Sitotoksisitas Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Secara In Vitro

(1)

SITOTOKSISITAS EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak DC)

TERHADAP SEL FIBROBLAS SEBAGAI

BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

SITI NURSANI SIREGAR NIM : 070600022

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2011

Siti Nursani Siregar

Sitotoksisitas Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Secara In Vitro

xiv + 62 halaman

Tindakan irigasi sebagai chemomechanical cleansing dilakukan selama dan sesudah pembersihan dan pembentukan saluran akar. NaOCl 5% sebagai bahan irigasi saluran akar yang dianggap paling baik digunakan ternyatamemiliki beberapa kelemahan. Diantaranya bersifat toksik. Berdasarkan keputusan JAKSTRA 2000-2004 tentang penggunaan tanaman tradisional dipilih buah lerak (Sapindus rarak DC). Untuk mengembangkan ekstrak lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan irigasi, maka diperlukan pengujian sitotoksisitas sebagai langkah awal dalam penggunaan bahan alami yang biokompatibel.

Ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62% dan 0,31% (8 sampel) dilarutkan dengan media RPMI 1640 untuk dilakukan uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT assay pada kultur cell lines fibroblas (BHK-21). Kelompok uji dibagi atas kelompok perlakuan masing-masing konsentrasi ekstrak lerak 9 sampel. Kontrol sel sebagai kontrol positif 6 sampel dan kontrol media (media RPMI 1640 + ekstrak lerak) sebagai kontrol negatif masing-masing


(3)

konsentrasi 3 sampel. Absorbansi dari perubahan garam MTT (kuning) menjadi biru formazan oleh enzim reduktase dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 620 nm menunjukkan jumlah sel yang hidup.

Hasil uji ANOVA menunjukkan ekstrak lerak pada pengamatan 24 jam memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Dengan hasil uji masing-masing konsentrasi 40% (88,12% + 0,0306477), 20%(67,16% + 0,1792200), 10% (60,19% + 0,0265674), 5% (67,51% + 0,0160682), 2,5% (59,83% + 0,0466951), 1,25% (52,15% + 0,0530334), 0,62% (51,08% + 0,0518714) dan 0,31% (56,10% + 0,0817768). Hasil uji LSD ekstrak lerak pada pengamatan 24 jam menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan, kelompok kontrol sel dan kelompok kontrol media terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05) tetapi tidak pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 1,25%, 0,62%, 0,31%. Dari hasil penelitian diperoleh nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan rerata kehidupan sel (52,15% + 0,0530334). Artinya ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.


(4)

SITOTOKSISITAS EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak DC)

TERHADAP SEL FIBROBLAS SEBAGAI

BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

SITI NURSANI SIREGAR NIM : 070600022

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 30 JUNI 2011

OLEH : Pembimbing

Nevi Yanti, drg., M.Kes NIP : 19631127 199203 2 004

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Cut Nurliza, drg., M.Kes NIP : 19560105 198203 2 002


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

SITOTOKSISITAS EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak DC) TERHADAP SEL FIBROBLAS SEBAGAI BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

SITI NURSANI SIREGAR NIM : 070600022

Telah dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal 30 Juni 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Nevi Yanti, drg., M.Kes NIP : 19631127 199203 2 004

Anggota tim penguji lain

Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K) Cut Nurliza, drg., M.Kes

NIP : 19410830 196509 1 001 NIP : 19560105 198203 2 002

Medan, 30 Juni 2011 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,

Cut Nurliza, drg., M.Kes NIP : 19560105 198203 2 002


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Skripsi ini didedikasikan untuk kedua orang tua, Bapak Muchlis Siregar dan Ibu Masnilawati Simamora tercinta sebagai tanda hormat, rasa sayang dan terima kasih yang tiada terhingga atas kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat, dan doanya selama ini. Juga untuk Bang Dedi, Bang Dedek, Bang Baim, Kak Eni, Kak Dewi, Cinta, Dhuha dan seluruh keluarga Oppung Parlindungan dan Oppung Jamiul.

Dalam penulisan skripsi ini, banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, disampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam kelancaran skripsi ini.


(8)

3. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, motivasi, nasihat, dan semangat selama penulisan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Sayuti Hasibuan, drg, Sp. PM, selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik, membimbing dan membantu selama menuntut ilmu di masa pendidikan.

7. Wahyu Hidayatiningsih, S.Si., M.Kes yang membantu peneliti di Laboratorium Pusat Veterinaria Farma Surabaya yang telah meluangkan waktunya, membimbing, dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

8. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membagi ilmunya, memberi semangat dan masukan, serta telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi.

9. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) yang telah memberikan masukan, serta telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi.

10. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes, yang telah membantu dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi tentang analisis data dalam penelitian ini.

11. Ilham Syahputra yang telah memberikan dukungan, semangat dan bantuannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini.


(9)

12. Sahabatku, yaitu: Ina, Maya, Mey, Riri, Suci, Ika, teman-teman seperjuangan skripsi Nunu, Rena, Idel, Yuli, Mitha, serta semua teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas dukungan semangat dan bantuannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

13. Senior-senior, yaitu: Kak Tari, Kak Tiwi, Kak Ica, Kak Ratih, Kak Mila, KakOza, Kak Ulfa yang telah memberikan bantuan, masukan, dan semangat.

Skripsi ini masih belum sempurna disebabkan oleh kelemahan dan

keterbatasan ilmu yang dimiliki, tetapi diharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 30 Juni 2011 Penulis,

(SITI NURSANI SIREGAR) NIM: 070600022


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN... ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tindakan Irigasi Saluran Akar... ... 5

2.2 Buah Lerak (Sapindus rarak DC) …………. ... 9

2.3 Sitotoksisitas………. ... 12

2.4 Sel Fibroblas………. ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 17

3.2 Hipotesis Penelitian ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 20

4.2 Populasi dan Sampel ... 20

4.3 Variabel Penelitian... 22

4.4 Defenisi Operasional ... 24

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 24


(11)

4.7 Prosedur Penelitian ... 28

4.8 Analisis Data……….. ... 37

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ... 38

5.1.1 Ekstrak Kental Lerak (Sapindus rarak DC) ... 38

5.1.2 Pengujian Sitotoksisitas Ekstrak Lerak ………. ... 38

5.2 Analisis Hasil Penelitian... ... 42

BAB 6 PEMBAHASAN ... 45

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan... 53

7.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai OD(Optical density) formazan kelompok uji ……… 36

2. Hasil uji ANOVA efek sitotoksik ekstrak lerak

terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) ... 42 3. Hasil uji LSD efek sitotoksik ekstrak lerak


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Spuit endodonti ... 7

2. Jarum irigasi bengkok dimasukkan sebagian ke dalam saluran akar tanpa terjepit. Larutan irigasi merembes keluar dan diabsorpsi dengan kain kasa steril, untuk memonitor pengambilan debris dari saluran akar ... 8

3. EndoVac sistem menggunakan np ... 8

4. Tanda panah di atas menunjukkan pohon lerak yang terdapat di Desa Ujung Pasir, Kec.Danau Kerinci, Jambi... ... 9

5. Buah lerak yang dikeluarkan bijinya ... 10

6. Buah lerak yang berasal dari Desa Muara Imat, Kab.Kerinci, Jambi ... 10

7. Reaksi Reduksi MTT menjadi Formazan ... 13

8. Gambaran sel fibroblas secara mikroskopis ... 14

9. Gambaran sel fibroblas secara anatomis ... 15

10. 96-well tissue culture plate ... 27

11. Microscope inverted ... 27

12. Laminar flow hood ... 27

13. Inkubator ... 27

14. Micropipette ... 27

15. Multi channel pipette ... 27


(14)

17. Penimbangan buah lerak ... 29

18. Pemotongan daging buah lerak ... 29

19. Lemari pengering ... 29

20. Potongan lerak di lemari pengering ... 30

21. Potongan lerak yang sudah kering ... 30

22.Potongan lerak diblender ... 30

23. Simplisia lerak ... 30

24. Simplisia di dalam perkolator ... 30

25. Vacum rotavapor ... 30

26. Kultur cell lines BHK-21 dalam media RPMI-1640 ... 33

27. 27.a. Sel fibroblas didistribusikan kedalam 96- well microplate ... 33

27.b. Sel fibroblas dalam 96- well microplate ... 33

28. Kontrol sel fibroblas diperiksa dengan microscope inverted ... 33

29. Siapkan bahan uji ... 33

30. Bahan uji dimasukkan ke dalam sumuran 25 μl/konsentrasi ... 34

31. Inkubasi selama 24 jam ... 34

32. MTT dilarutkan dalam PBS 5 mg/ml dan ditambahkan langsung pada plate yang berisi sel fibroblas sebanyak 10 μl dan diinkubasi selama 4 jam ... 34

33. Hasil uji diperiksa dengan microscope inverted untuk melihat terbentuknya Formazan ... 34

34. Seluruh media dan bahan uji dalam sumuran diambil dan ditambah DMSO 50 µl ... 34


(15)

36. 36a. Plate dimasukkan kedalam alat ELISA reader ... 35

36b. Formazan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 620 nm ... 35

37. Ekstrak kental lerak ... 37

38. Kontrol sel 24 jam (pembesaran 40x) ... 38

39. a. Kristal formazan, b. Sel fibroblas yang hidup, c. Sel fibroblas yang mati (Pembesaran100x) ... 39

40. Grafik rerata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) setelah kontak selama 24 jam ... 41

41. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein membran dapat larut, b. Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran ... 48


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Alur penyiapan bahan coba 2. Alur pengujian sitotoksisitas 3. Alur pikir

4. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak lerak terhadap sel fibroblas

5. Hasil uji statistik (ANOVA dan LSD) sitotoksisitas ekstrak lerak terhadap sel fibroblas (BHK-21)


(17)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2011

Siti Nursani Siregar

Sitotoksisitas Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Secara In Vitro

xiv + 62 halaman

Tindakan irigasi sebagai chemomechanical cleansing dilakukan selama dan sesudah pembersihan dan pembentukan saluran akar. NaOCl 5% sebagai bahan irigasi saluran akar yang dianggap paling baik digunakan ternyatamemiliki beberapa kelemahan. Diantaranya bersifat toksik. Berdasarkan keputusan JAKSTRA 2000-2004 tentang penggunaan tanaman tradisional dipilih buah lerak (Sapindus rarak DC). Untuk mengembangkan ekstrak lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan irigasi, maka diperlukan pengujian sitotoksisitas sebagai langkah awal dalam penggunaan bahan alami yang biokompatibel.

Ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62% dan 0,31% (8 sampel) dilarutkan dengan media RPMI 1640 untuk dilakukan uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT assay pada kultur cell lines fibroblas (BHK-21). Kelompok uji dibagi atas kelompok perlakuan masing-masing konsentrasi ekstrak lerak 9 sampel. Kontrol sel sebagai kontrol positif 6 sampel dan kontrol media (media RPMI 1640 + ekstrak lerak) sebagai kontrol negatif masing-masing


(18)

konsentrasi 3 sampel. Absorbansi dari perubahan garam MTT (kuning) menjadi biru formazan oleh enzim reduktase dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 620 nm menunjukkan jumlah sel yang hidup.

Hasil uji ANOVA menunjukkan ekstrak lerak pada pengamatan 24 jam memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Dengan hasil uji masing-masing konsentrasi 40% (88,12% + 0,0306477), 20%(67,16% + 0,1792200), 10% (60,19% + 0,0265674), 5% (67,51% + 0,0160682), 2,5% (59,83% + 0,0466951), 1,25% (52,15% + 0,0530334), 0,62% (51,08% + 0,0518714) dan 0,31% (56,10% + 0,0817768). Hasil uji LSD ekstrak lerak pada pengamatan 24 jam menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan, kelompok kontrol sel dan kelompok kontrol media terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05) tetapi tidak pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 1,25%, 0,62%, 0,31%. Dari hasil penelitian diperoleh nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan rerata kehidupan sel (52,15% + 0,0530334). Artinya ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tindakan irigasi dilakukan selama dan sesudah pembersihan dan pembentukan saluran akar, dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran fragmen jaringan pulpa dan serpihan dentin yang menumpuk. Kotoran ini menyebabkan celah apikal pada saluran akar yang diisi dengan gutaperca, menjadi tempat persembunyian bakteri dan mengurangi perlekatan bahan pengisi dengan dinding saluran akar. Pada perawatan saluran akar, larutan irigasi selain mengisi seluruh saluran juga dapat mengalir ke jaringan periapikal yang dapat menimbulkan iritasi. Oleh sebab itu tindakan irigasi yang diabaikan menyebabkan kegagalan perawatan endodontik.1

Bahan irigasi yang dianggap paling efektif dan populer saat ini adalah larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 5%.2-4 Larutan ini tidak mahal, mudah diperoleh dan mudah untuk digunakan.2 Larutan NaOCl 5% mampu melarutkan jaringan serta membersihkan saluran akar dan memiliki efek antibakteri yang paling baik.3,4 Namun, kekurangannya adalah bersifat toksik.2,3 Larutan ini mampu merusak dan menekan jaringan periapikal, bersifat korosif, menyebabkan reaksi alergi, bau dan rasa yang tidak enaksehingga dalam penggunaannya harus berhati-hati. Hal ini tentu tidak sesuai dengan syarat-syarat bahan irigasi yang digunakan di klinik. Yaitu bersifat antibakteri, sebagai pelarut debris dan pelarut jaringan, tidak toksik, tegangan permukaan rendah dan sebagai pelumas.2,3


(20)

Mengingat kelemahan bahan sintetik ini, maka diperlukan bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan alternatif irigasi saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik, toksisitasnya lebih rendah, lebih biokompatibel, harga murah, dan mudah didapat. Hal ini sesuai dengan fokus area kegiatan penelitian, pengembangan dan rekayasa untuk pembangunan nasional (JAKSTRA 2000-2004) antara lain menyangkut penggunaan tanaman tradisional.5 Salah satu tanaman tradisional yang dapat digunakan adalah buah lerak (Sapindus rarak DC).

Kandungan utama dari buah lerak adalah saponin.6-8 Saponin memiliki efek antibakteri terhadap S.pyogenus pada Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 0,75 mg/ml, dan >50 mg/ml untuk S.aureus,7 ekstrak lerak 0,01 % terhadap Streptococcus mutans,9 terhadap Fusobacterium nucleatum ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai kadar hambat minimal (KHM) 0,25 %,10 terhadap Enterococcus faecalis ekstrak lerak mempunyai efek dengan nilai MBC 25% 11 serta memiliki efek antifungal terhadap Candida albicans lebih baik daripada NaOCl 5 %.12 Sedangkan pada penelitian lain terdapat ± 10 gram (17,5 %) saponin dari 175 gram daging buah lerak, yang pada konsentrasi 0,008 % dapat membersihkan dinding saluran akar lebih baik dari NaOCl 5 % yang umum digunakan di praktek.13 Saponin bersifat emulgator (detergen) yang dapat melarutkan smear layer organik dan anorganik,dan bisa menurunkan tegangan permukaan sehingga permeabilitas dentin meningkat yang dapat mempermudah penetrasi bahan adhesif.7

Untuk mengembangkan bahan irigasi saluran akar maka harus diuji terlebih dahulu dengan uji biokompatibilitas sesuai dengan syarat material di bidang kedokteran gigi terutama yang digunakan di dalam mulut.14 Untuk tahap awal menilai


(21)

suatu bahan tersebut biokompatibel dilakukan dengan cara uji sitotoksisitas. Uji sitotoksisitas adalah bagian dari evaluasi bahan kedokteran gigi dan diperlukan untuk prosedur screening standar.15 Metode Brine shrimp yang pernah dilakukan mendapatkan konsentrasi ekstrak lerak 0,01% memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih baik dari NaOCl 5%.9

Pada waktu irigasi saluran akar, bahan irigasi dapat berdifusi dan menekan ke jaringan periapikal dan ligamen periodontal serta dapat menyebabkan iritasi seperti yang disebabkan oleh larutan NaOCl.1 Sementara komponen jaringan ini yang terpenting adalah sel fibroblas dimana sel fibroblas adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah yang besar di pulpa mahkota serta merupakan substansi dasar penyusun jaringan periapikal dan ligamen periodontal.2,3,16 Sehingga, walaupun sudah ada penelitian untuk mengetahui efek antibakteri dan antifungal dari lerak (Sapindus rarak DC) namun sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak lerak terhadap sel fibroblas dalam usaha pengembangannya sebagai bahan alternatif irigasi saluran akar.

Salah satu metode untuk menilai sitotoksisitas suatu bahan adalah dengan uji enzimatik menggunakan pereaksi MTT (MTT assays).17 Dasar uji ini adalah mengukur kemampuan sel hidup berdasarkan aktivitas mitokondria dari kultur sel.15,18 Dalam penelitian ini digunakan sampel penelitian berupa sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21). Bahan uji berupa ekstrak lerak yang berasal dari buah lerak secara keseluruhan dan dicoba dari konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, hingga 0,31% (8 sampel) dan diamati dalam waktu kontak 24 jam sesuai dengan pemakaian di klinik. Sehingga dapat diperoleh batas konsentrasi sitotoksiknya


(22)

berupa nilai LC50 (Lethal Concentration), nilai ini menunjukkan konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel 50% dan menunjukkan potensi toksisitas suatu senyawa terhadap sel. 13

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

Apakah ada efek sitotoksik ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) dilihat dari nilai LC50 terhadap sel fibroblas sebagai bahan irigasi saluran akar secara in vitro?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek sitotoksitas ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) dilihat dari nilai LC50 terhadap sel fibroblas sebagai bahan irigasi saluran akar secara in vitro.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam pemanfaatan ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.

2. Meningkatkan pemanfaatan bahan alami yang bersifat biokompatibel sebagai material kedokteran gigi serta meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat dengan bahan alami yang mudah didapat dengan harga terjangkau.

3. Sebagai informasi bagi dokter gigi tentang sitotoksisitas lerak (Sapindus rarak DC) sebagai bahan irigasi saluran akar.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tindakan irigasi dilakukan selama dan sesudah pembersihan dan pembentukan saluran akar, dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran fragmen jaringan pulpa dan serpihan dentin yang menumpuk.19 Ekstrak lerak diharapkan dapat dikembangkan menjadi bahan irigasi saluran akar yang dapat membunuh mikroba, tidak toksik dan bersifat biokompatibel terhadap jaringan.

2.1 Tindakan Irigasi Saluran Akar

Perawatan endodontik dapat dibagi dalam tiga fase (triad endodontics) yaitu : preparasi biomekanis saluran akar (pembersihan dan pembentukan/pemberian bentuk), disinfeksi dan obturasi. Langkah pertama untuk pembersihan dan pembentukan saluran akar adalah jalan masuk yang benar ke kamar yang menghasilkan penetrasi garis-lurus ke orifis saluran akar. Langkah selanjutnya adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa yang masih tertinggal dan debridemen jaringan nekrotik dan verifikasi/ pembuktian kedalaman instrumen. Langkah ini diikuti oleh instrumentasi, irigasi dan debridemen yang benar, serta disinfeksi (sanitization) saluran akar. Obturasi biasanya melengkapi prosedur.19

Irigasi adalah pengambilan fragmen kecil-kecil debris organik dan serpihan dentin dari saluran akar. Tindakan irigasi adalah salah satu kunci keberhasilan dalam perawatan endodontik.20 Sebab jika diabaikan dapat menyebabkan kegagalan perawatan endodontik. Karena dinding saluran akar yang tidak bersih dapat menjadi


(24)

tempat persembunyian bakteri, mengurangi perlekatan bahan pengisi saluran akar dan meningkatkan celah apikal.19,20

Fungsi utama bahan irigasi adalah membuang debris dari saluran akar, bahan irigasi bisa pula memiliki sifat lain yang dapat membantu pembersihan dan pembentukan saluran akar. Adapun sifat bahan irigasi yang ideal adalah merupakan pelarut debris atau pelarut jaringan, tidak toksis, memiliki tegangan permukaan rendah, sebagai pelumas, mampu membuang smear layer serta bahan irigasi tidak mudah dinetralkan dalam saluran akar agar efektivitasnya tetap terjaga.2

Bahan irigasi yang biasa dipakai adalah yang mempunyai sifat antiseptik artinya suatu bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme secara in vitro dan in vivo pada jaringan hidup. Bahan irigasi yang populer digunakan adalah natrium hipoklorit dan natrium hipoklorit kombinasi EDTA.2,3,19,20 Natrium Hipoklorit (NaOCl) 5% tidak mahal, mudah diperoleh dan mudah untuk digunakan.2 NaOCl 5% mampu melarutkan jaringan serta membersihkan saluran akar dan memiliki efek antibakteri yang paling baik.3,4 Namun, kekurangannya adalah bersifat toksik.2,3 Bahan irigasi ini mampu merusak dan menekan jaringan periapikal, bersifat korosif, menyebabkan reaksi alergi, bau dan rasa yang tidak enak sehingga dalam penggunaannya harus berhati-hati.

