarin merupakan
emulsi air yang terdispersi dalam minyak atau lemak, artinya kadar air
dalam margarin berpengaruh pada tingginya kadar air pada produk edible
tray.
b. Kadar abu
Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal
setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu juga dapat diartikan
sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam
pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988).
Uji statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 untuk kadar abu
menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.442

16
> 5 %, artinya penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan
terhadap respon kadar abu. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau
lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan
terhadap respon kadar abu. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung
jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya interaksi antara
penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh
signifikan terhadap respon kadar abu. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak
atau lemak menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk minyak kelapa
dengan minyak kelapa sawit dan minyak kelapa sawit dengan margarin
terhadap respon kadar abu. Respon kadar abu dari margarin dengan minyak
kelapa tidak berbeda signifikan.
Berdasarkan SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu biskuit, kadar abu
maksimum adalah 1.6 %. Produk edible tray memiliki kadar abu yang lebih
tinggi. Berdasarkan Tabel 6. kadar abu tertinggi diperoleh dari edible tray
T2M2 sebesar 2.93 % dan kadar abu terkecil pada edible tray T3M1 sebesar
2.78 %. Edible tray memiliki kadar abu yang tinggi karena bahan baku
utama berupa mocaf memiliki kadar abu sebesar 0.53 % dan tepung jagung
memiliki kadar abu sebesar 0.48 %.
Tingginya kadar abu salah satunya juga disebabkan oleh pemakaian
bahan tambahan adonan edible tray berupa garam dapur. Penambahan
garam dapur bertujuan untuk memeroleh produk edible tray yang memiliki
rasa gurih, berbeda dengan standar SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu
biskuit yang secara umum memiliki rasa manis. Hasil analisis kadar Cl pada
Tabel 7. menunjukkan besaran kandungan per sampel edible tray yang
berasal dari penggunaan garam dapur.
Tabel 7. Hasil analisis kadar Cl pada edible tray
Sampel
% Cl
T1M1

2.25 ± 0.04

T1M2

2.32 ± 0.05

T1M3

2.37 ± 0.06

T2M1

2.30 ± 0.05

T2M2

2.36 ± 0.04

T2M3

2.27 ± 0.03

T3M1
T3M2
T3M3

2.29 ± 0.01
2.38 ± 0.05
2.34 ± 0.05

c. Kadar protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung asam
amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida (Kusnandar, 2010).
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berperan
sebagai komponen penyusun dan pembangun. Protein di dalam tubuh akan

17
dipecah menjadi komponen sederhana asam-asam amino sehingga lebih
mudah diserap tubuh. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar protein yang diperoleh dari edible tray terbesar pada T1M3
senilai 9.88 % dan terendah pada T3M1 senilai 8.73 %. Nilai ini berasal dari
bahan baku edible tray seperti putih telur, terigu dan tepung jagung. Edible
tray dengan kode T1 menggunakan 100 % mocaf, edible tray dengan kode
T2 menggunakan 75 % mocaf dan 25 % tepung jagung, dan edible tray
dengan kode T3 menggunakan 50 % mocaf dan 50 % tepung jagung.
Berdasarkan perbandingan tersebut dan kadar protein bahan baku, maka
edible tray jika makin banyak ditambahkan tepung jagung akan makin
tinggi kandungan proteinnya. Kandungan protein pada tepung jagung yang
digunakan tergolong pada kandungan sedang, yaitu sebesar 7.07 %. Kondisi
ini memberikan pengaruh terhadap nilai kadar protein. Apabila mengacu
pada SNI 01-2973-1992 tentang standar mutu biskuit untuk kadar protein
minimal sebesar 9 %.
Pengujian statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 untuk kadar protein
menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.000
< 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan terhadap
respon kadar protein. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak
0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan
terhadap respon kadar protein. Nilai signifikansi interaksi penambahan
tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya interaksi
antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak
berpengaruh signifikan terhadap respon kadar protein. Uji lanjut LSD untuk
penambahan konsentrasi tepung jagung dan jenis minyak atau lemak untuk
respon kadar protein berbeda signifikan pada semua taraf.
d. Kadar serat kasar
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan
karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan
makanan tersebut. Serat dibedakan menjadi dua jenis yaitu serat kasar yang
disusun oleh selulosa, lignin, dan sebagian kecil hemiselulosa serta serat
pangan (dietary fiber) terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan
substansi pektat (Lopulalan, 2008).
Berdasarkan Tabel 6, kadar serat edible tray yang diperoleh pada
penelitian ini berada pada kisaran 12.89 % hingga 15.89 %. Nilai serat ini
cukup besar untuk golongan produk pangan. Bila dibandingkan dengan
kadar serat kasar biskuit (SNI 01-2973-1992) maksimum sebesar 0.5 %
maka nilai kadar serat kasar edible tray sangat jauh berbeda sehingga dapat
dikatakan bahwa kadar serat edible tray relatif tidak memenuhi nilai standar
produk pangan biskuit. Kadar serat yang tinggi tidak sepenuhnya
menunjukkan kadar serat meningkat dari kadar awal produk, namun lebih
disebabkan oleh pergeseran massa dari kandungan proksimat lain.
Disamping itu, kadar serat yang tinggi pada produk pangan merupakan hal
yang baik sebab serat pangan terutama oligosakarida sangat bermanfaat
untuk kesehatan karena dapat berfungsi sebagai serat fungsional.

18
Pengujian statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 untuk kadar serat
kasar menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung
0.004 < 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan
terhadap respon kadar serat. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau
lemak 0.227 > 5 %, artinya jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh
signifikan terhadap respon kadar serat. Nilai signifikansi interaksi
penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.984 > 5 %,
artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak
atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar serat. Uji
lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung terhadap respon
kadar serat menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi tepung jagung
sebanyak 0 % dengan 25 % tidak berbeda signifikan, sementara itu,
penambahan konsentrasi tepung jagung sebanyak 25 % dengan 50 % dan 0
% dengan 50 % berbeda signifikan. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau
lemak pada seluruh taraf tidak berbeda signifikan karena minyak atau lemak
yang digunakan tidak memiliki kandungan serat.
Edible tray dengan kode T1 menggunakan 100 % mocaf, edible tray
dengan kode T2 menggunakan 75 % mocaf dan 25 % tepung jagung, dan
edible tray dengan kode T3 menggunakan 50 % mocaf dan 50 % tepung
jagung. Berdasarkan hasil analisis, semakin banyak ditambahkan tepung
jagung pada edible tray maka kadar seratnya semakin rendah. Hal ini
disebabkan karena mocaf dibuat dari ubi kayu yang difermentasi sehingga
memiliki serat yang lebih tinggi, bahan baku mocaf yang digunakan
memiliki kadar serat kasar sebesar 2.96 %.
e. Kadar lemak
Lemak memberikan cita rasa dan memberikan tekstur yang lembut
pada edible tray. Matz (1987) menyatakan bahwa lemak dapat memperbaiki
struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan tekstur, dan aroma. Tabel
6 menunjukkan nilai kadar lemak edible tray. Kadar lemak y