Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Porphyromonas gingivalis (Penelitian In Vitro)

(1)

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL LERAK (

Sapindus

rarak DC

) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN IRIGASI

SALURAN AKAR TERHADAP

Porphyromonas

gingivalis

(Penelitian

In Vitro

)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: VIVI LEONTARA

NIM: 100600050

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Konservasi Gigi Tahun 2014

Vivi Leontara

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (Penelitian in Vitro)

xii + 71 halaman

Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri yang sering

ditemukan pada infeksi endodontik primer dan tumbuh dalam bentuk biofilm. Tindakan irigasi pada cleaning and shaping diperlukan untuk membantu menghilangkan biofilm tersebut, namun sampai saat ini belum ada bahan irigasi yang ideal. Buah lerak merupakan salah satu bahan alami yang sering dipakai sebagai pembersih dan dapat dikembangkan menjadi alternatif bahan irigasi saluran akar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol lerak terhadap P.gingivalis.

Sebanyak 940 gram buah lerak diekstraksi dengan pelarut etanol sehingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilakukan pengenceran dalam Mueller Hinton

Broth (MHB) dengan metode dilusi sehingga diperoleh konsentrasi 100%, 50%, 25%,

12,5%, 6,25%, 3,125% dan 1,625%. Setiap konsentrasi diambil 1 ml, tambahkan 1 ml suspensi bakteri, divorteks, diinkubasi 37°C selama 24 jam. Setelah itu, setiap

kelompok divorteks, diambil 50 μl, diteteskan ke media Mueller Hinton Agar (MHA), direplikasi 4 petri, diinkubasi 37°C selama 24 jam dan dilanjutkan perhitungan koloni bakteri dengan metode Drop Plate Miles Misra.


(3)

Uji antibakteri pada konsentrasi 100%, 50% dan 25% menunjukkan hasil steril (0), konsentrasi 12,5% dan 6,25% terlihat pertumbuhan bakteri (1,18.103 ± 0,29.103) dan (2,62.103 ± 0,77.103) CFU/ml, konsentrasi 3,125% dan 1,625% didapat TBUD. Hasil uji statistik dengan one way ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak etanol lerak memiliki efek antibakteri terhadap P.gingivalis (p = 0,000) dan uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara konsentrasi 100% dengan 12,5%, konsentrasi 100% dengan 6,25%, konsentrasi 50% dengan 12,5%, konsentrasi 50% dengan 6,25%, konsentrasi 25% dengan 12,5%, konsentrasi 25% dengan 6,25% dan konsentrasi 12,5% dengan 6,25% (p = 0,000), sedangkan KHM belum dapat diketahui.

Kesimpulan penelitian, ekstrak etanol lerak mempunyai efek antibakteri terhadap P.gingivalis dengan nilai KBM 25% dan KHM tidak diketahui.

Kata Kunci : Lerak, antibakteri, Porphyromonas gingivalis Daftar Rujukan : 49 (2004-2013).


(4)

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL LERAK (

Sapindus

rarak DC

) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN IRIGASI

SALURAN AKAR TERHADAP

Porphyromonas

gingivalis

(Penelitian

In Vitro

)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: VIVI LEONTARA

NIM: 100600050

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 22 April 2014

Pembimbing: Tanda Tangan

Nevi Yanti, drg., M.kes


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 22 April 2014

TIM PENGUJI KETUA : Nevi Yanti,drg.,M.Kes

ANGGOTA : 1. Prof.Dr.Rasinta Tarigan,drg.,Sp.KG (K) 2. Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG (K)


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orang tua tercinta yaitu Papa (Army Siregar) dan Mama (Sedjani Wartima) serta kakek (Irwan) dan nenek (Wartima) tercinta yang telah membesarkan serta memberikan kasih sayang yang tidak terbalas, doa, semangat, nasehat dan dukungan baik secara moral maupun materi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak (Stern Molly Leontara) dan kedua adik (Leon Abri Siregar dan Stella Jovita Leontara) serta seluruh keluarga penulis yang selalu memberi dukungan dan masukan kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besanya kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., Ph.D., C.Ort, Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam kelancaran skripsi ini.

3. Nevi Yanti, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, motivasi, nasihat dan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan


(8)

saran, bantuan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini beserta pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.

5. Widi Prasetia, drg., selaku penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan program akademik di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik, membimbing dan membantu selama menuntut ilmu di masa pendidikan.

7. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara dan Imam Bagus Sumantri, S.Farm, Apt. yang telah banyak membagi ilmunya, memberi semangat, masukan, meluangkan waktunya untuk diskusi serta membantu dalam penelitian ini.

8. Asisten Laboratorium Obat Tradisonal Fakultas Farmasi USU Bang Arya dan Bang Ary yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan selama proses ekstraksi.

9. Wahyu Hidayatiningsih, S.Si, M.Kes selaku penanggung jawab penelitian di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR yang telah membantu selama kegiatan penelitian di laboratorium.

10. Maya Fitria, SKM, M.Kes yang telah membantu dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam pengolahan data statistika.

11. Teman-Teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi Di Departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara: Jocelyn, Nurul, Vika, Jessica, Fajarini, Erda, Diajeng, Sondi, Naftalia, Natrya, Faber, Iqbal, Anita atas dukungan dan bantuannya selama pengerjaan skripsi.

12. Sahabat-sahabat penulis: Sunny Chailes, Wennie Fransisca, Winnie Neormansyah, Dessi Natalia, Ervi Gani, Jocelyn, Melisa, Frans, Stendy,


(9)

Kelvin, Franky, Widi, Roderick, Mery, Cindy, Ratna, Ricky, Ericko, Erwin, senior: Fifin Indah Sari, Silvia Lim, Jacky, Calvin serta seluruh teman-teman angkatan 2010, senior dan junior yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas dukungan semangat, doa dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan dan memberikan kemudahan kepada kita. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama penyusunan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Medan, 22 April 2014 Penulis,

(VIVI LEONTARA) NIM: 100600050


(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Irigasi Saluran Akar ... 7

2.1.1 Bahan Irigasi Saluran Akar ... 8

2.1.1.1 Sodium Hipoklorit (NaOCl) ... 8

2.1.1.2 Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) ... 9

2.1.1.3 Klorheksidin (CHX) ... 9

2.1.1.4 MTAD ... 10

2.1.2 Teknik Irigasi Saluran Akar ... 11

2.2 Porphyromonas gingivalis sebagai salah satu bakteri yang tergabung dalam biofilm pada infeksi endodontik primer... 15

2.3 Buah Lerak (Sapindus Rarak DC) ... 25

2.4 Kerangka Teori... 28


(11)

2.6 Hipotesis Penelitian ... 29

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 30

3.2 Populasi, Sampel dan Besar Sampel ... 30

3.2.1 Populasi Penelitian ... 30

3.2.2 Sampel Penelitian ... 30

3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 30

3.3 Variabel Penelitian ... 32

3.3.1 Variabel Bebas ... 33

3.3.2 Variabel Tergantung ... 33

3.3.3 Variabel Terkendali ... 33

3.3.4 Variabel Tidak Terkendali ... 34

3.4 Definisi Operasional... 34

3.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 36

3.5.1 Bahan Penelitian ... 36

3.5.2 Alat Penelitian ... 36

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.6.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.6.2 Waktu Penelitian ... 37

3.7 Prosedur Penelitian ... 37

3.7.1 Ekstraksi Buah Lerak ... 37

3.7.2 Pembuatan Suspensi Bahan Uji... 39

3.7.3 Pembuatan Media Bakteri ... 40

3.7.4 Pembiakan Spesimen... 40

3.7.5 Penentuan KHM Bahan Coba ... 41

3.7.6 Penentuan KBM Bahan Coba ... 41

3.8 Analisis Data ... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Ekstrak Kental Lerak... 43

4.2 Uji Efektifitas Antibakteri ... 43

4.3 Analisis Hasil Penelitian ... 47

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Hasil uji efektifitas antibakteri ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) dalam pelarut etanol terhadap Porphyromonas gingivalis pada

konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,625%. ... 44 2 Uji normalitas data ekstrak etanol lerak terhadap P.gingivalis ... 47

3 Uji Levene terhadap hasil data pada konsentrasi 100%, 50%, 25%,

12,5% dan 6,25% ... 47 4 Hasil uji One Way ANOVA pada konsentrasi 100%, 50%, 25%,

12,5% dan 6,25% ... 48 5 Hasil uji LSD efek antibakteri ekstak etanol lerak terhadap


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gambar sebenarnya (atas), gambar tiga dimensi (bawah). Jarum A-C (open end): (A) flat, (B) bevel, (C) notched. Jarum D-F (closed

end): (D) side vented, (E) double side vented, (F) multivented ... 12

2 (a) Jarum irigasi side vented (close end). (b) Jarum irigasi side vented mencegah ekstrusi bahan irigasi ke apikal ... 13

3 (1) Master dellivery tip, (2) macrocannula, (3) microcannula ... 14

4 Tahapan pembentukan biofilm... 16

5 Microbial biofilm pada tubulus dentin dan dinding saluran akar ... 17

6 Bakteri P.gingivalis ... 18

7 Prevalensi P.gingivalis pada infeksi endodontik kronis dengan berbagai bentuk periodontitis apikalis yang berbeda ... 20

8 Perhitungan dari 40 spesies bakteri (x105 ± SE) pada 30 kasus asimptomatik dan 30 kasus asimptomatik pada lesi kronis infeksi endodontik primer. Urutan spesies berdasarkan jumlah mean counts secara menurun dari sampel kasus simptomatik. (Mann-Whitney U test) ... 23

9 Interaksi antar bakteri dalam infeksi saluran akar dimana perkembangan dari sebagian spesies tergantung dari produk metabolisme spesies lainnya. Kehadiran suatu jenis bakteri mempengaruhi bakteri lainnya, sehingga hubungan antar setiap jenis bakteri tidak dapat dipisahkan... 24

10 Buah lerak yang berasal dari Desa Maga, Kecamatan Panyabungan Tapanuli Selatan (skala = 1cm) ... 26

11 Pencucian buah lerak ... 38

12 Penimbangan buah lerak ... 38


(14)