Berbagai teknik irigasi yang digunakan juga telah berkembang. Teknik irigasi yang digunakan secara sederhana adalah dengan menggunakan alat semprit disposible 12 ml berupa jarum berlubang dengan ujung buntu dan bertakik.19 Kemudian dengan menggunakan alat khusus yaitu spuit endodonti dengan ujung jarum pipih untuk


(25)

mencegah penetrasi ke dalam saluran akar yang berdiameter kecil agar debris pada saluran akar dapat keluar.21

Gambar 1. Spuit endodonti 21

Gambar 1 menunjukkan suatu spuit endodonti berupa jarum berlubang dengan ujung buntu serta penampang saluran akar gigi. Tanda panah di atas menunjukkan lubang jarum yang merupakan tempat keluarnya bahan irigasi ke arah lateral sehingga menyebabkan perforasi ke arah lateral dan jika mengenai jaringan periapikal maka akan menyebabkan infeksi seperti yang disebabkan oleh NaOCl 5%. Jadi dengan menggunakan alat ini tekanan harus diatur sedemikian rupa agar bahan irigasi dapat keluar secara konstan.20

Gambaran jarum endodonti di dalam saluran akar (Gambar 2), menunjukkan jarum harus dibengkokkan menjadi sudut tumpul untuk mencapai saluran akar gigi depan dan belakang.1.20 Jarum dimasukkan sebagian ke dalam saluran dan harus ada ruang yang cukup antara jarum dan dinding saluran yang memungkinkan pengaliran kembali larutan dan menghindari penekanan ke dalam jaringan periapikal.1


(26)

Gambar 2. Jarum irigasi bengkok dimasukkan sebagian ke dalam saluran akar tanpa terjepit. Larutan irigasi merembes keluar dan diabsorpsi dengan kain kasa steril, untuk memonitor pengambilan

debris dari saluran akar 19

Dan teknik yang terbaru adalah dengan menggunakan teknik Ultrasound, dengan prinsip kerja negative pressure.20 Artinya alat-alat yang digunakan pada sistem ini harus memiliki pergerakan dan perputaran selama irigasi berlangsung tanpa berkontak atau menyentuh dinding saluran akar (seperti roda berputar).20 Tujuan akhir dari teknik irigasi yang akan digunakan adalah untuk mendapatkan saluran akar yang bersih artinya bebas dari mikroorganisme.2,20


(27)

2.2 Buah Lerak (Sapindus rarak DC)

Menurut taksonominya, Sapindus rarak DC diklasifikasikan dalam:22

• Divisi : Spermatophyta

• Subdivisi : Angiospermae

• Kelas : Dycotyledonae

• Bangsa : Sapindales

• Suku : Sapindaceae

• Marga : Sapindus

• Spesies : Sapindus rarak

Nama umumnya adalah Lerak. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan nama Rerek, penduduk Jambi menyebutnya Kalikea, masyarakat Minang menyebutnya Kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama Lamuran, sedangkan di Jawa dikenal dengan nama Lerak atau Werak dan Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun.22

Gambar 4. Tanda panah di atas menunjukkan pohon lerak yang terdapat di Desa Ujung Pasir,


(28)

Lerak (Sapindus rarak DC) merupakan tanaman rimba yang tingginya dapat mencapai 42 m dan lebarnya 1 m. Tanaman ini mempunyai batang berwarna putih kotor, berakar tunggang dan berwarna kuning kecoklatan. Daun tanaman ini majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset. Bunga tanaman ini melekat di pangkal, kuning, dan daun mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang keras, bulat, diameter + 1,5 cm dan berwarna kuning kecoklatan. Biji tanaman ini tunggang dan kuning kecoklatan. Buah lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji.7

Gambar 5. Buah lerak yang telah dikeluarkan Gambar 6. Buah lerak yang berasal dari Muara

Bijinya 23 Imat, Kab.Kerinci, Jambi 23

Buah lerak sering dipergunakan untuk mencerahkan warna yang diperoleh dari soga alam/pewarna alam, mencuci kain batik, emas dan sebagai sabun wajah untuk mengurangi jerawat.6 Lerak sangat baik untuk membasmi cacing tanah. Di Jakarta buah ini sudah diolah menjadi insektisida. Secara tradisional, lerak juga digunakan sebagai sabun wajah untuk mengurangi jerawat, obat eksim dan kudis.6,7 Sementara khasiat farmakologiknya antara lain adalah sebagai antijamur, bakterisid, anti radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik.7 Penelitian


(29)

menunjukkan bahwa lerak mengandung senyawa saponin, alkaloid, steroid dan triterpen masing-masing berurutan mengandung bahan aktif sebesar 12%, 1%, 0,036%, dan 0,029%.8

Ekstrak lerak memiliki kandungan berupa saponin dan flavonoid didapat dari kulit buah, biji, kulit batang dan daun. Sedangkan alkaloid dan polifenol terdapat pada kulit buahnya. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba sebagai surfaktan atau deterjen yang diduga akan menyerang lapisan batas sel melalui ikatan gugus polar dan non polar. Saponin yang merupakan kandungan utama dari buah lerak juga dapat dikembangkan sebagai bahan baku untuk membuat sampo.23 Flavonoid diduga dapat merusak membran sel karena sifatnya yang lipofilik dan kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler. Senyawa fenol menghambat enzim penting mikroorganisme, sedangkan alkaloid sudah digunakan berabad-abad dalam bidang medis karena dapat melawan sel asing melalui ikatan DNA sel sehingga mengganggu fungsi sel.10

Berbagai penelitian untuk mengembangkan lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar telah dilakukan. Ekstrak lerak memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans dengan nilai MBC 0,01%,9 terhadap Fusobacterium nucleatum ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai kadar hambat minimal (KHM) 0,25 %,10 terhadap Enterococcus faecalis ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai MBC 25% 11 Saponin yang merupakan kandungan utama dari buah lerak juga memiliki efek antibakteri terhadap S.pyogenus pada Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 0,75 mg/ml, dan >50 mg/ml untuk S.aureus.7 Sedangkan pada penelitian lain terdapat ± 10 gram (17,5 %) saponin dari 175 gram daging buah lerak,


(30)

yang pada konsentrasi 0,008 % dapat membersihkan dinding saluran akar lebih baik dari NaOCl 5 % yang umum digunakan di praktek.13 Ekstrak lerak juga memiliki efek antifungal terhadap Candida albicans lebih baik daripada NaOCl 5 %.12 Ekstrak lerak selain memiliki efek anti bakteri dan antifungal juga memiliki efek anti analgetik dan efek anti inflamasi. Untuk efek analgetik sebagai bahan pereda nyeri gigi yaitu pada konsentrasi 2,5% dan 7,5%.25 Dan ekstrak lerak 0,01% memiliki efek anti inflamasi dilihat dari penurunan sel radang dan perbaikan jaringan.26

2.3 Sitotoksisitas

Sitotoksisitas adalah sejauh mana agen memiliki tindakan destruktif spesifik pada sel-sel tertentu.Uji sitotoksisitas merupakan salah satu tahap pengujian paling awal dan penting dilakukan terhadap suatu bahan yang akan dipakai di bidang kedokteran gigi.15 Karena uji sitotoksisitas ini bagian dari evaluasi bahan kedokteran gigi dan diperlukan untuk prosedur screening standar (Tahap 1).15 Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui apakah bahan tersebut memenuhi syarat untuk dapat diterima jaringan yaitu tidak membahayakan pulpa dan jaringan lunak, tidak mengandung substansi yang bisa menyebabkan respon sistemik bila berdifusi dan diadsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, bebas dari agen sensitisasi yang dapat menyebabkan respon alergi, tidak berpotensi karsinogenik.1 Dua metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksisitas adalah metode perhitungan langsung (direct counting) dengan menggunakan biru tripan (trypan blue) dan metode MTT assay.1

Dalam penelitian ini digunakan uji MTT assay yang memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, akurat, digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar


(31)

dan hasilnya bisa digunakan untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan.1 Dasar uji enzimatik MTT adalah dengan mengukur kemampuan sel hidup berdasarkan aktivitas mitokondria dari kultur sel.16 Metode ini dapat digunakan untuk mengukur proliferasi sel secara kolorimetri.1

Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium [3-(4,5-dimet iltiazol-2-yl)-2,5-difeniltetrazolium bromide] (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria menjadi formazan yang terlarut dalam SDS 10% berwarna ungu.1 Konsentrasi formazan yang berwarna ungu dapat ditentukan secara spektrofotometri visibel dan berbanding lurus dengan jumlah sel hidup karena reduksi hanya terjadi ketika enzim reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria aktif.1 Semakin besar absorbansi menunjukkan semakin banyak jumlah sel yang hidup. Reaksi reduksi MTT dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Reaksi Reduksi MTT menjadi Formazan1

Sementara itu, mekanisme kematian sel fibroblas oleh ekstrak lerak diduga berupa kerusakan permeabilitas membran yang disebabkan oleh adanya kandungan


(32)

saponin dalam lerak (Sapindus rarak DC). Saponin ini memecah lapisan lemak pada membran sehingga timbul gangguan permeabilitas diikuti dengan influx/efflux ion dan substansi sel lainnya mengakibatkan sel membengkak dan pecah.1

2.4 Sel Fibroblas

Sel fibroblas (spindle shape) adalah sel jenis eukariotik (memiliki dinding/membran inti) yang merupakan tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa mahkota.2,3,16 Bentuknya seperti kumparan dengan nuklei ovoid dan prosesus sitoplasmik yang panjang. Biasanya sejajar dengan serabut kolagen, dengan prosesus yang terbungkus serabut.

