HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONSUMSI PORNOGRAFI INTERNET DAN HARGA DIRI ANAK

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONSUMSI PORNOGRAFI INTERNET DAN HARGA DIRI ANAK

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

JIEMI ARDIAN G 0007012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Pornografi Internet dan Harga Diri Anak

Jiemi Ardian, NIM: G0007012, Tahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari..., Tanggal... 20.. Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ(K) (...)

NIP : 19461102 1976091 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Rin Widya Agustin, M.Psi (...)

NIP : 19760817 2005012 002 Penguji Utama

Nama : Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr.,Sp.KJ(K) (...) NIP : 19500131 1976031 001

Anggota Penguji

Nama : Jarot Subandono, dr., M.Kes (...)

NIP : 19680704 1999032 001

Surakarta, ...

Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., M.S.


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta …. Desember 2010

Jiemi Ardian NIM G.0007012


(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Jiemi Ardian, G0007012, 2010. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi

Pornografi Internet dan Harga Diri Anak

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak.

Metode penelitian yaitu observasional analitik dengan menggunakan

pendekatan case control dimana teknik sampling yang digunakan yakni

purposive random sampling. Ukuran sampel adalah 63 orang rawat jalan yang tergolong konsumen pornografi dan bukan konsumen, dengan rincian 16 orang konsumen pornografi dan 47 orang pasien bukan konsumen

pornografi. Teknik analisa data yang digunakan adalah Fisher dan korelasi

Spearman.

Hasil Penelitian Terdapat hubungan negatif yang bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak dengan kekuatan korelasi lemah (p < 0,05; r = -0,374). OR didapatkan sebesar 5,73 kali lebih besar pada konsumen pornografi untuk memiliki harga diri yang rendah.

Simpulan penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi

konsumsi pornografi dan harga diri anak. Tingkat frekuensi konsumsi pornografi memiliki korelasi negatif yang lemah dengan harga diri anak,

tetapi odds ratio yang besar perlu dipertimbangkan.

__________________________________________________________________ Kata kunci : frekuensi konsumsi pornografi – harga diri anak


(5)

commit to user

v

Comparative Studies on Frequency of Pornograpgy Consumption With Children Self-Esteem

Objective: The purpose of this study was to determine whether pornographic consumption may affect children self esteem.

Methods: The study was an analytic observational study with case control approach in which the sampling technique used by purposive random sampling. The sample size is 63 persons including child whom frequently consume pornography and control, with 16 children whom consume pornography persons details of patients and 43 patients with control. Data analysis techniques used were fisher and spearman.

Results: There are significant differences between children who frequently consume pornography and control (p < 0.05 ; r = -0.0374). The result obtained OR 5,73 bigger in consument of pornography to have low self esteem.

Conclusion: The conclusios of this study, that there are significant differences in self esteem among children who consume pornography and not. Frequency of pornographic consumption has weak negative correlation with children self esteem. Odds ratio must be noticed and warned. In addition consumtion of pornography can affect children self esteem.


(6)

commit to user

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi internet dan harga diri anak.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Tuhan Yesus melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr., Sp.Kj(K) selaku Pembimbing Utama yang

telah memberi bimbingan, saran, dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini.

3. Rin Widya Agustin, M.Psi selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberi bimbingan dan saran.

4. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr.,Sp.Kj(K) selaku Penguji Utama yang telah

memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Jarot Subandono, dr., M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah memberi

masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua tim skripsi FK UNS yang telah

memberi pengarahan.

7. Wiyanto dan Sri Rismiyati yang telah memberi dukungan kasih ,moral dan

material untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Bang Sol, Christianus A W W, Tiur E Situmorang, Hastin Mutiara Surga,

Taufik, David, dan teman-teman angkatan 2007.

9. Ivan, Andre, Risandy, Heigy, Yonisa, Stella, Ito, Adi, Rama, Dio dkk,

yang telah menemani penulis dalam penulisan skripsi ini

10.Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, November 2010


(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

hal.

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

A. Tinjauan Pustaka ... 4

B. Kerangka Pemikiran ... 17

C. Hipotesis ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis Penelitian ... 18

B. Lokasi Penelitian ... 18

C. Subjek Penelitian ... 18

D. Identifikasi Variabel ………...………. 20

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

F. Instrumen Penelitian ... 22


(8)

commit to user

viii

H. Analisis Data ………... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 25

BAB V PEMBAHASAN ... 33

A. Pembahasan Hasil Studi ... 33

B. Keterbatasan Studi ... 37

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Simpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Blueprint skala harga diri...23

Tabel 2. Tabel 2 X 2...24

Tabel 3. Data frekuensi konsumsi pornografi...25

Tabel 4. Distribusi responden menurut frekuensi konsumsi pornografi...28

Tabel 5. Distribusi responden menurut harga diri ...…...28

Tabel 6. Tes normalitas...29

Tabel 7. Tes normalitas data setelah transformasi...29

Tabel 8. Hasil uji hipotesis Spearman...30

Tabel 9. Hasil uji hipotesis Fisher...31

Tabel 10. Distribusi tabel 2 X 2 ...32


(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Kuesioner L-MMPI

Lampiran B. Skala Modifikasi Self-Esteem Rossenberg

Lampiran C.Kuesioner Frekuensi Konsumsi Pornografi

Lampiran D. Disrtribusi Data

Lampiran E. Analisis Data Uji Korelasi Spearman Lampiran F. Distribusi data transformasi

Lampiran G. Data setelah transformasi Lampiran H. Hasil uji Fisher


(11)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pornografi di Indonesia telah menjadi hal yang sangat umum karena mudah diakses. Indonesia belum memiliki aturan pornografi yang jelas sehingga menjadi negara kedua setelah Rusia yang paling rentan dengan penetrasi pornografi terhadap anak-anak (BKKBN, 2006).

Studi deAngelis (2007) menyatakan, setiap tahun sekitar 40 persen remaja dan anak-anak mengakses situs porno baik secara sengaja atau tidak sengaja. Pada tahun 2006 sebanyak 80 persen anak Indonesia terpapar pornografi. Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin merebaknya media pengakses pornografi seperti tayangan televisi, film, internet, dan bacaan yang berbau pornografi (BKKBN, 2006). Survei dari Yayasan Kita dan Buah Hati di Jabodetabek tahun 2005 dalam Supriati dan Fikawati menyebutkan, lebih dari 80% anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi melalui situs internet. Sebagian besar dari mereka merupakan pelajar yang sedang mencari bahan pelajaran untuk memenuhi tugas sekolah. Bahkan salah satu sekolah menengah atas (SMA) negeri di Jakarta menunjukkan bahwa 44% remaja mengaku terpapar pornografi pertama kali pada usia sebelum 13 tahun (Supriati dan Fikawati, 2009).

