Hak-Hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj'i (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

  HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I

(Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor

1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro

  

Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

  

Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

BURHANATUT DYANA

  NIM : 1111044100012

  

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

  HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I

(AnalisisPerbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor

1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn denganPutusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor

  

154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk MemenuhiSalah Satu Persyaratan

  

Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

BURHANATUT DYANA

  NIM : 1111044100012

  

KONSENTRASIPERADILANAGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

  HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I

(AnalisisPerbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor

1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn denganPutusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor

  

154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk MemenuhiSalah Satu

  

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Burhanatut Dyana

NIM : 1111044100012

  

Di Bawah Bimbingan

Hj. Hotnidah Nasution, MA

NIP :197106301997032002

  

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

  

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Hak-hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Perbandingan

Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan

Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn) ” telah

diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi

Ahwal al Syakhshiyah (Peradilan Agama).

  Jakarta, 07April 2015

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

  Ketua :H.Kamarusdiana, S.Ag., MH ( ………………...) NIP. 197202241998031003 Sekertaris : Sri Hidayati, M.Ag (..

  …………….....) NIP. 197102151997032002 Pembimbing : Hj.Hotnidah Nasution, MA ( ………..…..…...)

  NIP. 197106301997032002 Penguji I : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA (..…………..…...) NIP. 197608072003121001

  Penguji II : H. M. Riza Afwi, Lc., MA (.

  …………..……) NIP. 196105201999031002

LEMBAR PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.

  Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

  2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

  3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

  Jakarta, 16 Maret 2015 Burhanatut Dyana

  

ABSTRAK

Burhanatut Dyana. NIM 1111044100012. Hak-hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj’i (AnalisisPerbandingan Antara PutusanPengadilan Agama Tuban

Nomor1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn denganPutusan Pengadilan Agama Bojonegoro

Nomor154/Pdt.G/2014/PA.Bjn).Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi

  Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. xi + 103 halaman + 30 halaman lampiran.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim dalammengabulkan permohonan cerai talak yang diajukan oleh suami terhadap isteri melalui putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Nomor154/Pdt.G/2014/PA.Bjn.Dalam putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn hakim tidak menghukum suami untuk memberikan hak nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya.Sedangkan dalam putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn hakim menggunakan hak ex officio nya untuk menghukum suami agar memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya yang mengakui perselingkuhannya pada saat persidangan.

  Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah metode Yuridis Empiris.Pendekatan yuridis karena penelitian ini menggunakan kaidah hukum dan peraturan yang berkaitan dengan cerai talak serta hak-hak isteri yang timbul akibat perceraian yaitu nafkah iddah dan mut’ah.Empiris karena pendekatan bertujuan memperoleh data mengenai putusan hakim dalam mengabulkan permohonan.

  Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa tidak semua perkara cerai talak mengakibatkan isteri mendapatkan nafkah iddah dan mut’ah.Majelis hakim berpendapat bahwa nafkah iddah dan mut’ah merupakan hak isteri yang boleh diminta atau tidak di minta.Ketika tidak diminta maka hakim bisa menggunakan hak

  

ex officio yang dimilikinya untuk membebankan kepada suami agar memberikan

  nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isteri. Hal ini berdasarkan pada ketentuan

  Pasal 41 huruf (c) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kata Kunci : Permohonan Cerai Talak. Nafkah Iddah dan Mut’ah. Hak Ex Officio Hakim. Pembimbing : Hotnidah Nasution, MA Daftar Pustaka : Tahun 1973 s.d Tahun 2014

KATA PENGANTAR

  Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain persembahan puji syukur tiada terkira kehadirat Illahi Robbi, karena atas karunia dan pertolongan- Nya lah sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini. Shalawat serta salamsemoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhamad SAW beserta kelurga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka.

  Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ahmad Yono dan Ibunda Nurul Hidayah yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayang serta do

  ’a bagi kedua putri putranya.Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.

  Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.

  Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Phd., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

  2. Bapak H. Kamarusdiana, S.Ag., MH., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

  3. Ibu Hotnidah Nasution, MA., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

  4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program studi Ahwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

  5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

  6. Bapak Drs. Aam Amarullah, M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Tuban dan bapak H. Moch. Tha’if AS, S.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Bojonegoro beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.

  7. Bapak Drs. H. Sholhan dan bapak Drs. Mufi Ahmad Bihaqi, M.H.,selaku hakim yang memutus perkara yang telah penulis teliti dan telah senatiasa memberikan wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan wawancara.

  8. Do’a dan harapan penulis panjatkan kepada adinda Muhammad Nur Husna yang senantiasa memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat

  9. Bapak M. Hamim, pak dhe sekaligus satu-satunya orang tua di Jakarta yang tiada kenal lelah dan bosan memberikan semangat, bantuan, membimbing, menjaga dan melindungi serta menjadi tempat menumpahkan segala keluh kesah selama di Jakarta. Terimakasih tiada terhingga untuk semua cinta dan kasihmu.

  10. Terkhusus Nur Azizah. Terimakasih atas kesabaran dan kesetiaanya menemani penulis dikamar berukuran 4x6 ini.

  11. Sahabat - sahabat seperjuangan penulis: Arisa Dykawresa, Nur Azizah, Nabillah, dan Luluk Muthoharoh.

  12. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda.

  Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

  Jakarta, 16 Maret 2015 Penulis

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ............................................................ 7 C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ...................................................................... 9 D. Studi Review Terdahulu ............................................................................. 10 E. Metode dan Teknik Penelitian .................................................................... 11 F. Sistematika Penulisan ................................................................................. 14 BAB II CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA A. Definisi Cerai Talak ..................................................................................... 16 B. Dasar Hukum Cerai Talak ........................................................................... 19

  C.

  Macam-macam Cerai Talak ......................................................................... 22 D.

  Akibat Hukum Cerai Talak .......................................................................... 24 E. Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak di Pengadilan Agama .................................................................................... 32

  F.

  Hak ExOfficio Hakim Terhadap Penetapan Nafkah Iddah dan Mut’ahdalam Cerai Talak ................................................................................................... 41

  

BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PENGADILAN

AGAMA BOJONEGORO A. Profil Pengadilan Agama 1. Pengadilan Agama Tuban ..................................................................... 45 2. Pengadilan Agama Bojonegoro ............................................................ 48 B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama 1. Pengadilan Agama Tuban ..................................................................... 51 2. Pengadilan Agama Bojonegoro ............................................................ 52 C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama .............................................. 53 D. Kompetensi Relatif dan Absolut Pengadilan Agama .................................. 57

BAB IVPUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn

DAN PUTUSAN NO. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn A.

  ............................................. 70

  Profil Perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn

  B.

  ............................................... 74

  Profil Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn C. Perbandingan Putusan Antara Perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn ............................................ 81

  .................................................................................................... 82 D.

  Analisis Penulis

  BAB V PENUTUP A. ........................................................................................................... 93 Kesimpulan ........................................................................................................... 95 B.

  Saran-saran

  

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 96

LAMPIRAN 1.

  Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi 2. Surat Permohonan Data/Wawancara ke PA Tuban 3. Surat Permohonan Data/Wawancara ke PA Bojonegoro 4. Surat Keterangan Riset dari PA Tuban 5. Surat Keterangan Riset dari PA Bojonegoro 6. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Tuban 7. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Bojonegoro 8. Putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn 9. Putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn.

  10. Dokumentasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat (mitsaqan

  ghalizhan ), ikatan yang suci transenden artinya suatu perjanjian yang

  mengandung makna magis, suatu ikatan bukan saja hubungan atau kontak keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan terjadinya hubungan badan antara suami istri sebagai penyalur libido seksual manusia yang terhormat,

  1

  oleh karena itu hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah. Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan dapat mewujudkan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang sejahtera (mawaddah warahmah).