14 Lemari pengering ... 38

15 Potongan lerak di lemari pengering ... 38

16 Potongan lerak yang sudah kering ... 38

17 Potongan lerak diblender ... 39

18 Simplisia lerak ... 39

19 Simplisia di dalam perkolator ... 39

20 Vaccum rotavapor ... 39

21 P.gingivalis ATTCC 33277 yang telah dibiakkan secara murni pada media MHA dalam suasana anaerob ... 41

22 Ekstrak Lerak ... 43

23 Pertumbuhan bakteri pada media MHA setelah diberi bahan coba ekstrak lerak pada berbagai konsentrasi. Zona bening pada MHA pada konsentrasi (a) 100%, (b) 50%, (c) 25% menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bateri ... 45

24 Konsentrasi (d) 12,5%, (e) 6,25%, (f) 3,125%, (g) 1,625% menunjukkan pertumbuhan bakteri masih subur yang ditandai dengan tetesan bewarna lebih keruh dibandingkan warna media. ... 46

25 Sel bakteri beserta komponen-komponen strukturalnya yang dapat bertindak sebagai faktor virulensi. Di sebelah kanan, skema detail dari dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif ... 55


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Alur Ekstraksi Lerak

2 Alur Penyiapan Suspensi Bakteri

3 Alur pengujian Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak 4 Sertifikat Hasil Uji Mikrobiologi

5 Uji Statistik Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak terhadap P.gingivalis 6 Surat Hasil Identifikasi Buah Lerak


(16)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Konservasi Gigi Tahun 2014

Vivi Leontara

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (Penelitian in Vitro)

xii + 71 halaman

Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri yang sering

ditemukan pada infeksi endodontik primer dan tumbuh dalam bentuk biofilm. Tindakan irigasi pada cleaning and shaping diperlukan untuk membantu menghilangkan biofilm tersebut, namun sampai saat ini belum ada bahan irigasi yang ideal. Buah lerak merupakan salah satu bahan alami yang sering dipakai sebagai pembersih dan dapat dikembangkan menjadi alternatif bahan irigasi saluran akar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol lerak terhadap P.gingivalis.

Sebanyak 940 gram buah lerak diekstraksi dengan pelarut etanol sehingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilakukan pengenceran dalam Mueller Hinton

Broth (MHB) dengan metode dilusi sehingga diperoleh konsentrasi 100%, 50%, 25%,

12,5%, 6,25%, 3,125% dan 1,625%. Setiap konsentrasi diambil 1 ml, tambahkan 1 ml suspensi bakteri, divorteks, diinkubasi 37°C selama 24 jam. Setelah itu, setiap

kelompok divorteks, diambil 50 μl, diteteskan ke media Mueller Hinton Agar (MHA), direplikasi 4 petri, diinkubasi 37°C selama 24 jam dan dilanjutkan perhitungan koloni bakteri dengan metode Drop Plate Miles Misra.


(17)

Uji antibakteri pada konsentrasi 100%, 50% dan 25% menunjukkan hasil steril (0), konsentrasi 12,5% dan 6,25% terlihat pertumbuhan bakteri (1,18.103 ± 0,29.103) dan (2,62.103 ± 0,77.103) CFU/ml, konsentrasi 3,125% dan 1,625% didapat TBUD. Hasil uji statistik dengan one way ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak etanol lerak memiliki efek antibakteri terhadap P.gingivalis (p = 0,000) dan uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara konsentrasi 100% dengan 12,5%, konsentrasi 100% dengan 6,25%, konsentrasi 50% dengan 12,5%, konsentrasi 50% dengan 6,25%, konsentrasi 25% dengan 12,5%, konsentrasi 25% dengan 6,25% dan konsentrasi 12,5% dengan 6,25% (p = 0,000), sedangkan KHM belum dapat diketahui.

Kesimpulan penelitian, ekstrak etanol lerak mempunyai efek antibakteri terhadap P.gingivalis dengan nilai KBM 25% dan KHM tidak diketahui.

Kata Kunci : Lerak, antibakteri, Porphyromonas gingivalis Daftar Rujukan : 49 (2004-2013).


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bakteri memegang peranan utama dalam perkembangan dan terjadinya penyakit pulpa dan periapikal. Penyakit pulpa dan periapikal dapat terjadi karena adanya infeksi oportunis patogen oleh bakteri yang menyerang jaringan pulpa dan periapikal. Pada infeksi saluran akar, terjadi infeksi polimikrobial di mana spesies bakteri yang berbeda-beda memiliki hubungan yang erat antara satu sama lain sehingga interaksi antar bakteri merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Bakteri-bakteri ini tumbuh dan membentuk suatu kesatuan dalam komunitas yang terintegrasi secara metabolik yang disebut dengan biofilm.1,2 Bakteri-bakteri dalam bentuk biofilm memiliki virulensi yang lebih tinggi dan cenderung lebih sulit untuk dieliminasi.1

Bakteri anaerob meliputi lebih dari 90% bakteri pada biofilm yang terbentuk pada infeksi endodontik primer.2,3 Salah satu dari bakteri anaerob tersebut adalah bakteri Porphyromonas gingivalis (P.gingivalis), yaitu bakteri obligat anaerob berpigmen hitam gram negatif yang menginfeksi jaringan periapikal.4 Bakteri ini memiliki aktifitas proteolitik, sehingga sering dihubungkan dengan proses terjadinya abses periapikal.1 Penelitian menunjukkan bahwa bakteri P.gingivalis memiliki persentase sebesar 28% - 43,3% pada pulpa dengan infeksi endodontik primer.1,5-7

P.gingivalis diketahui memiliki berbagai faktor virulensi patogenik yang berperan

dalam menyebabkan penyakit. Faktor virulensi tersebut antara lain seperti fimbriae,

capsule, extracellular vesicles, hemagglutinin, gingipain, hydrolytic enzymes dan

lipopolysaccharide (LPS).8

Bakteri P.gingivalis tidak dapat menimbulkan infeksi pada saluran akar secara individual, namun bakteri ini mempunyai kemampuan untuk berkolonisasi dengan bakteri lain membentuk microbial biofilm sehingga menimbulkan inflamasi.5 Penelitian membuktikan bahwa keberadaan P.gingivalis dihubungkan dengan bakteri lainnya pada inflamasi periapikal akan meningkatkan toksisitas dan resiko timbulnya


(19)

simptom klinis serta pembentukan abses.3 Penelitian lain juga menunjukkan bahwa infeksi silang antara P.gingivalis dengan Bacteroides forythus pada infeksi saluran akar akan meningkatkan resiko terjadinya periodontitis apikalis kronis.5 Selain itu, kombinasi dari Porphyromonas sp., Prevotella sp., dan F.nucleatum akan meningkatkan faktor resiko terjadinya flare up endodonti. Hal ini disebabkan adanya sinergi antara bakteri-bakteri tersebut, sehingga meningkatkan intensitas terjadinya inflamasi pada jaringan periapikal.9 Oleh sebab itu perlu dilakukan tindakan perawatan saluran akar untuk menghilangkan seluruh jaringan nekrotik dan mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi.10

Tahapan penting dalam perawatan saluran akar gigi yang terinfeksi adalah preparasi biomekanis yang terdiri dari cleaning and shaping, sterilisasi dan pengisian saluran akar. Preparasi biomekanis yang baik akan menunjang proses sterilisasi dan menghasilkan pengisian yang baik sehingga didapatkan hasil yang maksimal.10 Pada proses cleaning and shaping, tindakan irigasi memegang peranan yang sangat penting karena dapat menghilangkan smear layer yang terbentuk dan mengeliminasi mikroorganisme yang ada.11 Larutan irigasi yang ideal untuk digunakan harus memiliki beberapa sifat, yaitu dapat melarutkan jaringan nekrotik dan smear layer, dapat melumasi saluran akar, membunuh mikroorganisme, memiliki tegangan permukaan yang rendah, tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan sehat. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah mudah diperoleh, relatif murah, mudah digunakan, mudah disimpan dan dapat disimpan cukup lama.10-12 Namun, sampai saat ini belum ada satupun larutan irigasi yang memenuhi seluruh kriteria diatas.13

Selama bertahun-tahun, sejumlah bahan irigasi telah diperkenalkan untuk membersihkan saluran akar, seperti sodium hipoklorit (NaOCl), EDTA, klorheksidin (CHX), dan MTAD. Dari sejumlah larutan irigasi yang telah diteliti, larutan irigasi yang paling efektif dan sering digunakan untuk perawatan saluran akar adalah NaOCl dengan konsentrasi 0,5% - 6%.10,11 Hal tersebut dikarenakan NaOCl mempunyai sifat pelarut jaringan yang baik, bakterisidal, dapat berperan sebagai agen bleaching dan pelumas.10 Namun NaOCl memiliki beberapa kekurangan, yaitu bersifat sitotoksik pada jaringan vital, kurang efektif dalam menghilangkan komponen anorganik dari


(20)

smear layer, korosif pada instrumen yang terbuat dari metal, kurang efektif pada saluran akar yang sempit, mempunyai bau yang kurang enakdan dapat menyebabkan reaksi alergisehingga harus hati-hati dalam penggunaannya.10,14

Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) mulai digunakan sebagai bahan

irigasi sejak tahun 1957.11 Penggunaan EDTA efektif untuk mendemineralisasi permukaan dentin dan menghilangkan smear layer, namun tidak efektif untuk menghilangkan debris organik dan tidak memiliki efek antimikrobial. Oleh sebab itu, penggunaan EDTA sering dikombinasikan dengan NaOCl yang dapat melarutkan jaringan pulpa dengan baik dan memiliki efek antimikrobial.15

Larutan irigasi lainnya yang juga sering digunakan yaitu CHX karena bersifat biokompatibel dan memiliki efek antimikrobial yang luas sehingga dapat juga digunakan sebagai bahan medikamen.11 Hal ini disebabkan karena adanya perlekatan antara CHX dengan hidroksiapatit pada dentin sehingga dapat menghasilkan efek antimikrobial yang bertahan lama.11,13 CHX sangat efektif untuk melawan bakteri

E.faecalis namun kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dan tidak dapat

melarutkan jaringan nekrotik dan debris sehingga dapat menyumbat tubulus dentin.12,13