Anak-anak dalam perkembangannya akan membentuk harga diri. Harga diri dibagi menjadi beberapa aspek. Salah satunya adalah ketaatan dalam


(12)

commit to user

menaati nilai-nilai moral. Pencapaian nilai moral akan ikut mempengaruhi harga diri anak (Coopersmith dalam Fikawati, Supriati, 2009; Supartiningsih, 2004).

Harga diri mengandung arti “Siapa saya dan apa diri saya”. Harga diri terbentuk melalui penilaian sesuai standar berdasarkan kriteria tertentu. Harga diri akan terus diproses sepanjang hidup melalui interaksi antar individu dan menginternalisasi nilai yang ada pada masyarakat dan orang lain (Burn, 1998).

Individu yang memiliki harga diri tinggi menunjukkan perilaku menerima dirinya apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri. Individu yang memiliki harga diri rendah, akan menunjukkan perhargaan buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Stuart dan Sundeen; Keliat dalam Sriati, 2008).

Pembentukkan harga diri anak dipengaruhi oleh pencapaian moral anak. Sedangkan pornografi tidak sesuai dengan nilai moral (Supartiningsih, 2004). Selain itu, paparan pornografi juga memberikan pengalaman yang berefek kurang baik pada emosi anak. Ada anak yang merasa marah (53%), kecewa (40%), terganggu, kaget atau khawatir (38%) karena telah melihatnya, tetapi karena merasa ada sesuatu yang menyenangkan, mereka akan mengulanginya lagi. Studi tentang efek pornografi terhadap anak masih sedikit, walaupun materi pornografi telah dikonsumsi banyak anak-anak (DeAngelis, 2007). Oleh karena itu, penting kiranya dilakukan studi tentang hubungan antara pornografi


(13)

commit to user

internet dengan harga diri anak (Widiantoro, 2010). Studi ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh pornografi terhadap harga diri anak

B.Perumusan Masalah

Adakah hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri anak?

C.Tujuan Penelitian

Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri anak

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritik

a. Studi ini diharapkan dapat mengetahui hubungan antara konsumsi

pornografi internet dengan harga diri anak.

2. Manfaat terapan

a. Bagi anak untuk memberi bahan pertimbangan dalam pembentukkan

harga diri yang sehat

b. Bagi pemerintah studi ini memberi bahan pertimbangan dalam

mengambil kebijakan.

c. Bagi orang tua studi ini memberi bahan pertimbangan untuk

mengarahkan pembentukkan harga diri anak yang lebih sehat.

d. Bagi peneliti sebagai acuan untuk studi lebih lanjut.

e. Bagi psikolog dan psikiater sebagai pertimbangan untuk melihat

pornografi sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri anak.


(14)

commit to user

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Harga Diri

Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang memiliki peran sangat penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Coopersmith dikutip dalam Burn (1998) mengatakan bahwa :

“Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan”. Secara

singkat, harga diri adalah personal judgment mengenai

perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya”.

Harga diri menurut Stuart dan Sundeen dalam Salbiah (2003) juga dapat diartikan sebagai penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu menganggap dirinya berharga, mampu, berarti.


(15)

commit to user

Harga diri bukanlah satu unit yang dikonstruksi, melainkan kumpulan representasi internal, mekanisme monitoring, perbaharuan, evaluasi, motivasi dan mekanisme yang mendasari tindakan (Hill., Buss, 2007).

a. Aspek-aspek dalam harga diri

Coopersmith (1998) membagi harga diri ke dalam empat aspek:

1) Kekuasaan (power)

Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya rasa hormat dan pengakuan yang diterima individu.

2) Keberartian (significance)

Adanya kepedulian, penilaian, afeksi, yang diterima individu dari orang lain.

3) Kemampuan (competence)

Berhasilnya individu memenuhi tuntutan prestasi.

4) Kebajikan (virtue)

Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan menjauhi tingkah laku yang tidak dibolehkan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri

1) Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang


(16)

commit to user

dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu (Sriati, 2008). Pengalaman yang diperoleh manusia tidak selamanya menyenangkan, ada yang memberi kesan positif dan ada yang memberi kesan negatif. Peristiwa negatif dalam hidup dapat memberi efek negatif terhadap harga diri (Baron dan Bryne, 2002).

2) Pola asuh

Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya (Sriati, 2008). Perlakuan yang diterima anak oleh orang tua dapat digolongkan menjadi beberapa macam, ada yang dibiarkan (neglect), ada yang diperlakukan secara kasar (violencei),

dimanfaatkan secara salah (abuse), dan diperlakukan secara

penuh toleransi dan menciptakan iklim yang sehat

(Notosoedirdjo dan Latipun, 2005).

3) Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan yang baik antara anak dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan


(17)

commit to user

nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Sriati, 2008).

4) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari- hari (Ali dan Asrori, 2004). Hurlock (1999) mengatakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah dianggap sebagai salah satu faktor yang akan membuat mereka ditolak oleh lingkungan teman dan akan membuat pada akhirnya mereka merasa tidak berharga.

c. Tingkatan harga diri

Harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum dalam artian bahwa harga diri merupakan suatu persepsi evaluasi publik berisi pesan-pesan mengenai diri dalam kadar besar yang mengarahkan diri dalam berhubungan dengan orang lain (Goss dan O’Hair dalam Sobur, 2003). Harga diri antara orang satu dengan yang lain itu berbeda, hal ini terkait dengan pengalaman yang dimiliki masing-masing individu.

Coopersmith (1967) mengatakan harga diri (self esteem)

memiliki beberapa tingkatan, yaitu tingkatan tinggi, sedang dan rendah. Orang dengan harga diri tinggi memiliki ciri-ciri mandiri,


(18)

commit to user

kreatif, yakin atas gagasan-gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian stabil, tingkat kecemasan yang rendah, dan lebih berorientasi pada keberhasilan. Orang yang mempunyai harga diri yang sedang mempunyai penilaian tentang kemampuan, harapan-harapan dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, sekalipun moderat. Mereka memandang dirinya lebih baik daripada kebanyakan orang, tetapi tidak sebaik penilaian individu dengan harga diri tinggi. Sementara itu orang dengan harga diri rendah pada umumnya kurang percaya akan dirinya sendiri dan enggan untuk menyatakan diri dalam suatu kelompok, terutama bila mereka mempunyai gagasan-gagasan baru dan kreatif. Mereka kurang berhasil dalam hubungan antar pribadi dan kurang aktif dalam masalah-masalah sosial. Dari beberapa ciri tersebut disimpulkan bahwa orang dengan harga diri tinggi lebih memiliki potensi untuk sukses daripada orang yang memiliki self esteem rendah.