Gambar 8. Gambaran sel fibroblas secara mikroskopis (microscope inverted). Nuklei ovoid sel fibroblas utuh yang terletak di inti sel (a) sel fibroblas secara keseluruhan (b)

a b


(33)

Gambar 9. Gambaran sel fibroblas secara anatomis27

Seperti odontoblas, penonjolan organel sitoplasmanya berubah-ubah sesuai dengan aktivitasnya. Makin aktif selnya, makin menonjol organel dan komponen lainnya yang diperlukan untuk sintesis dan sekresi. Akan tetapi tidak seperti odontoblas, sel-sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel-sel yang kurang terdiferensiasi.2

Pada waktu irigasi saluran akar, bahan irigasi dapat berdifusi dan menekan ke jaringan periapikal dan ligamen periodontal serta dapat menyebabkan iritasi seperti yang disebabkan oleh larutan NaOCl.1 Sementara komponen jaringan ini yang terpenting adalah sel fibroblas dimana sel fibroblas adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah yang besar di pulpa mahkota serta merupakan substansi dasar penyusun jaringan periapikal dan ligamen periodontal.2,3,16

Fungsi sel ini menghasilkan, mensintesis, mempertahankan kolagen dan matriks serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit.2,19 Dapat berasal dari sel mesenkimal pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian


(34)

fibroblas yang ada. Bila bertambah tua, sel ini menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus sitoplasmik yang pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas sel karena bertambah tua.16 Jenis sel yang dipakai dalam penelitian ini adalah sel BHK-21 yang berasal dari fibroblas ginjal hamster.


(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Bahan Irigasi Saluran Akar

Lerak

Gangguan fungsi sel (Mitokondria) Sel fibroblas lisis ?

Efek sitotoksisitas terhadap sel fibroblas pada jaringan periapikal

Saponin Alkaloid Polifenol Flavonoid

Bekerja sebagai sabun / deterjen (bahan aktif permukaan) Menyerang lapis batas sel

Ikatan senyawa polar dengan lipoprotein membran sel Ikatan gugus non polar dengan lemak membran sel Toksik terhadap sel asing Berikatan dengan DNA sel Denaturasi senyawa protein Inhibisi kerja enzim penting Lipofilik dan membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler Membran sel

Konsentrasi, suhu, waktu

Konsentrasi Whole Extract

Uji sitotoksisitas (MTT Assay)

Konsentrasi Tinggi


(36)

Lerak (Sapindus rarak DC) memiliki kandungan kimia berupa saponin dan flavonoida dari kulit buah, biji, kulit batang, dan daun, di samping itu kulit buahnya mengandung alkaloida dan polifenol.7 Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba. Senyawa saponin akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel. Saponin yang berperan sebagai surfaktan / sabun atau deterjen (bahan aktif permukaan) akan menyerang lapisan batas sel bakteri melalui ikatan gugus polar saponin dengan lipoprotein membran sel dan gugus non polar saponin dengan lemak membran sel sehingga menyebabkan terjadinya gangguan fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri kematian sel.

Senyawa flavonoid diduga mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi.8 Senyawa fenol berfungsi sebagai antimikroba, dengan mekanisme penghambatan mikroba berupa perusakan dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat proses pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi protein sel, merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Hal ini akan mengganggu permeabilitas membran sel. Sedangkan alkaloid sudah digunakan berabad-abad dalam bidang medis karena mengandung toksisitas yang dapat melawan sel yang berasal dari organisme asing. Alkaloid dapat berikatan dengan DNA sel sehingga mengganggu fungsi sel diikuti kematian sel.

Kemampuan larutan ekstrak lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar tergantung pada konsentrasi, suhu dan waktu. Konsentrasi merupakan dasar dalam mempelajari sitotoksisitas suatu bahan. Dimana dalam penelitian ini digunakan


(37)

konsentrasi whole extract dari buah lerak. Konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan kandungan dari senyawa aktif buah lerak akan semakin banyak jumlahnya sehingga mempengaruhi kerja uji MTT assay. Sebaliknya dengan konsentrasi yang rendah maka jumlah kandungan bahan aktif juga semakin sedikit dan akan mempengaruhi kerja MTT assay juga. Perubahan suhu akan mengganggu pertumbuhan sel,1 sehingga dalam penelitian ini digunakan suhu inkubasi 370 C yang sesuai dengan suhu hewan coba sebagai host. Dan waktu pengamatan akan berpengaruh terhadap aktifitas pertumbuhan sel. Artinya sel akan berproliferasi seiring bertambahnya waktu pengamatan. Pembelahan sel secara mitosis membutuhkan waktu antara 12-17 jam. Oleh sebab itu, waktu pengamatan dipilih 24 jam berdasarkan pada aktifitas dan kemampuan sel untuk bertahan hidup yang paling maksimal. Oleh sebab itu, untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat bahan irigasi perlu dilakukan uji sitotoksisitas ekstrak lerak pada sel fibroblas untuk melihat efek sitotoksiknya dengan menggunakan metode MTT assay. Dengan mekanisme di atas dapat diketahui apakah ekstrak lerak memiliki efek sitotoksik terhadap sel fibroblas sebagai bahan irigasi saluran akar secara in vitro.

3.2 Hipotesis Penelitian

Ada efek sitotoksik ekstrak lerak terhadap sel fibroblas dilihat dari nilai LC50 sebagai bahan irigasi saluran akar.


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian : Post test only control group design

Jenis Penelitian : Eksperimental laboratorium

4.2 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

4.2.1 Populasi adalah sel jaringan fibroblas (kultur cell lines BHK-21) 4.2.2 Sampel adalah kultur cell lines fibroblas (BHK-21)

4.2.3 Besar sampel

Penentuan besar sampel untuk setiap kelompok perlakuan dipilih secara random dan perhitungan besar sampel memakai rumus (Steel dan Torrie, 1995):

n = (Zα + Zβ)2 2δ2 = (1,96 + 1,64)2 2(3,55)2 = 8,83 d2 (6.08)2

Maka besar sampel dari setiap kelompok penelitian ini adalah 9. Keterangan : n = besar sampel

Zα = harga standar normal dari α = 0,05 Zβ = harga standar normal dari β = 0,10 d = penyimpangan yang ditolerir


(39)

4.2.3.1 Kelompok Perlakuan terdiri dari:

a. Kelompok 1 : larutan ekstrak lerak 40%  9 sampel b. Kelompok 2 : larutan ekstrak lerak 20%  9 sampel c. Kelompok 3 : larutan ekstrak lerak 10%  9 sampel d. Kelompok 4 : larutan ekstrak lerak 5%  9 sampel e. Kelompok 5 : larutan ekstrak lerak 2,5%  9 sampel f. Kelompok 6 : larutan ekstrak lerak 1,25%  9 sampel g. Kelompok 7 : larutan ekstrak lerak 0,62%  9 sampel h. Kelompok 8 : larutan ekstrak lerak 0,31%  9 sampel

4.2.3.2 Kontrol sel, sebagai kontrol positif dianggap persentase sel hidupnya 100%  6 sampel

4.2.3.3 Kontrol media, sebagai kontrol negatif dianggap persentase sel hidupnya 0%  24 sampel:

a. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 40% 3 sampel b. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 20% 3 sampel c. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 10% 3 sampel d. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 5% 3 sampel e. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 2,5% 3 sampel f. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 1,25% 3 sampel g. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 0,62% 3 sampel h. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 0,31% 3 sampel Jadi, jumlah keseluruhan sampel adalah 102 sampel.


(40)

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel bebas

Larutan ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, 0,31%.

4.3.2 Variabel tergantung

Sitotoksisitas terhadap sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

Variabel Bebas

Larutan ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%. 0,31%

Variabel Tergantung

Sitotoksisitas terhadap sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

Variabel Terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan lerak (Sapindus rarak DC, Desa Maga, Kec.Panyabungan Tapanuli Selatan)

b. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media c. Suhu penguapan dengan rotavapor (400

C)

d. Media pertumbuhan sel fibroblas (RPMI-1640)

e. Stem sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

f. Suhu inkubasi uji sitotoksisitas (370 C) dan suasana CO2 5%

g. Waktu pengamatan (24 jam) h. Keterampilan operator

Variabel Tak Terkendali

a. Perlakuan terhadap lerak selama tumbuh

b. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh lerak c. Waktu dan suhu penyimpanan

buah lerak setelah dipetik dari pohon

d. Waktu ekstraksi lerak

e. Waktu dan suhu penyimpanan bahan coba

f. Waktu dan suhu pengiriman bahan coba


(41)

4.3.3 Variabel terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan lerak (Sapindus rarak DC, Desa

Maga,Kec.Panyabungan Tapanuli Selatan)

b. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media c. Suhu penguapan dengan rotavapor (400 C) d. Media pertumbuhan sel fibroblas (RPMI-1640) e. Stem sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

f. Suhu inkubasi uji sitotoksisitas (370 C) dan suasana CO2 5%

g. Waktu pengamatan (24 jam) h. Keterampilan operator

4.3.3 Variabel tidak terkendali

a. Perlakuan terhadap lerak selama tumbuh

b. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh lerak

c. Waktu dan suhu penyimpanan buah lerak setelah dipetik dari pohon d. Waktu ekstraksi lerak

e. Waktu dan suhu penyimpanan bahan coba f. Waktu dan suhu pengiriman bahan coba


(42)

4.4 Definisi Operasional

4.4.1 Ekstrak lerak adalah ekstrak yang diperoleh dengan melakukan ekstraksi lerak dengan pelarut etanol dan dimasukkan ke dalam rotavapor sehingga diperoleh ekstrak kental dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62% dan 0,31%.

4.4.2 Sel fibroblas adalah sel yang berasal stem sel Fibroblas BHK-21 yang berasal dari Laboraturium Pusat Veterinaria Farma UNAIR (Surabaya) dan dibiakkan secara murni pada media Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI-1640).

4.4.3 Sitotoksisitas adalah viabilitas sel fibroblas BHK-21 terhadap ekstrak lerak dilihat dari nilai LC50, dihitung memakai metode MTT assay dengan menggunakan ELISA reader (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) pada panjang gelombang 620 nm dengan gambaran yang terbentuk biru formazan pada sel yang hidup.

4.4.4 LC50 ekstrak lerak adalah konsentrasi dari ekstrak lerak yang menghambat pertumbuhan sel fibroblas sebesar 50% dari kontrol sel yang diperoleh dari nilai rata-rata persentase kehidupan sel pada waktu pengamatan 24 jam.

4.5Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1 Bahan Penelitian

Ekstraksi Lerak

1. Buah lerak 940 gram (Desa Maga, Kec. Panyabungan Tapanuli Selatan, Indonesia)


(43)

2. Aquadest (Kimia Farma, Indonesia) 1 liter 3. Alkohol 70% (Kimia Farma, Indonesia) 1 liter 4. Etanol 96% (Kimia Farma, Indonesia) 4 liter

Uji Sitotoksisitas

1. Ekstrak Lerak 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, 0,31% 2. Kultur cell lines fibroblas (BHK-21) (Pusvetma, Surabaya) 3. MTT solution (Sigma, St. Louis, OM)

4. Dimethyilsulfoxide/DMSO (Merck, Germany) 5. Trypsine versene solution 0,25% (Merck, Germany) 6. RPMI-1640 (Pusvetma, Surabaya)

7. Phosphate Buffer Saline/PBS (pH 7) (Pusvetma, Surabaya)

4.5.2 Alat Penelitian

Ekstraksi Lerak

1. Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan dan Denver Instrument Company, USA)

2. Timbangan (Home Line, China)

3. Alat destilasi pelarut (Electrothermal, England) 4. Blender (Waring, Japan)

5. Kertas saring (Whatman no.42, England) 6. Autoklaf (Tomy, Japan)


(44)

Uji Sitotoksisitas

1. 96-well tissue culture plate (Nunc,USA) 2. Timbangan (Mettler, Germany)

3. Hemositometer (Neubeur, Swiss)

4. Scanning multiwell spectrophotometer (Thermo Scientific,USA) 5. Automatic plate shaker (Vari shaker,USA)

6. Inkubator (Memmert, Germany)

7. Micropipette (Finnpipette Colour 40 – 200 µl, China) 8. Botol kultur (Roux, Schott Duran, Germany)

9. Microscope inverted (Nikon,Jepang) 10. Multi channel pipette (ICN, Germany) 11. Laminar flow hood (Clemco, Australia)

12. Sterile pipette tips (Eppendorf, North America) 13. Tabung steril (Pyrex, USA)

14. Stopwatch (Citizen, Japan) 15. Spuit (Sterra, Indonesia) 16. Filter holder (Millipore, USA)


(45)

Gambar 10. 96-well tissue culture plate Gambar 11. Microscope inverted

Gambar12. Laminar flow hood Gambar 13. Inkubator

Gambar 14. Micropipette Gambar 15. Multi channel pipette


(46)

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1 Tempat Penelitian

1. Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU 2. Laboratorium Pusat Veterinaria Farma (UNAIR), Surabaya

4.6.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah 6 bulan

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Ekstraksi tumbuhan Lerak

Ekstraksi dilakukan berdasarkan ekstraksi yang telah dilakukan penelitian terdahulu yaitu Risya Dini Marsa. Buah lerak dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditimbang sebanyak 940 gr (Gambar 17) kemudian diambil bijinya dan daging buah dipotong kecil dengan lebar ± 3 mm (Gambar 18) lalu dikeringkan dalam lemari pengering (Gambar 19) pada temperatur ± 40°C sampai dapat diremas rapuh (Gambar 20). Potongan daging buah yang telah kering ditimbang sebanyak 600 gr (Gambar 21), kemudian diblender (Gambar22), diayak dan didapat serbuk seberat 520 gr (Gambar 23) lalu disimpan dalam wadah plastik tertutup. Tambahkan etanol destilasi sebanyak 800 ml untuk maserasi (Gambar 24) lalu disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, kemudian tuangkan etanol destilasi sebanyak 200 ml dan disaring dengan selapis kertas saring. Biarkan sampai cairan mulai menetes, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan


(47)

dibiarkan menetes dengan kecepatan ± 20 tetes/menit, etanol destilasi ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia (Depkes RI,2000). Perkolat diuapkan dengan alat vacuum rotavapor pada suhu tidak lebih 50°C hingga diperoleh ekstrak kental dengan konsistensi seperti madu (Gambar 25). Ekstrak lerak dimasukkan ke dalam botol kaca lalu disimpan di tempat yang sejuk. (Lampiran 1)

Gambar 17. Penimbangan buah lerak


(48)

Gambar 20. Potongan lerak di lemari pengering Gambar 21. Potongan lerak yang sudah kering

Gambar 22. Potongan lerak diblender Gambar 23. Simplisia lerak


(49)

4.7.2 Pembuatan Suspensi Bahan Uji

Pembuatan suspensi bahan uji ekstrak lerak dimulai dari konsentrasi 40% karena kemampuan alat filtrasi yang digunakan hanya dapat melarutkan bahan pada konsentrasi 40%. Ekstrak lerak disuspensikan dengan media Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI-1640) dengan perbandingan 100% artinya 1 gram/1 ml. Kemudian dilakukan pengenceran bahan secara dilusi berganda (pengenceran ganda) dengan mengambil setengah dari ekstrak 40% dan ditambahkan 0,5 ml media RPMI untuk mendapatkan konsentrasi 20%. Kemudian diambil lagi setengah dari konsentrasi 20% dan ditambah 0,5 ml RPMI untuk mendapatkan konsentrasi 10%, dan seterusnya hingga diperoleh konsentrasi 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%.

4.7.3 Uji Sitotoksisitas

Semua pekerjaan dilakukan dalam Laminar flow (Gambar 12). Kultur sel BHK-21 dalam bentuk cell-line ditanam dalam botol roux selama 4 hari (Gambar 26). Setelah itu kultur sel dipanen menggunakan trypsine versene solution. Hasilnya kemudian ditanam pada media Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI-1640) yang terdiri dari 10% serum albumin fetal bovine yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370 C (Gambar 26). Selanjutnya sel fibroblas didistribusikan pada setiap 96 sumuran (well) microplate (Gambar 27a dan b).

Setiap sumuran terdiri dari sel dan media RPMI dengan kepadatan 75 x 104 sel/ml dalam 150 µ l dan masing-masing diberikan larutan ekstrak lerak pada konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, 0,31% (8 sampel) sebanyak


(50)

25 µ l (bahan uji tersebut sebelumnya telah disterilisasi dengan cara filltrasi dengan kertas saring (Millipore, USA) ukuran pori-pori 0,45 µ m) dengan waktu kontak bahan uji selama 24 jam(Gambar 28). Microplate diinkubasi kembali pada suhu 370 C selama waktu kontak (Gambar 29), kemudian dipindahkan dari inkubator.

Kontrol sel disiapkan, dan dianggap persentase sel hidupnya adalah 100%. Kontrol media dianggap persentase sel hidupnya 0%. Selanjutnya, garam tetrazolium (MTT) dilarutkan dalam Phosphate-Buffered Saline (PBS) 5 mg/mL. MTT ditambahkan secara langsung pada plate yang berisi medium kultur sebanyak 10 μl (Gambar 30), kemudian diinkubasi kembali selama kurang lebih 4 jam pada suhu 370C suasana CO2 5%. Seluruh media dalam sumuran dan bahan uji diambil.

Kemudian, setiap sumuran ditambahkan DMSO (Dimethylsufoxide) sebanyak 50 μl (Gambar 32). Plate diaduk secara mekanis dengan Plate Shaker sampai kristal formazan terlarut + 10 menit (Gambar 35). Sel fibroblas yang hidup akan terwarnai dengan formazan menjadi biru (Gambar 39), sedang yang mati tidak terbentuk warna biru.

Selanjutnya, formazan dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader pada panjang gelombang 620 nm (Gambar 35b). Hitung rata-rata persentase kehidupan sel dari nilai Optical density (absorbansi) masing-masing sampel pada setiap konsentrasi terhadap nilai kontrol. Buat grafik persentase kehidupan sel terhadap kelompok perlakuan dan kontrol. Nilai LC50 selanjutnya dapat ditentukan dari nilai rata-rata persentase kehidupan sel. Alur uji sitotoksisitas dapat dilihat pada Lampiran 2.


(51)

Gambar 26. Kultur cell lines BHK-21 dengan media RPMI-1640

Gambar 27. Sel fibroblas didistribusikan ke dalam 96-well microplate (a) sel fibroblas dalam 96-well microplate (b)

Gambar 28. Kontrol sel diperiksa dengan Gambar 29. Siapkan bahan uji

microscope inverted


(52)

Gambar 30. Bahan uji dimasukkan ke dalam Gambar 31. Inkubasi dengan suhu 370C

sumuran 25 μl/konsentrasi suasana CO2 5% selama 24 jam

Gambar 32. MTT dilarutkan dalam PBS 5 mg/ml dan ditambahkan langsung pada plate yang berisi sel fibroblas sebanyak 10 μl dan diinkubasi selama 4 jam

Gambar 33. Hasil uji diperiksa dengan microscope Gambar 34. Seluruh media dan bahan uji inverted untuk melihat terbentuknya formazan dalam sumuran diambil dan ditambah


(53)

Gambar 35. Plate di-shaking dengan plate shaker

Gambar 36. Plate dimasukkan kedalam alat ELISA reader (a) Formazan dibaca absorbansinya (pada monitor) menggunakan panjang gelombang 620 nm (b)

Persentase kehidupan sel dihitung menggunakan rumus yang digunakan oleh Christian Khoswanto (UNAIR, 2008) sebagai berikut:15

Rumus Umum:

Keterangan:

% kehidupan sel : persentase jumlah kehidupan sel setelah uji % Kehidupan sel = Grup tes + media x 100% Sel + media


(54)

Grup tes : nilai OD (Optical density) formazan setiap sampel setelah tes Media : nilai OD (Optical density) formazan pada rata-rata setiap

kontrol media

Sel : nilai OD (Optical density) formazan pada rata-rata kontrol sel Contoh hasil pengujian sitotoksisitas ekstrak lerak terhadap sel fibroblas pada pengamatan 24 jam.

Tabel 1. NILAI OD (OPTICAL DENSITY) FORMAZAN KELOMPOK UJI

Keterangan :

= nilai OD formazan grup tes = nilai OD formazan rata-rata sel = nilai OD formazan rata-rata media

Sesuai dengan hasil nilai OD formazan, contoh yang akan dihitung persen kehidupan sel fibroblas adalah pada konsentrasi ekstrak lerak 40%, sesuai dengan rumus:

Ekstrak lerak 40% Ekstrak lerak 20% Ekstrak lerak 10% Ekstrak lerak 0,31% Kontrol sel Kontrol media 40% Kontrol media 20% Kontrol media 10% Kontrol media 0,31%

0,209 0,142 0,1 0,133 0,263 0,162 0,231 0,126 0,109

0,201 0,14 0,119 0,097 0,238 0,145 0,211 0,11 0,096

0,216 0,126 0,106 0,079 0,253 0,143 0,143 0,103 0,093


(55)

% Kehidupan sel = Grup tes + media x 100% Sel + media

% Kehidupan sel = 0,209 + 0,15 x 100% 0,254 + 0,15

% Kehidupan sel = 91,83%

Kemudian seterusnya dilakukan perhitungan % kehidupan sel pada setiap sampel tes yang telah dilakukan uji.

4.8 Analisa Data

Data dari setiap pemeriksaan dianalisis secara statistik dengan tingkat

kemaknaan (α = 0,05), memakai uji statistik sebagai berikut :

• Uji analisa varians satu arah (ANOVA), untuk melihat pengaruh sitotoksisitas terhadap sel fibroblas (BHK-21) antara kelompok perlakuan.

• Uji Least Significant Different (LSD), untuk melihat perbedaan

sitotoksisitas terhadap pertumbuhan sel fibroblas (BHK-21) antar semua kelompok perlakuan.


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Ekstrak kental Lerak

Daging buah lerak yang telah dikeringkan dan dihaluskan (520 gram) diekstraksi, diperoleh ekstrak kental berwarna coklat kehitaman (Gambar 37), disimpan dalam wadah kaca tertutup dan diletakkan di tempat yang sejuk atau lemari pendingin sebelum digunakan untuk uji sitotoksisitas.

Gambar 37. Ekstrak kental lerak

5.1.2 Pengujian Sitotoksisitas Ekstrak Lerak

Pengujian sitotoksisitas dilakukan dengan waktu pengamatan yaitu setelah kontak 24 jam. Untuk mengetahui sitotoksisitas larutan maka dilakukan penghitungan absorbansi (Optical density) dari jumlah sel hidup yang terwarnai dengan formazan menjadi biru pada masing-masing sampel dengan menggunakan ELISA reader.


(57)

Absorbansi ini digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon. Hasil uji ANOVA secara umum menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna terhadap pertumbuhan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Tetapi tidak pada konsentrasi ekstrak lerak 1,25%, 0,62% dan 0,31%. Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi antara 1,25% dengan rerata persen kehidupan sel (52,15% + 0,0530334). Artinya ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan relatif aman digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan microscope inverted, diperoleh gambaran mikroskopis koloni sel fibroblas sebagai kontrol sel (Gambar 38). Sementara gambaran mikroskopis sel fibroblas setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada (Gambar 39).

Gambar 38. Koloni sel fibroblas sebagai kontrol sel (pembesaran 40x) dengan microscope inverted


(58)

Gambar 38 menunkukkan koloni sel fibroblas yang hidup yang akan digunakan untuk pengujian sitotoksisitas ekstrak lerak sebagai bahan uji. Sel fibroblas yang terlihat berbentuk seperti kumparan dengan nuklei ovoid dan prosesus sitoplasmik yang panjang. Sejajar dengan serabut kolagen, dengan prosesus yang terbungkus serabut.

Gambar 39. a. Kristal formazan, b. Sel fibroblas yang hidup, c. Sel fibroblas yang mati (Pembesaran 100x) dengan microscope inverted

Gambar 39 menunjukkan sel fibroblas yang telah diberikan ekstrak lerak secara umum dan diamati selama kontak waktu 24 jam. Terlihat perubahan struktur anatomis dari sel fibroblas. Dimana sel fibroblas yang hidup tetap memiliki gambaran struktur anatomis yang lengkap (b). Sedangkan sel fibroblas yang mati (c) tidak memiliki gambaran struktur yang lengkap. Terlihat pada gambar yaitu tidak memiliki nuklei ovoid dan prosesus yang tidak terbungkus serabut. Sedangkan

a b


(59)

gambar (a) merupakan gambaran dari kristal formazan (berwarna biru) yaitu respon dari sel yang akan digunakan untuk menghitung persentase sel hidup.

Berikut adalah grafik rata-rata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) terhadap ekstrak lerak pada pengamatan 24 jam.

Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan

Gambar 40. Grafik rerata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) setelah kontak 24 jam.

Keterangan :

= % rerata kehidupan sel pada kelompok perlakuan ekstrak lerak pada

masing-masing konsentrasi

= % kehidupan sel pada kontrol sel

Hasil uji sitotoksisitas setelah kontak 24 jam perlakuan pada Gambar 40 memperlihatkan rata-rata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) untuk masing-masing kelompok ekstrak lerak dengan konsentrasi 40% (88,12% + 0,0306477), 20%(67,16% + 0,1792200), 10% (60,19% + 0,0265674), 5% (67,51% + 0,0160682), 2,5% (59,83% + 0,0466951), 1,25% (52,15% + 0,0530334), 0,62% (51,08% +

% R er a ta K ehi d upa n Se l


(60)

0,0518714) dan 0,31% (56,10% + 0,0817768). Nilai perhitungan persentase kehidupan sel dapat dilihat pada Lampiran 4 .

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Data dari persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) terhadap ekstrak lerak

dianalisa secara statistik dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Uji Analisa varians satu arah (ANOVA), untuk melihat pengaruh sitotoksisitas antara semua kelompok perlakuan, dan uji Least Significant Different (LSD), untuk melihat perbedaan sitotoksisitas antar kelompok perlakuan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 2. HASIL UJI ANOVA EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK LERAK TERHADAP KEHIDUPAN SEL FIBROBLAS (BHK-21) SETELAH 24 JAM PERLAKUAN

Perlakuan N X + SD Pb)

40% 9 88,1189 + 0,0306477 0,000*

20% 9 67,1589 + 0,1792200

10% 9 60,1889 + 0,0265674

5% 9 67,5067 + 0,0160682

2,5% 9 59,8278 + 0,0466951

1,25% 9 52,1456 + 0,0530334

0,62% 9 51,0833 + 0,0518714

0,31% 9 56,1000 + 0,0817768

Kontrol sel 100% 9 100 + 0

Kontrol media 0% 9 0 + 0

Keterangan b) Uji ANOVA * Signifikan

Hasil uji ANOVA setelah 24 jam perlakukan (Tabel 2) menunjukkan pemberian ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5% memberikan


(61)

pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Tetapi tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas pada konsentrasi 1,25%, 0,62% dan 0,31%. Kelompok perlakuan ekstrak lerak dengan masing-masing konsentrasi memberikan hasil persentase kehidupan sel yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol sel. Dari uji ANOVA didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi antara 1,25% dengan nilai rerata persen kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).

Tabel 3. HASIL UJI LSD EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK LERAK TERHADAP SEL FIBROBLAS (BHK-21) SETELAH 24 JAM PERLAKUAN

Ekstrak 40% 20% 10% 5% 2,50% 1,25% 0,62% 0,31% Kontrol

sel 100,00%

Kontrol media 0,00%

40% - * * * * * * * * *

20% * - X X * * * * * *

10% * X - X X * * X * *

5% * X X - * * * * * *

2,50% * * X * - * * X * *

1,25% * * * * * - X X * *

0,62% * * * * * X - X * *

0,31% * * X * X X X - * *

Kontrol sel 100,00% * * * * * * * * - * Kontrol media 0,00% * * * * * * * * * - * Signifikan X Tidak Signifikan

Hasil uji LSD (Tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan, kontrol sel dan kontrol media. Kelompok perlakuan ekstrak lerak pada masing-masing konsentrasi berbeda signifikan dengan kelompok kontrol sel dan kontrol media. Ekstrak lerak 40% dengan ekstrak 20%,


(62)

10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%. Ekstrak 20% dengan ekstrak 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%. Ekstrak 10% dengan ekstrak 1,25%, 0,62%. Ekstrak 5% dengan ekstrak 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%. Serta ekstrak 2,5% dengan ekstrak 5%, 1,25%, 0,62%. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ekstrak 20% dengan ekstrak 10% dan 5%. Ekstrak 10% dengan ekstrak 20%, 2,5% dan 0,31%. Ekstrak 5% dengan ekstrak 20%. Ekstrak 2,5% dengan ekstrak 10% dan 0,31%. Ekstrak 1,25% dengan ekstrak 0,62% dan 0,31%. Ekstrak 0,62% dengan ekstrak 1,25% dan 0,31%. Serta ekstrak 0,31% dengan ekstrak 10%, 2,5%, 1,25% dan 0,62%. Dari hasil uji LSD didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan nilai rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).


(63)

BAB 6 PEMBAHASAN

.

Uji sitotoksisitas yang dilakukan dengan menggunakan metode MTT assay memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, dan akurat (karena menggunakan alat spektrofotometer yang dapat mendeteksi perubahan metabolisme sel secara jelas, manipulasi mudah, menghemat waktu, tenaga, tidak menggunakan isotop radioaktif), serta dapat digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar dan hasilnya bisa untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan.1

Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria sel fibroblas (Gambar 7). MTT yang berwarna kuning diabsorbsi ke dalam sel fibroblas dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim mitokondrial suksinat dehidrogenase. Enzim ini terdapat pada bagian matriks

mitokondria dan partikel kecil pada krista. Enzim inilah yang mengkonversi MTT menjadi kristal formazan berwarna biru yang menandai bahwa sel tersebut hidup.16

Formazan adalah kompleks substrat enzim yang dibentuk oleh MTT dan enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel. Warna biru formazan setara dengan panjang gelombang ( ) 500-600 nm. Protokol MTT Assay mempunyai panjang gelombang terpilih pada kisaran 550-620 nm.18 Terbentuknya warna biru diakibatkan oleh adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan selang seling dari senyawa MTT menjadi formazan, ikatan selang seling ini disebut dengan gugus kromofor dimana pada pembacaan spektrofotometri dengan 620 nm terbentuk warna biru. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan panjang gelombang maksimal


(64)

untuk jenis reagen MTT yang digunakan (sigma, ST. Louis) dan mengingat bahwa daerah pengukuran spektrofotometri visible pada 380-780 nm.30 Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimal akan memberikan absorbansi yang maksimal. Hal ini untuk meningkatkan sensitifitas analisa.30

Semakin kuat intensitas warna biru yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria, sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Absorbansi ini yang digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon. Intensitas warna biru yang terbentuk berbanding langsungdengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme.

Hasil uji ANOVA (Tabel 2) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5% memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Tetapi tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas pada konsentrasi 1,25%, 0,62% dan 0,31%. Dan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sel, ekstrak lerak memiliki nilai rerata kehidupan sel yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang berarti ada efek sitotoksik ekstrak lerak terhadap sel fibroblas (BHK-21). Efek toksik ini diduga karena adanya kandungan senyawa aktif dari bahan uji. Pengamatan setelah kontak 24 jam memperlihatkan bahwa persentase kehidupan sel tertinggi terjadi pada ekstrak lerak dengan konsentrasi 40% (88,12% + 0,0306477) dan persentase terendah pada konsentrasi 0,62% (51,08% + 0,0518714).


(65)

Hasil uji LSD (Tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62% dan 0,31% dengan kelompok kontrol sel dan kelompok kontrol media pada waktu pengamatan setelah kontak 24 jam. Hal ini menandakan bahwa perlakuan pada waktu kontak selama 24 jam memiliki nilai yang berbeda di setiap konsentrasinya (p<0,05). Kemungkinan disebabkan kandungan dan interaksi zat aktif dari lerak terhadap sel fibroblas yang diamati selama waktu kontak pengamatan.

Kemampuan zat aktif kandungan lerak yang diduga bersifat toksik berupa saponin. Mekanisme saponin dalam membunuh sel disebabkan karena saponin bersifat surfaktan. Saponin mempunyai ujung polar fosfat hidrofilik dan ujung nonpolar hidrofobik (molekul ampifatik) yang dapat melarutkan protein membran. Dimana molekul hidrofilik bahan surfaktan tersebut akan berikatan dengan lipoprotein dinding sel dan menumpuk pada dinding tersebut lalu memecah serta melarutkan lemak dan protein sehingga permeabilitas dinding sel rusak diikuti dengan kebocoran yang mengakibatkan membran sel pecah dan mengalami lisis. Membran sel memiliki peran yang sangat penting, berfungsi melindungi dan mempertahankan isi sel, serta mengatur lalu lintas molekul-molekul yang berguna dalam mempertahankan kehidupan sel.29 Struktur membran sel dapat dilihat pada Gambar 41.


(66)

Gambar 41. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga

akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein membran dapat larut, b.

Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran. 29

Sementara itu, sitoplasma merupakan bagian terbesar dari sel yang di dalamnya mengandung bagian-bagian sel, diantaranya adalah organel yang dianggap sebagai substansi hidup yang berfungsi penting dalam kehidupan sel. Organel yang terpenting dan dijuluki sebagai the power of house adalah mitokondria. Didalam mitokondria terjadi proses respirasi yang dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Kemungkinan, senyawa polifenol menyebabkan kerusakan pada sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi protein sel, merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler sehingga menyebabkan aktivitas mitokondria terganggu, ditambah sebelumnya dengan adanya kandungan saponin yang sudah terlebih dahulu merusak membran sel, sehingga sel fibroblas akan mudah lisis.

Evaluasi mikroskop pada uji MTT assay (Gambar 39) terlihat bahwa sel fibroblas setelah diberi ekstrak lerak (secara umum dari berbagai konsentrasi)

c

b


(67)

mengalami perubahan warna, struktur dan morfologi. Gambar 39a menunjukkan sel yang telah diberi bahan uji dengan konsentrasi tertentu kemudian ditambahkan MTT yang berwarna kuning akan membentuk kristal formazan berwarna biru yang menyelubungi sel. Dan dengan penambahan DMSO (Dimethyilsulfoxide) kristal ini akan terlarut. DMSO juga bertindak sebagai stop solution yang berfungsi menghentikan reaksi enzimatik sehingga tidak akan terjadi false negative dan formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader.

Pada gambar 39b menunjukkan karakteristik sel fibroblas yang hidup, dimana terlihat sel berwarna biru dengan bentuk yang masih utuh dan berbentuk stelat, lengkap dengan nuklei yang masih utuh. Sementara itu pada gambar 38c terlihat morfologi sel fibroblas yang mati, dimana sel menjadi pyknosis (degenerasi sel dimana ukuran inti sel mengecil bahkan menjadi lisis dan kromatin mengalami kondensasi menjadi masa yang padat dan tidak berbentuk), membulat, membengkak, dan batas membran sel tidak teratur. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya senyawa toksik dari ekstrak lerak yang diduga dapat membunuh sel fibroblas ini, yaitu saponin dan polifenol yang mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya.

Pengamatan 24 jam (Gambar 40) memperlihatkan semakin besar konsentrasi larutan ekstrak lerak, persentase kehidupan sel juga semakin besar serta menunjukkan nilai sitotoksisitas yang kecil. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan pengaruh konsentrasi terhadap sitotoksisitas dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula sitotoksisitasnya.13 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Diantaranya, pada penenlitian ini dalam menguji sitotoksisitas ekstrak lerak, bahan uji yang diperoleh dan digunakan


(68)

tidak dalam bentuk larutan tetapi dalam bentuk padat (kental) dan keruh. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip kerja spektrofotometer bahwa larutan yang akan diuji haruslah tercampur dengan sempurna (homogen/larutan murni). Sebab akan terjadi endapan yang akan mengganggu dalam pembacaan ELISA reader, yang akan menyebabkan penghamburan cahaya sehingga diduga akan terjadi false negatif dan tentu saja tidak sesuai dengan hukum Lambert Beer yang mensyaratkan bahwa sampel (larutan) yang mengabsorbsi harus homogen.30

Selain itu menurut konsultan peneliti bahwa dengan diperolehnya ekstrak lerak yang kental maka dalam pembuatan suspensi bahan uji ekstrak yang dilarutkan dengan media RPMI-1640 tidak terjadi homogenitas antara kedua bahan uji. Sehingga pada saat dilakukan pengenceran bahan secara dilusi berganda untuk memperoleh konsentrasi bahan uji kemungkinan tidak didapatkan komponen bahan aktif yang sama disetiap konsentrasinya. Hal ini yang menyebabkan terjadinya nilai rerata persen kehidupan sel (Tabel 2) tidak didapatkan hasil yang tetap kecil sesuai dengan konsentrasinya. Yaitu pada konsentrasi 10% (60,18% + 0,0265674) dan pada konsentrasi 5% (67,50% + 0,0160682). Kemudian pada konsentrasi 0,62% (51,08% + 0,0518714) dan pada konsentrasi 0,31% (56,16% + 0,0817768).

Kemudian alat filter yang digunakan dalam penelitian untuk filtrasi bahan uji ekstrak lerak dengan ukuran pori-pori 0,45 µ m dan dengan ekstrak lerak yang kental dan keruh maka sebaiknya digunakan alat filter dengan ukuran pori-pori yang sesuai dengan standar yaitu 0,42 µ m agar pada saat pengenceran, zat-zat bahan aktif dari ekstrak tetap terjaga. Sehingga didapatkan ekstrak yang tidak kental dan tidak keruh.


(69)

Kekurangan dalam penelitian inilah yang menyebabkan hasil yang diperoleh kemungkinan kurang valid.

Walaupun demikian dari penelitian ini didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan nilai rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334) yang diamati selama waktu kontak 24 jam. Hal ini berarti ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.

Berdasarkan penelitian uji sitotoksisitas yang dilakukan dengan metode Brine shrimp mendapatkan konsentrasi ekstrak lerak 0,01% memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih baik dari NaOCl 5%.9 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dengan menggunakan metode MTT assay karena buah lerak yang digunakan berbeda asalnya sehingga mempengaruhi kandungan senyawa aktif yang terdapat di buah lerak. Penelitian tersebut menggunakan buah lerak yang berasal dari Jambi, sementara penelitian ini berasal dari Tapanuli Selatan. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian juga berbeda.

Sedangkan pada penelitian lain terdapat ± 10 gram (17,5 %) saponin dari 175 gram daging buah lerak, yang pada konsentrasi 0,008 % dapat membersihkan dinding saluran akar lebih baik dari NaOCl 5 % yang umum digunakan di praktek.13 Hal ini tentu berbeda dengan hasil penelitian ini, karena penelitian di atas mengisolasi saponin dari ekstrak lerak sementara penelitian ini menggunakan ekstrak lerak secara keseluruhan. Selain itu metode yang digunakan dengan penelitian sebelumnya adalah berbeda. Faktor-faktor inilah yang membuat hasil dalam penelitian ini berbeda.


(70)

Adapun kelemahan metode MTT lainnya adalah metode ini tidak dapat diaplikasikan untuk sampel yang berwarna karena warna sampel juga akan menyerap sinar UV sehingga absorbansi yang diperoleh menjadi lebih besar dari yang seharusnya dan hasil pengamatan uji sitotoksik menjadi tidak valid. Untuk mengatasi kelemahan metode MTT diperlukan ketelitian, alat yang akan digunakan harus sesuai dengan standar, bahan uji yang sesuai dengan kerja alat spektrofotometer dan lingkungan selama penelitian berlangsung. Dengan cara ini absorbansi warna kristal formazan yang larut akan sebanding dengan jumlah sel hidup.

Jadi, untuk melihat biokompatibilitas suatu bahan harus diuji terlebih dahulu sitotoksisitasnya. Uji sitotoksisitas dengan menggunakan metode MTT assay yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari hasil uji yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi ekstrak lerak yang biokompatibel terhadap sel fibroblas (BHK-21) yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).


(71)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) setelah dilakukan uji sitotoksisitas terhadap sel fibroblas (BHK-21) diperoleh konsentrasi yang biokompatibel berupa LC50 yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan nilai rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).Yang artinya ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.