Mixture of tetracycline isomer, acid and detergent (MTAD) merupakan bahan

irigasi berbasis antibiotik yang dikembangkan dari campuran tetracycline isomer, asam dan deterjen.11,15,16 MTAD telah dibuktikan efektif untuk mengeliminasi mikroorganisme yang resisten dan memiliki aktivitas antimikroba secara berkepanjangan.15 MTAD juga bersifat biokompatibel dan efektif untuk menghilangkan smear layer. Namun, tidak tertutup kemungkinan semakin berkembangnya bakteri yang resisten akibat penggunaan bahan irigasi berbasis antibiotik.16 MTAD juga kurang efektif dalam melarutkan jaringan organik dan penelitian secara in vitro juga melaporkan bahwa penggunaan MTAD dalam jangka panjang dapat menyebabkan stain pada jaringan keras gigi.17

Akibat kelemahan yang dimiliki oleh bahan-bahan irigasi tersebut, maka dikembangkanlah bahan alami sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang memenuhi syarat sebagai bahan irigasi saluran akar. Hal ini sesuai dengan prioritas


(21)

utama dan fokus pembangunan JAKSTRANAS IPTEK 2010-2014 mengenai teknologi kesehatan dan obat-obatan yang program utamanya berupa penerapan teknologi produksi yang ramah lingkungan, meningkatkan pengelolaan kelestarian pemanfaatan sumber daya alam dan iklim global, karena limbah dari obat-obatan berbahan dasar alami akan lebih mudah diurai daripada limbah bahan-bahan sintetis yang dapat merusak jaringan hidup dan membutuhkan waktu yang sangat lama agar terurai secara sempurna.18

Buah lerak (Sapindus rarak DC) merupakan salah satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan irigasi saluran akar. Buah lerak secara tradisional sering digunakan sebagai pencuci kain batik dan emas, sebagai pembersih muka untuk menghilangkan jerawat serta dapat digunakan sebagai obat penyakit kulit, terutama penyakit kudis.19 Kandungan utama buah lerak adalah saponin triterpenoid yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti deterjen.19,20 Penelitian menunjukkan bahwa buah dalam bentuk hasil ekstraksi telah dilaporkan mengandung saponin dengan kadar lebih tinggi daripada buah yang tanpa diekstrak.20

Dalam pengembangan ekstrak lerak sebagai bahan irigasi saluran akar, diketahui bahwa ekstrak lerak memiliki efektivitas antibakteri dan antifungal. Penelitian membuktikan bahwa ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan Candida albicans yang lebih baik dari NaOCl 5%.21,22 Pada penelitian terhadap Fusobacterium nucleatum, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) 0,25%, dan 0,01% untuk saponin buah lerak.23 Sedangkan pada penelitian terhadap Enterococcus faecalis, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai KBM 25%.24 Penelitian juga membuktikan bahwa ektrak lerak diketahui mempunyai efek analgetik pada konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%,25 dan efek antiinflamasi pada konsentrasi 0,01%.26 Selain itu, juga telah dilakukan penelitian mengenai sitotoksisitas dari ekstrak lerak dan diperoleh hasil bahwa nilai LC50 ekstrak lerak berada pada konsentrasi 1,25%.27


(22)

Salah satu syarat lain dari bahan irigasi yang ideal adalah memiliki tegangan permukaan yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak lerak 17,5% dan 20% memiliki tegangan permukaan yang sama dengan CHX 2% dan lebih rendah pada konsentrasi 25%,28 sedangkan bila dibandingkan dengan NaOCl 2,5% ekstrak etanol lerak memiliki tegangan permukaan yang lebih rendah pada konsentrasi 5% - 25%.29 Pada penelitian lain, tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara celah mikro dan kekuatan tarik resin komposit dengan dentin yang dihasilkan ekstrak lerak dalam pelarut etanol 0,01% dengan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18%.30,31

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa walaupun sudah ada penelitian untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak lerak terhadap S.mutans, F.nucleatum dan

E.faecalis, serta efek antifungal terhadap C.albicans, namun belum ada penelitian

mengenai efek antibakteri ekstrak lerak terhadap P.gingivalis sebagai salah satu bakteri yang sering ditemukan pada infeksi endodontik primer. Penelitian menunjukkan bahwa tindakan irigasi dengan metode yang tepat menggunakan larutan sodium hipoklorit (NaOCl) dan klorheksidin (CHX) dalam berbagai konsentrasi dapat mengeliminasi bakteri P.gingivalis dalam 15 detik secara signifikan.14 Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian efek antibakteri ekstrak lerak terhadap

P.gingivalis dengan menentukan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar

Bunuh Minimum (KBM).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan berikut ini: Apakah ekstrak etanol lerak mempunyai efek antibakteri terhadap P.gingivalis sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar diukur dari nilai KHM dan KBM ekstrak etanol lerak?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar terhadap P.gingivalis diukur dari nilai KHM dan KBM ekstrak etanol lerak.


(23)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang pengembangan ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak DC) sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi/ referensi tambahan tentang bahan irigasi dari ekstrak etanol lerak untuk digunakan pada perawatan saluran akar bagi bidang ilmu kedokteran gigi khususnya konservasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengembangan material kedokteran gigi yang berasal dari alam sehingga limbahnya lebih mudah terurai dan bersifat biokompatibel dengan cara kerja yang berbeda dari bahan terdahulu.

2. Sebagai informasi bagi dokter gigi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat menggunakan bahan alami yang mudah didapat dengan harga terjangkau.

3. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengembangkan pembudidayaan tanaman tradisional lerak.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Preparasi biomekanis saluran akar adalah salah satu langkah penting dalam perawatan endodonti yang bertujuan untuk membentuk dan membersihkan sistem saluran akar sebelum dilakukan pengisian saluran akar. Saluran akar dapat dibentuk dengan instrumen tangan ataupun rotary instrument dan harus selalu disertai dengan tindakan irigasi saluran akar. Tindakan irigasi saluran akar sangat penting karena bertujuan untuk menghilangkan debris, smear layer beserta mikroorganisme dari saluran akar yang tidak dapat dijangkau hanya dengan menggunakan instrumen mekanis.11 Salah satunya adalah untuk mengeliminasi bakteri P.gingivalis yang sering ditemukan pada infeksi endodontik primer.3,11 Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan bahan alami sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar, salah satunya adalah lerak. Untuk itu, ekstrak lerak diharapkan dapat dikembangkan menjadi bahan irigasi saluran akar yang dapat membunuh mikroba, bersifat biokompatibel, antiinflamasi, analgetik dan mempunyai nilai tegangan permukaan yang rendah.

2.1 Irigasi Saluran Akar

Tindakan irigasi saat preparasi saluran akar merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam perawatan endodonti. Irigasi saluran akar diperlukan untuk menunjang tindakan instrumentasi mekanis selama dan sesudah pembersihan dan pembentukan saluran akar. Hal ini bertujuan untuk melarutkan dan membersihkan debris/smear layer, menginaktivasi dan melepaskan struktur biofilm yang terdapat pada saluran akar, dan berfungsi sebagai pelumas agar istrumentasi dapat berjalan dengan lancar.13 Banyak debris dan jaringan organik yang terdapat, lebih sering dihilangkan oleh tenaga pembilasan (flushing) dari larutan irigasi. Irigasi yang tidak memadai akan membuat debris dan mikroorganisme tetap tertinggal akibat bentuk


(25)

saluran akar yang kompleks sehingga dapat menyebabkan kegagalan perawatan endodonti.10

2.1.1 Bahan Irigasi Saluran Akar

Sejak dulu, berbagai bahan irigasi saluran akar dalam bentuk larutan telah dikembangkan untuk memaksimalkan tindakan cleaning and shaping dalam perawatan endodonti.32 Tentu saja dalam pengembangannya, suatu bahan irigasi harus memenuhi beberapa kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Bahan irigasi yang ideal harus memiliki beberapa sifat, yaitu dapat melarutkan jaringan nekrotik dan

smear layer, dapat melumasi saluran akar, membunuh mikroorganisme, memiliki

tegangan permukaan yang rendah, tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan sehat. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah mudah diperoleh, relatif murah, mudah digunakan, mudah disimpan dan dapat disimpan cukup lama.10-12 Namun, sampai saat ini belum ada satupun larutan irigasi yang memenuhi seluruh kriteria diatas.13 Oleh sebab itu, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, telah sering digunakan kombinasi dari berbagai bahan irigasi tunggal untuk mengatasi kelemahan masing-masing.32

2.1.1.1 Sodium Hipoklorit (NaOCl)

Sodium Hipoklorit (NaOCl) pertama sekali digunakan pada saat perang dunia I untuk mencuci luka.11,32 Dalam bidang kedokteran gigi, NaOCl mulai digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar pada awal tahun 1920-an.32 Sampai saat ini, NaOCl merupakan bahan irigasi yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar. Hal tersebut dikarenakan NaOCl mempunyai sifat pelarut jaringan yang baik, bakterisidal dan dapat berperan sebagai agen bleaching dan pelumas.10 Namun NaOCl memiliki beberapa kekurangan, yaitu bersifat sitotoksik pada jaringan vital, kurang efektif dalam menghilangkan komponen anorganik dari smear layer, korosif pada instrumen yang terbuat dari metal, kurang efektif pada saluran akar yang sempit, dapat menyebabkan reaksi alergi dan mempunyai bau yang kurang enak.10,14 Konsentrasi NaOCl yang digunakan dalam perawatan endodontik bervariasi antara 0,5% - 6%.10,11 Namun perlu diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi yang


(26)

digunakan, maka potensi untuk mengiritasi jaringan juga semakin besar. Oleh karena itu, jarum irigasi harus ditempatkan secara longgar agar bahan irigasi NaOCl tidak melewati foramen apikal karena dapat menyebabkan iritasi yang serius pada jaringan periapikal.13

2.1.1.2 Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA)

Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) mulai digunakan sebagai bahan

irigasi sejak tahun 1957.11 Penggunaan EDTA efektif untuk mendemineralisasi permukaan dentin dan menghilangkan smear layer, namun tidak efektif untuk menghilangkan debris organik dan tidak memiliki efek antimikrobial. Oleh sebab itu, penggunaan EDTA sering dikombinasikan dengan NaOCl yang dapat melarutkan jaringan pulpa dengan baik dan memiliki efek antimikrobial.15 Namun, penggunaannya harus dilakukan secara terpisah karena EDTA sangat reaktif terhadap NaOCl.32 Efek EDTA pada dentin bergantung pada konsentrasi larutan dan lamanya waktu berkontak dengan dentin.33 EDTA efektif digunakan pada pH netral dan konsentrasi yang umum dipakai dalam bidang endodonti adalah 17%. Waktu yang direkomendasikan adalah irigasi dengan EDTA 17% selama 1 menit pada akhir prosedur preparasi untuk menghilangkan smear layer. Dentin yang terpapar EDTA selama lebih dari 10 menit dapat menyebabkan dentin peritubular dan intratubular terkikis berlebihan.10,11

2.1.1.3 Klorheksidin (CHX)

Klorheksidin (CHX) pertama sekali dikembangkan oleh laboratorium penelitian Imperial Chemistry Industries Ltd pada akhir tahun 1940-an. Larutan ini bersifat basa kuat dan paling stabil dalam bentuk garam, yaitu klorheksidin diglukonat. CHX merupakan antiseptik yang potensial, sehingga CHX 0,1% - 0,2% sering digunakan untuk mengontrol pembentukan plak dalam rongga mulut.32 CHX juga direkomendasikan sebagai bahan irigasi dan medikamen saluran akar karena bersifat biokompatibel dan memiliki efek antimikrobial yang luas.11,32 Terlebih lagi, CHX sangat efektif untuk melawan bakteri E.faecalis, yaitu salah satu bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada perawatan saluran akar yang gagal.10 Hal


(27)

ini disebabkan karena adanya perlekatan antara CHX dengan hidroksiapatit pada dentin sehingga menghasilkan efek antimikrobial yang bertahan lama.11,13

CHX bersifat bakteriostatik pada konsentrasi minimal 0,2% dan bakterisidal pada konsentrasi 2% sehingga CHX 2% lebih sering digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar.12,32,33 Beberapa penelitian menemukan bahwa CHX 2% memiliki efek antibakterial yang sedikit lebih baik dari NaOCl 5,25%.11,33 Walaupun CHX bersifat biokompatibel dan memiliki efek antibakterial yang baik, namun CHX kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dan tidak dapat digunakan sebagai irigan tunggal karena CHX tidak dapat melarutkan jaringan nekrotik dan debris sehingga dapat menyumbat tubulus dentin.12,13 Oleh sebab itu, penggunaan CHX biasanya dikombinasikan bersama bahan irigasi lain seperti NaOCl/EDTA dan digunakan sebagai final rinse.32

2.1.1.4 MTAD

Mixture of tetracycline isomer, acid and detergent (MTAD) merupakan bahan

irigasi berbasis antibiotik yang dikembangkan dari campuran tetracycline isomer, asam dan deterjen.11,15,16 Penggunaan bahan irigasi ini sebenarnya memicu kontroversial karena dikhawatirkan dapat memicu peningkatan bakteri yang resisten.11 MTAD bersifat biokompatibel dan telah dibuktikan efektif untuk mengeliminasi mikroorganisme dan memiliki aktivitas antimikroba secara berkepanjangan.15,16 Penelitian membuktikan bahwa MTAD memiliki efek antibakterial yang lebih baik dalam mengeliminasi bakteri E.faecalis dibandingkan dengan NaOCl 2,5% dan CHX 2%.12 MTAD direkomendasikan sebagai final rinse karena mengandung asam yang dapat menghilangkan smear layer dan tetrasiklin untuk membunuh bakteri.16 Konsentrasi yang disarankan untuk digunakan sebagai bahan irigasi adalah MTAD 1,3%. Namun, karena MTAD kurang efektif dalam melarutkan jaringan organik, MTAD lebih disarankan untuk digunakan pada akhir preparasi setelah penggunaan NaOCl. Penelitian secara in vitro juga melaporkan bahwa penggunaan MTAD dalam jangka panjang dapat menyebabkan stain pada jaringan keras gigi.17 Walaupun MTAD memiliki sifat antimikrobial yang baik,


(28)

namun masih sangat sedikit penelitian yang membandingkan tentang keefektifannya terhadap NaOCl dan CHX sehingga belum diketahui apakah MTAD merupakan bahan irigasi yang lebih baik dari NaOCl dan CHX.12

2.1.2 Teknik Irigasi Saluran Akar

Berbagai teknik irigasi saluran akar telah dikembangkan dalam ilmu endodonti hingga saat ini. Secara garis besar, teknik irigasi saluran akar terbagi atas dua cara, yaitu secara manual dan machine assisted irrigation. Teknik irigasi saluran akar secara manual adalah teknik irigasi sederhana yang umumnya menggunakan

syringe plastik dan jarum yang dibengkokkan.10,34,35 Prinsip dari teknik ini adalah

menggunakan positive pressure dalam aplikasinya.34 Jarum irigasi dibengkokkan menjadi sudut tumpul agar dapat mencapai saluran, baik pada gigi posterior maupun gigi anterior.10 Posisi jarum hendaknya longgar di dalam kanal, hal ini bertujuan untuk memungkinkan pengaliran kembali larutan untuk membawa debris dan menghindari penekanan larutan ke dalam jaringan periapikal.10,34,35 Menurut penelitian, pada penggunaan teknik irigasi manual, bahan irigasi hanya tersebar 1 mm di bawah ujung jarum. Hal ini merupakan kekurangan dari teknik manual, mengingat ujung jarum biasanya hanya terletak di 1/3 koronal sampai 1/3 tengah sehingga penetrasi bahan irigasi kurang maksimal.34

Ukuran Syringe plastik yang digunakan biasanya bervariasi antara 1-20 mL. Meskipun syringe yang berkapasitas besar dapat menghemat waktu, namun operator sering merasakan kesulitan dalam mengatur tekanan yang dikeluarkan. Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, syringe bervolume kecil (1-5 mL) lebih disarankan dalam irigasi saluran akar. Ukuran jarum yang biasanya digunakan adalah 25G, 27G dan 30G sesuai dengan ukuran Organisasi Standar Internasional. Umumnya, ukuran jarum yang lebih kecil lebih disukai karena penetrasi bahan irigasi ke bagian apeks lebih maksimal, namun penggunaannya tetap harus berhati-hati agar tidak mengakibatkan bahan irigasi melewati apikal.17 Beberapa modifikasi pada ujung jarum irigasi telah diciptakan untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi dan meningkatkan efisiensinya.17,34 Jenis jarum ini


(29)

secara umum meliputi jarum dengan ujung terbuka (open end) dan ujung tertutup

(closed end) (Gambar 1). Jarum open end terdiri dari flat, bevel, dan notched.

Sedangkan jarum closed end terdiri dari side vented, double side vented dan

multivented.34 Walaupun jenis jarum irigasi ini berbeda-beda, namun tujuan utama

dari penggunaan jarum irigasi ini tetap sama yaitu untuk membersihkan debris, smear

layer dan mengeliminasi mikroorganisme secara maksimal.13

Gambar 1.

Flow larutan irigasi dengan menggunakan jarum open end sangat berbeda bila dibandingkan dengan jarum closed end. Jarum open end mengarahkan aliran menuju ke ujung apeks, sedangkan jarum closed end lebih mengarahkan ke dinding saluran akar. Hal ini dapat terlihat dari posisi lubang jarum open end yang berada di ujung

dan closed end yang berada di lateral. Jarum open end dapat memasukkan bahan

irigasi ke jarak yang lebih jauh dan menghasilkan aliran balik larutan irigasi yang lebih baik daripada jarum closed end, namun juga tekanan apikal yang lebih tinggi sehingga resiko penetrasi bahan irigasi melewati apikal juga lebih besar. Jarum closed Gambar sebenarnya (atas), gambar tiga dimensi (bawah). Jarum A-C

(open end): (A) Flat, (B) Bevel, (C) Notched. Jarum D-F (closed end):


(30)

end lebih efisien untuk melepaskan debris dan mikroorganisme yang melekat pada dinding saluran akar, namun akibat turbulensi yang dihasilkan, aliran balik menjadi kurang baik untuk pergantian larutan irigasi.34

Pada uji coba yang dilakukan pada jarum open end, tidak ditemukan adanya kelebihan dari jarum bevel dan notched bila dibandingkan dengan jarum flat. Bahkan dikhawatirkan ujung jarum bevel yang tajam dapat memperbesar resiko terlukanya pasien maupun dokter gigi. Pada jarum closed end, juga tidak ditemukan adanya kelebihan yang bermakna antara jarum side-vented, double side-vented dan

multivented.34 Jarum close end, direkomendasikan sebagai jarum yang paling aman

untuk menghindari terjadinya ekstrusi ke apikal (Gambar 2).10,34 Namun, akibat terbatasnya penetrasi larutan irigasi dan aliran balik yang kurang baik, maka ujung jarum ini perlu ditempatkan sedekat mungkin dengan ujung apeks.34

Gambar 2.

Machine asissted irrigation systems merupakan teknik irigasi saluran akar

dengan bantuan alat. Contoh dari teknik ini salah satunya adalah Endovac. Endovac memiliki tiga komponen utama, yaitu Master delivery tip, macrocannula dan

microcannula (Gambar 3). Prinsip kerja dari Endovac adalah negative pressure

dimana berbeda dengan teknik-teknik irigasi lain yang menggunakan tekanan positif. Kelebihan dari sistem negative pressure ini terdapat pada dua sistem komponen. Yang pertama adalah bahan irigasi dialirkan ke dalam kamar pulpa dalam jumlah

(a) Jarum irigasi side vented (close end). (b) Jarum irigasi side vented mencegah ekstrusi bahan irigasi ke apikal.10


(31)

besar dan terus-menerus oleh Master delivery tip yang diletakkan pada bagian koronal. Yang kedua adalah dengan negative pressure, bahan irigasi akan mengalir ke bawah menuju apeks dan kemudian disedot kembali dengan bantuan Macrocannula

dan Microcannula.35,36

Gambar 3. (1) Master Dellivery Tip, (2) Macrocannula, (3) Microcannula36

Macrocannula digunakan untuk mengaspirasi debris kasar yang terdapat pada

koronal dan setengah akar, dengan memasukkannya ke dalam saluran akar semaksimal mungkin tanpa tersangkut setelah instrumentasi. Setelah makroirigasi,

microcannula dimasukkan sesuai panjang kerja untuk mengaspirasi debris halus

melalui lubang-lubang kecil pada ujung cannula.36 Microcannula juga berfungsi untuk menimbulkan pola aliran bahan irigasi yang mengarah kearah apikal dan menimbulkan efek flushing pada dinding saluran akar. Microcannula dapat digunakan pada saluran akar yang diperlebar dengan file berukuran 35 atau lebih. Bahan irigasi akan dimasukkan ke saluran akar secara terus-menerus sehingga bahan irigasi yang diaspirasi oleh macrocannula dan microcannula dapat diganti dengan bahan irigasi yang baru. Penelitian membuktikan bahwa dibandingkan dengan teknik irigasi manual dengan syringe, sistem Endovac memperkecil resiko terjadinya ekstrusi bahan irigasi melewati periapikal dan juga membersihkan lebih maksimal pada daerah sepertiga apikal sehingga dapat mengeliminasi biofilm secara signifikan.17,35


(32)

2.2 Porphyromonas gingivalis sebagai salah satu bakteri yang tergabung dalam biofilm pada infeksi endodontik primer

Di dalam saluran akar yang terinfeksi terdapat kumpulan berbagai jenis komunitas bakteri sehingga disebut sebagai infeksi polimikrobial. Bakteri-bakteri ini ada yang berbentuk sel-sel planktonikyang tersebar bebas dalam cairan pada saluran akar dan ada juga yang beragregasi/berkoagregasi membentuk kumpulan bakteri yang melekat pada dinding saluran akar membentuk lapisan biofilm. Biofilm dapat didefinisikan sebagai sebuah lapisan tipis dari komunitas mikroorganisme multiseluler yang terkondensasi dan melekat secara kuat pada permukaan dan terperangkap dalam matriks extracellular polymeric substance (EPS) .2,3

Pembentukan biofilm ini terjadi dalam empat tahap (Gambar 4). Tahap pertama adalah adsorpsi dari molekul inorganik dan organik pada permukaan solid yang membentuk conditioning film. Tahap kedua dari pembentukan biofilm melibatkan adhesi dan kolonisasi dari sel-sel planktonik pada conditioning film. Banyak faktor yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada substrat padat. Faktor-faktor ini meliputi pH, temperatur, energi permukaan dari substrat, kecepatan aliran dari cairan melewati permukaan, ketersediaan nutrisi, lama waktu bakteri berkontak dengan permukaan, tingkat pertumbuhan bakteri, termasuk juga isi sel permukaan

dan hydrophobocity permukaan. Sifat-sifat psikokemikal seperti energi permukaan

dan charge density menentukan jenis bakteri awal yang berkolonisasi. Perlekatan

mikrobial pada substrat juga diperantarai oleh struktur permukaan bakteri seperti fimbriae, pili, flagela dan glycocalyx.37

Tahap ketiga melibatkan pertumbuhan dan ekspansi bakteri. Pada tahap ini, lapisan monolayer dari mikroorganisme menarik koloni sekunder untuk membentuk mikrokoloni dan kumpulan koloni-koloni ini membentuk struktur akhir dari biofilm. Formasi pertumbuhan sepanjang lateral dan vertikal dari mikroorganisme tersebut membuat mikrokoloni ini mirip dengan bentuk menara. Interaksi mikrobial yang terjadi pada tingkat selular selama pembentukan biofilm terdiri dari dua tipe. Yang pertama adalah proses pengenalan diantara sel yang tertahan dan sel yang telah melekat pada substrat yang disebut sebagai co-adhesi. Tipe interaksi kedua adalah


(33)

sel-sel yang secara genetik berbeda dalam suspensi mengenali satu sama lain dan menyatu bersama yang disebut dengan co-agregasi.37

Tahap keempat terjadi pada biofilm yang telah matang yang melibatkan pelepasan mikroorganisme pada biofilm ke lingkungan sekitarnya. Pelepasan ini terdiri dari dua jenis, yaitu seeding dispersal dan clumping dispersal. Seeding

dispersal melibatkan pelepasan sel-sel bakteri planktonik akibat hidrolisis dari

matriks ekstraselular polisakarida dan mengkonversi subpopulasi sel-sel menjadi sel plaktonik yang motil. Clumping dispersal merupakan pelepasan dimana fragmen mikrokoloni terlepas dari biofilm dan terbawa dalam bentuk sekumpulan hingga tiba di lokasi baru dan mulai membentuk populasi baru. 37

Gambar 4. Tahapan pembentukan biofilm.37

Pembentukan biofilm pada infeksi saluran akar diawali beberapa saat setelah terjadinya invasi pada ruang pulpa oleh organisme plaktonik oral akibat kerusakan jaringan. Lesi inflamasi yang terus berkembang ini akan menyediakan cairan bagi organisme planktonik yang menginvasi sehingga mereka dapat bereplikasi dan terus melekat pada dinding saluran akar. Jaringan nekrotik pulpa menjadi lingkungan yang menguntungkan bagi proliferasi mikrobial karena adanya residu organik atau nutrisi yang berperan sebagai substrat atau medium kultur.37


(34)

Bakteri cenderung tumbuh dalam bentuk biofilm untuk dapat bertahan karena struktur biofilm dapat melindungi bakteri dari mikroorganisme lain, sistem pertahanan induk, agen antimikroba, dan pengaruh lingkungan, memberikan habitat yang lebih luas untuk berkembang, memerangkap nutrisi dan meningkatkan jumlah jenis metabolisme dan efisiensinya serta membantu pertukaran gen, dan meningkatkan patogenitas.2 Mikroorganisme dalam bentuk sel-sel planktonik dapat dengan mudah dieliminasi pada proses cleaning and shaping saat perawatan saluran akar. Namun, mikroorganisme dalam bentuk biofilm yang melekat pada dinding saluran akar, isthmus, kanal lateral dan tubulus-tubulus dentin tentu saja lebih sulit dieliminasi dan mungkin membutuhkan strategi perawatan tertentu.2,3 (Gambar 5)

Gambar 5.

Salah satu bakteri yang dapat dijumpai pada biofilm yang terbentuk pada infeksi saluran akar adalah dari golongan Porphyromonas sp., yaitu Porphyromonas

gingivalis. Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri obligat anaerob

gram negatif yang sering diisolasi dari infeksi endodontik primer.3,4 Berdasarkan taksonominya, bakteri P.gingivalis diklasifikasikan sebagai berikut:38

 Kingdom : Eubacteria

 Filum : Bacteroidates

Microbial biofilm pada tubulus


(35)

 Klas : Bacteroides

 Ordo : Bacteroidales

 Famili : Porphyromonadaceae

 Genus : Porphyromonas

 Spesies : Porphyromonas gingivalis

P.gingivalis (Gambar 6) merupakan bakteri obligat anaerob gram negatif

berpigmen hitam yang tidak berspora dan non-motile yang menginfeksi jaringan periapikal.4,7 Bakteri ini berukuran kecil, antara 0,5-2 μm dan berbentuk

coccobacilli.39 Bakteri golongan Porphyromonas sp. memiliki karakteristik khusus

yang memancarkan warna merah bata ketika berada di bawah sinar ultraviolet gelombang panjang dan bewarna coklat hitam ketika dikultur pada blood-containing media, sehingga bakteri ini juga dapat diidentifikasi sebagai bakteri berpigmen hitam Bacteroides.9,39

Gambar 6. Bakteri P.gingivalis39

P.gingivalis tumbuh dalam media kultur membentuk koloni berdiameter 1-2

mm, konveks, halus dan mengkilat, yang bagian tengahnya menunjukkan gambaran lebih gelap karena produsi protoheme, yaitu suatu substansi yang bertanggung jawab terhadap warna khas koloni ini. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh adanya protein


(36)

dengan adanya NaCl 0,5-0,8% dalam darah. Produk fermentasi P.gingivalis yang utama adalah n-butirat dan asam asetat.38

Bakteri P.gingivalis lebih dikenal sebagai salah satu bakteri patogen yang memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit periodontal. Namun, bakteri ini juga sering ditemukan pada infeksi saluran akar primer dan pada berbagai abses odontogenik yang bukan berasal dari penyakit periodontal.8 Selain itu, bakteri ini memiliki aktifitas proteolitik, sehingga sering dihubungkan dengan proses terjadinya abses periapikal.1 Keberadaan P.gingivalis pada proses infeksi endodontik mungkin dulu kurang diperhitungkan untuk waktu yang cukup lama karena bakteri ini merupakan bakteri obligat anaerob yang tidak dapat tumbuh pada media padat tanpa adanya teknik spesial.6 Pada penelitian yang dilakukan dengan metode kultur pada saluran akar yang terinfeksi, bakteri P.gingivalis ditemukan hanya memiliki prevalensi sebesar 10% - 27,3%.1,6 Namun dengan adanya perkembangan teknologi, bakteri P.gingivalis sekarang dapat diisolasi dengan metode PCR dengan hasil

P.gingivalis memiliki prevalensi sebesar 28% - 43,3% pada pulpa dengan infeksi

endodontik primer.1,5-7

Pada infeksi endodontik kronis, bakteri P.gingivalis diketahui dapat memiliki prevalensi yang lebih tinggi lagi, serta prevalensinya lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri P.endodontalis. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tomazinho et al (2007), di mana P.gingivalis dan P.endodontalis masing-masing secara berurutan memiliki prevalensi sebesar 27,3% dan 9,1% dengan metode kultur dan 43,3% dan 23,3% dengan metode PCR.6 Sedangkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sassone et al (2007) dengan metode checkerboard

DNA–DNA hybridization, bakteri dari genus Porphyromonas yang ditemukan

memiliki prevalensi paling tinggi pada infeksi endodontik primer kronis adalah bakteri P.gingivalis dengan prevalensi sebesar 67% sedangkan bakteri P.endodontalis hanya memiliki prevalensi sebesar 30%.40 Selain itu, P.gingivalis juga sering ditemukan memiliki prevalensi yang cukup tinggi pada kasus infeksi endodontik primer dengan periodontitis apikalis (Gambar 7).2


(37)

Gambar 7.

Prevalensi P.gingivalis pada infeksi endodontik primer memang cukup besar, namun pada infeksi endodontik sekunder bakteri ini masih dapat ditemukan walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Ercan et al (2006), di mana bakteri Porphyromonas spp. ditemukan memiliki prevalensi yang lebih rendah pada saluran akar dengan infeksi endodontik sekunder dibandingkan pada infeksi endodontik primer.41 Namun pada kasus periodontitis apikalis yang persisten, P.gingivalis diketahui memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al (2010), didapatkan hasil bahwa

P.gingivalis memiliki prevalensi sebesar 27% pada periodontitis apikalis yang

persisten.42

Bakteri P.gingivalis merupakan spesies yang paling sering ditemukan dalam genusnya dan mungkin merupakan bakteri patogen yang paling penting dalam genusnya. Hal ini disebabkan karena bakteri P.gingivalis merupakan bakteri yang paling proteolitik dan paling patogen diantara bakteri anaerob gram negatif berpigmen hitam sehingga patogenitas bakteri ini banyak diteliti secara luas.43

0 10 20 30 40 50 60 70

Persentase

P.gingivalis

Periodontitis Apikalis Kronis Periodontitis Apikalis Akut Abses Apikalis Akut

Prevalensi P.gingivalis pada infeksi endodontik kronis dengan berbagai bentuk periodontitis apikalis yang berbeda.2


(38)

P.gingivalis diketahui memiliki berbagai faktor virulensi patogenik yang berperan dalam menyebabkan penyakit. Faktor virulensi tersebut antara lain seperti fimbriae, capsule, extracellular vesicles, hemagglutinin, gingipain, hydrolytic enzymes,

collagenase dan lipopolysaccharide (LPS).8

Fimbriae adalah filamen tipis, bagian dari struktur bakteri yang terdapat pada permukaan bakteri dan tersusun atas molekul protein dengan diameter 5 nm.9,39 Fimbriae pada bakteri berperan pada perlekatan bakteri dengan sel induknya dan untuk interaksi dengan bakteri lainnya.9 Fimbriae P.gingivalis memiliki perlekatan yang sangat kuat pada sel epitel dan memiliki potensi yang besar menjadi virulensi, sehingga P.gingivalis yang memiliki lebih banyak fimbriae akan lebih mudah memasuki sel dendrit pada manusia daripada yang lebih sedikit fimbriaenya.44 Fimbriae pada P.gingivalis juga dapat menstimulasi sitokin dari makrofag sehingga merangsang terjadinya proses resopsi tulang.4,39,44

Sebagian besar golongan Bacteroides termasuk P.gingivalis memiliki kapsul yang tersusun dari polisakarida dan membentuk lapisan pada bagian luar dinding sel.9,44 Kapsulnya terlibat dalam adhesi atau perlekatan, pembentukan abses dan melindungi dari poses opsonisasi dan fagositosis sel inang.39,44 Collagenase merupakan faktor virulensi Porphyromonas gingivalis yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Penelitian menyatakan keberadaan collagenase gene (prtC) yang diperiksa pada 21 strain spesies Porphyromonas dapat diisolasi pada infeksi saluran akar. Porphyromonas gingivalis dari infeksi saluran akar memiliki prtC gen, sedangkan Porphyromonas endodontalis tidak memiliki prtC gen.44

P.gingivalis juga diketahui dapat menghasilkan enzim cysteine protease,

dinamakan gingipain yang merupakan salah satu faktor virulensi penting dari bakteri tersebut. Gingipain memiliki kemampuan untuk mendegradasi protein pertahanan inang untuk menyediakan peptida dan asam amino sebagai sumber carbon dan nitrogen bagi pertumbuhan bakteri tersebut.45Gingipain ini juga berperan dalam 85% aktivitas proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri P.gingivalis.39 Gingipain ini sendiri terdiri atas Arg-gingipain (Rgp) dan Lys-gingipain (Kgp). 45


(39)

Patogenitas yang utama dari bakteri gram negatif disebabkan oleh adanya

lipopolysacharide (LPS) pada dinding selnya. LPS adalah komponen permukaan

mayor dari bakteri gram negatif yang tersusun dari polysaccharide, core

polysaccharide dan Lipid A.39 LPS memiliki potensi yang kuat sebagai stimulator

inflamasi karena LPS mampu menembus ke dalam jaringan periradikuler dan bertindak sebagai endotoksin dalam organisme inangnya sehingga menyebabkan peradangan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan tulang. Penelitian menunjukkan bahwa respon radang dimulai saat LPS P.gingivalis berikatan dengan

lipoliskarida binding protein (LBP) membentuk komplek molekul CD14. Komplek

molekul ini akan dikenali oleh makrofag melalui reseptor TLR4 sehingga menstimulasi terbentuknya IL-1, IL-6 dan TNF-α, yaitu sitokin yang berperan dalam proses terjadinya resorpsi tulang.4

Dilihat dari patogenitasnya, keberadaan bakteri P.gingivalis juga dihubungkan dengan timbulnya rasa sakit karena sering ditemukan memiliki prevalensi yang lebih tinggi pada kasus simptomatik yang berhubungan dengan pembentukan eksudat dan rasa sakit pada palpasi. Penelitian Rocas et al. Cit Jacinto (2006) menemukan bahwa bakteri P.gingivalis memiliki prevalensi sebesar 30% pada infeksi endodontik primer yang simptomatik. Penelitian Gomes et al. Cit Jacinto (2006) juga menemukan adanya hubungan antara Porphyromonas spp. dengan rasa sensitif pada perkusi dan pembengkakkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sundqvist et al. Cit Jacinto (2006) pada gigi dengan inflamasi periapikal, P.gingivalis ditemukan pada semua gigi dengan eksaserbasi akut tapi tidak pada gigi yang bebas dari rasa sakit.46 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sassone et al (2008) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan jumlah bakteri pada kasus infeksi endodontik primer kronis yang simptomatik dibandingkan dengan kasus yang asimptomatik, ditemukan bahwa

P.gingivalis mempunyai perbedaan mean levels yang signifikan (Gambar 8). Hal ini

menunjukkan bahwa, jumlah bakteri P.gingivalis pada kasus simptomatik jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus yang asimptomatik sehingga bakteri P.gingivalis diyakini memiliki hubungan dengan timbulnya rasa sakit.43


(40)

Gambar 8.

Bakteri P.gingivalis tidak dapat menimbulkan infeksi pada saluran akar secara individual, namun bakteri ini mempunyai kemampuan untuk berkolonisasi dalam bentuk microbial biofilm dengan bakteri lain sehingga menimbulkan infeksi.3,5 Oleh sebab itu, risiko terjadinya virulensi semakin tinggi bila terdapat kombinasi mikroorganisme dalam jumlah yang besar, terutama dari spesies anaerob. Hal ini dapat dilihat dari kombinasi antara P.gingivalis dengan F.Nucleatum yang menunjukkan patogenitas yang lebih tinggi karena hal tersebut meningkatkan faktor perlekatan bakteri P.gingivalis terhadap sel induknya.9 Penelitian lain juga menunjukkan bahwa infeksi silang antara P.gingivalis dengan Bacteroides forythus

Perhitungan dari 40 spesies bakteri (x105 ± SE) pada 30 kasus simptomatik dan 30 kasus asimptomatik pada lesi kronis infeksi endodontik primer. Urutan spesies berdasarkan jumlah mean counts secara menurun dari sampel kasus simptomatik. (Mann-Whitney U test).43


(41)

pada infeksi saluran akar akan meningkatkan resiko terjadinya periodontitis apikalis kronis.5 Selain itu, kombinasi dari Porphyromonas sp., Prevotella sp., dan

F.nucleatum akan meningkatkan faktor resiko terjadinya flare up endodonti. Hal ini

disebabkan adanya sinergi antara bakteri-bakteri tersebut, sehingga meningkatkan intensitas terjadinya inflamasi pada jaringan periapikal.9 Oleh sebab itu, hal ini membuktikan bahwa spesies bakteri yang berbeda-beda dalam struktur biofilm pada infeksi saluran akar memiliki hubungan yang erat sehingga interaksi antar bakteri tidak dapat dihindari. Keberadaan suatu spesies bakteri pada saluran akar dapat dipengaruhi oleh interaksi dengan spesies lainnya dan juga sebaliknya, ketidakhadiran salah satu jenis bakteri dapat mempengaruhi keberadaan bakteri lainnya termasuk P.gingivalis.2 (Gambar 9)

Gambar 9. Interaksi antar bakteri dalam infeksi saluran akar dimana perkembangan dari sebagian spesies tergantung dari produk metabolisme spesies lainnya. Kehadiran suatu jenis bakteri mempengaruhi bakteri lainnya, sehingga hubungan antar setiap jenis bakteri tidak dapat dipisahkan.2


(42)

2.3 Buah Lerak (Sapindus rarak DC)

Sapindus rarak merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara

yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan keadaan iklim.20 Tanaman ini lebih dikenal dengan nama lerak, namun di daerah lain lerak memiliki nama yang berbeda-beda. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan nama Rerek, di Jawa disebut Werak/Lerak, di Jambi disebut dengan Kalikea, penduduk Minang menyebutnya Kanikia, di Sumatera Selatan disebut dengan Lamuran dan di Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun.19

Menurut taksonominya, Sapindus rarak diklasifikasikan dalam :20

 Divisi : Spermatophyta

 Subdivisi : Angiospermae

 Kelas : Dycotyledonae

 Bangsa : Sapindales

 Suku : Sapindaceae

 Marga : Sapindus

 Spesies : Sapindus rarak

Sapindus rarak merupakan tanaman rimba yang memiliki tinggi rata-rata 10

m, walaupun bisa mencapai tinggi 42 m dengan diameter batangnya 1 m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada ketinggian antara 450 sampai 1500 m diatas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai batang berwarna putih kotor dan berakar tunggang. Daun tanaman ini majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset. Bunga lerak berbentuk tandan (racemes), melekat di pangkal, warna kuning keputihan, dan daun mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang keras, bulat dengan diameter ± 2 cm dan berwarna kuning kecoklatan (Gambar 10). Permukaan buah licin atau mengkilat, bijinya bulat, keras dan bewarna hitam.19,20 Daging buah sedikit berlendir dan aromanya wangi.20 Buah lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji. Buah lerak sering digunakan sebagai pencuci kain batik di Jawa, biasa juga digunakan untuk mencuci emas, sebagai pembersih muka guna menghilangkan jerawat dan sebagai obat penyakit kulit terutama penyakit kudis.19


(43)

Gambar 10.

Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam buah lerak adalah saponin 28%, senyawa alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan dan golongan flavonoid, juga tanin.19 Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak mengandung saponin dan flavanoid, sedangkan kulit buahnya juga mengandung alkaloida dan polifenol. Kulit batang dan daun tanaman lerak mengandung tanin. Dengan demikian, ekstrak buah lerak mengandung saponin, flavonoid, alkaloid dan polifenol. Masing-masing kandungan tersebut mempunyai efek antibakteri.19,20

Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba sebagai surfaktan atau deterjen yang diduga akan menyerang lapisan batas sel bakteri melalui ikatan gugus polar dan non polar sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel bakteri. Flavonoid diduga dapat merusak membran sel karena sifatnya yang lipofilik dan kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler. Senyawa fenol menghambat enzim penting mikroorganisme, sedangkan alkaloid sudah digunakan berabad-abad dalam bidang medis karena dapat melawan sel asing melalui ikatan dengan DNA sel sehingga mengganggu fungsi sel.47

Berbagai penelitian untuk mengembangkan lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar telah dilakukan. Dalam pengembangannya, diketahui bahwa

Buah lerak yang berasal dari Desa Maga, Kecamatan Panyabungan Tapanuli Selatan (skala = 1cm)19


(44)

ekstrak lerak memiliki efektivitas antibakteri dan antifungal. Penelitian membuktikan bahwa ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus

mutans dan Candida albicans yang lebih baik dari NaOCl 5%.21,22 Pada penelitian

terhadap Fusobacterium nucleatum, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) 0,25%, dan 0,01% untuk saponin buah lerak.23 Sedangkan pada penelitian terhadap

Enterococcus faecalis, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dengan nilai KBM

25%.24 Penelitian juga membuktikan bahwa ektrak lerak diketahui mempunyai efek analgetik pada konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%25 dan efek antiinflamasi pada konsentrasi 0,01%.26 Selain itu, dari penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa nilai LC50 ekstrak lerak berada pada konsentrasi 1,25%.27

Salah satu syarat lain agar ekstrak lerak dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar adalah memiliki tegangan permukaan yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak lerak 17,5% dan 20% memiliki tegangan permukaan yang sama dengan CHX 2% dan lebih rendah pada konsentrasi 25%,28 sedangkan bila dibandingkan dengan NaOCl 2,5% ekstrak etanol lerak memiliki tegangan permukaan yang lebih rendah pada konsentrasi 5% - 25%.29 Pada penelitian mengenai pengaruh berbagai sediaan ekstrak lerak terhadap pembentukan celah mikro pada apikal saluran akar tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara celah mikro yang dihasilkan ekstrak etanol lerak 0,01% dan saponin buah lerak 0,008% dengan celah mikro yang dihasilkan oleh kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18%. Hal tersebut menunjukkan bahwa irigasi dengan ekstrak lerak 0,01% dan irigasi dengan saponin buah lerak 0,008% dapat mengangkat smear layer sama efektifnya dengan irigasi menggunakan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18%.30 Selain itu, dari penelitian juga didapatkan bahwa irigasi menggunakan ekstrak lerak 0,01% tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kekuatan tarik resin komposit dengan dentin dibandingkan dengan irigasi menggunakan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18% yang berarti irigasi menggunakan ekstrak lerak 0,001% akan memberikan hasil kekuatan perlekatan yang sama bila dibandingkan dengan irigasi menggunakan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18%.31


(45)

2.4 Kerangka Teori

?

Cleaning Preparasi Biomekanis

Shaping

Teknik irigasi Bahan irigasi

Jenis bahan irigasi

NaOCl CHX EDTA MTAD

Syarat bahan irigasi

Ekstrak etanol lerak

P.gingivalis Pelarut jaringan nekrotik

dan smear layer

Tegangan permukaannya rendah

Tidak toksik

Pelumas Membunuh mikroorganisme


(46)

2.5 Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan dengan menguji daya antibakteri ekstrak etanol lerak

(Sapindus rarak DC) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap

bakteri P.gingivalis dengan penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM). Suhu inkubasi bakteri, waktu inkubasi bakteri, dan konsentrasi ekstrak etanol lerak yang digunakan dapat mempengaruhi penentuan KHM dan KBM.

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak etanol lerak (Sapindus rarak DC) mempunyai efek antibakteri terhadap P.gingivalis sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar dengan mencari nilai KHM dan KBM.

Ekstrak etanol lerak (Sapindus rarak DC) dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,135% dan 1,625%.

Pertumbuhan bakteri P.gingivalis pada media MHB dan MHA dengan penentuan nilai KHM dan KBM.


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian : Posttest Only Control Group Design Jenis Studi Penelitian : Eksperimental Laboratorium

3.2 Populasi, Sampel dan Besar Sampel

3.2.1 Populasi : Bakteri Porphyromonas gingivalis

3.2.2 Sampel : Koloni Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 yang telah diisolasi dan dibiakkan dengan media Mueller Hinton Agar(MHA)

3.2.3 Besar Sampel

Penentuan besar sampel berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu sesuai dengan SOP (Standard Operational Prosedure) yang ada di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis, Universitas Airlangga untuk mendapatkan hasil yang representatif. Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus Federer (1991):

(t – 1) (r – 1) ≥ 15 (7 -1) (r – 1) ≥ 15 6 (r -1) ≥ 15 6r – 6 ≥ 15 6r ≥ 21 r ≥ 3,5 ≈ 4 Keterangan :

t = jumlah kelompok perlakuan r = jumlah perlakuan ulang

Jumlah pengulangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 4 kali pengulangan. Adapun penentuan besar sampel dilakukan sebagai berikut:


(48)

a. Penentuan nilai MIC

 Kelompok 1 : ekstrak etanol lerak 100%  4 sampel

 Kelompok 2 : ekstrak etanol lerak 50%  4 sampel

 Kelompok 3 : ekstrak etanol lerak 25%  4 sampel

 Kelompok 4 : ekstrak etanol lerak 12,5%  4 sampel

 Kelompok 5 : ekstrak etanol lerak 6,25%  4 sampel

 Kelompok 6 : ekstrak etanol lerak 3,125%  4 sampel

 Kelompok 7 : ekstrak etanol lerak 1,625%  4 sampel

 Kelompok 8 : kontrol positif (bakteri P.gingivalis)  4 sampel

 Kelompok 9 : kontrol negatif (ekstrak lerak tanpa diberi suspensi

P.gingivalis)  4 sampel

Dari masing-masing konsentrasi dilakukan pengujian penentuan KHM untuk memastikan konsentrasi minimal yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada penentuan nilai KHM, jumlah keseluruhan sampel adalah 36 sampel.

b. Penentuan nilai MBC

Kelompok yang dilanjutkan dengan pengujian penentuan KBM dan perhitungan jumlah koloni bakteri dengan metode Drop Plate Mills Misra, adalah:

 Kelompok 1 : ekstrak etanol lerak 100%  4 sampel

 Kelompok 2 : ekstrak etanol lerak 50%  4 sampel

 Kelompok 3 : ekstrak etanol lerak 25%  4 sampel

 Kelompok 4 : ekstrak etanol lerak 12,5%  4 sampel

 Kelompok 5 : ekstrak etanol lerak 6,25%  4 sampel

 Kelompok 6 : ekstrak etanol lerak 3,125%  4 sampel

 Kelompok 7 : ekstrak etanol lerak 1,625%  4 sampel

 Kelompok 8 : kontrol positif (bakteri P.gingivalis)  4 sampel

 Kelompok 9 : kontrol negatif (ekstrak lerak tanpa diberi suspensi

P.gingivalis)  4 sampel


(49)

3.3 Variabel Penelitian

Variabel bebas

Ekstrak lerak dalam pelarut etanol

Variabel tergantung

Pertumbuhan bakteri

P.gingivalis pada media

MHB dan MHA dengan pengukuran nilai KHM dan KBM

Variabel terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan lerak (Desa Maga, Kec. Panyabungan Tapanuli Selatan)

b. Berat buah lerak

c. Lamanya waktu pengeringan buah lerak (± 7 hari)

d. Suhu di lemari pengering (± 400C) e. Kecepatan mesin penghalusan

(konstan)

f. Lamanya waktu penghalusan (± 30 detik)

g. Lamanya maserasi (3 jam)

h. Jenis etanol yang digunakan (etanol 70% )

i. Volume etanol untuk maserasi (800 ml) j. Nomor kertas penyaring (Whatmann

no. 42)

k. Kecepatan aliran perkolator (20 tetes/menit)

l. Suhu penguapan dengan rotavapor (400C)

m. Media pertumbuhan bakteri (MHB dan

MHA)

n. Suhu inkubasi (370C) o. Stem cell P.gingivalis

p. Waktu pembiakan P.gingivalis (24 jam)

q. Sterilisasi alat, bahan coba dan media r. Teknik pengisolasian dan pengkulturan s. Jumlah bahan coba yang diteteskan ke

media

t. Waktu pengamatan (24 jam)

Variabel tidak terkendali

a. Geografis tempat tumbuh lerak(kondisi tanah, iklim, curah hujan dan lingkungan sekitar tanaman) b. Umur buah lerak c. Perlakuan terhadap

buah lerak selama tumbuh

d. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan buah lerak setelah dipetik dari pohon sampai ekstraksi buah lerak

e. Lama waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya


(50)

3.3.1 Variabel Bebas

Ekstrak lerak dalam pelarut etanol.