Irnovian dkk (2009) juga mendapatkan hasil yang serupa. Orang dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi prestasi belajar, maka semakin tinggi pula harga diri seseorang.

Rossenberg (1965) membagi harga diri menjadi dua yaitu tinggi dan rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi ia akan menghormati dirinya dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah


(19)

commit to user

ia tidak dapat menerima dirinya dan menganggap dirinya tidak berguna dan serba berkekurangan.

Harga diri seringkali diukur dengan sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau rendah sampai

tinggi (Baron dan Bryne, 2002). Semakin besar perbedaan antara self

dan idealnya maka semakin rendah harga diri. Story dalam Baron dan Bryne (2002) mengatakan individu dengan harga diri yang tinggi mengingat peristiwa yang menyenangkan dengan lebih baik yang membantu mempertahankan evaluasi diri yang positif, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah melakukan hal sebaliknya.

d. Hambatan dalam perkembangan harga diri

Menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan harga diri adalah :

Perasaan takut, yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear).

Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh keberanian, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam


(20)

commit to user

perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah. Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya.

Perasaan salah yang pertama adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri. Perasaan salah yang kedua dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu sendiri telah menentukan kriteria mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Jika pegangan hidup yang individu miliki dilanggar, akan berpengaruh pada pembentukkan harga dirinya.

e. Perkembangan harga diri

Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang


(21)

commit to user

lain dan sebagian berdasarkan pengalaman spesifik (Baron dan Bryne, 2002). Sikap terhadap diri sendiri dimulai pada interaksi paling awal antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain. Harga diri dimulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya (Burn, 1998). Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga dan menerima diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri.

Setiap orang punya alasan yang berbeda-beda mengapa harga diri perlu terbentuk dalam hidup mereka. Sakkides dalam Baron dan

Bryne (2002) menyatakan tiga motif dalam evaluasi diri yaitu self

assessment, self enhancement, dan self verification. Self assessment

merupakan motif yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan

yang akurat tentang dirinya sendiri, self enhancement bertujuan

untuk mendapatkan informasi positif tentang diri mereka sendiri,

sedangkan self verification bertujuan untuk mengkonfirmasi sesuatu

yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri.

Sebuah sumber informasi utama yang relevan dengan evaluasi diri adalah orang lain, kita menilai diri sendiri atas dasar


(22)

commit to user

perbandingan sosial (Browne, Waymen dan Taylor dalam Baron dan Bryne, 2002). Individu mempunyai penilaian sendiri mengenai dirinya tergantung dengan siapa individu tersebut membandingkan dirinya.

2. Frekuensi Konsumsi Pornografi

a. Definisi konsumsi pornografi

Pornografi berasal dari dua kata, yaitu porne dan graphos.

Porne mengandung arti prostitusi atau pelacuran, graphos

mengandung arti tulisan atau gambar. Berkaitan dengan makna kata-kata ini, identifikasi pornografi yang paling umum adalah tulisan atau gambar yang memancing kesenangan seksual, seperti kesenangan seksual pada pelacuran. Sifat yang dekat pelacuran merupakan inti persoalan masalah pornografi. Pelacuran dalam konteks ini adalah praktik yang menjadikan kesenangan seks sebagai komoditas untuk mencari keuntungan (Supangkat, 2005). Pornografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan dan tulisan, dan juga dalam format video untuk membangkitkan nafsu birahi. Materi pornografi juga banyak disebarluaskan dalam format video.

Undang-Undang Pornografi meliputi larangan dan pembatasan perbuatan yang berhubungan dengan pornografi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yakni:


(23)

commit to user

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,

menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,

mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan materi pornografi yang secara eksplisit memuat:

a) Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang

b) Kekerasan Seksual

c) Masturbasi atau onani

d) Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan

e) Alat kelamin; atau

f) Pornografi anak

Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a) Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang

mengesankan ketelanjangan

b) Menyajikan secara eksplisit alat kelamin

c) Mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau

d) Menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak

langsung layanan seksual (Lubis, 2009).

Zillman (1986) mengatakan bahwa setelah empat minggu, materi pornografi yang dilihat akan kehilangan efek untuk menstilmulasi seksualitas. Materi pornografi yang dilihat dalam satu hari efeknya baru akan terlihat dalam hari-hari berikutnya. Dalam hari-hari tersebut, kegiatan seksual subyek yang melihat materi pornografi akan menjadi lebih sering, dan efek tersebut akan mulai


(24)

commit to user

menurun dalam minggu-minggu berikutnya. Efek psikis bagi yang tidak lagi mengonsumsi pornografi akan mulai berangsur-angsur membaik dan hilang dalam delapan minggu. Dengan demikian, seseorang dikategorikan mengonsumsi pornografi apabila secara rutin mengonsumsi materi pornografi setidaknya setiap delapan minggu.

b. Akibat pornografi

Adegan dalam film porno akan merangsang untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya. Studi terhadap pelajar SMPN di Kota Pontianak menunjukkan bahwa 83,3% pelajar SMPN telah terpapar pornografi dan 79,5% di antaranya mengalami efek paparan. Efek paparan pornografi tidak hanya berupa pengetahuan tentang pornografi, tetapi sampai pada aspek afektif dan kecenderungan untuk berperilaku. Efek paparan yang ditemukan terdiri atas beberapa tahap, yaitu adiksi, ekskalasi, desensitisasi, dan act out. Dari responden yang mengalami efek paparan, 19,8% berada pada tahap adiksi. Dari responden yang adiksi 69,2% berada pada tahap eskalasi, dan dari responden yang eskalasi 61,1% berada pada tahap desensitisasi. Tahap act out telah dialami oleh 31,8% dari total sampel yang berada pada tahap desensitisasi (Supriati dan Fikawati, 2009).

Tahap adiksi adalah ketika seseorang menyukai materi pornografi lalu ketagihan dan berusaha ingin selalu mendapatkan


(25)

commit to user

materi tersebut. Setelah sekian lama mengonsumsi pornografi, individu yang ketagihan akan mengalami peningkatan kebutuhan terhadap materi seks yang lebih berat, lebih eksplisit, lebih sensasional, dan lebih menyimpang dari yang sebelumnya dikonsumsi (tahap eskalasi). Sampai akhirnya materi seks yang tadinya tabu, tidak bermoral, dan merendahkan martabat, secara perlahan dianggap menjadi sesuatu hal yang biasa dan tidak sensitif lagi (tahap desensitisasi). Setelah itu terjadi kecenderungan untuk membawa materi seksual yang ditontonnya ke dalam kehidupan nyata (tahap act-out) (Supriati dan Fikawati, 2009).