7.2 Saran

1. Diperlukan alat-alat seperti alat filter yang sesuai dengan ukuran pori-pori standar untuk metode MTT assay.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memenuhi syarat dalam usaha pengembangan lerak (Sapindus rarak DC) sebagai bahan irigasi saluran akar, meliputi:

a. Uji biokompatibilitas baik secara in vivo atau uji klinis untuk mengetahui efek biokompatibilitas lerak (Sapindus rarak DC) secara lengkap.

b. Penelitian terhadap kemampuan difusi ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) sebagai bahan irigasi saluran akar.

3. Agar tumbuhan lerak (Sapindus rarak DC) dapat dilestarikan dan dibudidayakan sebagai sumber bahan baku obat alami yang dapat didayagunakan


(72)

sebagai bahan alternatif irigasi saluran akar di kedokteran gigi yang aman, efektif, dan efisien bagi masyarakat.


(73)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nevi Y. Perbedaan biokompatibilitas saponin dari buah sapindus rarak DC dengan larutan NaOCl 5% sebagai bahan irigasi saluran akar. Proceedings RDM&E-III FKG-USU. Medan. Abstrak.

2. Walton RE. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. Alih bahasa. Narlan Sumawinata. Ed ke-3. Jakarta: EGC, 2008 : 244.

3. Johnson WT, NoblettWC. Cleaning and shaping. In: Walton RE, Torabinejad M. Endodontics principles and practice. 4th ed. India: Thomson Press,2009: 263. 4. Esterla C, Ribeiro R.G, Esterla CRA, Pecora JD, Sousa-Neto MD. Antimicrobial

effect of 2% sodium hypochlorite and 2% chlorhexidine tested by different methods. J Braz Dent. 2003; 14(1): 58-62.

5. Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional (Jakstra Ipteknas) 2000–2004. (8 Oktober 2009).

6. Heyne K. Tumbuhan berguna Indonesia. Alih bahasa : Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Jilid III. Jakarta: Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan, 1987: 1250-1.

7. Dyatmiko W, Soeharto S, Moegijanto L, dkk. Aktivitas biologic zat kandungan buah Sapindus rarak DC sebagai anti mikroba dan mulloscuide. Surabaya: Lembaga Penelitian UNAIR, 1983: 1-18.

8. Siti NA. Penggunaan buah lerak Sapindus rarak De Candole sebagai

insektisida. <http://www.digilib.litbang.depkes.co.id/php?id=jkpkbppk-gdl-res-1998-nunik-1127-lerak> (12 Agustus 2009).


(74)

9. Nevi Y, Fadhlina I. Efek antibakteri buah lerak terhadap Streptococcus mutans. Maj Kedokteran Gigi (Dent.J). 2009; 14(1): 53-8.

10. Nevi Y, Sanny. The antimicrobial effect of Lerak properties as intracanal irrigants on Fusobacterium nucleatum. Faculty of Dentistry Trisakti University, Proceedings of the 9th Scientific Forum, 2008: 84.

11. Risya DM. Efek antibakteri ekstrak lerak dalam pelarut etanol terhadap Enterococcus faecalis. Skripsi. Medan: FKG USU, 2010:24-7.

12. Nevi Yanti, Juni F. Efek antifungal berbagai sediaan dari buah lerak terhadap Candida albicans. Proceeding ASyiah-DMII PSKG FK UNSYIAH, Banda Aceh, 2011.

13. Nevi Y. Sitotoksisitas larutan saponin dari buah Sapindus rarak DC. Maj Kedokteran Gigi (Dent.J). 1999: 32(2).45-8.

14. Yuliati A. Viabilitas sel fibroblast BHK-21 pada permukaan resin akrilik rapid heat cured. Dental journal 2005; 38 : 68–72.

15. Khoswanto, Christian. Uji sitotoksisistas dentin kondisioner asam sitrat 50% menggunakan MTT assay. Dental journal 2008; 41: 103 – 106.

16. Walter LD. Oral histology: cell structure and function. 1986 : 145-147.Kitamura H, Oda M, AH John. Colour atlas of human oral histology. U.S.A: 1999 -106. 17. Munadziroh E. Uji sitotoksisitas bahan cyanoacrylate veneer dengan MTT assay.

Indonesian journal of dentistry. 2004:11(2):67.

18. Supino Rosa. MTT assays. In: S. O’Hare and C K Atterwill, eds. Methods in molecular biology: in vitro toxicity testing protocols. Totowa, NJ: Humana press, : 137-149


(1)

19. Grossman, Louis I. ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa. Rafiah Abiyono. Ed ke-11. Jakarta: EGC, 1995 : 47,196-211.

20. Haapasalo M et all. Irrigations in endodontics. Dent Clin N Am 54 (2010) 291– 312

21. Anonymous. Penelitian tentang lerak.

(Juni, 9, 2009).

22. Tarigan, R. Perawatan pulpa gigi (endodonti). Ed 2. Jakarta: EGC,2004: 66. 23. Juni F. Efek antifungal berbagai sediaan dari buah lerak terhadap Candida

albicans (penelitian in vitro). Skripsi. Medan:FKG USU,2007:11-2.

24. Estikasari SW. Pengembangan prosedur pembuatan bahan baku saponin dari buah lerak (Sapindus rarak DC) dan evaluasi saponin sebagai komponen utama sampo. Agustus 2009).

25. Nevi Yanti, Fitrah UB. Efek analgetik ekstrak lerak sebagai bahan pereda nyeri gigi. Dentika Dent J. 2010:15 (1): 53.

26. Mutia P. Efek anti inflamasi ekstrak lerak 0,01% terhadap penurunan sel radang dan perbaikan jaringan. Skripsi. Medan: FKG USU. 2011:35.

27. Wongwerawinit L. In vitro effects of Aloe vera on cell proliferation and collagen synthesis of rat dental pulp cells. Thesis. Thailand: Mahidol University, 2004: 4-59.


(2)

29. Thermo Spectronic. Basic UV-Vis Theory, Concepts and Applications

(13 Maret 2011).

30. Liquid bio. Ted macioce Organelles Project.


(3)

Lampiran 1. Alur Penyiapan Bahan Coba 1.1 Alur ekstraksi Lerak

Buah lerak 940 gram dicuci, keluarkan bijinya, daging buah dipotong kecil (±3mm).

Potongan daging buah dimasukkan ke dalam lemari pengering hingga rapuh.

Lerak kering seberat 600 gram diblender dan diayak.

520 gram simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol destilasi (3jam).

Pindahkan simplisia ke dalam perkolator dan tambahkan etanol destilasi.

Diamkan selama 24 jam, kemudian biarkan menetes.

Disaring dengan kertas Whatman.

Ekstrak cair.

Diuapkan sampai kental dengan vaccum rotavapor selama 5 jam.


(4)

1.2 Pengenceran Bahan Coba

Keterangan:

Konsentrasi 100% dibuat dengan melarutkan 1 gram ekstrak lerak dengan 1 ml media RPMI. Selanjutnya diperoleh konsentrasi dibawahnya dengan metode dilusi (pengenceran ganda).

Ekstrak lerak dilarutkan dengan media RPMI-1640

Ekstrak lerak 40%

Ekstrak lerak 20%

Ekstrak lerak 10%

Ekstrak lerak 5%

Ekstrak lerak 2,5%

Ekstrak lerak 1,25%

Ekstrak lerak 0,31% Ekstrak lerak 0,62%


(5)

Lampiran 2. Alur pengujian uji sitotoksisitas

Siapkan sel fibroblas dalam media RPMI dan didistribusikan ke dalam sumuran (well) microplate dengan jumlah 75 x 104 sel/ml dalam 150 µ l

Tambahkan bahan uji (ekstrak lerak) ke dalam sumuran masing - masing konsentrasi uji sebanyak 25 µ l

Inkubasi dengan suhu 370C suasana CO2 5% selama 24 jam

Siapkan Reagen MTT, Garam tetrazolium (MTT) dilarutkan dalam Phosphate-Buffered Saline (PBS) 5 mg/ml

MTT ditambahkan langsung pada plate yang berisi sel fibroblas dalam medium kultur10 μl

Diinkubasi + 4 jam pada suhu 370C suasana CO2 5%

Sel fibroblas yang hidup akan terwarnai dengan formazan menjadi biru, sedang yang mati tidak terbentuk warna biru

Seluruh media dalam sumuran dan bahan uji diambil

Ditambah DMSO 50 µ l

Plate diaduk secara mekanis dengan Plate Shaker sampai kristal formazan terlarut Formazan dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader pada

panjang gelombang 620 nm

Hitung rata-rata % kehidupan sel dari nilai Optical density masing-masing sampel/konsentrasi terhadap nilai kontrol

Buat grafik persentase kehidupan sel terhadap kelompok perlakuan dan kontrol


(6)

Lampiran 3. Alur Pikir Alur Pikir

Sel fibroblas

- Tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa mahkota - Berfungsi menghasilkan dan

mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit.

 Lerak (Sapindus rarak DC)

 Merupakan tanaman industri yang cukup baik untuk dikembangkan.

 Komponen & kandungan→ saponin, alkaloid, polifenol dan flavonoid.

 Aplikasi & kegunaan→ Medis, industry, industri kosmetik

 Daya toksisitas lerak :

- Saponin→ memiliki molekul ampifatik (mengandung regio hidrofilik dan hidrofobik)→ ujung hidrofobik berikatan dengan regio hidrofobik protein→ ujung hidrofilik yang bebas membawa protein ke dalam larutan sebagai kompleks deterjen-protein→ protein membran larut

Dari uraian di atas maka diperlukan bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan alternatif irigasi saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik, tidak toksik, harga murah dan mudah didapat.

Tujuan penelitian :

Untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak lerak terhadap sel fibroblas sebagai bahan irigasi saluran akar secara in vitro.

Judul penelitian :

Sitotoksisitas Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar secara in Vitro.


Dokumen yang terkait

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Porphyromonas gingivalis (Penelitian In Vitro)

5 140 88

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Tumbuhan Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Larva Artemia salina Leach

3 80 73

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro.

8 106 83

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

1 55 78

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 14

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 2

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 4

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 13

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

2 6 4

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 14