3.3.2 Variabel Tergantung

Pertumbuhan bakteri P.gingivalis pada media MHB dan MHA dengan pengukuran nilai KHM dan KBM.

3.3.3 Variabel Terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan lerak (Desa Maga, Kec. Panyabungan Tapanuli Selatan)

b. Berat buah lerak (940 gr)

c. Lamanya waktu pengeringan buah lerak (± 7 hari) d. Suhu di lemari pengering (± 400C)

e. Kecepatan mesin penghalusan (22.000 rpm) f. Lamanya waktu penghalusan (± 30 detik) g. Lamanya maserasi (3 jam)

h. Jenis etanol yang digunakan (etanol 70%) i. Volume etanol untuk maserasi (800 ml) j. Nomor kertas penyaring (Whatmann no. 42) k. Kecepatan aliran perkolator (20 tetes/menit) l. Suhu penguapan dengan rotavapor (400C) m. Media pertumbuhan (Mueller Hinton Agar) n. Suhu inkubasi (370C)

o. Stem cell P.gingivalis

p. Waktu pembiakan P.gingivalis (24 jam) q. Sterilisasi alat, bahan coba dan media r. Teknik pengisolasian dan pengkulturan

s. Jumlah bahan coba yang diteteskan ke media (1 ml) t. Waktu pengamatan (24 jam)


(51)

3.3.4 Variabel Tidak Terkendali

a. Geografis tempat tumbuh lerak (kondisi tanah, iklim, curah hujan dan lingkungan sekitar tanaman)

b. Umur buah lerak

c. Perlakuan terhadap buah lerak selama tumbuh

d. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan buah lerak setelah dipetik dari pohon sampai ekstraksi buah lerak

e. Lama waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya

3.4 Definisi Operasional No. Variabel

Bebas

Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Ukur

Skala Ukur

1. Ekstrak etanol lerak 100%

Ekstrak yang didapat dengan melarutkan 1g ekstrak kental lerak dalam 1 ml MHB

Electronic

balance dan

mikropipet

Gram dan mililiter

Nominal

2. Ekstrak etanol lerak 50%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol lerak 100% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Mikropipet Mililiter Nominal

3. Ekstrak etanol lerak 25%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol lerak 50% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Mikropipet Mililiter Nominal

4. Ekstrak etanol lerak 12,5%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol lerak 25% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB


(52)

5. Ekstrak etanol lerak 6,25%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol lerak 12,5% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Mikropipet Mililiter Nominal

6. Ekstrak etanol lerak 3,125%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol lerak 6,25% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Mikropipet Mililiter Nominal

7. Ekstrak etanol lerak 1,625%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol lerak 3,125% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Mikropipet Mililiter Nominal

No. Variabel Tergantung

Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Ukur

Skala Ukur

1. KHM (Kadar Hambat Minimum)

Konsentrasi minimal bahan coba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (50%) setelah diinkubasi 24 jam

Spektrofoto meter CFU/ml (Colony Forming Unit/mill iliter) Rasio

2. KBM (Kadar Bunuh Minimum)

Konsentrasi minimal bahan coba yang dapat membunuh bakteri (99,9% - 100%) setelah diinkubasi 24 jam

Visual dengan bantuan mikroskop CFU/ml (Colony Forming Unit/mill iliter) Rasio


(53)

3.5 Bahan dan Alat Penelitian

3.5.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang dipakai adalah:

1. Buah lerak 940 gram (Desa Maga, Kec. Panyabungan Tapanuli Selatan, Indonesia)

2. Media Mueller Hinton (Difco, USA)

3. Stem cell P.gingivalis ATCC 33277 (Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya, Indonesia)

4. Etanol 96% (Kimia Farma, Indonesia) 4 liter 5. NaCl 0,9% (Kimia Farma, Indonesia) 1 liter 6. Akuades (Kimia Farma, Indonesia) 3 liter

3.5.2 Alat Penelitian

Alat penelitian yang dipakai adalah:

1. Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan dan Denver Instrument

Company, USA)

2. Timbangan (Home Line, China)

3. Alat destilasi pelarut (Electrothermal, England) 4. Blender (Waring, Japan)

5. Kertas saring (Whatman no.42, England) 6. Autoklaf (Tomy, Japan)

7. Vaccum rotavapor (Antriebs ATB, England)

8. Erlenmeyer (Pyrex, USA)

9. Vortex/whirli mixer (Iwaski model TM-100, Japan)

10. Inkubator CO2 (Sanyo, Japan) 11. Pipet mikro (Gilson, France) 12. Piring petri (Pyrex, Japan)


(54)

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1 Lokasi Penelitian

1. Laboratorium Tanaman Obat Fakultas Farmasi USU 2. Laboratorium Lembaga Pusat Penyakit Tropis UNAIR

3.6.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah 6 bulan (Agustus 2013 – Januari 2014)

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Ekstraksi buah lerak

Ekstraksi dilakukan berdasarkan ekstraksi yang telah dilakukan penelitian terdahulu yaitu oleh Risya Dini Marsa. Buah lerak dicuci bersih dengan air mengalir (Gambar 11) lalu ditimbang sebanyak 940 gram (Gambar 12) kemudian diambil bijinya dan daging buah dipotong kecil dengan lebar ± 3 mm (Gambar 13) lalu dikeringkan dalam lemari pengering (Gambar 14) pada temperatur ± 40oC selama seminggu (Gambar 15). Potongan daging buah yang telah kering ditimbang sebanyak 600 gram (Gambar 16), kemudian dihaluskan dengan blender (Gambar 17), diayak dan didapat serbuk seberat 520 gram (Gambar 18) lalu disimpan dalam wadah plastik tertutup. Tambahkan etanol 70% sebanyak 800 ml untuk maserasi (Gambar 19) lalu disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, kemudian tuangkan etanol 70% sebanyak 200 ml dan disaring dengan selapis kertas saring. Biarkan sampai cairan mulai menetes, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan ± 20 tetes/menit, etanol ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyair diatas simplisia (Depkes RI, 2009). Perkolat diuapkan dengan alat vacuum rotavapor pada suhu tidak lebih dari 50°C (Gambar 20) hingga diperoleh ekstrak kental dengan konsistensi seperti madu. Ekstrak lerak dimasukkan ke dalam botol kaca lalu disimpan selama 1 hari di tempat yang sejuk sebelum dilakukan uji efektifitas antibakteri. (Lampiran 1)


(55)

Gambar 11. Pencucian buah lerak Gambar 12. Penimbangan buah lerak

Gambar 13. Pemotongan daging buah lerak Gambar 14. Lemari pengering

Gambar 15. Gambar 16.

Potongan lerak di lemari pengering

Potongan lerak yang sudah kering


(56)

Gambar 17. Potongan lerak diblender Gambar 18. Simplisia lerak

Gambar 19. Gambar 20. Vaccum rotavapor

3.7.2 Pembuatan Suspensi Bahan Uji

Ekstrak lerak dalam pelarut etanol ditimbang menggunakan electronic

balance dan massanya disesuaikan dengan konsentrasi yang diinginkan dengan cara

dilarutkan dengan media Mueller Hinton Broth (MHB). Ekstrak lerak dalam pelarut Simplisia di dalam


(1)

Lampiran 4


(2)

(3)

Lampiran 5

Uji Statistik Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak terhadap

P.gingivalis

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Konsentrasi 100% 4 0 0 .00 .000

Konsentrasi 50% 4 0 0 .00 .000

Konsentrasi 25% 4 0 0 .00 .000

Konsentrasi 12,5% 4 900 1600 1180.00 297.097

Konsentrasi 6,25% 4 1820 3660 2620.00 774.941

Valid N (listwise) 4

Tests of Normalityb,c,d

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Konsentrasi 12,5% .330 4 . .886 4 .366

Konsentrasi 6,25% .229 4 . .964 4 .803

a. Lilliefors Significance Correction

b. Konsentrasi 100% is constant. It has been omitted. c. Konsentrasi 50% is constant. It has been omitted. d. Konsentrasi 25% is constant. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variancea,b,c

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Data Hasil Uji Konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%

Based on Mean 1.806 1 6 .228

Based on Median 1.835 1 6 .224

Based on Median and with adjusted df


(4)

ANOVA

Data Hasil Uji Konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.148E7 4 5368800.000 38.972 .000

Within Groups 2066400.000 15 137760.000

Total 2.354E7 19

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Data Hasil Uji Konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% LSD (I) Konsentr asi (J) Konsentr asi

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

100% 50% .000 262.450 1.000 -559.40 559.40

25% .000 262.450 1.000 -559.40 559.40

12,5% -1180.000* 262.450 .000 -1739.40 -620.60

6,25% -2620.000* 262.450 .000 -3179.40 -2060.60

50% 100% .000 262.450 1.000 -559.40 559.40

25% .000 262.450 1.000 -559.40 559.40

12,5% -1180.000* 262.450 .000 -1739.40 -620.60

6,25% -2620.000* 262.450 .000 -3179.40 -2060.60

25% 100% .000 262.450 1.000 -559.40 559.40

50% .000 262.450 1.000 -559.40 559.40

12,5% -1180.000* 262.450 .000 -1739.40 -620.60

6,25% -2620.000* 262.450 .000 -3179.40 -2060.60

12,5% 100% 1180.000* 262.450 .000 620.60 1739.40

50% 1180.000* 262.450 .000 620.60 1739.40

25% 1180.000* 262.450 .000 620.60 1739.40


(5)

6,25% 100% 2620.000* 262.450 .000 2060.60 3179.40

50% 2620.000* 262.450 .000 2060.60 3179.40

25% 2620.000* 262.450 .000 2060.60 3179.40

12,5% 1440.000* 262.450 .000 880.60 1999.40


(6)

Lampiran 6


Dokumen yang terkait

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

39 299 83

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Terhadap Porphyromonas Gingivalis Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 81 67

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Siwak (Salvadora persica) sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In Vitro)

3 56 77

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (Secara In-Vitro)

3 71 74

Sitotoksisitas Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Secara In Vitro

6 63 80

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

1 55 78

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 14

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 2

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 4

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian in Vitro)

0 0 13