3. Anak

a. Definisi anak

Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefiniskan sebagai manusia yang masih kecil (KBBI, 2008). Seseorang masih dikategorikan sebagai anak sampai umur 13 tahun (Hurlock, 1991).

b. Minat anak pada seks

Anak memiliki minat pada seks lebih besar setelah anak masuk sekolah jika dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini dikarenakan hubungan dengan teman sebaya bertambah kerap dan erat. Puncak minat seks ada pada periode pubertas. Selama tahun-tahun terakhir masa anak dapat dikatakan tidak ada periode lain dalam kehidupan yang begitu diwarnai oleh minat pada seks, kecuali masa awal perkawinan (Hurlock, 1999).


(26)

commit to user

c. Moral anak

Saat bayi terlahir, bayi tidak memiliki standar moral atau skala nilai. Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia (Atkinson dalam Sjarkawi, 2006; Hurlock, 1991)

Objek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia dan tindakan manusia. Moral dibatasi sebagai sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar atau salahnya suatu perilaku. Selain itu moral juga dapat diartikan adanya kesesuaian dengan ukuran baik buruknya sesuatu tingkah laku atau karakter yang telah diterima oleh suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tingkah laku spesifik, seperti misalnya tingkah laku seksual (Haricahyomo dalam Agustiningsih, 2005).

Sejak masa kelahirannya, setiap anak harus diajari standar tentang yang benar dan yang salah. Nilai-nilai inilah yang nantinya akan menjadi standar moral anak dalam bertindak (Hurlock, 1991).

4. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Pornografi dan Harga Diri Anak

Harga diri memiliki hubungan dengan pencapaian anak dalam mengikuti nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan keluarga. Harga diri


(27)

commit to user

akan terganggu oleh rasa bersalah yang diakibatkan karena dilanggarnya pegangan hidup (Salbiah, 2003; Dariuszky, 2004). Pornografi tidak sesuai dengan nilai moral yang diyakini masyarakat. Pelanggaran nilai ini akan berpengaruh pada pembentukan harga diri anak (Supartiningsih, 2004).

B.Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: Mendukung

: Mempengaruhi

C.Hipotesis

Ada hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri anak.

Self-esteem sehat Pelaksanaan nilai

Frekuensi Konsumsi Pornografi


(28)

commit to user

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis studi ini observasional analitik dengan pendekatan case control

(Taufiqurohman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Studi ini dilaksanakan di warnet-warnet yang terletak di sekitar Universitas Sebelas Maret.

C. Subyek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam studi ini adalah semua anak berusia 12 sampai 13 tahun.

2. Sampel Penelitian

Studi ini mengambil sampel anak berusia 12 sampai 13 tahun yang mengonsumsi materi pornografi. Usia ini diambil karena penulis bertujuan melihat hubungan frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri anak dan skala penelitian yang digunakan penulis sesuai untuk anak berusia 12 sampai 13 tahun. Anak dikategorikan mengonsumsi pornografi jika rutin melihat pornografi setidaknya dalam 8 minggu terakhir. Sampel kontrol juga diambil dari anak di bawah 13 tahun yang tidak mengonsumsi materi pornografi.


(29)

commit to user Untuk kelompok sampel kasus ditentukan a. Kriteria Inklusi

1) Tidak punya gangguan fisik dan mental

2) Mengonsumsi pornografi dalam 8 minggu terakhir 3) Usia berusia 12 sampai 13 tahun

4) Ikut dalam studi dengan mengisi kuisoner secara lengkap b. Kriteria Ekslusi

1) Memiliki gangguan fisik dan mental 2) Data kuesioner tidak lengkap 3) Usia diatas 13 tahun

Karena dalam studi ini menggunakan case-control, maka ditentukan kriteria inklusi dan eksklusi untuk kelompok kontrol.

Untuk kelompok sampel kontrol ditentukan a. Kriteria Inklusi

1) Tidak punya gangguan fisik dan mental 2) Tidak mengonsumsi pornografi

3) Usia antar 12 sampai 13 tahun

4) Ikut dalam studi dengan mengisi kuisoner secara lengkap b. Kriteria Ekslusi

1) Memiliki gangguan fisik dan mental 2) Usia diatas 13 tahun

3) Data kuesioner tidak lengkap 3. Besar Sampel


(30)

commit to user

n =" ∝/ 1−

3

Keterangan :

n = Besar Sampel

za = Deviasi normal standar ditentukan. Besar a yang ditentukan

sebesar 0,05 dan za = 1,96.

d = Tingkat kecermatan yang diinginkan ditentukan sebesar 0,1

p = Taksiran prevalensi konsumsi pornografi 0,4 berdasarkan studi

de Angelis (2007).

Sampel total berjumlah 184 anak, dengan perincian 92 orang anak sebagai sampel kasus dan 92 anak sebagai sampel kontrol.

Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria

inklusi di atas. Dalam hal ini, cara menarik sampel adalah dengan non

probability sampling yakni purposive sampling di mana sampel dipilih bedasarkan kepemilikan ciri–ciri tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi (Arief, 2004).

D. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : Frekuensi konsumsi pornografi

2. Variabel tergantung : Harga diri

3. Variabel luar

a. Variabel terkendali : usia dan jenis kelamin

b. Variabel tak terkendali : lingkungan pendidikan, kepribadian, sosial


(31)

commit to user

E. Definisi Operasional Variabel

1. Frekuensi Konsumsi Pornografi

Individu disebut mengonsumsi pornografi apabila secara rutin melihat pornografi dengan interval waktu paling lama sekali dalam delapan minggu (Zillman, 1986). Konsumsi pornografi akan dilihat dari lama responden melihat materi pornografi dalam jam selama satu bulan. Keadaan ini dapat ditentukan dengan kuesioner. Skala pengukurannya adalah nominal. Konsumsi pornografi akan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sangat sering, sering, cukup, jarang, sangat jarang. Pengkategorian akan diambil berdasarkan data yang didapatkan di lapangan. Data frekuensi konsumsi pornografi akan dikelompokkan menurut kuarter dengan pengkategorian sangat sering, sering, jarang dan sangat jarang.

2. Harga diri

Harga diri adalah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Salbiah, 2003). Harga diri akan diukur dengan skala yang dimodifikasi

oleh Prihantini (2009) dari Rossenberg Self Esteem Scale (RSES). Skala

ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Skala pengukurannya adalah nominal.

Rossenberg Self Esteem Scale berdasar pada aspek harga diri yang diungkapkan Rossenberg (1965) mengenai penghormatan diri dan


(32)

commit to user

anak berusia 12 sampai 13 tahun. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek studi, berarti mengindikasikan semakin tinggi pula tingkat harga diri yang dimiliki oleh anak.