  Akan tetapi untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tersebut tidaklah mudah dan tanpa rintangan, karena manakala setelah pernikahan dijalani ternyata banyak duri mengahalangi, kerikil dan karang terjal menghadang, ombak dan gelombang pasang menerjang, sehingga biduk yang bernama rumah tangga itu pun terombang-ambing dan tercerai berai sehingga kandaslah perkawinan tersebut dan putus ditengah perjalanan.

1 Yayan Sopyan, Islam-Negara (transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

  Nasional), (Tangerang selatan: UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet. 1, h. 127

  Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar saja, karena makna dasar sebuah perkawinan adalah akad nikah, yang berarti ikatan atau dapat juga dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yang kemungkinan dapat disebut dengan talak. Adapun makna

  2 dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian.

  Perceraian merupakan realitas yang tidak dapat dihindarkan apabila kedua belah pihak saling terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk didamaikan. Perceraian dalam hal ini merupakan alternatif terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami isteri bila ikatan perkawinan (rumah tangga) tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya. Sifat alternatif terakhir dimaksud berarti sudah ditempuh berbagai cara dan teknik untuk mencari kedamaian diantara kedua belah pihak, baik melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh

  3 al-Quran dan Hadis.

  Apabila langkah-langkah dan teknik yang telah diajarkan oleh al-Quran dan Hadis tersebut telah dilaksanakan dan tidak mendapatkan titik temu untuk mencapai kesepakatan berdamai dan merasa tidak bisa melanjutkan keutuhan rumah tangga, maka barulah kedua belah pihak bisa membawa permasalahan ini ke pengadilan untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik. 2 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi

  

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004),

  h. 206 3

  Pengadilan merupakan upaya terakhir untuk mempersatukan kembali suami dan istri yang ingin bercerai dengan jalan membuka kembali upaya perdamaian dengan cara musyawarah, yang mana hakim yang akan menjadi penengahnya dalam upaya perdamaian ini. Bagi orang yang beragama Islam akan membawa permasalahan ini ke Pengadilan Agama, sementara bagi orang yang memeluk agama selain Islam maka akan membawa permasalahan ini ke Pengadilan Negeri.

  Perceraian merupakan suatu perbuatan hukum yang tentunya akan membawa akibat-akibat hukum tertentu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 144 Kompilasi Hukum Islam (KHI) perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Untuk lebih lanjut lagi dijelaskan dalam pasal selanjutnya bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil

  4 mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 115 KHI).

  Adapun ketentuan yang mengatur tentang perceraian yang terjadi karena adanya talak dari suami terhadap isteri telah diatur dalam Pasal 41 (c) Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa, pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Pasal ini menunjukkan

4 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam

  Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,( T.t., : t.p., 2001), h. 16 bahwasanya suami berkewajiban untuk memberikan mut’ah dan nafkah iddah kepada mantan isterinya.

  Wanita yang diceraikan oleh suaminya boleh memberikan beberapa tuntutan kepada suaminya, karena wanita yang diceraikan tersebut memiliki beberapa hak yang berhak dia peroleh dari mantan suaminya. Adapun hak-hak isteri itu ialah tuntutan nafkah selama masa iddah dan mut’ah.

  Secara terminologi, nafkah adalah sesuatu yang wajib diberikan kepada mantan isteri yang berupa harta untuk mematuhi agar dapat bertahan hidup. Dari pengertian ini terlihat bahwa yang termasuk di dalam nafkah adalah sandang,

  5 pangan dan papan.

  Sedangkan yang termasuk mut’ah ialah uang atau benda yang lainnya (Pasal 149 (a) KHI).

