Tinjauan Pustaka LANDASAN TEORI

commit to user 4

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang memiliki peran sangat penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu. Coopersmith dikutip dalam Burn 1998 mengatakan bahwa : “Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan”. Secara singkat, harga diri adalah personal judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya”. Harga diri menurut Stuart dan Sundeen dalam Salbiah 2003 juga dapat diartikan sebagai penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu menganggap dirinya berharga, mampu, berarti. commit to user Harga diri bukanlah satu unit yang dikonstruksi, melainkan kumpulan representasi internal, mekanisme monitoring, perbaharuan, evaluasi, motivasi dan mekanisme yang mendasari tindakan Hill., Buss, 2007. a. Aspek-aspek dalam harga diri Coopersmith 1998 membagi harga diri ke dalam empat aspek: 1 Kekuasaan power Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya rasa hormat dan pengakuan yang diterima individu. 2 Keberartian significance Adanya kepedulian, penilaian, afeksi, yang diterima individu dari orang lain. 3 Kemampuan competence Berhasilnya individu memenuhi tuntutan prestasi. 4 Kebajikan virtue Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan menjauhi tingkah laku yang tidak dibolehkan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri 1 Pengalaman Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang commit to user dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu Sriati, 2008. Pengalaman yang diperoleh manusia tidak selamanya menyenangkan, ada yang memberi kesan positif dan ada yang memberi kesan negatif. Peristiwa negatif dalam hidup dapat memberi efek negatif terhadap harga diri Baron dan Bryne, 2002. 2 Pola asuh Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya Sriati, 2008. Perlakuan yang diterima anak oleh orang tua dapat digolongkan menjadi beberapa macam, ada yang dibiarkan neglect, ada yang diperlakukan secara kasar violencei, dimanfaatkan secara salah abuse, dan diperlakukan secara penuh toleransi dan menciptakan iklim yang sehat Notosoedirdjo dan Latipun, 2005. 3 Lingkungan Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan yang baik antara anak dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan commit to user nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya Sriati, 2008. 4 Sosial ekonomi Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari- hari Ali dan Asrori, 2004. Hurlock 1999 mengatakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah dianggap sebagai salah satu faktor yang akan membuat mereka ditolak oleh lingkungan teman dan akan membuat pada akhirnya mereka merasa tidak berharga. c. Tingkatan harga diri Harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum dalam artian bahwa harga diri merupakan suatu persepsi evaluasi publik berisi pesan-pesan mengenai diri dalam kadar besar yang mengarahkan diri dalam berhubungan dengan orang lain Goss dan O’Hair dalam Sobur, 2003. Harga diri antara orang satu dengan yang lain itu berbeda, hal ini terkait dengan pengalaman yang dimiliki masing- masing individu. Coopersmith 1967 mengatakan harga diri self esteem memiliki beberapa tingkatan, yaitu tingkatan tinggi, sedang dan rendah. Orang dengan harga diri tinggi memiliki ciri-ciri mandiri, commit to user kreatif, yakin atas gagasan-gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian stabil, tingkat kecemasan yang rendah, dan lebih berorientasi pada keberhasilan. Orang yang mempunyai harga diri yang sedang mempunyai penilaian tentang kemampuan, harapan- harapan dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, sekalipun moderat. Mereka memandang dirinya lebih baik daripada kebanyakan orang, tetapi tidak sebaik penilaian individu dengan harga diri tinggi. Sementara itu orang dengan harga diri rendah pada umumnya kurang percaya akan dirinya sendiri dan enggan untuk menyatakan diri dalam suatu kelompok, terutama bila mereka mempunyai gagasan-gagasan baru dan kreatif. Mereka kurang berhasil dalam hubungan antar pribadi dan kurang aktif dalam masalah-masalah sosial. Dari beberapa ciri tersebut disimpulkan bahwa orang dengan harga diri tinggi lebih memiliki potensi untuk sukses daripada orang yang memiliki self esteem rendah. Irnovian dkk 2009 juga mendapatkan hasil yang serupa. Orang dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi prestasi belajar, maka semakin tinggi pula harga diri seseorang. Rossenberg 1965 membagi harga