BAB 6 PEMBAHASAN
.
Uji sitotoksisitas yang dilakukan dengan menggunakan metode MTT assay memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, dan akurat karena menggunakan alat
spektrofotometer yang dapat mendeteksi perubahan metabolisme sel secara jelas, manipulasi mudah, menghemat waktu, tenaga, tidak menggunakan isotop radioaktif,
serta dapat digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar dan hasilnya bisa untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan.
1
Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium MTT menjadi formazan dalam mitokondria sel fibroblas Gambar 7. MTT yang berwarna kuning
diabsorbsi ke dalam sel fibroblas dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim mitokondrial suksinat dehidrogenase. Enzim ini terdapat pada bagian matriks
mitokondria dan partikel kecil pada krista
.
Enzim inilah yang mengkonversi MTT menjadi kristal formazan berwarna biru yang menandai bahwa sel tersebut hidup.
16
Formazan adalah kompleks substrat enzim yang dibentuk oleh MTT dan enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel. Warna biru formazan setara
dengan panjang gelombang 500-600 nm. Protokol MTT Assay mempunyai panjang gelombang terpilih pada kisaran 550-620 nm.
18
Terbentuknya warna biru diakibatkan oleh adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan selang seling dari
senyawa MTT menjadi formazan, ikatan selang seling ini disebut dengan gugus kromofor dimana pada pembacaan spektrofotometri dengan 620 nm terbentuk
warna biru. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan panjang gelombang maksimal
Universitas Sumatera Utara
untuk jenis reagen MTT yang digunakan sigma, ST. Louis dan mengingat bahwa daerah pengukuran spektrofotometri visible pada 380-780 nm.
30
Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimal akan memberikan absorbansi yang
maksimal. Hal ini untuk meningkatkan sensitifitas analisa.
30
Semakin kuat intensitas warna biru yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam
sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria, sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak.
Absorbansi ini yang digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon. Intensitas warna biru yang terbentuk berbanding langsung
dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme.
Hasil uji ANOVA Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak dengan konsentrasi 40, 20, 10, 5, 2,5 memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas BHK-21 p0,05. Tetapi tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas pada
konsentrasi 1,25, 0,62 dan 0,31. Dan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sel, ekstrak lerak memiliki nilai rerata kehidupan sel yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis alternatif Ha diterima, yang berarti ada efek sitotoksik ekstrak lerak terhadap sel fibroblas BHK-21. Efek toksik ini diduga
karena adanya kandungan senyawa aktif dari bahan uji. Pengamatan setelah kontak 24 jam memperlihatkan bahwa persentase kehidupan sel tertinggi terjadi pada ekstrak
lerak dengan konsentrasi 40 88,12 + 0,0306477 dan persentase terendah pada konsentrasi 0,62 51,08 + 0,0518714.
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji LSD Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ekstrak lerak dengan konsentrasi 40, 20, 10, 5, 2,5, 1,25, 0,62
dan 0,31 dengan kelompok kontrol sel dan kelompok kontrol media pada waktu pengamatan setelah kontak 24 jam. Hal ini menandakan bahwa perlakuan pada waktu
kontak selama 24 jam memiliki nilai yang berbeda di setiap konsentrasinya p0,05. Kemungkinan disebabkan kandungan dan interaksi zat aktif dari lerak terhadap sel
fibroblas yang diamati selama waktu kontak pengamatan. Kemampuan zat aktif kandungan lerak yang diduga bersifat toksik berupa
saponin. Mekanisme saponin dalam membunuh sel disebabkan karena saponin bersifat surfaktan. Saponin mempunyai ujung polar fosfat hidrofilik dan ujung
nonpolar hidrofobik molekul ampifatik yang dapat melarutkan protein membran. Dimana molekul hidrofilik bahan surfaktan tersebut akan berikatan dengan
lipoprotein dinding sel dan menumpuk pada dinding tersebut lalu memecah serta melarutkan lemak dan protein sehingga permeabilitas dinding sel rusak diikuti
dengan kebocoran yang mengakibatkan membran sel pecah dan mengalami lisis. Membran sel memiliki peran yang sangat penting, berfungsi melindungi dan
mempertahankan isi sel, serta mengatur lalu lintas molekul-molekul yang berguna dalam mempertahankan kehidupan sel.