F. Instrumen Penelitian

1. Skala Kebohongan L-MMPI (Lie-Scale MMPI)

Skala Kebohongan L-MMPI adalah suatu skala yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh MMPI. Skala tersebut berisi 15 item. L-MMPI digunakan untuk menilai dan mengetahui kejujuran dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Subyek studi dinyatakan gugur jika menjawab ”tidak” sebanyak >10.

2. Skala Modifikasi Harga Diri Rossenberg

Skala harga diri yang digunakan dalam studi ini merupakan

modifikasi dari Rossenberg Self Esteem Scale (RSES). RSES berdasar

pada aspek harga diri yang diungkapkan Rossenberg (1965) mengenai penghormatan diri dan penerimaan diri. Kali ini penulis akan menggunakan skala harga diri Rossenberg yang telah dimodifikasi oleh Prihantini (2009). Skala ini menjadi 23 item yang terdiri dari 13 pertanyaan favorabel dan 10 pertanyaan unfavorabel yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.


(33)

commit to user Tabel 1. Blueprint Skala Harga Diri

Aspek Nomor Item Jumlah

Favorabel Unfavorabel Penghormatan diri

Penerimaan diri

1, 4, 8, 11, 14, 3, 7, 10, 13, 17 i13 18, 20, 22

2, 6, 16, 19, 21 5, 9, 12, 15, 23 i 10 23 Jumlah

(Prihantini, 2009)

3. Kuesioner Frekuensi Konsumsi Pornografi

Kuesioner ini berisi frekuensi konsumsi pornografi, dan kapan terakhir melihat materi pornografi. Jika sampel telah lebih dari delapan minggu tidak melihat pornografi, maka tidak akan digunakan dalam studi ini. Studi sebelumnya menyatakan efek dari materi pornografi akan menghilang setelah lebih dari delapan minggu.

G. Protokol Penelitian

RSES RSES

Analisis Data Jujur Jujur

Berbohong Berbohong

RSES Skala L-MMPI

Sampel Kontrol


(34)

commit to user

H. Analisis Data

Berdasarkan skala pengukuran dari variabel yang digunakan, maka uji

statistika yang sesuai yaitu chi square tabel 2X2. Pemilihan uji statistika

tersebut berdasarkan skala pengukuran variabel nominal dan nominal yang tidak berpasangan (Murti, 2003).

Dalam pelaksanaan analisis data, pengolahan data dilakukan melalui

bantuan komputer dengan program SPSS (Statistcical Product and Service

Solution) versi 17.

Tabel 2. Tabel 2 X 2

Sampel Konsumen Kontrol Total

HD Rendah A B a + b

HD Tinggi C D c + d

Total a + c b + d a + b + c + d

Odds ratio digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan

antara konsumsi pornografi dan harga diri anak. Odds Ratio didapatkan

dengan persamaan.

&4= 3

Uji Hipotesis Spearman digunakan untuk mengetahui korelasi antara konsumsi pornografi dan harga diri anak. Dalam pelaksanaan analisis data, pengolahan data dilakukan melalui bantuan komputer dengan program SPSS (Statistcical Product and Service Solution) versi 17.


(35)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Studi dilakukan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2010 dengan cara menyebar kuesioner pada pengunjung warnet. Setelah protokol penelitian, didapatkan 63 kuesioner yang dapat dianalisis, yaitu:

Tabel 3. Data frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri

No Frekuensi Konsumsi Pornografi Harga Diri

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 53.00 49.00 55.00 41.00 51.00 50.00 46.00 48.00 54.00 44.00 69.00 69.00 62.00 60.00 25


(36)

commit to user 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 0.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 68.00 59.00 39.00 40.00 44.00 50.00 46.00 48.00 32.00 36.00 52.00 49.00 49.00 44.00 43.00 43.00 41.00 49.00 51.00 41.00 45.00 40.00 60.00


(37)

commit to user 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 2.00 3.00 3.00 4.00 4.00 4.00 5.00 5.00 5.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 12.00 12.00 12.00 16.00 59.00 42.00 44.00 58.00 44.00 44.00 60.00 41.00 48.00 44.00 49.00 44.00 48.00 46.00 28.00 48.00 26.00 66.00 40.00 41.00 49.00 46.00 46.00


(38)

commit to user 62. 63. 16.00 16.00 43.00 41.00 42.00 Sumber: Data Primer, 2010

Dari data tersebut, didapatkan karakteristik responden sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi responden menurut frekuensi konsumsi pornografi

No Nilai Kelompok Jumlah Presentase

1. 2. 0 1-18 Kontrol Kasus 16 47 25,4 74,6

Tabel 5. Distribusi responden menurut harga diri

No Nilai Representasi Jumlah Persentase

1. 2.

13,8 ≤ x < 41,4

41,4 ≤ x < 69

Rendah Tinggi 14 49 22,2 77,8

Dari data yang didapat dapat dilihat, responden yang memiliki harga diri rendah ada 14 orang, sedangkan yang memiliki harga diri tinggi ada 49 orang. Sebagian besar responden memiliki harga diri yang tinggi.

B. Analisis Data

Data yang diperoleh di atas kemudian dilakukan analisis data yang terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) uji normalitas data, (2) uji hipotesis dengan korelasi Spearman, (3) uji hipotesis Fisher menggunakan program komputer


(39)

commit to user

1. Uji normalitas data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak (Santoso, 2006). Suatu data dikatakan normal jika nilai p>0,05 (Dahlan, 2005). Hasilnya sebagai berikut.

Tabel 6. Tes normalitas Kolmogorov-Smirnov

No Variabel P

1. 2.

Frekuensi konsumi pornografi Harga diri

0,000 0,003

Interpretasi hasil menggunakan Kolmogorov-Smirnov karena sampel

berjumlah ≥50 (Dahlan, 2005), didapatkan nilai signifikansi p = 0 untuk

data frekuensi konsumsi pornografi dan p = 0,003 untuk data harga diri. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa data frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri memiliki sebaran data tidak normal. Lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran D.

Untuk menormalkan sebaran data, dilakukan proses transformasi data (Dahlan, 2005). Salah satu cara transformasi data dalam SPSS adalah menggunakan fungsi log. Hasil tes normalitasnya adalah sebagai berikut.


(40)

commit to user

Tabel 7. Tes normalitas data setelah transformasi data

No Variabel P

1. 2.

Frekuensi konsumi pornografi Harga diri

0,000 0,026

Interpretasi data menggunakan Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai kemaknaan 0.026 untuk harga diri dan 0 untuk frekuensi konsumsi pornografi setelah ditransformasi. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa data tersebut memiliki sebaran yang tidak normal.

Distribusi Data setelah ditransformasi dapat dilihat di lampiran F.

Sedangkan data setelah ditransformasi dapat dilihat di lampiran G.

2. Uji hipotesis Spearman

Syarat untuk uji parametrik adalah data memiliki sebaran normal (Dahlan, 2004; Wahana Komputer Semarang, 2004) dan sampel berjumlah lebih dari 30 (Nugroho, 2005). Data yang digunakan dalam studi ini tidak memenuhi syarat uji parametrik, sehingga perlu dicari uji hipotesis nonparametrik yang sesuai. Uji nonparametrik yang sesuai adalah uji hipotesis Spearman.

Tabel 8. Hasil uji hipotesis Spearman

No Variabel R P

1. Konsumsi Pornografi dan Harga

Diri Anak


(41)

commit to user

Untuk menilai kemaknaan korelasi antar dua variabel, digunakan nilai P (Sig.). Terdapat korelasi yang bemakna antar dua variabel jika nilai P<0,05 (Dahlan, 2005). Interpretasi hasil analisis dengan uji korelasi Spearman pada studi ini, didapatkan nilai P=0,002 menunjukkan terdapat korelasi yang bermakna antara skor frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri.

Nilai korelasi Spearman (r) adalah -0,374. Nilai r antara 0,20-0,399 menggambarakan korelasi yang lemah, tanda minus menunjukkan arah korelasi yang berlawanan. Hal ini menunjukkan, semakin besar nilai variabel yang satu akan semakin kecil nilai variabel yang lain (Dahlan, 2005). Hasil lebih lengkap dapat dilihat di lampiran E

Hasil analisis data menggunakan uji korelasi Spearman

menunjukkan H0 (r£0) ditolak, dan H1 diterima. Terdapat hubungan

negatif antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri.

3. Uji hipotesis Fisher

Syarat untuk uji chi square adalah sel yang mempunyai nilai

expected kurang dari lima, maksimal 20% dari jumlah sel (Dahlan, 2009). Data yang didapat tidak memenuhi syarat untuk uji chi square sehingga diambil uji alternatif yang sesuai, yaitu uji Fisher.

Tabel 9. Hasil uji hipotesis Fisher

No Variabel P (2-sided) P (1-sided)


(42)

commit to user

Nilai kemaknaan adalah 0,093 untuk 2-sided (two tail) dan 0,069

untuk 1-sided (one tail). Nilai kemaknaan p>0,05, dapat diambil

kesimpulan bahwa ada hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak. Hasil lebih lengkap dapat dilihat di lampiran H.

4. Odds Ratio

Tingkat kekuatan hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri anak digunakan rumus odds ratio.

Tabel 10. Distribusi data tabel 2X2

Sampel Konsumen Kontrol Total

HD Rendah 13 1 14

HD Tinggi 34 15 49

Total 47 16 63

Odds Ratio didapatkan dengan persamaan:

&4= 3

&4=13 15

1 34

&4= 5,73

Studi pada sampel dari populasi ini menunjukkan konsumsi pornografi memiliki risiko harga diri yang rendah 5,73 kali daripada tidak mengonsumsi pornografi.


(43)

commit to user

33

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Studi

Instrumen penelitian yang terdiri dari kuesioner L-MMPI, skala harga diri modifikasi Rossenberg dan kuesioner konsumsi pornografi disebar dan diisi oleh 250 orang. Instrumen penelitian diseleksi menurut kelengkapan dan uji L-MMPI. Data yang didapatkan sebanyak 63 responden. Responden yang dibutuhkan menurut rumus Z adalah 184 orang, namun karena keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan penulis maka diambil 63 orang responden sebagai sampel. Data studi menunjukkan jumlah responden yang mengonsumsi pornografi sebanyak 74,6% dari total responden 63 orang. Data

studi ini didapatkan dengan penyebaran angket secara purposive.

Pengurangan jumlah sampel akan mempengaruhi hasil analisis data sehingga kurang representatif terhadap populasi. Kelemahan ini diatasi dengan menggunakan uji hipotesis non parametrik yang dapat digunakan untuk ukuran sampel yang sedikit.

Analisis data hubungan frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri

anak dengan uji korelasi Spearman menggunakan program SPSS 17.0 for

Windows didapatkan nilai kemaknaan P = 0,002 menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak. Koefisien korelasi r = -0,374 menunjukkan arah korelasi yang terbalik dan kekuatan korelasi yang lemah.


(44)

commit to user

Individu yang memiliki harga diri yang tinggi berarti menyukai dirinya sendiri. Harga diri anak dipengaruhi beberapa aspek seperti pengalaman, pola asuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Harga diri anak mulai dibentuk sejak pertama kali bertemu dengan pengasuhnya dan kemudian dengan dunia luar dan berinteraksi dengan dunia lingkungannya (Burn, 1998).

Hambatan dalam perkembangan harga diri antara lain perasaan takut, yaitu ketakutan atau kekhawatiran. Perasaan salah juga menghambat perkembangan harga diri, perasaan salah yang pertama adalah merasa salah karena ketakutan, keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan dirinya sendiri. Perasaan salah karena melanggar pegangan hidup juga akan

menghambat perkemb`angan harga diri(Atkinson dalam Sjarkawi, 2006;

Hurlock, 1991).

Pelanggaran pegangan hidup anak akan mempengaruhi perkembangan harga diri anak. Pornografi tidak sesuai dengan nilai moral yang diyakini masyarakat, oleh karena itu konsumsi pornografi akan mempengaruhi

perkembangan harga diri anak (Supartiningsih, 2004).

Perkembangan harga diri dipengaruhi oleh banyak hal seperti pengalaman, pola asuh, lingkungan, jenis kelamin, prestasi dan sosial ekonomi. Peristiwa negatif dalam hidup dapat memiliki efek negatif terhadap harga diri (Baron dan Bryne, 2002). Sebagai contoh adalah ketika individu di masa kanak-kanaknya sering diejek oleh teman-temannya, maka hal ini merupakan sebuah pengalaman yang menurunkan harga diri. Selain itu,


(45)

commit to user

komentar negatif yang sering diterima oleh anak akan berpengaruh pada pembentukkan harga dirinya.

Pola asuh orang tua berpengaruh pada pembentukkan harga diri individu. Pola asuh merupakan perlakuan orang tua kepada anak berkaitan dengan apa yang dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain terhadap anak (Notosoedirdjo dan Latipun, 2005). Perlakuan orang tua terhadap anak

ada bermacam-macam, ada yang dibiarkan (neglect), ada yang diperlakukan

secara kasar (violencei), dimanfaatkan secara salah (abuse) dan diperlakukan

secara penuh toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Sochib (1998) menyebutkan bahwa pola asuh ada tiga yaitu otoriter, memberi kebebasan penuh dan demokratis. Otoriter dan memberi kebebasan penuh menjadi pendorong anak untuk berperilaku agresif. Orang tua yang berperilaku demokratis tidak memberikan andil untuk anak berperilaku agresif dan menjadi pendorong terhadap perkembangan anak ke arah positif.

Terbentuknya individu tidak terlepas dari interaksi individu dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain juga akan terkait dengan lingkungan. Lingkungan memberikan dampak besar kepada anak melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Dacey dan Maureen dalam Ling dan Dariyo, 2002).

Sultana, Bibi dan Rehman (2006) menyatakan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan harga diri seseorang. Studi yang dilakukan Sultana dkk (2006) menyatakan bahwa pria memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada


(46)

commit to user

wanita. Pria lebih menunjukkan problem solving yang baik ketika mereka

menghadapi masalah sementara wanita merasa tidak nyaman untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi permasalahn dalam kehidupan sehari-harinya.

Interaksi sosial di masyarakat juga berhubungan dengan harga diri yang dimiliki seseorang. Ling dan Dariyo (2002) menyebutkan bahwa siswa yang menunjukkan interaksi sosial cenderung tinggi di sekolah, mempunyai harga diri yang lebih tinggi pula.

Faktor perancu yang diperhitungkan pada studi ini hanya gangguan mental dan fisik sehingga diperlukan studi lebih lanjut. Perkembangan harga diri seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat hubungan frekuensi konsumsi pornografi terhadap harga diri anak.

Studi ini menggunakan analisis komparatif dan korelatif antara dua variabel yaitu frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri. Untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara keduanya atau variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain, diperlukan studi lebih lanjut.

Uji komparatif fisher dalam studi ini dilipih karena sampel tidak memenuhi syarat untuk uji chi square. Uji fisher menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak. Analisis data selanjutnya menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi yang bermakna antara frekuensi konsumi pornografi dan harga diri anak, dengan kekuatan korelasi yang lemah.


(47)

commit to user

Persamaan Odds Ratio menunjukkan bahwa konsumsi pornografi

meningkatkan risiko harga diri rendah 5,73 kali dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Korelasi spearman menunjukkan kekuatan korelasi yang lemah, dan

odds ratio menunjukkan peningkatan risiko harga diri rendah 5,73 kali lebih tinggi pada orang yang mengonsumsi pornografi. Harga diri dipengaruhi oleh banyak hal, dari hasil studi pada sampel yang didapatkan, didapatkan korelasi yang lemah antara harga diri dan konsumsi pornografi. Peningkatan risiko bagi konsumen pornografi untuk memiliki harga diri yang rendah mungkin disebabkan karena jumlah yang tinggi, sehingga korelasi yang lemah akan mempengaruhi harga diri lebih kuat.

Uji hipotesis spearman dipilih karena sampel tidak memenuhi syarat untuk uji korelasi parametrik pearson, sehingga dipilih uji non-parametrik alternatifnya yaitu uji spearman. Koefisien korelasi uji korelasi spearman yang rendah mungkin disebabkan karena harga diri seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak.

B. Keterbatasan Studi

Sumber pustaka yang digunakan dalam studi ini terbatas. Sedikitnya sumber pustaka yang diperoleh berpengaruh pada alur pikir dalam pengambilan hipotesis dalam studi ini, sehingga memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan hipotesis. Buku yang digunakan penulis dalam penulisan dasar teori juga terbatas sehingga akan mempengaruhi pengambilan hipotesis.


(48)

commit to user

Pada studi kali ini jumlah sampel tidak memenuhi jumlah yang seharusnya. Jumlah sampel yang seharusnya adalah 184 orang, tetapi pada studi kali ini didapatkan 63 orang. Kurangnya jumlah sampel berpengaruh

pada pengambilan kesimpulan hasil studi. Pada studi sejenis sebelumnya

digunakan sampel 260 (Shaller dkk, 2008), pada studi eksperimental digunakan sampel 23 orang yang diberi perlakuan menonton materi pornografi selama 90 menit setiap hari (Reifler, 1971).

Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive random sampling

dan desain studi case control dengan pendekatan cross sectional. Beberapa

studi lain menggunakan desain studi kohort (Alexy dkk, 2009 ;Goldstein, 1973) dan beberapa lainnya menggunakan studi eksperimental (Reifler dkk, 1971). Diperlukan desain studi yang lebih baik seperti kohort dan teknik sampling yang representatif untuk hasil studi yang lebih baik.

Uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik. Hal ini diakibatkan karna persebaran data yang tidak normal. Jika ada studi dengan uji parametrik maka dapat menggantikan hasil uji non parametrik dari studi sejenis (Dahlan, 2005).

Hasil studi didapatkan terdapat korelasi yang lemah dengan r = -0,374 dan OR = 5,73 . Hasil yang serupa juga didapatkan dalam studi yang dilakukan oleh Kenyon (1975), dikatakan bahwa pornografi akan sedikit mempengaruhi kesehatan mental dan mengenai orang dalam jumlah besar. Hasil yang serupa juga didapatkan oleh Nelson dkk (2010), pornografi mengganggu harga diri seseorang. Dalam studi sebelumnya juga didapatkan


(49)

commit to user

hasil yang berbeda, dalam studi eksperimental ini pornografi tidak mengakibatkan efek psikologis jangka panjang (Reifler dkk, 1971).

Terdapat korelasi negatif dan bermakna antara harga diri konsumen pornografi dengan kelompok kontrol. Terdapat variabel-variabel perancu dalam penelitian ini seperti pengalaman, pola asuh, lingkungan, sosial ekonomi (Sriati, 2008), tetapi karena keterbatasan kemampuan penulis, dana dan waktu, maka tidak diperhitungkan.


(50)

commit to user

40

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

1. Ada korelasi negatif dan bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi

dan harga diri anak dengan kekuatan korelasi lemah (p = 0,002, r = -0,374)

2. Ada hubungan antara konsumsi pornografi dan harga diri anak (p = 0,093)

3. Kelompok konsumen pornografi memiliki risiko harga diri yang rendah

5,73 kali dibandingkan kelompok kontrol

4. Tidak dapat dilakukan generalisasi kesimpulan pada populasi yang lebih

luas dikarenakan kelemahan penelitian

B.Saran

1. Bagi orang tua dan guru dapat mempertimbangkan pornografi sebagai faktor

yang mempengaruhi harga diri anak

2. Bagi anak dapat diberikan edukasi untuk menghindari pornografi sebagai

faktor yang dapat mempengaruhi harga diri anak

3. Sebaiknya dilakukan studi pada populasi lain atau populasi yang lebih luas

dan proses sampling yang lebih representatif untuk dapat melakukan generalisasi kesimpulan

4. Sebaiknya dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui adanya hubungan

sebab akibat antar variabel dan adanya faktor perancu lain yang tidak diperhitungkan


(51)

commit to user

5. Studi, analisis data dan penulisan dilakukan oleh penulis sendiri, sehingga

subyektivitasnya cukup tinggi. Sebaiknya analisis data dan studi dilakukan oleh orang lain untuk menjaga obyektivitas studi.