diri menjadi dua yaitu tinggi dan rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi ia akan menghormati dirinya dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah commit to user ia tidak dapat menerima dirinya dan menganggap dirinya tidak berguna dan serba berkekurangan. Harga diri seringkali diukur dengan sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau rendah sampai tinggi Baron dan Bryne, 2002. Semakin besar perbedaan antara self dan idealnya maka semakin rendah harga diri. Story dalam Baron dan Bryne 2002 mengatakan individu dengan harga diri yang tinggi mengingat peristiwa yang menyenangkan dengan lebih baik yang membantu mempertahankan evaluasi diri yang positif, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah melakukan hal sebaliknya. d. Hambatan dalam perkembangan harga diri Menurut Dariuszky 2004 yang menghambat perkembangan harga diri adalah : Perasaan takut, yaitu kekhawatiran atau ketakutan fear. Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh keberanian, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam commit to user perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah. Dengan demikian tindakan- tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya. Perasaan salah yang pertama adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri. Perasaan salah yang kedua dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu sendiri telah menentukan kriteria mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Jika pegangan hidup yang individu miliki dilanggar, akan berpengaruh pada pembentukkan harga dirinya. e. Perkembangan harga diri Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang commit to user lain dan sebagian berdasarkan pengalaman spesifik Baron dan Bryne, 2002. Sikap terhadap diri sendiri dimulai pada interaksi paling awal antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain. Harga diri dimulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya Burn, 1998. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga dan menerima diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri. Setiap orang punya alasan yang berbeda-beda mengapa harga diri perlu terbentuk dalam hidup mereka. Sakkides dalam Baron dan Bryne 2002 menyatakan tiga motif dalam evaluasi diri yaitu self assessment, self enhancement, dan self verification. Self assessment merupakan motif yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri, self enhancement bertujuan untuk mendapatkan informasi positif tentang diri mereka sendiri, sedangkan self verification bertujuan untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri. Sebuah sumber informasi utama yang relevan dengan evaluasi diri adalah orang lain, kita menilai diri sendiri atas dasar commit to user perbandingan sosial Browne, Waymen dan Taylor dalam Baron dan Bryne, 2002. Individu mempunyai penilaian sendiri mengenai dirinya tergantung dengan siapa individu tersebut membandingkan dirinya. 2. Frekuensi Konsumsi Pornografi a. Definisi konsumsi pornografi Pornografi berasal dari dua kata, yaitu porne dan graphos. Porne mengandung arti prostitusi atau pelacuran, graphos mengandung arti tulisan atau gambar. Berkaitan dengan makna kata- kata ini, identifikasi pornografi yang paling umum adalah tulisan atau gambar yang memancing kesenangan seksual, seperti kesenangan seksual pada pelacuran. Sifat yang dekat pelacuran merupakan inti persoalan masalah pornografi. Pelacuran dalam konteks ini adalah praktik yang menjadikan kesenangan seks sebagai komoditas untuk mencari keuntungan Supangkat, 2005. Pornografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008 diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan dan tulisan, dan juga dalam format video untuk membangkitkan nafsu birahi. Materi pornografi juga banyak disebarluaskan dalam format video. Undang-Undang Pornografi meliputi larangan dan pembatasan perbuatan yang berhubungan dengan pornografi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yakni: commit to user Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan materi pornografi yang secara eksplisit memuat: a Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang b Kekerasan Seksual c Masturbasi atau onani d Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan e Alat kelamin; atau f Pornografi anak Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang: a Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan b Menyajikan secara eksplisit alat kelamin c Mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau d Menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual Lubis, 2009. Zillman 1986 mengatakan bahwa setelah empat minggu, materi pornografi yang dilihat akan kehilangan efek untuk menstilmulasi seksualitas. Materi pornografi yang dilihat dalam satu hari efeknya baru akan terlihat dalam hari-hari berikutnya. Dalam hari-hari tersebut, kegiatan seksual subyek yang melihat materi pornografi akan menjadi lebih sering, dan efek tersebut akan mulai commit to user menurun dalam minggu-minggu berikutnya. Efek psikis bagi yang tidak lagi mengonsumsi pornografi akan mulai berangsur-angsur membaik dan hilang dalam delapan minggu. Dengan demikian, seseorang dikategorikan mengonsumsi pornografi apabila secara rutin mengonsumsi materi pornografi setidaknya setiap delapan minggu. b. Akibat pornografi Adegan dalam film porno akan merangsang untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya. Studi terhadap pelajar SMPN di Kota Pontianak menunjukkan bahwa 83,3 pelajar SMPN telah terpapar pornografi dan 79,5 di antaranya mengalami efek paparan. Efek paparan pornografi tidak hanya berupa pengetahuan tentang pornografi, tetapi sampai pada aspek afektif dan kecenderungan untuk berperilaku. Efek paparan yang ditemukan terdiri atas beberapa tahap, yaitu adiksi, ekskalasi, desensitisasi, dan act out. Dari responden yang mengalami efek paparan, 19,8 berada pada tahap adiksi. Dari responden yang adiksi 69,2 berada pada tahap eskalasi, dan dari responden yang eskalasi 61,1 berada pada tahap desensitisasi. Tahap act out telah dialami oleh 31,8 dari total sampel yang berada pada tahap desensitisasi Supriati dan Fikawati, 2009. Tahap adiksi adalah ketika seseorang menyukai materi pornografi lalu ketagihan dan berusaha ingin selalu mendapatkan commit to user materi tersebut. Setelah sekian lama mengonsumsi pornografi, individu yang ketagihan akan mengalami peningkatan kebutuhan terhadap materi seks yang lebih berat, lebih eksplisit, lebih sensasional, dan lebih menyimpang dari yang sebelumnya dikonsumsi tahap eskalasi. Sampai akhirnya materi seks yang tadinya tabu, tidak bermoral, dan merendahkan martabat, secara perlahan dianggap menjadi sesuatu hal yang biasa dan tidak sensitif lagi tahap desensitisasi. Setelah itu terjadi kecenderungan untuk membawa materi seksual yang ditontonnya ke dalam kehidupan nyata tahap act-out Supriati dan Fikawati, 2009. 3. Anak a. Definisi anak Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefiniskan sebagai manusia yang masih kecil KBBI, 2008. Seseorang masih dikategorikan sebagai anak sampai umur 13 tahun Hurlock, 1991. b. Minat anak pada seks Anak memiliki minat pada seks lebih besar setelah anak masuk sekolah jika dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini dikarenakan hubungan dengan teman sebaya bertambah kerap dan erat. Puncak minat seks ada pada periode pubertas. Selama tahun-tahun terakhir masa anak dapat dikatakan tidak ada periode lain dalam kehidupan yang begitu diwarnai oleh minat pada seks, kecuali masa awal perkawinan Hurlock, 1999. commit to user c. Moral anak Saat bayi terlahir, bayi tidak memiliki standar moral atau skala nilai. Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia Atkinson dalam Sjarkawi, 2006; Hurlock, 1991 Objek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia dan tindakan manusia. Moral dibatasi sebagai sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar atau salahnya suatu perilaku. Selain itu moral juga dapat diartikan adanya kesesuaian dengan ukuran baik buruknya sesuatu tingkah laku atau karakter yang telah diterima oleh suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tingkah laku spesifik, seperti misalnya tingkah laku seksual Haricahyomo dalam Agustiningsih, 2005. Sejak masa kelahirannya, setiap anak harus diajari standar tentang yang benar dan yang salah. Nilai-nilai inilah yang nantinya akan menjadi standar moral anak dalam bertindak Hurlock, 1991. 4. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Pornografi dan Harga Diri Anak Harga diri memiliki hubungan dengan pencapaian anak dalam mengikuti nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan keluarga. Harga diri commit to user akan terganggu oleh rasa bersalah yang diakibatkan karena dilanggarnya pegangan hidup Salbiah, 2003; Dariuszky, 2004. Pornografi tidak sesuai dengan nilai moral yang diyakini masyarakat. Pelanggaran nilai ini akan berpengaruh pada pembentukan harga diri anak Supartiningsih, 2004.

B. Kerangka Pemikiran