29
Struktur membran sel dapat dilihat pada Gambar 41.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 41. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein membran dapat larut, b.
Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran.
29
Sementara itu, sitoplasma merupakan bagian terbesar dari sel yang di dalamnya mengandung bagian-bagian sel, diantaranya adalah organel yang dianggap
sebagai substansi hidup yang berfungsi penting dalam kehidupan sel. Organel yang terpenting dan dijuluki sebagai the power of house adalah mitokondria. Didalam
mitokondria terjadi proses respirasi yang dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Kemungkinan, senyawa polifenol menyebabkan kerusakan pada sitoplasma
yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi protein sel, merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim
intraseluler sehingga menyebabkan aktivitas mitokondria terganggu, ditambah sebelumnya dengan adanya kandungan saponin yang sudah terlebih dahulu merusak
membran sel, sehingga sel fibroblas akan mudah lisis. Evaluasi mikroskop pada uji MTT assay Gambar 39 terlihat bahwa sel
fibroblas setelah diberi ekstrak lerak secara umum dari berbagai konsentrasi c
b
a
Universitas Sumatera Utara
mengalami perubahan warna, struktur dan morfologi. Gambar 39a menunjukkan sel yang telah diberi bahan uji dengan konsentrasi tertentu kemudian ditambahkan MTT
yang berwarna kuning akan membentuk kristal formazan berwarna biru yang menyelubungi sel. Dan dengan penambahan DMSO Dimethyilsulfoxide kristal ini
akan terlarut. DMSO juga bertindak sebagai stop solution yang berfungsi menghentikan reaksi enzimatik sehingga tidak akan terjadi false negative dan
formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader. Pada gambar 39b menunjukkan karakteristik sel fibroblas yang hidup, dimana
terlihat sel berwarna biru dengan bentuk yang masih utuh dan berbentuk stelat, lengkap dengan nuklei yang masih utuh. Sementara itu pada gambar 38c terlihat
morfologi sel fibroblas yang mati, dimana sel menjadi pyknosis degenerasi sel dimana ukuran inti sel mengecil bahkan menjadi lisis dan kromatin mengalami
kondensasi menjadi masa yang padat dan tidak berbentuk, membulat, membengkak, dan batas membran sel tidak teratur. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya
senyawa toksik dari ekstrak lerak yang diduga dapat membunuh sel fibroblas ini, yaitu saponin dan polifenol yang mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya.
Pengamatan 24 jam Gambar 40 memperlihatkan semakin besar konsentrasi larutan ekstrak lerak, persentase kehidupan sel juga semakin besar serta menunjukkan
nilai sitotoksisitas yang kecil. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan pengaruh konsentrasi terhadap sitotoksisitas dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin
tinggi pula sitotoksisitasnya.
13
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Diantaranya, pada penenlitian ini
dalam menguji sitotoksisitas ekstrak lerak, bahan uji yang diperoleh dan digunakan
Universitas Sumatera Utara
tidak dalam bentuk larutan tetapi dalam bentuk padat kental dan keruh. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip kerja spektrofotometer bahwa larutan yang akan diuji haruslah
tercampur dengan sempurna homogenlarutan murni. Sebab akan terjadi endapan yang akan mengganggu dalam pembacaan ELISA reader, yang akan menyebabkan
penghamburan cahaya sehingga diduga akan terjadi false negatif dan tentu saja tidak sesuai dengan hukum Lambert Beer yang mensyaratkan bahwa sampel larutan yang
mengabsorbsi harus homogen.