6. Sebaiknya pornografi perlu diwaspadai sebagai salah satu faktor yang


(1)

commit to user

wanita. Pria lebih menunjukkan problem solving yang baik ketika mereka menghadapi masalah sementara wanita merasa tidak nyaman untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi permasalahn dalam kehidupan sehari-harinya.

Interaksi sosial di masyarakat juga berhubungan dengan harga diri yang dimiliki seseorang. Ling dan Dariyo (2002) menyebutkan bahwa siswa yang menunjukkan interaksi sosial cenderung tinggi di sekolah, mempunyai harga diri yang lebih tinggi pula.

Faktor perancu yang diperhitungkan pada studi ini hanya gangguan mental dan fisik sehingga diperlukan studi lebih lanjut. Perkembangan harga diri seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat hubungan frekuensi konsumsi pornografi terhadap harga diri anak.

Studi ini menggunakan analisis komparatif dan korelatif antara dua variabel yaitu frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri. Untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara keduanya atau variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain, diperlukan studi lebih lanjut.

Uji komparatif fisher dalam studi ini dilipih karena sampel tidak memenuhi syarat untuk uji chi square. Uji fisher menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak. Analisis data selanjutnya menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi yang bermakna antara frekuensi konsumi pornografi dan harga diri anak, dengan kekuatan korelasi yang lemah.


(2)

commit to user

Persamaan Odds Ratio menunjukkan bahwa konsumsi pornografi

meningkatkan risiko harga diri rendah 5,73 kali dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Korelasi spearman menunjukkan kekuatan korelasi yang lemah, dan

odds ratio menunjukkan peningkatan risiko harga diri rendah 5,73 kali lebih

tinggi pada orang yang mengonsumsi pornografi. Harga diri dipengaruhi oleh banyak hal, dari hasil studi pada sampel yang didapatkan, didapatkan korelasi yang lemah antara harga diri dan konsumsi pornografi. Peningkatan risiko bagi konsumen pornografi untuk memiliki harga diri yang rendah mungkin disebabkan karena jumlah yang tinggi, sehingga korelasi yang lemah akan mempengaruhi harga diri lebih kuat.

Uji hipotesis spearman dipilih karena sampel tidak memenuhi syarat untuk uji korelasi parametrik pearson, sehingga dipilih uji non-parametrik alternatifnya yaitu uji spearman. Koefisien korelasi uji korelasi spearman yang rendah mungkin disebabkan karena harga diri seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak.

B. Keterbatasan Studi

Sumber pustaka yang digunakan dalam studi ini terbatas. Sedikitnya sumber pustaka yang diperoleh berpengaruh pada alur pikir dalam pengambilan hipotesis dalam studi ini, sehingga memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan hipotesis. Buku yang digunakan penulis dalam penulisan dasar teori juga terbatas sehingga akan mempengaruhi pengambilan hipotesis.


(3)

commit to user

Pada studi kali ini jumlah sampel tidak memenuhi jumlah yang seharusnya. Jumlah sampel yang seharusnya adalah 184 orang, tetapi pada studi kali ini didapatkan 63 orang. Kurangnya jumlah sampel berpengaruh pada pengambilan kesimpulan hasil studi. Pada studi sejenis sebelumnya digunakan sampel 260 (Shaller dkk, 2008), pada studi eksperimental digunakan sampel 23 orang yang diberi perlakuan menonton materi pornografi selama 90 menit setiap hari (Reifler, 1971).

Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive random sampling dan desain studi case control dengan pendekatan cross sectional. Beberapa studi lain menggunakan desain studi kohort (Alexy dkk, 2009 ;Goldstein, 1973) dan beberapa lainnya menggunakan studi eksperimental (Reifler dkk, 1971). Diperlukan desain studi yang lebih baik seperti kohort dan teknik sampling yang representatif untuk hasil studi yang lebih baik.

Uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik. Hal ini diakibatkan karna persebaran data yang tidak normal. Jika ada studi dengan uji parametrik maka dapat menggantikan hasil uji non parametrik dari studi sejenis (Dahlan, 2005).

Hasil studi didapatkan terdapat korelasi yang lemah dengan r = -0,374 dan OR = 5,73 . Hasil yang serupa juga didapatkan dalam studi yang dilakukan oleh Kenyon (1975), dikatakan bahwa pornografi akan sedikit mempengaruhi kesehatan mental dan mengenai orang dalam jumlah besar. Hasil yang serupa juga didapatkan oleh Nelson dkk (2010), pornografi mengganggu harga diri seseorang. Dalam studi sebelumnya juga didapatkan


(4)

commit to user

hasil yang berbeda, dalam studi eksperimental ini pornografi tidak mengakibatkan efek psikologis jangka panjang (Reifler dkk, 1971).

Terdapat korelasi negatif dan bermakna antara harga diri konsumen pornografi dengan kelompok kontrol. Terdapat variabel-variabel perancu dalam penelitian ini seperti pengalaman, pola asuh, lingkungan, sosial ekonomi (Sriati, 2008), tetapi karena keterbatasan kemampuan penulis, dana dan waktu, maka tidak diperhitungkan.


(5)

commit to user

40

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

1. Ada korelasi negatif dan bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak dengan kekuatan korelasi lemah (p = 0,002, r = -0,374) 2. Ada hubungan antara konsumsi pornografi dan harga diri anak (p = 0,093) 3. Kelompok konsumen pornografi memiliki risiko harga diri yang rendah

5,73 kali dibandingkan kelompok kontrol

4. Tidak dapat dilakukan generalisasi kesimpulan pada populasi yang lebih luas dikarenakan kelemahan penelitian

B.Saran

1. Bagi orang tua dan guru dapat mempertimbangkan pornografi sebagai faktor yang mempengaruhi harga diri anak

2. Bagi anak dapat diberikan edukasi untuk menghindari pornografi sebagai faktor yang dapat mempengaruhi harga diri anak

3. Sebaiknya dilakukan studi pada populasi lain atau populasi yang lebih luas dan proses sampling yang lebih representatif untuk dapat melakukan generalisasi kesimpulan

4. Sebaiknya dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui adanya hubungan sebab akibat antar variabel dan adanya faktor perancu lain yang tidak diperhitungkan


(6)

commit to user

5. Studi, analisis data dan penulisan dilakukan oleh penulis sendiri, sehingga subyektivitasnya cukup tinggi. Sebaiknya analisis data dan studi dilakukan oleh orang lain untuk menjaga obyektivitas studi.

6. Sebaiknya pornografi perlu diwaspadai sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri anak