  Kewajiban memberikan nafkah selama masa iddah dan mut’ah bagi isteri yang telah ditalak oleh suaminya berdasarkan pada ketentuan dalam surat al- Baqarah [2] ayat 241: 242 :

  2 / Artinya :

  “Kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah diberikan oleh suaminya mut’ah menurut yang ma’ruf sebagai suatu kewajiban bagi orang- orang yang bertaqwa ”. (QS. Al-Baqarah [2] : 241)

  Menurut Zamakhsyari seperti halnya yang dikutip oleh Zubair Ahmad, ayat diatas berlaku secara umum, yakni wajib memberikan suatu pemberian kepada seluruh wanita yang ditalak. Alasan ini di dasarkan kepada huruf pada 5 Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

  2011), h. 75

  ِتاَقَلَطُمْلِل berarti “bagi wanita-wanita yang ditalak ada hak”. Artinya mantan suaminya mempunyai kewajiban memberikan mut’ah kepada setiap isteri yang ditalak. Kecuali itu, lanjutan ayat juga menyebutkan adanya kata (ketentuan-

  اًقَح ketentuan yang harus dilaksanaka) yang disusul denngan huruf ىَلَع yang

  6 mempunyai makna kata kerja, yaitu kewajiban bagi (orang yang bertaqwa).

  Dalam Hadis juga dijelaskan kewajiban yang serupa yaitu kewajiban memberikan nafkah selama iddah dan memberikan mu t’ah kepada mantan isteri.

  Hadis tersebut berbunyi sebagai berikut: Artinya:

  “Dan kamu wajib memberi nafkah kepada mereka dan memberi pakaian secara ma’ruf (patut)”. (HR. Muslim)

  Selain peraturan yang ada dalam al-Quran dan Hadis, perintah memberikan nafkah kepada mantan isteri selama beriddah dan mut’ah juga di pertegas kembali di dalam peraturan yang berlaku, diantaranya Pasal 41 huruf (c)

  UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI Pasal 81 ayat (1) serta Pasal 149 huruf (b).

  Berbeda dengan realita yang ada, bahwasanya penulis telah menemukan dua putusan hakim di dua Pengadilan Agama yang berbeda yang menyimpang dari teori yang telah ada baik dalam al-Quran, Hadis, kitab-kitab fikih maupun 6 Zubair Ahmad dkk, Relasi Suami Isteri Dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW)

  UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h. 78 7 Muslim Ibnu Al-Hajajj Abu Al-Husain Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:

  hukum formil. Kesenjangan ini menarik untuk diteliti sehingga penulis mengangkatnya kedalam sebuah tulisan.

  Putusan hakim yang pertama yaitu perkara yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn yang memutus perkara cerai talak. Dalam amar putusannya hakim tidak menghukum suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan kedua hal tersebut merupakan hak isteri sebagai akibat hukum dari perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada isteri.

  Persoalannya adalah ketika isteri hadir di Pengadilan Agama dengan penuh harapan bahwa kepentingannya dapat dilindungi dan akan mendapatkan hak-haknya

  (nafkah iddah dan mut’ah) sesuai hukum yang berlaku namun yang didapatkannya hanya sekedar akta cerai. Walaupun akta cerai merupakan hal yang urgen sebagai bukti perceraian namun itu baru sebagian dari perwajahan asas kepastian hukum (validitas yuridis), belum menggambarkan nilai dasar

  8 keadilan (Validitas filosifis) dan asas manfaat (validitas sosiologis).

  Berbeda dengan putusan hakim yang kedua yaitu perkara yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang memutus perkara cerai talak yang disebabkan karena isteri memiliki pria idaman lain (PIL). Dalam amar putusan tersebut 8 Muh. Irfan Husaeni, “Menyoal Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama

   Dalam Menetapkan Mut’ah dan Iddah”, artikel diakses pada 22 November 2014 dar

  h. 6 hakim menghukum suami untuk memberikan nafkah id dah dan mut’ah kepada mantan isterinya yang secara jelas mengakui perselingkuhannya di depan persidangan. Dalam hal ini isteri dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Hal ini tentu saja menyimpang dari teori yang telah ada baik dalam al-Quran, Hadis, kitab-kitab fiqih maupun hukum formil yang berlaku yang menyatakan bahwa bagi isteri yang nusyuz tidak berhak baginya mendapatkan nafkah iddah dan mut’ah dari mantan suaminya.

  Kemudian berangkat dari latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk membahasnya serta merumuskannya dalam sebuah karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul

  “HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK RAJ’I (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.

  Bjn)”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Pembatasan Masalah

  Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Agama Bojonegoro sebagai obyek penelitian.

  Mengingat banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama tersebut, maka penulis melakukan pembatasan yakni hanya pada putusan mengenai hak nafkah iddah dan mut’ah kepada istri yang di cerai talak oleh mantan suaminya perkara Nomor: 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Putusan

  Menarik untuk penulis teliti dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau keluar dari pokok bahasan yakni sehubungan dengan beraneka ragamnya kasus cerai talak, maka dalam skripsi ini penulis membatasi hanya pada kasus di atas yang difokuskan pada argumentasi dan landasan hukum hakim dalam memutus perkara tentang hak-hak isteri dalam cerai talak.

2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan al-Quran, Hadis, UU Perkawinan maupun KHI bahwa perempuan yang ditalak oleh suaminya berhak mendapatkan nafkah kecuali bagi isteri yang nusyuz. Namun dalam kenyataannya ada putusan pengadilan yang mana hakim tidak menetapkan nafkah iddah dan mut’ah yang harus diberikan oleh suami kepada mantan isterinya yang tidak melakukan perbuatan nusyuz kepadanya. Sedangkan dalam putusan lain, hakim memberikan nafkah kepada mantan isteri yang telah melakukan nusyuz terhadap suaminya.

  Sehubungan dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut: a.

  Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban pada Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan Pengadilan Agama Bojonegoro dalam memutus Perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn? b.

  Apa perbedaan putusan hakim Pengadilan Agama Tuban pada Perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro pada Perkara No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn? C.

   Manfaat dan Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

  Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah: a.

  Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutus perkara Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro dalam memutus perkara Nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn.

  b.

  Untuk mengetahui perbedaan antara putusan hakim Pengadilan Agama Tuban perkara nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro perkara nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn.

2. Manfaat penelitian

  Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan diatas. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat baik secara teoritis maupun praktis, antara lain: a.

  Secara Teoritis : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam, baik materiil maupaun formil. b.

  Secara Praktis : sebagai referensi bagi pencari keadilan serta memberikan kejelasan pada masyarakat umumnya tentang ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang nafkah iddah.

D. Studi Review Terdahulu

  Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan ini. Penulis menemukan ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat pembahasan tentang cerai talak akan tetapi mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun penelitian tersebut dintaranya:

  1. Ultra Petitum Partium dan Hak Ex Officio Hakim, Studi Kasus Cerai Talakdi Pengadilan Agama Slawi (Putusan No.0203/Pdt.G/2010/PA.Slw), Ulul Azmi, NIM 206044103793 tahun 2011. Dalam skripsi ini membahas tentang hak ex officio hakim yang memberikan putusan yang tidak diminta oleh Pemohon dan Termohon dalam memutuskan perkara cerai talak di Pengadilan Agama Slawi. Perbedaannya dalam skripsi penulis adalah bahwasanya penulis menganalisa dua putusan di dua pengadilan yang berbeda tentang hak ex officio hakim perihal pemberian nafkah iddah dan mut’ah kepada istri dalam perkara cerai talak.

  2. Nafkah Iddah Bagi Isteri Nusyuz (Analisa Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor No. 169/Pdt.G/2011/PA.Bgr dan Putusan Hakim Pengadilan Agama Depok Perkara No. 96/Pdt.G/2009/PA.Dpk), Iin Winiarti, NIM 108044100049, tahun 2012. Dalam skripsi ini membahas perbandingan dan perkara nomor 96/Pdt.G/2009/PA.Dpk tentang nafkah iddah yang diberikan oleh hakim kepada isteri nusyuz. Perbedaanya dengan skripsi penulis ini adalah bahwasanya penulis menganalisa perbandingan pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan nomor 154/Pdt.G/2014/PA. Bjn tentang hak- hak isteri dalam cerai talak yaitu pemberian mut’ah dan nafkah bagi mantan isteri selama masa iddah baik bagi isteri yang tidak melakukan perbuatan

  nusyuz terhadap suaminya maupun yang melakukan nusyuz E.

   Metode dan Teknik Penelitian 1. Metode Pendekatan

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan yuridis empiris merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut hak-hak isteri dalam cerai talak.

2. Jenis Penelitian

  Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni menggambarkan dan memaparkan secara sistematika tentang apa yang menjadi obyek penelitian dan kemudian dilakukan analisis. Metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yakni menggambarkan berupa kata-kata, ungkapan, norma atau aturan-aturan dari

  9 fenomena yang diteliti.

  Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang “HAK-HAK ISTERI PASCA CERAI TALAK

  RAJ’I (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.

  Bjn)”.

  3. Subjek dan Objek Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Agama Bojonegoro. Adapun yang menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn. Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut.

  4. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan

  Studi kepustakaan sebagai referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian yakni meliputi; Data Primer dan Data Sekunder.

9 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.

  3.

  1). Data Primer yang dibutuhkan untuk menjawab semua permasalahan di atas adalah putusan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam perkara Putusan Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan hakim Pengadilan Agama Bojonegoro dalam perkara Putusan Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang telah Berkekuatan Hukum Tetap serta hasil wawancara dengan hakim yang memeriksanya dalam persidangan.

  2).Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan bahan hukum lainnya seperti buku-buku yang mendukung dan memperjelas bahan hukum tersebut.

b. Studi Lapangan

  Adapun studi lapangan ini dilakukan dengan dua tekhnik berikut; 1. Studi dokumen dengan mempelajari berkas yang berbentuk putusan

  Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang telah berkekuatan hukum tetap.

  2. Wawancara yang dilakukan dengan hakim yang menyelesaikan perkara tentang nafkah iddah di Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan wawancara tak terstruktur (open

  • – ended) yaitu wawancara dengan

  pertanyaan yang bersifat terbuka dimana responden secara bebas

  10 menjawab pertanyaan tersebut.

3. Observasi langsung ke lapangan dengan cara langsung datang ke

  Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Agama Bojonegoro untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

5. Metode Analisis Data

  Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif kualitatif.

  Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas dan informasi yang bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris) dari responden. Memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah responden baik secara lisan

  11 maupun secara tertulis selama dalam melakukan penelitian.

F. Sistematika Penulisan

  Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum 10 11 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya), h. 233.

  Koentjaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: t.p., 1997), h. 269. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.” Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

  Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar belakang

  masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab Kedua, memuat tentang Cerai Talak dan Hak Isteri di Pengadilan

  Agama, yang isinya meliputi Definisi cerai talak, dasar hukum cerai talak, macam-macam cerai talak, akibat hukum yang timbul akibat cerai talak, prosedur dan penyelesaian permohonan cerai talak di Pengadilan Agama serta hak ex

  officio hakim terhadap penetapan nafkah iddah dan mut’ah dalam cerai talak.

  Bab Ketiga, berisi tentang Potret Pengadilan Agama Tuban dan

  Pengadilan Agama Bojonegoro yang terdiri dari Profil, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi serta kompetensi relatif dan absolut Pengadilan Agama.

  Bab Keempat, pada bab ini penulis akan mengkomparasikan putusan

  Pengadilan Agama Tuban No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan putusan Pengadilan Agama Bojonegoro No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn yang di dalamnya terdiri dari kronologi perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan No. 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn serta perbandingan kedua putusan tersebut dan dilanjutkan dengan analisa penulis.

  Bab Kelima, adalah Penutup yang berisi Kesimpulan dan saran. Dalam

  bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah dibahas dalam skripsi

BAB II CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA A. Definisi Cerai Talak Talak atau cerai merupakan terjemahan dari bahasa Arab (

  اللاطا كلطي كلط)

  1

  yang artinya lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan pembebasan. Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia, talak diartikan sebagai perceraian antara

  2 suami dan isteri; lepasnya ikatan perkawinan.

  Di dalam Ensiklopedi Indonesia, definisi talak adalah memutuskan atau

  3

  melepaskan ikatan perkawinan. Hal ini senada dengan pendapat Imam Taqiyudin dalam bukunya Kifayatul Akhyar yang mendefinisikan talak sebagai berikut: Artinya: “Thalak menurut bahasa adalah melepas ikatan atau menceraikan”.

  Selain kata talak, di dalam al- Qur‟an juga terdapat kata lain yang memiliki makna yang sama dengannya, yaitu kata Firaq (lepas) dan kata Sirah

  5 (pisah). 1 Ahmad Warson Munawir, Almunawir Kamus Besar Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. 14, h. 861 2 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), Ed. 4, h. 1383 3 Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve), Jilid. 6, h.

  3429 4 Imam Taqiyudin Abi Bakar bin Muhammad Al-Husaeni Addamasqi As Syafi‟i, Kifayatul

  Adapun kata Firaq (lepas) yang semakna dengan kata talak tepatnya berada pada surat at-Talaq [ 65] ayat 2, yaitu: 2 :

  65 / Artinya:

  “Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siaoa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. (QS. At-Talaq : 2)

  Ayat diatas mengandung perintah yang bersifat alternatif bagi suami untuk memilih salah satu diantara dua pilihan, yaitu mengikat kembali tali perkawinan atau melepaskan ikatan perkawinan dengan cara yang baik. Sedangkan kata Sirah (pisah) terdapat dalam beberapa ayat al-

  Qur‟an diantaranya surat al-Ahzab [33] ayat 49 sebagai berikut, 49 : 33 /

  Artinya:

  “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah m ereka mut‟ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”. (QS. Al-Ahzab [33]: 49)

5 Muthafa Diib Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-hukum Islam Madzhab

  Kandungan ayat ini juga berisi perintah kepada suami untuk melepaskan isterinya dengan cara yang ma‟ruf. Perjalanan dalam mengarungi bahtera rumah tangga rupanya tidaklah mudah dan tanpa rintangan, karena manakala setelah pernikahan itu dijalani ternyata banyak duri yang mengahalangi. Keadaan tersebut adakalanya dapat diatasi dan terselesaikan, sehingga hubungan suami isteri menjadi rukun kembali. Namun adakalanya keadaan tersebut tidak dapat diatasi dan semakin memburuk sehingga perkawinan terpaksa harus diputus ditengah jalan. Untuk menjaga agar hubungan antar keluarga tidak terpecah belah dan menimbulkan permusuhan, maka Islam memberikan solusi dengan adanya perceraian sebagai jalan keluar bagi suami isteri yang telah hancur rumah tangganya.

  Adapun pengertian talak menurut ulama adalah: 1. Madzhab Hanafi dan Madzhab Hanbali mendefinisikannya sebagai pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan dimasa

  6 yang akan datang.

  2. Madzhab Syafi‟i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu.

  3. Madzhab Maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami-isteri.

  6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Cet. 4, h. 53

4. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak yaitu melepas tali perkawinan dan

  

7

mengakhiri hubungan suami isteri.

  Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan talak sebagai ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya

  8

  perkawinan (Pasal 117). Dari berbagai macam definisi diatas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwasanya talak adalah suatu perbuatan memutuskan tali perkawinan yang sah serta mengakhiri hubungan suami isteri.

B. Dasar Hukum Cerai Talak

  Talak atau perceraian dalam Islam telah di atur dalam al-Quran dan Hadis. Adapun ayat yang menjadi dasar hukum cerai talak ini diantara nya adalah surat al-Baqarah [2] ayat 229, yaitu:

  229 : 2 / Artinya:

  “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (QS. Al-

  Baqrah [2]: 229) Firman Allah SWT surat al-Baqarah [2] ayat 231 7

  ) 232 2 /

  Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Terjemah, (Bandung: PT. Al- 8 Ma‟arif, 1996), Cet. 2, Jilid 9, h. 9 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (T.t., : t.p., 2001) Artinya: