ukurannya.  Perkembangan  tunas  baru  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  pada perlakuan 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, dan 50 Gy relatif lambat dibanding dosis radiasi
10  Gy  dan  kontrol,  ukurannya  kecil  dan  daun  yang  terbentuk  juga  relatif  kecil Gambar 6.
b. Subkultur II
Dosis  radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  sangat  nyata  terhadap  jumlah tunas    baru  Anthurium  wave  of  Love  in  vitro  selama  pemeliharaan  setelah
subkultur II. Analisis ragam jumlah tunas baru setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9. Tunas  mulai terbentuk saat 2 minggu setelah subkultur II 10 MSR.
Pertambahan  jumlah  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  hanya  terjadi  pada tanaman  kontrol  dan  pada  perlakuan  dosis  radiasi  10  Gy.  Jumlah  tunas  yang
semakin  menurun  pada  perlakuan  dosis  radiasi  20  Gy  sampai  50  Gy  disebabkan pada dosis tersebut tidak terbentuk tunas baru dan banyak tunas yang mati.
Tunas  yang  terbentuk  pada  tanaman  dengan  dosis  radiasi  10  Gy  lebih banyak dari tunas baru yang terbentuk pada tanaman kontrol Tabel 12.
Tabel 12. ..
Jumlah Tunas Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro pada Perlakuan Dosis  Radiasi Sinar Gamma  dari
60
Co setelah Subkultur II
Keterangan :      = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 1
a
= data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5
12
KK =  koefisien keragaman
Pada 16 MSR   jumlah   tunas   tanaman   yang   diradiasi   dengan dosis 10  Gy  adalah  3.7  ±  1.2  tunas.  Jumlah  tunas pada tanaman  kontrol  adalah
2.5  ±  1.5  tunas. Radiasi  sinar  gamma  pada  dosis  rendah  mampu  merangsang
Dosis Radiasi
Gy Minggu Setelah Radiasi Minggu
10 11
12 13
14 15
16 1.2 ± 0.3
1.3 ± 0.5 1.5 ± 0.6
1.6 ± 0.5 1.9 ± 0.6
2.1 ± 1.0 2.5 ± 1.5
10
1.4 ± 0.6
1.9 ± 0.7
2.2 ± 0.6
2.7 ± 0.7
3.0 ± 0.8
3.4 ± 1.4
3.7 ± 1.2
20 1.0 ± 0.0
0.9 ± 0.4 0.9 ± 0.5
0.4 ± 0.5 0.3 ± 0.5
0.2 ± 0.4 0.3 ± 0.5
30 1.0 ± 0.0
0.9 ± 0.5 0.8 ± 0.5
0.4 ± 0.5 0.4 ± 0.3
0.3 ± 0.2 0.1 ± 0.3
40 1.0 ± 0.0
0.9 ± 0.5 0.8 ± 0.5
0.5 ± 0.4 0.2 ± 0.3
0.1 ± 0.4 0.1 ± 0.4
50 1.0 ± 0.0
0.9 ± 0.5 0.7 ± 0.4
0.4 ± 0.4 0.3 ± 0.3
0.2 ± 0.5 0.1 ± 0.7
Uji F KK
8.67
a
14.45
a
19.46
a
17.44
a
21.00
a
6.66
a
11.12
a
pertumbuhan tanaman, karena hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah menyebabkan aktivitas sel lain meningkat.
Beberapa  peneliti  melaporkan  tingkat  dosis  radiasi  sinar  gamma  tertentu mampu  meningkatkan  jumlah  tunas  in  vitro.  Dosis  radiasi  5  Gy  sampai  10  Gy
merangsang  pembentukan  tunas  pada  kultur  in  vitro  Gerbera  jamesonii Prasetyorini, 1991. Dosis radiasi 15 Gy meningkatkan jumlah tunas pada kultur
in  vitro Stevia  rebaudiana  Bertoni  Pratiwi,  1995.  Mariska  dan  Seswita  1998
juga  melaporkan  jumlah  tunas  paling  banyak  pada  tanaman  nilam  Pogostemon cablin
Benth in vitro berasal dari tunas dengan perlakuan dosis radiasi 5 Gy. Tunas baru tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terbentuk pada
perlakuan  dosis  radiasi  20  Gy  sampai  50  Gy.  Diduga  kerusakan  sel  yang  terjadi pada  dosis  20  Gy  sampai  50  Gy  relatif  parah  sehingga  tanaman  tidak  mampu
melakukan  perbaikan,  akibatnya  sebagian  besar  tunas  dosis  tersebut  mengalami kematian setelah subkultur II.
Lethal Dosage 50 LD
50
Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil
Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co
Menurut  Welsh  dan  Mogea  1991  dosis  yang  diharapkan  efektif  pada mutasi  induksi  adalah  dosis  yang  mengakibatkan  kematian  50  dari  populasi
yang mendapat perlakuan atau biasa disebut Lethal Dosage 50 LD
50
. Pada dosis tersebut terjadi keragaman genetik yang sangat baik, di atas LD
50
banyak individu yang mengalami kematian.
Persentase  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  yang  mampu  bertahan hidup sampai 16 MSR disajikan pada Tabel 13. Semakin tinggi dosis radiasi sinar
gamma  yang  diaplikasikan,  persentase  tunas  yang  hidup  semakin  berkurang. Kematian tunas mulai terjadi pada 11 MSR dan kematian tunas meningkat sampai
16 MSR. Kematian tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terjadi pada  perlakuan  dosis  radiasi  10  Gy  dan  pada  perlakuan  kontrol.  Pertumbuhan
tunas  mulai  terhambat  pada  dosis  radiasi  20  Gy  dan  semakin  lama  semakin banyak  tunas  yang  mati  pada  dosis  radiasi  20  Gy  sampai  dengan  dosis  50  Gy.
Diduga kerusakan sel atau jaringan meningkat akibat dosis radiasi  yang  semakin tinggi  karena  energi  sinar  gamma  langsung  merusak  jaringan  tanaman.  Energi
yang  dikeluarkan  sinar  gamma  cukup  besar  sehingga  kemampuan  hidup  tunas juga  semakin  rendah.  Sinar  gamma  menyebabkan  kerusakan  fisiologis  pada
jaringan.  Semakin  tinggi  dosis  radiasi  sinar  gamma  yang  diaplikasikan,  semakin banyak kerusakan fisiologis yang terjadi hingga mengakibatkan kematian.
Tabel 13.  Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Hidup Sampai  16  MSR  pada  Perlakuan  Dosis  Radiasi  Sinar  Gamma
dari
60
Co Dosis Radiasi Gy
Persentase Tunas yang Hidup 100
10 100
20 27.91
30 13.33
40 8.57
50 9.68
Pengaruh  dosis  radiasi  sinar  gamma  terhadap  persentase  hidup  tunas Anthurium Wave of Love in vitro
mengikuti  pola  kuadratik  dengan   persamaan y =  0.05x
2
– 4.57x  +  112.5, R
2
= 0.881 Gambar 7, LD
50
Anthurium Wave of Love in vitro
dicapai pada dosis radiasi 16.70 Gy.
LD
50
= 16.70 Gy
Gambar 7.   Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co terhadap Persentase    Hidup  Tunas  Anthurium  Wave  of  Love  In
Vitro pada 16 MSR
Faradilla  2008  melaporkan  bahwa  persentase  hidup  tanaman  Anthurium andreanum
kultivar  Holland  mengikuti  pola  kuadratik  dengan  LD
50
62.17  Gy. Handayani  2007  juga  melaporkan  bahwa  respon  tanaman  Euphorbia  milli
euphorbia  warna  merah  muda  dan  merah  bata  yang  hidup  setelah  diberi perlakuan  radiasi  sinar  gamma  mengikuti  pola  kuadratik.  LD
50
pada  euphorbia merah muda adalah 54.73 Gy dan untuk euphorbia merah bata sebesar 92.65 Gy.
Pada  perlakuan  dosis  radiasi  20  Gy,  30  Gy,  40  Gy  dan  50  Gy  masih  ada tunas  yang  mampu  bertahan  hidup,  namun  pertumbuhannya  sangat  terhambat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.
a                                         b                                            c
d                                            e                                            f Gambar  8.
. Tunas  Tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  yang
Mampu    Bertahan    Hidup    sampai    16  MSR  a  Kontrol, b 10 Gy, c 20 Gy, d  30 Gy, e 40 Gy, dan f 50 Gy
Menurut Harten 1998 kematian tanaman yang diradiasi disebabkan oleh menurunnya aktivitas mitosis. Kemampuan pembelahan sel yang semakin lambat
atau bahkan pembelahan sel sudah berhenti mengakibatkan pertumbuhan tanaman
terhambat  dan  akhirnya  tanaman  yang  diradiasi  berangsur-angsur  mati.  Menurut Gaul 1977 dalam Mayasari 2007, kematian adalah salah satu kerusakan primer
yang dapat dideteksi pada generasi pertama sebagai respon terhadap radiasi sinar gamma.
Keragaman Fenotipe Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil
Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co
Perubahan  fenotipe  umumnya  terjadi  pada  organ  atau  tunas  yang  baru terbentuk. Perubahan fenotipe yang dihasilkan dari perlakuan radiasi sinar gamma
yang berasal dari
60
Co tidak terjadi pada organ yang sudah berkembang sempurna. Menurut Harten 1988, bahan tanaman yang masih memproduksi akar dan tunas
adventif baru lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan organisme atau jaringan yang  sudah  mengalami  diferensiasi.  Semakin  muda  jaringan  yang  diberi
perlakuan,  semakin  sensitif  pula  jaringan  tersebut  terhadap  perlakuan  radiasi sehingga keragaman yang diharapkan juga semakin besar.
Pada  tunas  yang  sudah  berkembang  sempurna,  pengaruh  radiasi  hanya bisa  diamati  dari  penghambatan  pertumbuhan  dan  perubahan  warna  daun  dari
hijau menjadi kuning hingga mengalami kematian. Pada subkultur I belum banyak perubahan  fenotipe  yang  terjadi.  Hingga  8  MSR  perubahan  yang  bisa  diamati
adalah  penghambatan  pertumbuhan  tinggi,  jumlah  daun,  jumlah  tunas  baru,  dan kematian jaringan. Poespodarsono 1988 menyatakan bahwa mutasi dapat terjadi
pada  setiap  bagian  dan  pertumbuhan  tanaman,  namun  lebih  banyak  terjadi  pada bagian  yang  sedang  aktif  membelah  seperti  tunas,  biji  dan  jaringan  meristem
lainnya. Pada 8 MSR diperoleh 2 individu yang memiliki daun variegata dari dosis
radiasi  10  Gy.  Ukuran  daun  lebih  besar  dibandingkan  daun  lainnya  dalam  satu individu.  Salah  satu  individu  yang  menghasilkan  daun  variegata  mengalami
kontaminasi setelah subkultur  II sehingga tidak bisa dilakukan pengamatan lebih lanjut. Mulai 13 MSR warna hijau dari daun variegata perlahan-lahan menghilang
dan daun menjadi berwarna kuning, membesar dan menebal Gambar 9.
a b
Gambar  9. ...
Daun  Tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  pada Perlakuan  Dosis  Radiasi  10  Gy. a  Daun  Variegata pada
8  MSR,  b  Perubahan  Daun  Variegata  menjadi  Kuning, Membesar dan Menebal pada 13 MSR
Setelah  subkultur  II,  banyak  keragaman  fenotipe  in  vitro  yang  terlihat. Keragaman fenotipe hanya terbentuk pada dosis 10 Gy.  Pada dosis 20 Gy, 30 Gy,
40  Gy  dan  50  Gy  banyak  tunas  yang  mengalami  kematian.  Keragaman  yang muncul pada umumnya hanya terjadi pada sebagian organ tanaman, yang dikenal
dengan  istilah  kimera.  Harten  1998  menyatakan  kimera  adalah  suatu  tanaman yang  memiliki  dua  atau  lebih  komponen  genetik  yang  berbeda  pada  jaringan
somatiknya. Pada kultur in vitro, untuk menyeleksi sifat yang dikehendaki kimera bisa dikendalikan dengan cara subkultur berulang.
Daun  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  pada  perlakuan  kontrol berwarna  hijau,  pangkalnya  agak  bundar  dan  meruncing  pada  bagian  ujung
Gambar  10a.  Perubahan  umumnya  terjadi  pada  daun,  kimera  yang  terbentuk pada  dosis  10  Gy    seperti  disajikan  pada  Gambar  10b.  Pada  satu  eksplan  tunas
Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro diperoleh  tiga  bentuk  daun,  yaitu  daun  yang
berbentuk  normal,  daun  yang  berbentuk  lonjong  dan  daun  yang  berbentuk  bulat. Daun yang berbentuk lonjong ditunjukkan pada Gambar 10b tanda panah warna
biru  dan  daun  berbentuk  bulat  ditunjukkan  pada  gambar  10b  tanda  panah berwarna kuning.
a b
Gambar 10. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro a Kontrol, b Kimera yang Terbentuk pada Perlakuan
Dosis   Radiasi  10  Gy.  Daun  Normal  panah  merah, Daun Berbentuk Lonjong panah biru, Daun Berbentuk
Bulat panah kuning
Pada  dosis  radiasi  10  Gy  diperoleh  beberapa  variasi  fenotipe  mutan Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro
.  Variasi  mutan  yang  terbentuk  meliputi  mutan dengan  daun  berbentuk  lonjong,  mutan  dengan  daun  menyempit  dan  berbentuk
jarum, mutan dengan daun yang lebih besar, mutan dengan daun yang membelah tidak sempurna, mutan dengan daun lonjong dan berwarna kuning, mutan dengan
daun  berwarna  kuning  dan  menebal,  mutan  dengan  bentuk  daun  yang  tidak beraturan.  Variasi  fenotipe  tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  yang
terbentuk disajikan pada Gambar 11. Menurut Nybom 1970 tanaman yang diradiasi kebanyakan memunculkan
anomali  pada  daun.  Grosch  dan  Hopwood  1979  menambahkan  bahwa  tipe anomali  daun  meliputi  pengkerdilan,  penebalan,  perubahan  bentuk  dan  struktur,
pengkerutan, pelekukan   abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun dan perubahan warna daun.
a b
d e
f
g                                        h i
Gambar 11. Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR.
a  Daun    Berbentuk    Lonjong,    b  Daun  Berbentuk  Jarum, c Daun yang Membesar, d, e Daun yang Membelah Tidak
Sempurna,  f  Daun  Berbentuk  Lonjong  dan  Berwarna Kuning,  g  Daun  Berwarna  Kuning  dan  Menebal,  dan  h,  i
Daun Berbentuk Tidak Beraturan c
Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi
Sinar Gamma  dari
60
Co
Ada  beberapa  variasi  daun  yang  terbentuk  dari  hasil  radiasi  sinar  gamma yang  berasal  dari
60
Co.  Perubahan  bentuk  maupun  warna  daun  umumnya  terjadi setelah subkultur II, dan hanya terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Variasi
daun mulai terbentuk saat 12 MSR. Salah  satu  perubahan  yang  terjadi  adalah  daun  berubah  warna  menjadi
kekuningan  sampai  kuning.  Perubahan  warna  ada  yang  terjadi  secara  utuh  pada satu organ daun dan ada yang parsial. Pada umumnya perubahan warna pada daun
terjadi  secara  parsial  perubahan  warna  tidak  menyeluruh  pada  satu  helai  daun. Variasi  daun  yang  mengalami  perubahan  warna  dari  hijau  menjadi  kuning
disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR
Perubahan juga terjadi pada bentuk daun. Pada dosis 10 Gy diperoleh daun yang keriting tidak beraturan Gambar 13a. Daun berbentuk bulat juga diperoleh
pada dosis radiasi 10 Gy Gambar 13b. Selain itu, diperoleh juga daun yang lebih sempit  dan  menyerupai  jarum  Gambar  13c.  Diperoleh  juga  berbagai  variasi
bentuk  daun  yang  berbentuk  tidak  beraturan  Gambar  13d.  Variasi  bentuk  daun lainnya adalah daun yang terbelah pada bagian ujungnya karena pembelahan yang
tidak sempurna Gambar 13 e, f.
D1
D1 D1
a b
c d
e f
Gambar  13. .
Variasi  Bentuk  Daun  Tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  In Vitro
yang  Diperoleh  dari  Perlakuan  Dosis  Radiasi  10  Gy pada16  MSR.  a  Daun  yang  Keriting  tidak  Beraturan,  b
Daun  yang  Berbentuk  Bulat,  c  Daun  yang  Lebih  Sempit Dibandingkan  Kontrol,  d  Bentuk  Daun  yang  Tidak
Beraturan,  e,  f  Variasi  Daun  yang  Membelah  Tidak Sempurna
Keragaman  juga  terbentuk  pada  ukuran  daun.  Pada  dosis  radiasi  10  Gy diperoleh  daun  yang  berukuran  lebih  besar  dari  kontrol  dan  menggulung  pada
bagian  pinggirnya  Gambar  14a,  b.  Diperoleh  juga  daun  yang  membesar  dan terdapat semburat kuning tipis Gambar 14b.
D1 D1
D1
D1
D1 D1
D1
D1 D1
a b
c Gambar  14.
. Daun  Tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  pada
Perlakuan  Dosis  Radiasi  10  Gy  yang  Berukuran  Lebih Besar    dari    Kontrol.    [Daun    Membesar  dan  Menggulung
a  tampak  depan,  b  tampak  belakang],  c  Daun  yang Membesar dan Ada Semburat Kuning
Perubahan  akibat  radiasi  sinar  gamma  juga  terlihat  pada  kecepatan pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Pada perlakuan dosis radiasi
10 Gy diperoleh tunas yang tumbuh lebih cepat, sehingga ukuran tunas lebih kecil karena  ada  kompetisi  pertumbuhan  antartunas  yang  terbentuk.  Perubahan  juga
terjadi pada tangkai daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh tangkai daun yang berbentuk pipih Gambar 15.
a b
Gambar 15.  Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy  pada  16 MSR. a  Tunas Anthurium Wave of Love In
Vitro yang  Tumbuh  Lebih  Cepat  dari  Kontrol, b  Mutan
Tangkai Daun yang Berbentuk Pipih Keragaman  fenotipe  umumnya  tebentuk  setelah  subkultur  II.  Setelah
subkultur  I  terjadi  kerusakan  fisiologis  yang  bisa  diamati  dengan  menguningnya warna  daun  dan  pertumbuhan  daun  yang  terhambat.  Sifat  mutan  belum  muncul
setelah  subkultur  I,  diduga  karena  banyaknya  sel  yang  rusak  sehingga  tanaman mempunyai  mekanisme  untuk  memperbaiki  sel  yang  rusak  terlebih  dahulu.
Keragaman  yang  muncul  setelah  subkultur  II  diduga  sel-sel  meristematik  yang rusak telah kembali pulih dan gen-gen mutan mulai terekspresi.
Micke  dan  Donini  1993  dalam  Ratnasari  2007  melaporkan  bahwa seleksi individu tanaman yang berkembangbiak secara vegetatif biasanya dimulai
pada generasi kedua M2. Hal ini disebabkan pada generasi tersebut telah dapat diamati perubahan secara morfologi klon  yang stabil dan seragam. Tanaman M1
mengalami  kerusakan  fisiologis  sehingga  perkembangan  morfologinya  akan menimbulkan  keabnormalan  dan  perubahan  yang  terjadi  belum  stabil  dan  ada
kemungkinan berubah kembali seperti asalnya. Keragaman yang terbentuk setelah subkultur II kemungkinan belum stabil.
Diperlukan  subkultur  untuk  meningkatkan  ekspresi  gen  mutan  dan  memisahkan kimera  yang  terbentuk.  Sampai  beberapa  generasi  tertentu,  semakin  sering
dilakukan  subkultur,  keragaman  yang  diharapkan  semakin  banyak.  Mutan  yang potensial  untuk  diteliti  lebih  lanjut  adalah  mutan  daun  variegata,  daun  keriting,
daun  menyempit,  daun  yang  lebih  lebar,  daun  berbentuk  bulat,  daun  berbentuk lonjong,  daun  yang  menebal,  daun  dengan  semburat  kuning,  dan  daun  yang
membelah tidak sempurna.
Tabel 14. Jumlah Tanaman Mutan untuk Masing-masing Karakter yang
Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari
60
Co pada 16 MSR
Diperoleh  32  individu  mutan  yang  terbentuk  setelah  subkultur  II.  Semua mutan diperoleh dari dosis 10 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro
yang  diamati  pada  dosis  radiasi  10  Gy  hingga  16  MSR  berjumlah  70  tunas.
Fenotipe mutan Jumlah tanaman mutan
Daun berbentuk lonjong 2
Daun menyempit 3
Daun yang lebih lebar 2
Daun yang membelah tidak sempurna 2
Daun yang berubah warna 6
Daun yang menebal 4
Daun keriting 4
Daun tidak beraturan 5
Tunas yang tumbuh lebih cepat 2
Tangkai daun pipih 2
Jumlah
32
Persentase  mutan  yang  terbentuk  adalah  45.7.  Frekuensi  mutan  untuk  masing- masing  karakter  fenotipe  disajikan  pada  Tabel  14.  Frekuensi  mutan  tertinggi
adalah mutan daun yang berubah warna.
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co terhadap Stomata Anthurium
Wave of Love In Vitro
Stomata  merupakan  pori-pori  pada  epidermis  yang  dibatasi  oleh  sel penjaga.  Stomata  terdapat  pada  epidermis  atas  dan  epidermis  bawah.  Pada
umumnya  jumlah  stomata  pada  epidermis  bawah  lebih  banyak  daripada  jumlah stomata  pada  epidermis  atas.  Stomata  berfungsi  sebagai  pintu  masuknya  CO
2
ke jaringan  daun    untuk    fotosintesis    dan  mengeluarkan  air  yang  digunakan  untuk
transpirasi Lakitan, 1993. Dosis  radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  nyata  terhadap  jumlah  stomata
Anthurium Wave of Love in vitro Tabel 15.
Tabel 15. Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro
pada  Perlakuan  Dosis  Radiasi  Sinar  Gamma  dari
60
Co  pada 16 MSR
Dosis radiasi Gy Jumlah stomata  mm
2
Ukuran stomata µm 52.9 ± 28.46
13.0 ± 3.0 10
50.0 ± 25.92 12.4 ± 3.2
20 42.8 ± 22.52
13.8 ± 3.7 30
13.0 ± 4.54 11.7 ± 1.7
40 21.5 ± 13.59
13.4 ± 6.4 50
34.7 ± 31.55 14.3 ± 4.3
Uji F tn
KK 35.0
a
17.14
a
Keterangan :        = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 5 tn   = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5
a
= data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5
12
KK =  koefisien keragaman
Kerapatan stomata tunas tanaman yang diradiasi lebih rendah dibanding kerapatan stomata  tunas  tanaman  kontrol,  namun  tidak  ada  pola  kecenderungan  hubungan
antara  kerapatan  stomata  dengan  peningkatan  dosis  radiasi  sinar  gamma  yang diaplikasikan. Kerapatan stomata tertinggi diperoleh pada tunas tanaman kontrol,
yaitu  52.9  ±  28.46  stomatamm
2
.  Kerapatan  stomata  tunas  tanaman  Anthurium
Wave  of  Love  in  vitro yang  diradiasi  menyebar  mulai  13.0  ±  4.54  stomatamm
2
sampai  50.0  ±  25.92  stomatamm
2
.  Kerapatan  stomata  terendah  diperoleh  pada perlakuan dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata
terhadap  ukuran  stomata  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  Tabel  15.  Ukuran stomata  tertinggi  diperoleh  pada  dosis  radiasi  50  Gy  dan  terendah  pada  dosis
radiasi  30  Gy.  Dosis  radiasi  30  Gy  memiliki  rataan  jumlah  stomata  dan  ukuran stomata terkecil dibanding perlakuan lainnya.
Dosis  radiasi  sinar  gamma  dapat  mempengaruhi  bentuk  stomata. Perubahan  bentuk  stomata  bersifat  individual,  artinya  dosis  radiasi  yang  sama
belum tentu sama pengaruhnya pada stomata. Hal ini disebabkan pengaruh radiasi bersifat  acak random. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Qosim et al. 2007,
pada planlet manggis  yang diradiasi sinar gamma, pengaruh  radiasi bersifat unik terhadap  stomata  mutan  yang  terbentuk.  Qosim  et  al.  2007  juga  melaporkan
bahwa  regeneran  mutan  yang  mempunyai  kerapatan  stomata,  parenkim  palisade dan  jumlah  berkas  pembuluh yang banyak dapat dijadikan kriteria seleksi  tidak
langsung  untuk  efisiensi  fotosintesis pada tanaman manggis in vitro. Bentuk  stomata  normal  disajikan  pada  Gambar  16.  Menurut  Fahn  1982
stomata famili Araceae dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga.
a b
Gambar 16.  Stomata  Daun  Anthurium  Wave  of   Love  In  Vitro pada Perlakuan Kontrol. a Perbesaran 400 kali, b Perbesaran
400 x 3 kali
Penyimpangan  bentuk  stomata  pada  dosis  radiasi  10  Gy  disajikan  pada Gambar  17.  Pada  dosis  radiasi  10  Gy  ditemukan  stomata  yang  berbentuk  bulat
Gambar  17a.  Stomata  yang  berbentuk  bulat  juga  ditemukan  pada  dosis  radiasi 20 Gy Gambar 17b.
a b
Gambar  17. .
Stomata  Daun  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  yang Berbentuk Bulat. a Stomata pada Dosis Radiasi 10 Gy
Perbesaran  400  x  5  kali,  b  Stomata  pada  Dosis Radiasi 20 Gy Perbesaran 400 x 5 kali
Perubahan bentuk stomata juga terjadi pada daun Anthurium Wave of Love in  vitro
dengan  dosis  radiasi  30  Gy  dan  40  Gy.  Pada  dosis  30  Gy  dan  40  Gy terdapat  perubahan  jumlah  sel  tetangga.  Jumlah  sel  tetangga  yang  mengelilingi
stomata hanya 3 sel tetangga Gambar 18.
a b
Gambar  18. .
Stomata  Daun  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  yang Dikelilingi  3   Sel  Tetangga.  a  Pada   Dosis  Radiasi
30 Gy Perbesaran 400 x 5 kali, b Pada Dosis Radiasi 40 Gy Perbesaran 400 x 5 kali
Secara individual stomata tunas Anthurium Wave of Love  yang diradiasi ada  yang  berukuran  lebih  kecil  dan  ada  juga  yang  berukuran  lebih  besar
dibandingkan  kontrol,  namun  secara  rata-rata  dosis  radiasi  sinar  gamma  tidak mempengaruhi ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Rata-rata ukuran
stomata  kontrol  adalah  13.0  ±  3.0  µm  dan  rata-rata  ukuran  stomata  perlakuan menyebar dari 11.7 ± 1.7 µm sampai 14.3 ± 4.3 µm. Pengaruh dosis radiasi sinar
gamma  terhadap  bentuk  dan  ukuran  stomata  bersifat  individual  karena  sinar gamma mengenai gen secara acak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dosis  radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  nyata  terhadap  tinggi  tunas, jumlah  daun,  jumlah  akar,  jumlah  tunas  baru,  dan  kerapatan  stomata  Anthurium
Wave of Love in vitro . Dosis radiasi sinar gamma 10 Gy merangsang pertambahan
tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro
setelah subkultur II. Dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy menghambat pertambahan  tinggi  tunas,  jumlah  daun,  jumlah  akar  dan  jumlah  tunas  baru
Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro .  Jumlah  tunas  Anthurium  Wave    of    Love    in
vitro yang    mati    pada    dosis    radiasi    20    Gy    sampai    50  Gy  setelah  16  MSR
adalah 83.9. LD
50
tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi dengan
sinar gamma dicapai pada dosis 16.70 Gy .
Keragaman  fenotipe  mulai  terlihat  setelah  subkultur  II.  Keragaman fenotipe  yang  paling  tinggi adalah   pada  dosis  radiasi  10 Gy.  Dosis  radiasi
10  Gy  menghasilkan  daun  variegata,  daun  keriting,  daun  menyempit,  daun  yang lebih  lebar,  daun  berbentuk  bulat,  daun  berbentuk  lonjong,  daun  yang  menebal,
daun dengan semburat kuning, dan daun yang membelah tidak sempurna. Mutan- mutan tersebut potensial untuk diteliti lebih lanjut.
Saran
Subkultur  perlu  dilakukan  untuk  memisahkan  kimera  yang  terbentuk  dan untuk  menguji  kestabilan  mutan  yang  terbentuk.  Penelitian  lanjutan  juga  perlu
dilakukan untuk evaluasi fenotipe mutan Anthurium Wave of Love di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, F. 1990. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Hasil dan Keragaman Bunga  Gladiol  Gladiolus  hybridus.  Skripsi.  Institut  Pertanian  Bogor.
Bogor. 25 hal. Batan.1972. Pemuliaan Mutasi. Badan Tenaga Atom Nasional. Bandung. 180 hal.
Brewbaker,  J.  L.  1983.  Genetika  Pertanian.  Terjemahan  dari:  Agricultural
Genetics . Penerjemah : Iman S. Lembaga   Genetika  Modern.  Jakarta.
142 hal. Briggs, G. B. 1987. Indoor Plants. John Wiley and Sons, Inc. USA. 198 p.
Cassells,  A.  C.  2002.  Tissue  culture  for  ornamental  breeding,  p.  139-153.  In
A.  Vainstein.  Ed.  Breeding  for  Ornamentals,  Classical  and Molecular  Approches. Kluwer Academic Pub. Netherland.
Chawla,  H.  S.  2002.  Introduction    to  Plant  Biotechnology,  2
nd
edition.  Science Pub. USA. 532 p.
Claire, M. 2002. Genetika, hal. 315-341. Dalam  N. A. Campbell,  J. B. Reece dan L. G. Mitchell  Eds. Biologi, Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Crowder,  L.  V.  1986.  Genetika  Tumbuhan.  Terjemahan  dari  :  Plant  Genetics. Penerjemah : Lilik K. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal.
Fahn, A. 1982. Anatomi Tumbuhan. Terjemahan dari : Plant Anatony, 3
rd
edition. Penerjemah : Tjimosoma, S. S. Gajah Mada  University Press. Yogyakarta.
478 hal. Faradilla,  F.  M.  2008.  Mutasi  Induksi  Melalui  Sinar  Gamma  pada  Dua  Kultivar
Anthurium  andreanum  A.  andreanum ‘Mini’  dan  A.  andreanum
‘Holland’. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal. Grosch,  D.  S  and  L.  E.  Hopwood.  1979.  Biological  Effect  of  Radiation.  2
nd
ed. Academic Press. New York. 338p.
Handayani,  A.  2007.  Peningkatan  Keragaman  Tanaman  Euphorbia  milli  melalui Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 28 hal.
Handayani, N. 2004. Studi Perlakuan Radiasi Sinar Gamma pada Panili Vanilla planifolia
Andrews  secara  in  vitro.  Skripsi.  Institut  Pertanian  Bogor. Bogor. 45 hal.
Harten, V. A. M. 1988.  Applied Mutation Breeding  for  Vegetatively Propagated Crops.  Elsivier Science. Netherlands. 412 p.
Harten,  V.  A.  M.  1998.  Mutation  Breeding,  Theory  and  Practical  Applications. Cambridge University Press. Cambridge. 353 hal.
Harten,  V.  A.  M.  2001.  Applied  mutation  breeding  for  vegetatively  propagated crops,  p.  170-189.  In  A.  Vainstein.  Ed.  Breeding  for  Ornamentals,
Classical and   Molecular  Approches. Kluwer Academic Pub. Netherland. IAEA.  1976.  Induced  Mutation  in  Cross  Breeding.  International  Atomic  Energy
Agency. Vienna. 321 p. Ichikawa,  S  and  Y.  Ikushima.  1967.  A  development  study  of  diploid  oats  by
means of radiations induced somatic mutation. Rad. Botany 7 : 205-215. Kaniasari,  N.  2005.  Mutasi  Induksi  Melalui  Radiasi  Sinar  Gamma  pada  Planlet
Mawar Rosa hybrida L. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. Krisnaningtyas, T. 2003. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Subkultur Berulang
terhadap  Keragaman  Somaklonal  Tanaman  Dianthus  caryophyllus  L secara  In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal.
Lakitan,  B.  1993.  Dasar-dasar  Fisiologi  Tumbuhan.  Penerbit  Raja  Grafindo Persada. Jakarta. 203 hal.
Macoboy, S. 1976. What Indoor Plant is That?. Lansdowne Press. Sydney. 208 p. Mariska,  I  dan  Seswita.  1994.  Pengaruh  radiasi  terhadap  daya  regenerasi  kalus
dan  kadar  minyak  hasil  regenerasi  tanaman  nilam.  Dalam  F.  Suhadi ed.  Risalah  Pertemuan  Ilmiah  Penelitian  dan  Pengembangan  Aplikasi
Isotop dan Radiasi. Jakarta. Mayasari,  I.  G.  A.  D.  P.  2007.  Pengeruh  Radiasi  Sinar  Gamma  terhadap
Keragaman  Lengkuas  Merah  Alpinia  purpurata.  Skripsi.  Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal.
Melina, R. 2008. Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan  Dua  Spesies  Philodendron  P.  Bipinnatifidum    kultivar
Crocodile Teeth dan P. xanadu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.  Bogor. 40 hal.
Micke, A and Donini, B. 1993. Induced mutation p. 52-62. In M. D Hayward, N. D.  Bosemark,  and  I  Romagasa.  Plant  Breeding  :  Principles  and  Prospect.
Chapman  Hall. London. Nariah, F. 2008.  Pengaruh Mutasi Fisik Melalui Iradiasi Sinar Gamma terhadap
Keragaan Caladium spp. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal. Nybom, N. 1970. Mutation breeding of vegetatively propogated plants. Manual on
mutation breeding. Technical Reports Series 119: 141-147.
Poespodarsono,  S.  1988.  Dasar-dasar  Ilmu  Pemuliaan  Tanaman.  Pusat  Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal.
Prasetyorini.  1991.  Pengaruh  Radiasi  Sinar  Gamma  dan  Jenis  Eksplan  terhadap Keragaman  Somaklonal  pada  Tanaman  Gerbera  Gerbera  jamesonii.
Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 91 hal. Pratiwi,  T.  1995.  Pengaruh  Radiasi  Sinar  Gamma  terhadap  Variasi  Somaklonal
Tanaman  Stevia  Stevia  rebaudiana  Bertoni.  Tesis.  Program  Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hal.
Puchooa,  D.  and  D.  Sookun.  2003.  Induced  Mutation  and  In  Vitro  Culture  of Anthurium  andreanum.
Faculty  of  Agriculture,  University  of  Mauritius, Réduit. Mauritius.
Qosim,  W.  A.,  R.  Purwanto,  G.  A.  Wattimena,  Witjaksono.  2007.  Perubahan anatomi pada daun regeneran manggis akibat radiasi sinar gamma in vitro.
Zuriat 18 1: 20-30. Ratnasari.  2007.  Evaluasi  Keragaan  Fenotipe  Melati  Jasminum  spp.  hasil
Iradiasi Berulang Sinar Gamma. Skripsi.  Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal.
Redaksi  Agromedia.  2008.  Ensiklopedia  Tanaman  Hias.  Astuti  dan  Agung Editor Agromedia Pustaka.  Jakarta. 228 hal.
Rinawati,  D.  Y.  2007.  Induksi  Mutasi  dengan  Radiasi  Sinar  Gamma  dari
60
Co pada  Stevia  Stevia  rebaudiana  Bertoni  M.  secara  In  Vitro.  Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 hal. Sumarni,  N.  2005.  Peningkatan  Keragaman  Genetik  Tanaman  Jati  Tectona
grandis dengan  Iradiasi  Sinar  Gamma  secara  In  Vitro.  Institut  Pertanian
Bogor. Bogor. 52 hal. Wegadara.  2008.  Pengaruh  Iradiasi  Sinar  Gamma  pada  Buah  terhadap  Keragaan
Tanaman  Anthurium  A.  andreanum  .  Skripsi.  Institut  Pertanian  Bogor. Bogor. 38 hal.
Welsh, J. R. 1991. Dasar-dasar Genetika untuk Pemuliaan Tanaman. Terjemahan dari :   The  Principil  Genetics  and  Plant  Breeding.  Penerjemah  :  Johanis
P. M. Penerbit Erlangga. Jakarta. 224 hal. Wijaya,  A.  K.  2006.  Evaluasi  Keragaman  Fenotipe  Tanaman  Seledri  Daun
Kultivar  Amigo  Hasil  Radiasi  dengan  Sinar  Gamma  Cobalt-60.  Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1.  Komposisi Media Murashige dan Skoog 1962 Stok
Bahan Konsentrasi
larutan  stok grl
Pemakaian ml stok l
media Konsentrasi dalam
media mgl A
NH
4
NO
3
82.5 20
1650 B
KNO
3
95 20
1900 C
KH
2
PO
4
H
3
BO
3
KI Na
2
MoO
4
. 2 H
2
O CoCl
2
. 6H
2
O 34
1.24 0.166
0.05 0.005
5 170
6.2 0.83
0.25 0.025
D CaCl. 2H
2
O 88
5 440
E MgSO
4
. 7H
2
O MnSO
4
. 4H
2
O ZnSO
4
. 7H
2
O CuSO
4
. 5H
2
O 74
4.46 1.72
0.005 5
370 22.3
8.6 0.025
F Na
2
EDTA. 2H
2
O FeSO
4
. 7H
2
O 3.73
2.78 10
37.3 27.8
Myo Myo Inositol
10 10
100 Vitamin  Tiamin
Niacin Piridoxin
Glisin 0.01
0.05 0.05
0.2 10
0.1 0.5
0.5 2
- Gula
30
Sumber : Chawla 2002, Introduction  to Plant Biotechnology
INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE
Anthurium plowmanii Croat. DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI
60
Co SECARA IN VITRO
SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anturium  adalah  tanaman  hias  daun  yang  termasuk  keluarga  Araceae. Anthurium plowmanii
Croat lebih dikenal dengan nama umum Anthurium Wave of Love
Anturium  Gelombang  Cinta  karena  bentuk  daunnya  yang  bergelombang. Anthurium Wave of Love
berkerabat dekat dengan sejumlah tanaman hias populer seperti  aglonema,  pilodendron,  keladi  hias,  caladium,  dan  alokasia  Redaksi
Agromedia, 2008. Anturium  menjadi  tanaman  hias  yang  populer  pada  pertengahan  2006
sampai September 2007. Anthurium Wave of Love merupakan jenis anturium yang paling  diminati.  Daya  tarik  utama  dari  anturium  adalah  bentuk  daunnya  yang
indah,  unik,  dan  bervariasi.  Daun  tanaman  ini  umumnya  berwarna  hijau  tua dengan  urat  dan  tulang  daun  besar  dan  menonjol  Redaksi  Agromedia,  2008.
Keragaman  genetik  Anthurium  Wave  of  Love  pada  dasarnya  bisa dihasilkan  dengan  cara  hibridisasi  konvensional,  namun  cara  ini  dinilai  kurang
efisien  karena  untuk  mendapatkan  tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  yang berbunga  diperlukan  waktu  yang  cukup  lama  dan  keberhasilan  persilangan  juga
tidak mudah. Teknik persilangan konvensional menghasilkan keragaman terbatas dan akan bersegregasi pada generasi berikutnya, sehingga diperlukan waktu yang
lebih  lama  untuk  menguji  kestabilan  karakter  yang  diinginkan.  Keragaman genetik diharapkan  akan menghasilkan keragaman fenotipe tanaman  yang sangat
diperlukan  terutama  pada  tanaman  hias.  Alasan  lain  yang  mendorong  perlunya induksi  mutasi  adalah  karena  anturium  termasuk  tanaman  berumah  satu  yang
waktu  masaknya  putik  dan  tepung  sari  tidak  bersamaan.  Pada  umumnya  putik masak  lebih  awal  dibandingkan  tepung  sari.  Diperlukan  cara  yang  lebih  efisien
untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love Briggs, 1987.
Menurut  Harten  2001  mutasi  induksi  merupakan  salah  satu  cara  yang dapat  dilakukan  untuk  menginduksi  keragaman  genetik  suatu  spesies  tanaman.
Mutasi induksi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman dan kultivar baru
dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional.
Cassells  2002  melaporkan  bahwa  mutasi  induksi  dapat  dikombinasikan dengan  kultur    in  vitro  untuk  memperbaiki  karakter  suatu  spesies  dan  memacu
keragaman  genetik  yang  lebih  tinggi.  Radiasi  pada  kultur  in  vitro  memberi peluang  terjadinya  mutasi,  bahkan  dari  mutasi  tersebut  dapat  diperoleh  genotipe
yang tidak ditemukan dalam gene pool yang ada.  Welsh 1991 juga melaporkan bahwa laju mutasi dari sel-sel yang ditumbuhkan pada kultur jaringan lebih tinggi
daripada  tanaman  yang  tumbuh  dari  biji.  Kultur  jaringan  sering  menyebabkan perubahan-perubahan  nukleotida  yang  disebabkan  oleh  kandungan  zat  di  dalam
medium, seperti giberelin, auksin dan garam mineral. Menurut  Harten  1988  perlakuan    mutasi  induksi  secara  fisik,  yaitu
dengan radiasi lebih efektif daripada mutasi induksi secara kimiawi. Keuntungan penggunaan mutagen fisik adalah penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman,
mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasi genetik tinggi. Salah  satu  jenis  mutagen  fisik  yang  banyak  dimanfaatkan  untuk
meningkatkan  keragaman  genetik  tanaman  adalah  sinar  gamma.  Sinar  gamma tidak  mempunyai  massa  dan  muatan  listrik  sehingga  dikelompokkan  ke  dalam
gelombang  elektromagnetik.  Sinar  gamma  tidak  dibelokkan  oleh  medan  listrik yang  ada  di  sekitarnya,  sehingga  daya  tembus  sinar  gamma  lebih  besar
dibandingkan  dengan  daya  tembus  partikel  alpa  atau  beta  Batan,  1972. Penggunaan  sinar  gamma  dinilai  efektif  untuk  meningkatkan  keragaman  genetik
tanaman anturium. Pemanfaatan  sinar  gamma  untuk  meningkatkan  keragaman  genetik
tanaman  Anthurium  Wave  of  Love    belum  pernah  dilaporkan  dalam  publikasi ilmiah,  namun  sinar  gamma  telah  banyak  dimanfaatkan  untuk  induksi  mutasi
beberapa  tanaman  hias  komersial.  Pada  tanaman  hias  famili  Araceae,  mutasi induksi  dengan  sinar  gamma  sudah  dilakukan  terhadap  tanaman  Caladium  spp.
Nariah,  2008,    Philodendron    bipinnatifidum    dan  Philodendron  xanadu Melina, 2008, dan Anthurium andreanum Faradilla, 2008; Wegadara, 2008.
Tujuan
1. Mendapatkan  taraf  dosis  radiasi  sinar  gamma  dari
60
Co  yang  tepat  untuk menginduksi  keragaman  genetik  tanaman  Anthurium  Wave  of  Love
Anthurium  plowmanii Croat.
2. Mendapatkan LD
50
tanaman Anthurium  Wave of Love   Anthurium plowmanii Croat yang dikulturkan secara in vitro
3.
Menghasilkan mutan Anthurium Wave of Love  Anthurium plowmanii Croat.
yang potensial untuk diteliti lebih lanjut
Hipotesis
1. Terdapat  taraf  dosis  radiasi  sinar  gamma  dari
60
Co  yang  tepat  untuk meningkatkan  keragaman  genetik  tanaman  Anthurium  Wave  of  Love
Anthurium  plowmanii Croat..
2.
Terdapat minimal satu mutan Anthurium Wave of Love  Anthurium plowmanii Croat.    yang  memiliki  fenotipe  tanaman  in  vitro  yang  berbeda  dari  tanaman
kontrol.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love
Tanaman  Anthurium  Wave  of  Love  termasuk  ke  dalam  famili  Araceae, berbatang  sukulen  dan  termasuk  tanaman  perennial.  Ciri  utama  famili  Araceae
adalah bunganya memikili spadiks tongkol dan seludang Macoboy, 1976. Habitat  asal
tanaman  anturium  tersebar  dari  selatan  dan  utara  Brazil sampai  ke  Peru,  Bolivia  dan  Paraguay.  Tanaman  ini  ditemukan  di  Brazil  di
daerah  Amazon  dan  di  Peru  pada  ketinggian  50  m  -  900  m  di  atas  permukaan laut.  A
nturium  bukan  tanaman  asli  Indonesia,  tetapi  tanaman  ini  cocok  dengan keadaan iklim di daerah tropis.
Taksonomi tanaman Anthurium Wave of Love sebagai berikut : Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Sub divisi
: Angiospermae Kelas
: Liliopsida Ordo
: Araceales Famili
: Araceae Genus
: Anthurium Spesies
: Anthurium plowmanii  Croat. Daun Anthurium Wave of Love dapat tumbuh mencapai panjang 56 cm dan
tepinya bergelombang. Warna daun umumnya didominasi oleh hijau tua. Susunan daun  biasanya  tegak  erect  dan  menyebar.  Umumnya  panjang  petiol  Anthurium
Wave of Love 10 cm - 40 cm, namun ada juga petiol  yang panjangnya mencapai
50 cm. Tanaman Anthurium Wave of Love tidak bercabang  dan tunas-tunas baru muncul  dari  batang.  Batang  Anthurium  Wave  of  Love  terdapat  di  dalam  tanah.
Bagian  yang  menjulur  ke  atas  merupakan  tangkai  daun,  bukan  bagian  dari batang
1
. Anthurium
Wave  of  Love  mempunyai  spatha  dan  spadiks.  Ada  beberapa pendapat  yang mengatakan bahwa  spatha merupakan bunga palsu karena  spatha
adalah modifikasi dari daun yang berfungsi untuk melindungi spadiks
1
.
1.
http:www.anthurium.com , diakses tanggal 13 Januari 2009
Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma
Brewbaker  1983  melaporkan  bahwa  sinar  gamma  dapat  diperoleh  dari isotop  radioaktif  yang  diproduksi  dalam  reaktor  nuklir.  Radiasi  sinar  gamma
menyebabkan  proses  ionisasi,  yaitu  menghasilkan  ion-ion  positif  dan  negatif. Ionisasi  terjadi  saat  elektron  berinteraksi  dengan  atom  materi  yang  dilewatinya.
Setiap  proses  ionisasi  menyebabkan  pemindahan  sebuah  elektron  dari  satu  atom ke  atom  lainnya.  Proses  ini  membutuhkan  energi  lokal  yang  cukup  besar.
Sepasang atom yang mengalami ionisasi tersebut berada pada keadaan tidak stabil dan sangat reaktif.
Crowder 1986 melaporkan bahwa radiasi sinar gamma menembus bagian tertentu dari gen, dan menyebabkan perubahan susunan basa nitrogen pada DNA.
Frekuensi  mutasi  berbanding  lurus  linear  dengan  dosis  radiasi  sinar  gamma. Menurut  Welsh  1991  radiasi  bisa  mengakibatkan  efek  langsung  ataupun  tidak
langsung  terhadap  DNA.  Efek  langsung  yang  segera  terjadi  dari  proses  ionisasi adalah  pemotongan  DNA.  Interaksi  radiasi  dengan  DNA  dapat  menyebabkan
terjadinya  perubahan  struktur  gula  atau  basa  nukleotida  dan  putusnya  ikatan hidrogen  antar  basa  nukleotida.  Kerusakan  lain  yang  mungkin  terjadi  adalah
putusnya  salah  satu  untai  DNA  yang  disebut  single  strand  break  atau  putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand break. Kerusakan dapat terjadi pada
tingkat DNA, kromosom dan pada tingkat sel. Akibat tidak langsung yaitu radiasi sinar  gamma  menimbulkan  perubahan  zat  kimia  tertentu  di  sekitar  gen  yang
menghasilkan perubahan susunan nukleotida. Gen  dapat  dianggap  sebagai  suatu  target  atau  sasaran  di  dalam  proses
mutasi. Menurut Brewbaker 1983 mutasi genetik yang terjadi pada sebuah target hanya bergantung pada jumlah ionisasi dan tidak bergantung pada lamanya waktu
ionisasi.  Perubahan  yang  terjadi  untuk  menghasilkan  mutasi  genetik  bisa  terjadi pada  tingkat  gen  atau  tingkat  kromosom.  Menurut  Claire  2002  perubahan
nukleotida tunggal di dalam rantai cetakan DNA mengakibatkan produksi protein yang abnormal. Gen menentukan fenotipe melalui enzim yang mengkatalis reaksi
kimia yang spesifik di dalam sel. Secara  alamiah  sel  mempunyai  kemampuan  untuk  melakukan  proses
perbaikan  terhadap  kerusakan  yang  timbul  dengan  menggunakan  beberapa  jenis
enzim  yang spesifik.  Proses perbaikan dapat berlangsung tanpa terjadi kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan
struktur  pada  sel.  Pada  kondisi  tertentu,  proses  perbaikan  tidak  berjalan  dengan sempurna  sehingga  walaupun  kerusakan  dapat  diperbaiki,  tetapi  tidak  seperti
DNA aslinya. Tingkat kerusakan sel yang sangat parah mengakibatkan perbaikan tidak berlangsung dengan baik, bahkan bisa mengakibatkan kematian sel
2
.
Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias
Mutasi  adalah  proses  suatu  gen  yang  mengalami  perubahan  struktur untaian basa nukleotida. Mutasi diartikan juga sebagai perubahan permanen pada
DNA  dan  akan  merubah  rantai  asam  amino  yang  terbentuk.  Perubahan  untaian DNA  akan  menyebabkan  fenotipe  tanaman  juga  berubah.  Radiasi  adalah  istilah
yang  digunakan  untuk  berbagai  bentuk  pancaran  energi  seperti  pancaran  cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan sinar ultra violet Welsh, 1991.
Mutasi  induksi  dengan  radiasi  sinar  gamma  sudah  cukup  luas  digunakan. Sinar gamma tidak memiliki massa dan muatan, sehingga bisa menembus jaringan
dalam  sel.  Pengaruh  radiasi  sinar  gamma  dapat  menyebabkan  perubahan  genetik di dalam sel  somatik  mutasi  somatik dan sel gamet,  perubahan tersebut dapat
diturunkan  dan  dapat  menyebabkan  terjadinya perubahan  fenotipe.  Perubahan dapat    terjadi    secara    lokal    pada    tingkat    sel    atau  kelompok    sel    sehingga
individu  dapat menjadi  kimera Welsh, 1991. Mutasi  telah  diamati  oleh  beberapa  peneliti  dari  berbagai  negara  sejak
beberapa  abad  yang  lalu.  Dari  Jepang  dilaporkan  bahwa  pada  akhir  abad  ke-17, seorang warga Edo sekarang Tokyo mempunyai tanaman hias ”morning glory”
yang  bunganya  menyimpang  dari  tanaman-tanaman  lainnya.  Beberapa  peneliti sudah  menduga  bahwa  terjadi  mutasi  genetik  secara  spontan  yang  menyebabkan
perubahan  warna  pada  bunga  tanaman  tersebut,  namun  mereka  belum  punya alasan  yang  kuat  untuk  menjelaskan  fenomena  yang  terjadi  pada  waktu  itu
Harten, 2001. Harten  2001  juga  melaporkan  bahwa  sebenarnya  konsep  mutasi  sudah
lama diketahui. Charles Darwin, dalam bukunya tahun 1868 yang berjudul ”The Variation of Animals  and Plants under Domestication
” telah menemukan adanya
2.
http:www.infonuklir.com, Interaksi dengan materi bologis. diakses tanggal 9 Februari 2009.
variasi  pada  daun  dan  bunga,  namun  beliau  belum  bisa  mengemukakan  alasan pada  saat  itu.  Fenomena  mutasi  spontan  mutasi  alami  inilah  yang  mendorong
para peneliti untuk melakukan mutasi buatan. Mutasi  buatan  dengan  sinar-X  baru  berhasil  dilakukan  pada  tahun  1928
untuk  tanaman  tembakau  dan  pada  tahun  1930an  mutan  komersial  tembakau mulai  dilepas.  Pada  tanaman  hias,  mutasi  buatan  secara  komersial  pertama  kali
dilakukan oleh De Mol van Oud dari Belanda pada tahun 1949 pada tanaman tulip Tulipa  sp,  warna  bunga  tulip  menjadi  menyimpang  dengan  aslinya.  Mutasi  ini
sudah  dilakukan  mulai tahun  1936  dengan  radiasi  sinar-X pada bulb, namun 13  tahun  kemudian  baru  bisa  menghasilkan  kultivar  baru.  Mutasi  warna  bunga
pada tulip kultivar Estella pada 1954 juga dilakukan oleh De Mol van Oud. Pada tahun 1962 peneliti dari Amerika melakukan radiasi sinar gamma pada  Dianthus
caryophyllus dengan  menggunakan  akar  sebagai  bahan  yang  diradiasi  Harten,
1988. Pemuliaan  mutasi  pada  tanaman  hias  sudah  sangat  berkembang.
Pengembangan ini diarahkan untuk sifat-sifat seperti warna bunga, vase life untuk tanaman  hias  pot  dan  bunga  potong,  dan  keragaman  corak  daun  untuk  tanaman
hias  daun.  Selama  30  tahun  terakhir,  perkembangan  mutan  komersial  untuk tanaman  hias  sudah  banyak  dilaporkan.  Informasi  dari  IAEA  International
Atomic  Energy  Agency tahun  1998  menyatakan  bahwa  ada  500  kultivar  mutan
dari 30 jenis tanaman hias yang sudah didaftarkan.
Induksi Mutasi pada Famili Araceae
Nariah  2008  melakukan  percobaan  radiasi  sinar  gamma  secara  in  vivo pada  4  kultivar  Caladium  spp.  Dari  penelitian  tersebut  dilaporkan  bahwa  nilai
LD
50
pada Caladium kultivar Candidum yaitu 61.80 Gy, Caladium kultivar Sweet Heart
83.85 Gy, Caladium kultivar Pink Beauty  113.93 Gy dan 50.68 Gy pada Caladium  kultivar  Miss  Mufet.  Mutan  albino  dan  mutan  kerdil  dihasilkan  dari
Caladium kultivar Sweet Heart. Mutan kerdil dan daun berbentuk  seperti corong dihasilkan dari Caladium kultivar Pink Beauty.
Melina  2008  melakukan  induksi  mutasi  dengan  sinar  gamma  pada  dua spesies  pilodendron  secara  in  vivo,  yaitu  Philodendron  bipinnatifidum  kultivar
Crocodile  Teeth dan  Philodendron  xanadu.  Radiasi  sinar  gamma  menurunkan
persentase  tanaman  Pilodendron  yang  hidup,  menghambat  pertumbuhan  tinggi tanaman,  menurunkan  jumlah  daun  dan  ukuran  daun.  Pada  P.  bipinnatifidum
kultivar    Crocodile  Teeth,  dosis  10  Gy  mampu  menginduksi  pertambahan  tinggi tanaman,  ukuran  daun  dan  jumlah  daun.    Semakin  tinggi  dosis  yang  diberikan,
semakin mengubah warna dan bentuk daun dari  kedua  spesies Pilodendron  yang diuji.
Faradilla  2008  melakukan  radiasi  sinar  gamma  pada  dua  kultivar anturium  bunga,  yaitu  Anthurium  andreanum  kultivar  Mini  dan  Anthurium
andreanum kultivar Holland. Radiasi dilakukan pada bibit tanaman anturium yang
berumur  2  bulan.  Nilai  LD
50
pada  bibit  A.  andreanum  kultivar  Mini  sebesar 134.47  Gy  dan  A.  andreanum  kultivar    Holland  sebesar  62.17  Gy.  Pada  dosis
radiasi  0  Gy  -  90  Gy,  radiasi  sinar  gamma  cenderung  menurunkan  persentase tanaman  hidup,  menghambat  pertumbuhan  tinggi  tanaman  dan  panjang  tangkai
daun, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Radiasi pada biji A. andreanum meningkatkan keragaman bentuk,  ukuran
dan    jumlah    daun  tanaman  anturium.  Nilai  LD
50
benih  A.  andreanum  adalah 22.37 Gy. Pada taraf dosis 0 Gy  - 200 Gy, Wegadara 2008 melaporkan bahwa
semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman A. andreanum.
Radiasi sinar gamma secara in vitro pada A. andreanum pernah dilakukan oleh  Puchooa    dan  Sookun  2003.  Radiasi    dilakukan    pada  taraf  0  Gy  -15  Gy
pada  kalus  A.  andreanum  in  vitro  yang  telah  dikulturkan  selama  4  minggu  pada media  Nitcsh  dan  MS
yang  dimodifikasi.  Perlakuan  dosis  radiasi  5  Gy memberikan  respon  terbaik  dalam  hal  pembentukan  dan  regenerasi  kalus.  Pada
taraf  dosis  radiasi  10  Gy  terjadi  nekrotik  pada  jaringan,  dan    pada  dosis  15  Gy bersifat letal terhadap jaringan A. andreanum.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  dilaksanakan  mulai  bulan  Januari  2009  sampai  dengan  bulan Agustus  2009  di  Laboratorium  Bioteknologi  Tanaman,  Departemen  Agronomi
dan  Hortikultura,  Fakultas  Pertanian,  Institut  Pertanian  Bogor.  Perlakuan  radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi PATIR,
Badan  Tenaga  Atom  Nasional  BATAN,  Pasar  Jumat,  Jakarta  Selatan. Pengamatan  stomata  dilakukan  di  Laboratorium  Biologi  Tumbuhan,  Pusat  Studi
Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan  tanaman  yang  digunakan  adalah  tunas  steril  tanaman  Anthurium Wave  of  Love
yang  berumur  14  minggu  yang  dikulturkan  secara  in  vitro  pada media padat dengan pH 5.9.
Bahan tanaman yang digunakan sebelumnya berasal dari  planlet  steril  Anthurium  Wave  of  Love.  Pada  setiap  botol  kultur  terdapat
banyak tunas dan di bagian pangkal tunas terbentuk bonggol. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan bonggol tunas dengan ukuran diameter 1 - 2 cm.
Media  in  vitro  dibedakan  menjadi  dua,  yaitu  media  untuk  perbanyakan tunas  sebelum  radiasi  dan  media  untuk  subkultur.  Komposisi  media  yang
digunakan  untuk  perbanyakan  in  vitro  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  sebelum radiasi adalah MS
+ 1 mgl BAP + 0.1 mgl IBA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Komposisi  media  yang  digunakan  untuk  subkultur  setelah  perlakuan  radiasi
adalah    MS +  2  mgl  BAP  +  0.5  mgl  NAA  +  30  gl  gula  +  5  gl  agar,  pH  5.9.
Komposisi  media  dasar  Murashige  dan  Skoog  MS  disajikan  pada  Lampiran  1. Bahan  lain  yang  digunakan  adalah  aquadest,  plastik,  plastik  wrap,  karet,  tissue,
alkohol  70,  clorox,  dan  spiritus.  Bahan  untuk  pengamatan  stomata  meliputi kuteks bening dan selotip.
Peralatan  yang  digunakan  untuk  pembuatan  dan  sterilisasi  media  adalah botol kultur volume 300 ml, labu takar volume 1 liter, pipet volumetrik, pengaduk
kaca,  pH  meter,  timbangan  analitik,  magnetic  stirrer,  dan  autoclave.  Peralatan yang digunakan saat penanaman atau subkultur meliputi laminar air flow cabinet,
cawan  petri,  pinset,  gunting,  scalpel,  dan  lampu  bunsen.  Radiasi  sinar  gamma dengan
60
Co  dilakukan  di  dalam  radiator  gamma  chamber  4000A.  Objek  gelas dan mikroskop digunakan untuk pengamatan stomata.
Metode Penelitian
Penelitian  disusun  menggunakan  Rancangan  Kelompok  Lengkap  Teracak RKLT  dengan  satu  faktor.  Faktor  yang  digunakan  adalah  dosis  radiasi  sinar
gamma  yang  terdiri  dari  6  taraf,  yaitu:  0 Gy D0, 10 Gy D1, 20 Gy D2, 30 Gy D3, 40 Gy D4, dan 50 Gy D5, masing-masing taraf perlakuan diulang
tiga kali  sehingga  ada  18 satuan percobaan.  Setiap  satuan  percobaan  terdiri dari  10  tunas  sebagai  unit  terkecil  yang  diamati.  Jumlah  seluruh  tunas  dalam
percobaan ini adalah 180 tunas. Model linear yang digunakan  adalah :
Y
ij
= µ + α
i
+ β
j
+ ε
ij
Keterangan : Y
ij
= nilai perlakuan dosis radiasi ke-i dan kelompok ke-j µ
= nilai rataan umum pengamatan α
i
= pengaruh perlakuan dosis sinar gamma ke-i i= 0 Gy, 10 Gy, ....50 Gy β
j
= pengaruh kelompok ke-j j = 1, 2, dan 3 ε
ij
= galat percobaan Data  pengamatan  dianalisis  dengan  sidik  ragam  pada  taraf  nyata  5  .
Pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft office excel 2007 dan software
SAS 6.12.
Pelaksanaan Penelitian
1. Sterilisasi peralatan
Botol kultur, cawan petri, pinset, gunting, dan scalpel dicuci bersih, kemudian disterilkan  di  dalam  autoclave  pada suhu 121
C dan tekanan 17.5 psi selama 60  menit.  Alat  tanam  dan  cawan  petri  yang  sudah  disterilkan  dimasukkan  ke
dalam oven pada suhu 100 C.
2. Pembuatan media
Komposisi  media  yang  digunakan  untuk  perbanyakan  tunas  sebelum  radiasi adalah MS
+ 1 mgl BAP + 0.1 mgl IBA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Media dibuat  dengan  menggunakan  larutan  stok  yang  telah  disiapkan.  Komposisi
masing-masing  larutan  stok  untuk  membuat  media  dasar  Murashige  dan  Skoog disajikan pada Lampiran 1. Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya sudah
dipekatkan  sehingga  untuk  pembuatan  media  hanya  diperlukan  dalam  volume yang  kecil.  Semua  larutan  stok  yang  diperlukan  dipipet,  kemudian  ditambahkan
zat  pengatur  tumbuh  dan  gula,  setelah  itu  dilarutkan  dengan  aquadest.  Larutan dimasukkan  ke  dalam  labu  takar  dan  ditambahkan  air  steril  hingga  mencapai
volume 1 liter. Derajat keasaman larutan diukur dengan menggunakan pH meter. Larutan  dibuat  menjadi  pH  5.9.  Apabila  pH  lebih  tinggi  dari  yang  diharapkan,
maka diturunkan dengan penambahan larutan HCl 1 N dan sebaliknya apabila pH lebih rendah dinaikkan dengan penambahan NaOH atau KOH 1 N. Agar sebanyak
5 gl ditambahkan ke dalam media sebagai bahan pemadat. Media dimasak sampai mendidih,  selanjutnya  media  dimasukkan  ke  dalam  botol  kultur  dengan  volume
25 mlbotol dan ditutup dengan plastik. Media  selanjutnya disterilkan  di  dalam autoclave
pada  suhu  121 C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit.
3. Perbanyakan tunas
Tunas  yang diradiasi berasal dari kultur in vitro tanaman Anthurium Wave of Love.
Subkultur  dilakukan  dengan  memisah-misahkan  bonggol  tunas  dengan diameter  1  -  2  cm.  Subkultur  dilakukan  di  dalam  laminar  air  flow  cabinet  yang
telah    disemprot    dengan    alkohol    70    dan    disinari    dengan  sinar  UV  selama satu  jam.  Semua  alat  yang  digunakan  disterilkan  dengan  cara  disemprot  dengan
alkohol  sebelum  dimasukkan  ke  dalam  laminar.  Pisau,  pinset  dan  gunting  yang diperlukan dalam proses penanaman eksplan harus dicelupkan terlebih dahulu ke
dalam alkohol 70 dan dibakar. Perbanyakan tunas Anthurium Wave of Love dilakukan selama 14 minggu
pada media MS + 1 mgl BAP + 0.1 mgl IBA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9.
Perbanyakan tunas bertujuan agar tersedia tunas yang cukup untuk perlakuan dan agar  tunas  yang  diperoleh  memiliki  kandungan  zat  pengatur  tumbuh  endogen
homogen  sehingga  kondisi  tanaman  sebelum  diberi  perlakuan  diasumsikan seragam.
4. Radiasi sinar gamma
Unsur Cobalt isotop 60
60
Co digunakan sebagai sumber radiasi sinar gamma. Botol kultur dimasukkan ke dalam radiator gamma chamber 4000A. Dosis radiasi
sinar gamma yang diberikan disesuaikan dengan taraf perlakuan. 5.
Penanaman eksplan setelah radiasi Tunas yang telah diradiasi ditanam kembali selama tiga hari setelah perlakuan
karena media  yang terkena radiasi bersifat toksik bagi tanaman. Penanaman hari pertama  merupakan  ulangan  I,  hari  kedua  adalah  ulangan  II,  dan  hari  ketiga
merupakan ulangan III. Tunas yang ditanam merupakan tunas tunggal, pada setiap botol ditanam dua tunas. Komposisi media yang digunakan setelah radiasi adalah
MS + 2 mgl BAP + 0.5 mgl NAA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9.
6. Subkultur I dan II
Subkultur  dibedakan  menjadi  2  bagian,  yaitu  subkultur  I  dan  subkultur  II. Subkultur II dilakukan 8 minggu setelah subkultur I. Subkultur dilakukan dengan
cara  memisahkan  tunas  yang  terbentuk  menjadi  tunas  tunggal  dan  ditanam  pada media  MS
+  2  mgl  BAP  +  0.5  mgl  NAA  +  30  gl  gula  +  5  gl  agar,  pH  5.9. Subkultur  bertujuan  untuk  memisahkan  kimera  yang  terbentuk  pada  tunas  yang
diradiasi  dan  untuk  mengamati  kestabilan  mutan  yang  terbentuk.  Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet.
7. Pengamatan Stomata
Pengamatan  stomata  dilakukan  di  akhir  pengamatan,  yaitu  pada  16  minggu setelah  radiasi  MSR.  Stomata  diamati  dengan  menggunakan  mikroskop  cahaya
dengan  perbesaran  400  kali.  Luas    bidang  pandang  mikroskop  pada  perbesaran 400  kali  adalah  0.28  mm
2
.  Penghitungan  jumlah  stomata  dilakukan  pada  satu bidang pandang di dalam satu preparat. Rata-rata jumlah stomata setiap perlakuan
merupakan hasil rata-rata jumlah stomatabidang pandang dari 9 daun, kemudian hasilnya  dikonversi  menjadi  jumlah  stomatamm
2
.  Ukuran  stomata  diukur berdasarkan  panjang  stomata.  Setiap  preparat  daun  Anthurium  Wave  of  Love
diukur  tiga  stomata.  Ukuran  stomata  setiap  perlakuan  merupakan  hasil  rata-rata dari 27 stomata yang dipilih secara acak.
8. Kondisi Ruang Kultur untuk Inkubasi
Kultur  in  vitro  Anthurium  Wave  of  Love  diinkubasi  di  ruang  kultur.  Botol kultur disusun pada rak bertingkat dengan intensitas cahaya 1000-2000 lux selama
24 jam sehari. Suhu ruangan kultur untuk inkubasi adalah 23 C.
Pengamatan
Peubah yang diamati setiap minggu selama 16 minggu  meliputi : Tinggi tunas, diukur mulai dari pangkal batang sampai daun yang paling atas
Jumlah daun, diamati daun yang telah membuka Jumlah akar, diamati akar yang berukuran ≥ 0.5 cm
Saat munculnya tunas baru Jumlah tunas baru, diamati tunas yang tingginya ≥ 0.5 cm
Warna daun Bentuk daun
Peubah yang diamati saat minggu ke 16 adalah: LD
50,
dihitung berdasarkan jumlah eksplan yang hidup setelah diberi perlakuan Bentuk, ukuran, dan jumlah stomata, diamati secara mikroskopik dengan
perbesaran 400 kali Persentase mutan
Persentase mutan =       jumlah tanaman mutan pada dosis A      x  100 jumlah tanaman yang diradiasi
Pengamatan tunas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : Jumlah tunas awal
Tunas awal adalah jumlah tunas  yang ditanam pada awal subkultur  I dan awal subkultur II. Jumlah tunas setiap satuan percobaan pada awal subkultur 1
adalah  sama,  yaitu  10  tunas.  Jumlah  tunas  pada  awal  subkultur  II  tidak  sama untuk  setiap  satuan  percobaan  karena  ditentukan  oleh  hasil  perbanyakan
subkultur  I.  Semua  tunas  hasil  pemeliharaan  subkultur  I  setelah  8  MSR dipindahkan ke media baru  dan diamati pada pemeliharaan setelah subkultur II
sampai 16 MSR. Tunas terkontaminasi
Kontaminasi  tunas  disebabkan  oleh  cendawan  dan  bakteri.  Ada  dua kemungkinan terhadap tunas yang terkontaminasi. Pertama, kontaminasi tunas
yang masih bisa diselamatkan atau disterilkan,  artinya kontaminan  yang tidak mengenai  seluruh  bonggol  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro.  Pada  tunas
tersebut  dilakukan  sterilisasi  dengan  menggunakan  clorox  5  dan  diinkubasi kembali  di  ruang  kultur.  Kedua,  tunas  yang  tidak  bisa  diselamatkan  atau
disterilkan karena kontaminan sudah menutupi eksplan tunas Anthurium Wave of  Love  in  vitro
.  Tunas  yang  tidak  bisa  disterilkan  dinyatakan  sebagai  data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.
Terhadap tunas terkontaminasi yang dilakukan sterilisasi juga terdapat dua kemungkinan. Pertama, tunas menjadi steril kembali dan kemungkinan lainnya
adalah  tunas  menjadi  mati  karena  tidak  tahan  terhadap  bahan  sterilan.  Tunas yang mati karena bahan  sterilan dicirikan dengan warna bonggol  atau tangkai
daun  tunas  menjadi  putih.  Tunas  yang  mati  karena  bahan  sterilan  dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.
Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma Tunas yang dinyatakan mati karena pengaruh radiasi sinar gamma adalah
tunas  yang  daunnya  sudah  berwarna  coklat  dan  mengering.  Tunas  yang  mati karena  pengaruh  radiasi  sinar  gamma  tetap  diamati  sampai  minggu  terakhir
pengamatan  16  MSR,  nilai  tinggi  tunas,  jumlah  daun  dan  jumlah  akar dianggap nol.
Data hilang Data  tunas  yang  dinyatakan  sebagai  data  hilang  adalah  data  tunas  yang
terkontaminasi dengan kontaminan yang menutupi seluruh bonggol dan  tunas yang  mati  karena  tidak  tahan  terhadap  bahan  sterilan.  Tunas-tunas  tersebut
tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.
Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR Tunas  yang  diamati  setiap  minggu  sampai  16  MSR  adalah  tunas  yang
masih hidup dan tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi tetap diamati sebagai tanaman contoh, nilai
pengamatannya dinyatakan nol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Pemeliharaan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah radiasi dibagi ke  dalam  2  bagian,  yaitu  pemeliharaan  setelah  subkultur  I  dan  pemeliharaan
setelah  subkultur  II.  Subkultur  I  adalah  pemindahan  tunas  pada  media MS +    2  mgl  BAP  +  0.5  mgl  NAA  +  30  gl  gula  +  5  mgl  agar,  pH  5.9  setelah
perlakuan  radiasi  sinar  gamma  dan  diinkubasi  selama  8  minggu  di  ruang  kultur. Setelah  diinkubasi  selama  8  minggu,  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro
dipindahkan ke media baru pada subkultur II. Komposisi media pada subkultur I sama dengan komposisi media pada subkultur II.
Subkultur I
Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap tunas Anthurium Wave of Love in vitro
mulai terlihat setelah subkultur I, saat 2 minggu setelah radiasi MSR. Daun tunas  yang  diradiasi  dengan  dosis  20  Gy,  30  Gy,  40  Gy  dan  50  Gy  mulai
menguning. Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning sampai 8 MSR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
a b
Gambar 1. .
Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR a  Tunas Tanaman  Kontrol, b  Tunas  Tanaman pada Perlakuan  Dosis
Radiasi 20 Gy
Pada  subkultur  I  ada  beberapa  tunas  yang  terkontaminasi.  Kontaminasi yang  terjadi  setelah  subkultur  I  umumnya  disebabkan  oleh  cendawan.  Kultur
rentan  terkena  kontaminasi  sampai  2  minggu  setelah  subkultur.  Pada  minggu-
minggu berikutnya jumlah tunas yang terkontaminasi sudah berkurang. Persentase tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  yang  terkontaminasi  setelah  subkultur  I
disajikan pada Tabel 1. Persentase kontaminasi setelah subkultur  I adalah 16.1 Tabel  1.  Selama  pemeliharaan  setelah  subkulur  I  belum  ada  tunas  yang  mati
karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tabel 1.  Jumlah Tunas  Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati
karena  Bahan  Sterilan,  Jumlah  Tunas  yang  Mati  karena  Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang
Diamati sampai 8 MSR
Dosis Radiasi
Gy Ulangan  Tunas
Awal Tunas yang
Terkontaminasi dan Mati karena
Bahan Sterilan Tunas Mati
karena Pengaruh
Radiasi Tunas yang Diamati
sampai 8 MSR 1
10 2
8 2
10 4
6 3
10 3
7 Jumlah
30 9
21
10 1
10 10
2 10
10 3
10 10
Jumlah
30 30
20 1
10 10
2 10
10 3
10 10
Jumlah 30
30
30 1
10 5
5 2
10 4
6 3
10 4
6 Jumlah
30 13
17
40 1
10 1
9 2
10 10
3 10
1 9
Jumlah 30
2 28
50 1
10 1
9 2
10 2
8 3
10 2
8 Jumlah
30 5
25
Jumlah total
180 29 16.1
0 0 151 83.9
Keterangan :      jumlah tunas yang  terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal
Subkultur II
Pada  saat  subkultur  II,  dilakukan  sterilisasi  terhadap  tunas  untuk menghindari kontaminan-kontaminan  yang tidak  terlihat secara visual. Sterilisasi
dilakukan    terhadap    semua  tunas    yang    berasal  dari  perbanyakan  setelah subkultur  I.  Subkultur  bertujuan  untuk  memisahkan  kimera  yang  terbentuk.
Kimera adalah keadaan suatu jaringan yang terdiri dari sel mutan dan sel normal, sehingga  sel-sel  dalam  satu  individu  tanaman  memiliki  komposisi  genetik  yang
berbeda. Tunas    yang    diperoleh    dari    hasil    perbanyakan    subkultur  I  berjumlah
329  tunas.  Semua  tunas  diamati  dan  dijadikan  sebagai  tunas  contoh  pada pemeliharaan setelah subkultur II Tabel 2.
Tabel 2.  Jumlah Tunas  Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena  Bahan  Sterilan,  Jumlah  Tunas  yang  Mati  karena  Pengaruh
Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR
Dosis Radiasi
Gy Ulangan  Tunas
Awal Tunas yang
Terkontaminasi dan Mati karena
Bahan Sterilan Tunas Mati
karena Pengaruh
Radiasi Tunas yang Diamati
sampai 16 MSR 1
32 12
20 2
28 13
15 3
30 22
8 Jumlah
90 47 52.2
0 0 43 47.8
10 1
31 3
28 2
45 17
28 3
29 15
14 Jumlah
105 35 33.4
0 0 70 66.6
20 1
13 12
13 2
15 10
15 3
15 9
15 Jumlah
43 0 0
31 72.09
43 100
30 1
7 7
2 9
1 8
8 3
9 2
5 7
Jumlah 25
10 40 13 86.67
15 60
40 1
12 11
12 2
11 11
11 3
12 10
12 Jumlah
35 0 0
32 91.43 35 100
50 1
10 10
10 2
12 11
12 3
9 7
9 Jumlah
31 0 0
28 90.32 31 100
Jumlah total 329
92 27.9 104 83.9
237 72.1
Keterangan :      jumlah tunas yang  terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal
Kematian  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  akibat  radiasi  sinar gamma  terjadi  setelah  subkultur  II.  Tunas  yang  mampu  bertahan  hidup  dengan
baik  hanya  pada  tunas  tanaman  kontrol  dan  tunas    tanaman  dengan  dosis  radiasi
10 Gy. Tunas  yang  diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada  yang  mampu  bertahan  hidup,  namun  tidak  terjadi  pertumbuhan,  daun
menguning, dan bonggol berwarna hitam. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in  vitro
yang  mati  karena  pengaruh  radiasi  sinar  gamma  pada  16  MSR  adalah 83.9 Tabel 2. Tunas tanaman yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma
tetap  diamati  dan  dinyatakan  sebagai  tanaman  contoh  sampai  16  MSR.  Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 2a.
Tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  yang  terkontaminasi  setelah subkultur  II  mencapai  27.9.  Kontaminasi  banyak  terjadi  pada  tunas  tanaman
perlakuan  kontrol  dan  tunas  tanaman  pada  perlakuan  dosis  radiasi  10  Gy. Kontaminasi  disebabkan  karena  penanganan  yang  kurang  baik,  diduga
kontaminan masuk ke dalam botol kultur pada saat subkultur. Tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan disajikan pada
Gambar  2b.  Kontaminasi  disebabkan  oleh  cendawan  dan  bakteri.  Kontaminasi cendawan ditandai oleh  adanya hifa seperti  yang disajikan pada Gambar  2c, dan
kontaminasi bakteri ditandai oleh adanya lendir pada media.
a b                                       c
Gambar  2. .
Tunas  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  yang  Mati  setelah Subkultur    II.  a    Tunas    yang    Mati    karena  Radiasi  Sinar
Gamma b Tunas yang Mati karena Bahan  Sterilan c Tunas yang Terkontaminasi
Tunas  yang  terkontaminasi  segera  disterilkan  dengan  menggunakan clorox  5  selama  5  menit  dan  diinkubasi  kembali  di  ruang  kultur.  Tunas  yang
telah disterilkan tetapi masih terdapat kontaminan atau tunas yang berwarna putih karena  tidak  tahan  terhadap  bahan  sterilan  dinyatakan  sebagai  data  hilang  dan
tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro
Subkultur I Pengaruh  dosis  radiasi  sinar  gamma  terhadap  pertumbuhan  tunas
Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Tabel 3
.
Tabel 3.  Rekapitulasi  Hasil  Analisis  Ragam Pengaruh  Dosis Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I
Keterangan :        = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 5 = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 1
tn   = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5
a
= data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5
12
KK =  koefisien keragaman
Peubah MSR
Dosis Radiasi KK
Tinggi Tunas 1
tn 8.49
2 tn
8.49 3
tn 8.64
4 tn
10.53 5
tn 10.12
6 tn
10.01 7
9.99
a
8 9.82
a
Jumlah Daun 1
tn 10.94
a
2 7.09
a
3 tn
8.78 4
13.23
a
5 14.98
a
6 20.24
a
7 18.97
a
8 20.97
a
Jumlah Akar 1
tn 16.02
a
2 tn
13.92
a
3 tn
11.18
a
4 tn
10.59
a
5 tn
8.31
a
6 tn
8.65
a
7 tn
8.27
a
8 tn
6.43
a
Jumlah Tunas 4
12.32
a
5 14.33
a
6 14.12
a
7 8.73
a
8 10.21
a
Dosis  radiasi  sinar  gamma  tidak  berpengaruh  nyata  terhadap  tinggi  tunas Anthurium
Wave  of  Love  in  vitro  pada  1  MSR  sampai  6  MSR.  Analisis  ragam pengaruh  dosis  radiasi  sinar  gamma  terhadap  tinggi  tunas  Anthurium  Wave  of
Love  in  vitro disajikan  pada  Lampiran  2.  Dosis  radiasi  sinar  gamma  mulai
menunjukkan pengaruh  yang  nyata  terhadap   tinggi   tunas  Anthurium  Wave of
Love in vitro  pada 7 MSR dan 8 MSR Tabel 3. Dosis  radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  terhadap  jumlah  daun  Anthurium
Wave of Love in vitro mulai 2 MSR sampai dengan 8 MSR, kecuali  pada 3 MSR
Tabel  3.  Pada  2  MSR  dosis  radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  nyata  terhadap jumlah  daun,  sedangkan  pada  4  MSR  sampai  8  MSR  dosis  radiasi  sinar  gamma
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I
disajikan pada Lampiran 3. Pada 1 MSR belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena belum terjadi pertumbuhan tunas. Tunas tanaman masih mengalami
adaptasi karena pengaruh radiasi dan saat subkultur. Dosis  radiasi  sinar  gamma  tidak  berpengaruh  nyata  terhadap  jumlah  akar
Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro setelah  subkultur  I.  Analisis  ragam  pengaruh
dosis  radiasi  sinar  gamma  terhadap  jumlah  akar  disajikan  pada  Lampiran  4. Jumlah  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  sangat  nyata  dipengaruhi  oleh
dosis radiasi sinar gamma pada 4 MSR sampai 8 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro
disajikan pada Lampiran 5.
Subkultur II
Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro
pada 11 MSR sampai dengan 16 MSR Tabel 4. Analisis ragam tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II
disajikan pada Lampiran 6. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah  daun  Anthurium  Wave  of   Love  in  vitro  setelah   subkultur   II   saat
13  MSR, 14 MSR, 15 MSR dan 16 MSR Tabel 4. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro
setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  sangat  nyata  terhadap  jumlah  akar  Anthurium
Wave of Love in vitro mulai 9 MSR sampai 16 MSR. Analisis ragam jumlah akar
setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 8. Dosis  radiasi  sinar  gamma  berpengaruh  sangat  nyata  terhadap  jumlah
tunas  Anthurium Wave of Love  in  vitro  mulai 10 MSR sampai  dengan 16 MSR. Analisis  ragam  jumlah  tunas  baru  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  setelah
subkultur II disajikan pada Lampiran 9.
Tabel 4.  Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II
Peubah MSR
Dosis Radiasi KK
Tinggi Tunas 9
tn 16.27
10 tn
4.24
a
11 6.95
a
12 4.53
a
13 8.54
a
14 8.27
a
15 8.46
a
16 13.12
a
Jumlah Daun 9
tn 20.52
10 tn
19.15 11
tn 27.49
12 tn
23.85
a
13 17.85
a
14 15.77
a
15 16.61
a
16 16.76
a
Jumlah Akar 9
7.12
a
10 7.59
a
11 5.26
a
12 4.96
a
13 2.14
a
14 3.39
a
15 4.02
a
16 2.71
a
Jumlah Tunas 10
8.67 11
14.45 12
19.46
a
13 17.44
a
14 21.00
a
15 6.66
a
16 11.12
a
Jumlah stomatamm
2
- 35.00
a
Ukuran stomata -
tn 17.41
a
Keterangan :       = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 5 = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 1
tn   = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5
a
= data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5
12
KK = koefisien keragaman
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro
Tinggi  Tunas
a. Subkultur I
Tinggi  tunas  Anthurium  Wave  of  Love  in  vitro  diukur  mulai  dari  pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh
nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 1 MSR sampai dengan 6 MSR setelah subkultur I Tabel 5. Analisis ragam tinggi tunas setelah
subkultur I disajikan pada Lampiran 2.
Tabel  5. .
Tinggi  Tunas  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  pada  Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari
60
Co setelah Subkultur I
Keterangan :       = berpengaruh nyata berdasarkan uji F  pada taraf 5 tn   = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5
a
= data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5
12
KK = koefisien keragaman
Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh  nyata terhadap tinggi tunas pada 7 MSR dan 8 MSR.  Tinggi tunas tanaman yang diradiasi selalu lebih rendah
dari  tinggi  tunas  tanaman  kontrol  Tabel  5.  Pada  akhir  pengamatan  setelah subkultur  I  8  MSR  tinggi  tunas  kontrol  adalah  3.7  ±  0.5  cm,  tinggi  tunas  yang
diradiasi menyebar mulai dari 2.8 ± 0.2 cm sampai 3.2 ± 0.3 cm. Gambar 3 menunjukkan grafik pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave
of  Love in  vitro  hasil  radiasi  sinar  gamma.  Pertambahan  tinggi  tunas  Anthurium
Wave of  Love in  vitro semakin tertekan seiring dengan peningkatan dosis radiasi
sinar  gamma  yang  diaplikasikan.  Pertambahan  tinggi    tunas  Anthurium  Wave  of Love
in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy masih relatif baik. Dosis radiasi
Dosis Radiasi
Gy Minggu Setelah Radiasi Minggu
1 2
3 4
5 6
7 8
....................cm....................
2.9 ± 0.7