30
Selain itu menurut konsultan peneliti bahwa dengan diperolehnya ekstrak lerak yang kental maka dalam pembuatan suspensi bahan uji ekstrak yang dilarutkan
dengan media RPMI-1640 tidak terjadi homogenitas antara kedua bahan uji. Sehingga pada saat dilakukan pengenceran bahan secara dilusi berganda untuk memperoleh
konsentrasi bahan uji kemungkinan tidak didapatkan komponen bahan aktif yang sama disetiap konsentrasinya. Hal ini yang menyebabkan terjadinya nilai rerata
persen kehidupan sel Tabel 2 tidak didapatkan hasil yang tetap kecil sesuai dengan konsentrasinya. Yaitu pada konsentrasi 10 60,18 + 0,0265674 dan pada
konsentrasi 5 67,50 + 0,0160682. Kemudian pada konsentrasi 0,62 51,08 + 0,0518714 dan pada konsentrasi 0,31 56,16 + 0,0817768.
Kemudian alat filter yang digunakan dalam penelitian untuk filtrasi bahan uji ekstrak lerak dengan ukuran pori-pori 0,45 µ m dan dengan ekstrak lerak yang kental
dan keruh maka sebaiknya digunakan alat filter dengan ukuran pori-pori yang sesuai dengan standar yaitu 0,42 µ m agar pada saat pengenceran, zat-zat bahan aktif dari
ekstrak tetap terjaga. Sehingga didapatkan ekstrak yang tidak kental dan tidak keruh.
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan dalam penelitian inilah yang menyebabkan hasil yang diperoleh kemungkinan kurang valid.
Walaupun demikian dari penelitian ini didapatkan nilai LC
50
ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25 dengan nilai rerata kehidupan sel 52,1456 +
0,0530334 yang diamati selama waktu kontak 24 jam. Hal ini berarti ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan dapat digunakan sebagai
alternatif bahan irigasi saluran akar. Berdasarkan penelitian uji sitotoksisitas yang dilakukan dengan metode Brine
shrimp mendapatkan konsentrasi ekstrak lerak 0,01 memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih baik dari NaOCl 5.
9
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dengan menggunakan metode MTT assay karena buah lerak yang
digunakan berbeda asalnya sehingga mempengaruhi kandungan senyawa aktif yang terdapat di buah lerak. Penelitian tersebut menggunakan buah lerak yang berasal dari
Jambi, sementara penelitian ini berasal dari Tapanuli Selatan. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian juga berbeda.
Sedangkan pada penelitian lain terdapat ± 10 gram 17,5 saponin dari 175 gram daging buah lerak, yang pada konsentrasi 0,008 dapat membersihkan dinding
saluran akar lebih baik dari NaOCl 5 yang umum digunakan di praktek.
13
Hal ini tentu berbeda dengan hasil penelitian ini, karena penelitian di atas mengisolasi
saponin dari ekstrak lerak sementara penelitian ini menggunakan ekstrak lerak secara keseluruhan. Selain itu metode yang digunakan dengan penelitian sebelumnya adalah
berbeda. Faktor-faktor inilah yang membuat hasil dalam penelitian ini berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Adapun kelemahan metode MTT lainnya adalah metode ini tidak dapat diaplikasikan untuk sampel yang berwarna karena warna sampel juga akan menyerap
sinar UV sehingga absorbansi yang diperoleh menjadi lebih besar dari yang seharusnya dan hasil pengamatan uji sitotoksik menjadi tidak valid. Untuk mengatasi
kelemahan metode MTT diperlukan ketelitian, alat yang akan digunakan harus sesuai dengan standar, bahan uji yang sesuai dengan kerja alat spektrofotometer dan
lingkungan selama penelitian berlangsung. Dengan cara ini absorbansi warna kristal formazan yang larut akan sebanding dengan jumlah sel hidup.
Jadi, untuk melihat biokompatibilitas suatu bahan harus diuji terlebih dahulu sitotoksisitasnya. Uji sitotoksisitas dengan menggunakan metode MTT assay yang
dilakukan dalam penelitian ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari hasil uji yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi ekstrak lerak yang biokompatibel
terhadap sel fibroblas BHK-21 yaitu pada konsentrasi 1,25 dengan rerata kehidupan sel 52,1456 + 0,0530334.
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN