± 0.6 ± 0.7 ± 0.6 ± 1.4 ± 1.2 Induksi Keragaman Genetik Tanaman Anthurium Wave Of Love (Anthurium plowmanii Croat.) dengan Radiasi Sinar Gamma Dari 60Co Secara In Vitro

ukurannya. Perkembangan tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, dan 50 Gy relatif lambat dibanding dosis radiasi 10 Gy dan kontrol, ukurannya kecil dan daun yang terbentuk juga relatif kecil Gambar 6. b. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas baru Anthurium wave of Love in vitro selama pemeliharaan setelah subkultur II. Analisis ragam jumlah tunas baru setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9. Tunas mulai terbentuk saat 2 minggu setelah subkultur II 10 MSR. Pertambahan jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro hanya terjadi pada tanaman kontrol dan pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Jumlah tunas yang semakin menurun pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy disebabkan pada dosis tersebut tidak terbentuk tunas baru dan banyak tunas yang mati. Tunas yang terbentuk pada tanaman dengan dosis radiasi 10 Gy lebih banyak dari tunas baru yang terbentuk pada tanaman kontrol Tabel 12. Tabel 12. .. Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Keterangan : = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1 a = data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5 12 KK = koefisien keragaman Pada 16 MSR jumlah tunas tanaman yang diradiasi dengan dosis 10 Gy adalah 3.7 ± 1.2 tunas. Jumlah tunas pada tanaman kontrol adalah 2.5 ± 1.5 tunas. Radiasi sinar gamma pada dosis rendah mampu merangsang Dosis Radiasi Gy Minggu Setelah Radiasi Minggu 10 11 12 13 14 15 16 1.2 ± 0.3 1.3 ± 0.5 1.5 ± 0.6 1.6 ± 0.5 1.9 ± 0.6 2.1 ± 1.0 2.5 ± 1.5 10

1.4 ± 0.6

1.9 ± 0.7

2.2 ± 0.6

2.7 ± 0.7

3.0 ± 0.8

3.4 ± 1.4

3.7 ± 1.2

20 1.0 ± 0.0 0.9 ± 0.4 0.9 ± 0.5 0.4 ± 0.5 0.3 ± 0.5 0.2 ± 0.4 0.3 ± 0.5 30 1.0 ± 0.0 0.9 ± 0.5 0.8 ± 0.5 0.4 ± 0.5 0.4 ± 0.3 0.3 ± 0.2 0.1 ± 0.3 40 1.0 ± 0.0 0.9 ± 0.5 0.8 ± 0.5 0.5 ± 0.4 0.2 ± 0.3 0.1 ± 0.4 0.1 ± 0.4 50 1.0 ± 0.0 0.9 ± 0.5 0.7 ± 0.4 0.4 ± 0.4 0.3 ± 0.3 0.2 ± 0.5 0.1 ± 0.7 Uji F KK 8.67 a 14.45 a 19.46 a 17.44 a 21.00 a 6.66 a 11.12 a pertumbuhan tanaman, karena hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah menyebabkan aktivitas sel lain meningkat. Beberapa peneliti melaporkan tingkat dosis radiasi sinar gamma tertentu mampu meningkatkan jumlah tunas in vitro. Dosis radiasi 5 Gy sampai 10 Gy merangsang pembentukan tunas pada kultur in vitro Gerbera jamesonii Prasetyorini, 1991. Dosis radiasi 15 Gy meningkatkan jumlah tunas pada kultur in vitro Stevia rebaudiana Bertoni Pratiwi, 1995. Mariska dan Seswita 1998 juga melaporkan jumlah tunas paling banyak pada tanaman nilam Pogostemon cablin Benth in vitro berasal dari tunas dengan perlakuan dosis radiasi 5 Gy. Tunas baru tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terbentuk pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Diduga kerusakan sel yang terjadi pada dosis 20 Gy sampai 50 Gy relatif parah sehingga tanaman tidak mampu melakukan perbaikan, akibatnya sebagian besar tunas dosis tersebut mengalami kematian setelah subkultur II. Lethal Dosage 50 LD 50 Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Menurut Welsh dan Mogea 1991 dosis yang diharapkan efektif pada mutasi induksi adalah dosis yang mengakibatkan kematian 50 dari populasi yang mendapat perlakuan atau biasa disebut Lethal Dosage 50 LD 50 . Pada dosis tersebut terjadi keragaman genetik yang sangat baik, di atas LD 50 banyak individu yang mengalami kematian. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mampu bertahan hidup sampai 16 MSR disajikan pada Tabel 13. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, persentase tunas yang hidup semakin berkurang. Kematian tunas mulai terjadi pada 11 MSR dan kematian tunas meningkat sampai 16 MSR. Kematian tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy dan pada perlakuan kontrol. Pertumbuhan tunas mulai terhambat pada dosis radiasi 20 Gy dan semakin lama semakin banyak tunas yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai dengan dosis 50 Gy. Diduga kerusakan sel atau jaringan meningkat akibat dosis radiasi yang semakin tinggi karena energi sinar gamma langsung merusak jaringan tanaman. Energi yang dikeluarkan sinar gamma cukup besar sehingga kemampuan hidup tunas juga semakin rendah. Sinar gamma menyebabkan kerusakan fisiologis pada jaringan. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, semakin banyak kerusakan fisiologis yang terjadi hingga mengakibatkan kematian. Tabel 13. Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Hidup Sampai 16 MSR pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Dosis Radiasi Gy Persentase Tunas yang Hidup 100 10 100 20 27.91 30 13.33 40 8.57 50 9.68 Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tunas Anthurium Wave of Love in vitro mengikuti pola kuadratik dengan persamaan y = 0.05x 2 – 4.57x + 112.5, R 2 = 0.881 Gambar 7, LD 50 Anthurium Wave of Love in vitro dicapai pada dosis radiasi 16.70 Gy. LD 50 = 16.70 Gy Gambar 7. Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Persentase Hidup Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR Faradilla 2008 melaporkan bahwa persentase hidup tanaman Anthurium andreanum kultivar Holland mengikuti pola kuadratik dengan LD 50 62.17 Gy. Handayani 2007 juga melaporkan bahwa respon tanaman Euphorbia milli euphorbia warna merah muda dan merah bata yang hidup setelah diberi perlakuan radiasi sinar gamma mengikuti pola kuadratik. LD 50 pada euphorbia merah muda adalah 54.73 Gy dan untuk euphorbia merah bata sebesar 92.65 Gy. Pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada tunas yang mampu bertahan hidup, namun pertumbuhannya sangat terhambat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. a b c d e f Gambar 8. . Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mampu Bertahan Hidup sampai 16 MSR a Kontrol, b 10 Gy, c 20 Gy, d 30 Gy, e 40 Gy, dan f 50 Gy Menurut Harten 1998 kematian tanaman yang diradiasi disebabkan oleh menurunnya aktivitas mitosis. Kemampuan pembelahan sel yang semakin lambat atau bahkan pembelahan sel sudah berhenti mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dan akhirnya tanaman yang diradiasi berangsur-angsur mati. Menurut Gaul 1977 dalam Mayasari 2007, kematian adalah salah satu kerusakan primer yang dapat dideteksi pada generasi pertama sebagai respon terhadap radiasi sinar gamma. Keragaman Fenotipe Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Perubahan fenotipe umumnya terjadi pada organ atau tunas yang baru terbentuk. Perubahan fenotipe yang dihasilkan dari perlakuan radiasi sinar gamma yang berasal dari 60 Co tidak terjadi pada organ yang sudah berkembang sempurna. Menurut Harten 1988, bahan tanaman yang masih memproduksi akar dan tunas adventif baru lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan organisme atau jaringan yang sudah mengalami diferensiasi. Semakin muda jaringan yang diberi perlakuan, semakin sensitif pula jaringan tersebut terhadap perlakuan radiasi sehingga keragaman yang diharapkan juga semakin besar. Pada tunas yang sudah berkembang sempurna, pengaruh radiasi hanya bisa diamati dari penghambatan pertumbuhan dan perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning hingga mengalami kematian. Pada subkultur I belum banyak perubahan fenotipe yang terjadi. Hingga 8 MSR perubahan yang bisa diamati adalah penghambatan pertumbuhan tinggi, jumlah daun, jumlah tunas baru, dan kematian jaringan. Poespodarsono 1988 menyatakan bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian dan pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif membelah seperti tunas, biji dan jaringan meristem lainnya. Pada 8 MSR diperoleh 2 individu yang memiliki daun variegata dari dosis radiasi 10 Gy. Ukuran daun lebih besar dibandingkan daun lainnya dalam satu individu. Salah satu individu yang menghasilkan daun variegata mengalami kontaminasi setelah subkultur II sehingga tidak bisa dilakukan pengamatan lebih lanjut. Mulai 13 MSR warna hijau dari daun variegata perlahan-lahan menghilang dan daun menjadi berwarna kuning, membesar dan menebal Gambar 9. a b Gambar 9. ... Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy. a Daun Variegata pada 8 MSR, b Perubahan Daun Variegata menjadi Kuning, Membesar dan Menebal pada 13 MSR Setelah subkultur II, banyak keragaman fenotipe in vitro yang terlihat. Keragaman fenotipe hanya terbentuk pada dosis 10 Gy. Pada dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy banyak tunas yang mengalami kematian. Keragaman yang muncul pada umumnya hanya terjadi pada sebagian organ tanaman, yang dikenal dengan istilah kimera. Harten 1998 menyatakan kimera adalah suatu tanaman yang memiliki dua atau lebih komponen genetik yang berbeda pada jaringan somatiknya. Pada kultur in vitro, untuk menyeleksi sifat yang dikehendaki kimera bisa dikendalikan dengan cara subkultur berulang. Daun tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan kontrol berwarna hijau, pangkalnya agak bundar dan meruncing pada bagian ujung Gambar 10a. Perubahan umumnya terjadi pada daun, kimera yang terbentuk pada dosis 10 Gy seperti disajikan pada Gambar 10b. Pada satu eksplan tunas Anthurium Wave of Love in vitro diperoleh tiga bentuk daun, yaitu daun yang berbentuk normal, daun yang berbentuk lonjong dan daun yang berbentuk bulat. Daun yang berbentuk lonjong ditunjukkan pada Gambar 10b tanda panah warna biru dan daun berbentuk bulat ditunjukkan pada gambar 10b tanda panah berwarna kuning. a b Gambar 10. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro a Kontrol, b Kimera yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy. Daun Normal panah merah, Daun Berbentuk Lonjong panah biru, Daun Berbentuk Bulat panah kuning Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh beberapa variasi fenotipe mutan Anthurium Wave of Love in vitro . Variasi mutan yang terbentuk meliputi mutan dengan daun berbentuk lonjong, mutan dengan daun menyempit dan berbentuk jarum, mutan dengan daun yang lebih besar, mutan dengan daun yang membelah tidak sempurna, mutan dengan daun lonjong dan berwarna kuning, mutan dengan daun berwarna kuning dan menebal, mutan dengan bentuk daun yang tidak beraturan. Variasi fenotipe tanaman Anthurium Wave of Love in vitro yang terbentuk disajikan pada Gambar 11. Menurut Nybom 1970 tanaman yang diradiasi kebanyakan memunculkan anomali pada daun. Grosch dan Hopwood 1979 menambahkan bahwa tipe anomali daun meliputi pengkerdilan, penebalan, perubahan bentuk dan struktur, pengkerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun dan perubahan warna daun. a b d e f g h i Gambar 11. Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR. a Daun Berbentuk Lonjong, b Daun Berbentuk Jarum, c Daun yang Membesar, d, e Daun yang Membelah Tidak Sempurna, f Daun Berbentuk Lonjong dan Berwarna Kuning, g Daun Berwarna Kuning dan Menebal, dan h, i Daun Berbentuk Tidak Beraturan c Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Ada beberapa variasi daun yang terbentuk dari hasil radiasi sinar gamma yang berasal dari 60 Co. Perubahan bentuk maupun warna daun umumnya terjadi setelah subkultur II, dan hanya terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Variasi daun mulai terbentuk saat 12 MSR. Salah satu perubahan yang terjadi adalah daun berubah warna menjadi kekuningan sampai kuning. Perubahan warna ada yang terjadi secara utuh pada satu organ daun dan ada yang parsial. Pada umumnya perubahan warna pada daun terjadi secara parsial perubahan warna tidak menyeluruh pada satu helai daun. Variasi daun yang mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR Perubahan juga terjadi pada bentuk daun. Pada dosis 10 Gy diperoleh daun yang keriting tidak beraturan Gambar 13a. Daun berbentuk bulat juga diperoleh pada dosis radiasi 10 Gy Gambar 13b. Selain itu, diperoleh juga daun yang lebih sempit dan menyerupai jarum Gambar 13c. Diperoleh juga berbagai variasi bentuk daun yang berbentuk tidak beraturan Gambar 13d. Variasi bentuk daun lainnya adalah daun yang terbelah pada bagian ujungnya karena pembelahan yang tidak sempurna Gambar 13 e, f. D1 D1 D1 a b c d e f Gambar 13. . Variasi Bentuk Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diperoleh dari Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada16 MSR. a Daun yang Keriting tidak Beraturan, b Daun yang Berbentuk Bulat, c Daun yang Lebih Sempit Dibandingkan Kontrol, d Bentuk Daun yang Tidak Beraturan, e, f Variasi Daun yang Membelah Tidak Sempurna Keragaman juga terbentuk pada ukuran daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh daun yang berukuran lebih besar dari kontrol dan menggulung pada bagian pinggirnya Gambar 14a, b. Diperoleh juga daun yang membesar dan terdapat semburat kuning tipis Gambar 14b. D1 D1 D1 D1 D1 D1 D1 D1 D1 a b c Gambar 14. . Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy yang Berukuran Lebih Besar dari Kontrol. [Daun Membesar dan Menggulung a tampak depan, b tampak belakang], c Daun yang Membesar dan Ada Semburat Kuning Perubahan akibat radiasi sinar gamma juga terlihat pada kecepatan pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy diperoleh tunas yang tumbuh lebih cepat, sehingga ukuran tunas lebih kecil karena ada kompetisi pertumbuhan antartunas yang terbentuk. Perubahan juga terjadi pada tangkai daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh tangkai daun yang berbentuk pipih Gambar 15. a b Gambar 15. Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR. a Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Tumbuh Lebih Cepat dari Kontrol, b Mutan Tangkai Daun yang Berbentuk Pipih Keragaman fenotipe umumnya tebentuk setelah subkultur II. Setelah subkultur I terjadi kerusakan fisiologis yang bisa diamati dengan menguningnya warna daun dan pertumbuhan daun yang terhambat. Sifat mutan belum muncul setelah subkultur I, diduga karena banyaknya sel yang rusak sehingga tanaman mempunyai mekanisme untuk memperbaiki sel yang rusak terlebih dahulu. Keragaman yang muncul setelah subkultur II diduga sel-sel meristematik yang rusak telah kembali pulih dan gen-gen mutan mulai terekspresi. Micke dan Donini 1993 dalam Ratnasari 2007 melaporkan bahwa seleksi individu tanaman yang berkembangbiak secara vegetatif biasanya dimulai pada generasi kedua M2. Hal ini disebabkan pada generasi tersebut telah dapat diamati perubahan secara morfologi klon yang stabil dan seragam. Tanaman M1 mengalami kerusakan fisiologis sehingga perkembangan morfologinya akan menimbulkan keabnormalan dan perubahan yang terjadi belum stabil dan ada kemungkinan berubah kembali seperti asalnya. Keragaman yang terbentuk setelah subkultur II kemungkinan belum stabil. Diperlukan subkultur untuk meningkatkan ekspresi gen mutan dan memisahkan kimera yang terbentuk. Sampai beberapa generasi tertentu, semakin sering dilakukan subkultur, keragaman yang diharapkan semakin banyak. Mutan yang potensial untuk diteliti lebih lanjut adalah mutan daun variegata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang membelah tidak sempurna. Tabel 14. Jumlah Tanaman Mutan untuk Masing-masing Karakter yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari 60 Co pada 16 MSR Diperoleh 32 individu mutan yang terbentuk setelah subkultur II. Semua mutan diperoleh dari dosis 10 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diamati pada dosis radiasi 10 Gy hingga 16 MSR berjumlah 70 tunas. Fenotipe mutan Jumlah tanaman mutan Daun berbentuk lonjong 2 Daun menyempit 3 Daun yang lebih lebar 2 Daun yang membelah tidak sempurna 2 Daun yang berubah warna 6 Daun yang menebal 4 Daun keriting 4 Daun tidak beraturan 5 Tunas yang tumbuh lebih cepat 2 Tangkai daun pipih 2 Jumlah 32 Persentase mutan yang terbentuk adalah 45.7. Frekuensi mutan untuk masing- masing karakter fenotipe disajikan pada Tabel 14. Frekuensi mutan tertinggi adalah mutan daun yang berubah warna. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro Stomata merupakan pori-pori pada epidermis yang dibatasi oleh sel penjaga. Stomata terdapat pada epidermis atas dan epidermis bawah. Pada umumnya jumlah stomata pada epidermis bawah lebih banyak daripada jumlah stomata pada epidermis atas. Stomata berfungsi sebagai pintu masuknya CO 2 ke jaringan daun untuk fotosintesis dan mengeluarkan air yang digunakan untuk transpirasi Lakitan, 1993. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah stomata Anthurium Wave of Love in vitro Tabel 15. Tabel 15. Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co pada 16 MSR Dosis radiasi Gy Jumlah stomata mm 2 Ukuran stomata µm 52.9 ± 28.46 13.0 ± 3.0 10 50.0 ± 25.92 12.4 ± 3.2 20 42.8 ± 22.52 13.8 ± 3.7 30 13.0 ± 4.54 11.7 ± 1.7 40 21.5 ± 13.59 13.4 ± 6.4 50 34.7 ± 31.55 14.3 ± 4.3 Uji F tn KK 35.0 a 17.14 a Keterangan : = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 a = data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5 12 KK = koefisien keragaman Kerapatan stomata tunas tanaman yang diradiasi lebih rendah dibanding kerapatan stomata tunas tanaman kontrol, namun tidak ada pola kecenderungan hubungan antara kerapatan stomata dengan peningkatan dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Kerapatan stomata tertinggi diperoleh pada tunas tanaman kontrol, yaitu 52.9 ± 28.46 stomatamm 2 . Kerapatan stomata tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi menyebar mulai 13.0 ± 4.54 stomatamm 2 sampai 50.0 ± 25.92 stomatamm 2 . Kerapatan stomata terendah diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro Tabel 15. Ukuran stomata tertinggi diperoleh pada dosis radiasi 50 Gy dan terendah pada dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi 30 Gy memiliki rataan jumlah stomata dan ukuran stomata terkecil dibanding perlakuan lainnya. Dosis radiasi sinar gamma dapat mempengaruhi bentuk stomata. Perubahan bentuk stomata bersifat individual, artinya dosis radiasi yang sama belum tentu sama pengaruhnya pada stomata. Hal ini disebabkan pengaruh radiasi bersifat acak random. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Qosim et al. 2007, pada planlet manggis yang diradiasi sinar gamma, pengaruh radiasi bersifat unik terhadap stomata mutan yang terbentuk. Qosim et al. 2007 juga melaporkan bahwa regeneran mutan yang mempunyai kerapatan stomata, parenkim palisade dan jumlah berkas pembuluh yang banyak dapat dijadikan kriteria seleksi tidak langsung untuk efisiensi fotosintesis pada tanaman manggis in vitro. Bentuk stomata normal disajikan pada Gambar 16. Menurut Fahn 1982 stomata famili Araceae dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga. a b Gambar 16. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Kontrol. a Perbesaran 400 kali, b Perbesaran 400 x 3 kali Penyimpangan bentuk stomata pada dosis radiasi 10 Gy disajikan pada Gambar 17. Pada dosis radiasi 10 Gy ditemukan stomata yang berbentuk bulat Gambar 17a. Stomata yang berbentuk bulat juga ditemukan pada dosis radiasi 20 Gy Gambar 17b. a b Gambar 17. . Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Berbentuk Bulat. a Stomata pada Dosis Radiasi 10 Gy Perbesaran 400 x 5 kali, b Stomata pada Dosis Radiasi 20 Gy Perbesaran 400 x 5 kali Perubahan bentuk stomata juga terjadi pada daun Anthurium Wave of Love in vitro dengan dosis radiasi 30 Gy dan 40 Gy. Pada dosis 30 Gy dan 40 Gy terdapat perubahan jumlah sel tetangga. Jumlah sel tetangga yang mengelilingi stomata hanya 3 sel tetangga Gambar 18. a b Gambar 18. . Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Dikelilingi 3 Sel Tetangga. a Pada Dosis Radiasi 30 Gy Perbesaran 400 x 5 kali, b Pada Dosis Radiasi 40 Gy Perbesaran 400 x 5 kali Secara individual stomata tunas Anthurium Wave of Love yang diradiasi ada yang berukuran lebih kecil dan ada juga yang berukuran lebih besar dibandingkan kontrol, namun secara rata-rata dosis radiasi sinar gamma tidak mempengaruhi ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Rata-rata ukuran stomata kontrol adalah 13.0 ± 3.0 µm dan rata-rata ukuran stomata perlakuan menyebar dari 11.7 ± 1.7 µm sampai 14.3 ± 4.3 µm. Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap bentuk dan ukuran stomata bersifat individual karena sinar gamma mengenai gen secara acak. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas baru, dan kerapatan stomata Anthurium Wave of Love in vitro . Dosis radiasi sinar gamma 10 Gy merangsang pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II. Dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy menghambat pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar dan jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro . Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy setelah 16 MSR adalah 83.9. LD 50 tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi dengan sinar gamma dicapai pada dosis 16.70 Gy . Keragaman fenotipe mulai terlihat setelah subkultur II. Keragaman fenotipe yang paling tinggi adalah pada dosis radiasi 10 Gy. Dosis radiasi 10 Gy menghasilkan daun variegata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang membelah tidak sempurna. Mutan- mutan tersebut potensial untuk diteliti lebih lanjut. Saran Subkultur perlu dilakukan untuk memisahkan kimera yang terbentuk dan untuk menguji kestabilan mutan yang terbentuk. Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan untuk evaluasi fenotipe mutan Anthurium Wave of Love di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Aryani, F. 1990. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Hasil dan Keragaman Bunga Gladiol Gladiolus hybridus. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 hal. Batan.1972. Pemuliaan Mutasi. Badan Tenaga Atom Nasional. Bandung. 180 hal. Brewbaker, J. L. 1983. Genetika Pertanian. Terjemahan dari: Agricultural Genetics . Penerjemah : Iman S. Lembaga Genetika Modern. Jakarta. 142 hal. Briggs, G. B. 1987. Indoor Plants. John Wiley and Sons, Inc. USA. 198 p. Cassells, A. C. 2002. Tissue culture for ornamental breeding, p. 139-153. In A. Vainstein. Ed. Breeding for Ornamentals, Classical and Molecular Approches. Kluwer Academic Pub. Netherland. Chawla, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology, 2 nd edition. Science Pub. USA. 532 p. Claire, M. 2002. Genetika, hal. 315-341. Dalam N. A. Campbell, J. B. Reece dan L. G. Mitchell Eds. Biologi, Jilid I. Erlangga. Jakarta. Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan. Terjemahan dari : Plant Genetics. Penerjemah : Lilik K. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. Fahn, A. 1982. Anatomi Tumbuhan. Terjemahan dari : Plant Anatony, 3 rd edition. Penerjemah : Tjimosoma, S. S. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 478 hal. Faradilla, F. M. 2008. Mutasi Induksi Melalui Sinar Gamma pada Dua Kultivar Anthurium andreanum A. andreanum ‘Mini’ dan A. andreanum ‘Holland’. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal. Grosch, D. S and L. E. Hopwood. 1979. Biological Effect of Radiation. 2 nd ed. Academic Press. New York. 338p. Handayani, A. 2007. Peningkatan Keragaman Tanaman Euphorbia milli melalui Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 28 hal. Handayani, N. 2004. Studi Perlakuan Radiasi Sinar Gamma pada Panili Vanilla planifolia Andrews secara in vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. Harten, V. A. M. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Elsivier Science. Netherlands. 412 p. Harten, V. A. M. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Applications. Cambridge University Press. Cambridge. 353 hal. Harten, V. A. M. 2001. Applied mutation breeding for vegetatively propagated crops, p. 170-189. In A. Vainstein. Ed. Breeding for Ornamentals, Classical and Molecular Approches. Kluwer Academic Pub. Netherland. IAEA. 1976. Induced Mutation in Cross Breeding. International Atomic Energy Agency. Vienna. 321 p. Ichikawa, S and Y. Ikushima. 1967. A development study of diploid oats by means of radiations induced somatic mutation. Rad. Botany 7 : 205-215. Kaniasari, N. 2005. Mutasi Induksi Melalui Radiasi Sinar Gamma pada Planlet Mawar Rosa hybrida L. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. Krisnaningtyas, T. 2003. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Subkultur Berulang terhadap Keragaman Somaklonal Tanaman Dianthus caryophyllus L secara In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal. Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta. 203 hal. Macoboy, S. 1976. What Indoor Plant is That?. Lansdowne Press. Sydney. 208 p. Mariska, I dan Seswita. 1994. Pengaruh radiasi terhadap daya regenerasi kalus dan kadar minyak hasil regenerasi tanaman nilam. Dalam F. Suhadi ed. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta. Mayasari, I. G. A. D. P. 2007. Pengeruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Keragaman Lengkuas Merah Alpinia purpurata. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal. Melina, R. 2008. Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Dua Spesies Philodendron P. Bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth dan P. xanadu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal. Micke, A and Donini, B. 1993. Induced mutation p. 52-62. In M. D Hayward, N. D. Bosemark, and I Romagasa. Plant Breeding : Principles and Prospect. Chapman Hall. London. Nariah, F. 2008. Pengaruh Mutasi Fisik Melalui Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Caladium spp. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal. Nybom, N. 1970. Mutation breeding of vegetatively propogated plants. Manual on mutation breeding. Technical Reports Series 119: 141-147. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal. Prasetyorini. 1991. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Jenis Eksplan terhadap Keragaman Somaklonal pada Tanaman Gerbera Gerbera jamesonii. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 91 hal. Pratiwi, T. 1995. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Variasi Somaklonal Tanaman Stevia Stevia rebaudiana Bertoni. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hal. Puchooa, D. and D. Sookun. 2003. Induced Mutation and In Vitro Culture of Anthurium andreanum. Faculty of Agriculture, University of Mauritius, Réduit. Mauritius. Qosim, W. A., R. Purwanto, G. A. Wattimena, Witjaksono. 2007. Perubahan anatomi pada daun regeneran manggis akibat radiasi sinar gamma in vitro. Zuriat 18 1: 20-30. Ratnasari. 2007. Evaluasi Keragaan Fenotipe Melati Jasminum spp. hasil Iradiasi Berulang Sinar Gamma. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal. Redaksi Agromedia. 2008. Ensiklopedia Tanaman Hias. Astuti dan Agung Editor Agromedia Pustaka. Jakarta. 228 hal. Rinawati, D. Y. 2007. Induksi Mutasi dengan Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co pada Stevia Stevia rebaudiana Bertoni M. secara In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 hal. Sumarni, N. 2005. Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman Jati Tectona grandis dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal. Wegadara. 2008. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma pada Buah terhadap Keragaan Tanaman Anthurium A. andreanum . Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal. Welsh, J. R. 1991. Dasar-dasar Genetika untuk Pemuliaan Tanaman. Terjemahan dari : The Principil Genetics and Plant Breeding. Penerjemah : Johanis P. M. Penerbit Erlangga. Jakarta. 224 hal. Wijaya, A. K. 2006. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Seledri Daun Kultivar Amigo Hasil Radiasi dengan Sinar Gamma Cobalt-60. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog 1962 Stok Bahan Konsentrasi larutan stok grl Pemakaian ml stok l media Konsentrasi dalam media mgl A NH 4 NO 3 82.5 20 1650 B KNO 3 95 20 1900 C KH 2 PO 4 H 3 BO 3 KI Na 2 MoO 4 . 2 H 2 O CoCl 2 . 6H 2 O 34 1.24 0.166 0.05 0.005 5 170 6.2 0.83 0.25 0.025 D CaCl. 2H 2 O 88 5 440 E MgSO 4 . 7H 2 O MnSO 4 . 4H 2 O ZnSO 4 . 7H 2 O CuSO 4 . 5H 2 O 74 4.46 1.72 0.005 5 370 22.3 8.6 0.025 F Na 2 EDTA. 2H 2 O FeSO 4 . 7H 2 O 3.73 2.78 10 37.3 27.8 Myo Myo Inositol 10 10 100 Vitamin Tiamin Niacin Piridoxin Glisin 0.01 0.05 0.05 0.2 10 0.1 0.5 0.5 2 - Gula 30 Sumber : Chawla 2002, Introduction to Plant Biotechnology INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE Anthurium plowmanii Croat. DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PENDAHULUAN Latar Belakang Anturium adalah tanaman hias daun yang termasuk keluarga Araceae. Anthurium plowmanii Croat lebih dikenal dengan nama umum Anthurium Wave of Love Anturium Gelombang Cinta karena bentuk daunnya yang bergelombang. Anthurium Wave of Love berkerabat dekat dengan sejumlah tanaman hias populer seperti aglonema, pilodendron, keladi hias, caladium, dan alokasia Redaksi Agromedia, 2008. Anturium menjadi tanaman hias yang populer pada pertengahan 2006 sampai September 2007. Anthurium Wave of Love merupakan jenis anturium yang paling diminati. Daya tarik utama dari anturium adalah bentuk daunnya yang indah, unik, dan bervariasi. Daun tanaman ini umumnya berwarna hijau tua dengan urat dan tulang daun besar dan menonjol Redaksi Agromedia, 2008. Keragaman genetik Anthurium Wave of Love pada dasarnya bisa dihasilkan dengan cara hibridisasi konvensional, namun cara ini dinilai kurang efisien karena untuk mendapatkan tanaman Anthurium Wave of Love yang berbunga diperlukan waktu yang cukup lama dan keberhasilan persilangan juga tidak mudah. Teknik persilangan konvensional menghasilkan keragaman terbatas dan akan bersegregasi pada generasi berikutnya, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menguji kestabilan karakter yang diinginkan. Keragaman genetik diharapkan akan menghasilkan keragaman fenotipe tanaman yang sangat diperlukan terutama pada tanaman hias. Alasan lain yang mendorong perlunya induksi mutasi adalah karena anturium termasuk tanaman berumah satu yang waktu masaknya putik dan tepung sari tidak bersamaan. Pada umumnya putik masak lebih awal dibandingkan tepung sari. Diperlukan cara yang lebih efisien untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love Briggs, 1987. Menurut Harten 2001 mutasi induksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menginduksi keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman dan kultivar baru dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional. Cassells 2002 melaporkan bahwa mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi. Radiasi pada kultur in vitro memberi peluang terjadinya mutasi, bahkan dari mutasi tersebut dapat diperoleh genotipe yang tidak ditemukan dalam gene pool yang ada. Welsh 1991 juga melaporkan bahwa laju mutasi dari sel-sel yang ditumbuhkan pada kultur jaringan lebih tinggi daripada tanaman yang tumbuh dari biji. Kultur jaringan sering menyebabkan perubahan-perubahan nukleotida yang disebabkan oleh kandungan zat di dalam medium, seperti giberelin, auksin dan garam mineral. Menurut Harten 1988 perlakuan mutasi induksi secara fisik, yaitu dengan radiasi lebih efektif daripada mutasi induksi secara kimiawi. Keuntungan penggunaan mutagen fisik adalah penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman, mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasi genetik tinggi. Salah satu jenis mutagen fisik yang banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah sinar gamma. Sinar gamma tidak mempunyai massa dan muatan listrik sehingga dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Sinar gamma tidak dibelokkan oleh medan listrik yang ada di sekitarnya, sehingga daya tembus sinar gamma lebih besar dibandingkan dengan daya tembus partikel alpa atau beta Batan, 1972. Penggunaan sinar gamma dinilai efektif untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman anturium. Pemanfaatan sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love belum pernah dilaporkan dalam publikasi ilmiah, namun sinar gamma telah banyak dimanfaatkan untuk induksi mutasi beberapa tanaman hias komersial. Pada tanaman hias famili Araceae, mutasi induksi dengan sinar gamma sudah dilakukan terhadap tanaman Caladium spp. Nariah, 2008, Philodendron bipinnatifidum dan Philodendron xanadu Melina, 2008, dan Anthurium andreanum Faradilla, 2008; Wegadara, 2008. Tujuan 1. Mendapatkan taraf dosis radiasi sinar gamma dari 60 Co yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love Anthurium plowmanii Croat. 2. Mendapatkan LD 50 tanaman Anthurium Wave of Love Anthurium plowmanii Croat yang dikulturkan secara in vitro 3. Menghasilkan mutan Anthurium Wave of Love Anthurium plowmanii Croat. yang potensial untuk diteliti lebih lanjut Hipotesis 1. Terdapat taraf dosis radiasi sinar gamma dari 60 Co yang tepat untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love Anthurium plowmanii Croat.. 2. Terdapat minimal satu mutan Anthurium Wave of Love Anthurium plowmanii Croat. yang memiliki fenotipe tanaman in vitro yang berbeda dari tanaman kontrol. TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili Araceae adalah bunganya memikili spadiks tongkol dan seludang Macoboy, 1976. Habitat asal tanaman anturium tersebar dari selatan dan utara Brazil sampai ke Peru, Bolivia dan Paraguay. Tanaman ini ditemukan di Brazil di daerah Amazon dan di Peru pada ketinggian 50 m - 900 m di atas permukaan laut. A nturium bukan tanaman asli Indonesia, tetapi tanaman ini cocok dengan keadaan iklim di daerah tropis. Taksonomi tanaman Anthurium Wave of Love sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Araceales Famili : Araceae Genus : Anthurium Spesies : Anthurium plowmanii Croat. Daun Anthurium Wave of Love dapat tumbuh mencapai panjang 56 cm dan tepinya bergelombang. Warna daun umumnya didominasi oleh hijau tua. Susunan daun biasanya tegak erect dan menyebar. Umumnya panjang petiol Anthurium Wave of Love 10 cm - 40 cm, namun ada juga petiol yang panjangnya mencapai 50 cm. Tanaman Anthurium Wave of Love tidak bercabang dan tunas-tunas baru muncul dari batang. Batang Anthurium Wave of Love terdapat di dalam tanah. Bagian yang menjulur ke atas merupakan tangkai daun, bukan bagian dari batang 1 . Anthurium Wave of Love mempunyai spatha dan spadiks. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa spatha merupakan bunga palsu karena spatha adalah modifikasi dari daun yang berfungsi untuk melindungi spadiks 1 . 1. http:www.anthurium.com , diakses tanggal 13 Januari 2009 Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma Brewbaker 1983 melaporkan bahwa sinar gamma dapat diperoleh dari isotop radioaktif yang diproduksi dalam reaktor nuklir. Radiasi sinar gamma menyebabkan proses ionisasi, yaitu menghasilkan ion-ion positif dan negatif. Ionisasi terjadi saat elektron berinteraksi dengan atom materi yang dilewatinya. Setiap proses ionisasi menyebabkan pemindahan sebuah elektron dari satu atom ke atom lainnya. Proses ini membutuhkan energi lokal yang cukup besar. Sepasang atom yang mengalami ionisasi tersebut berada pada keadaan tidak stabil dan sangat reaktif. Crowder 1986 melaporkan bahwa radiasi sinar gamma menembus bagian tertentu dari gen, dan menyebabkan perubahan susunan basa nitrogen pada DNA. Frekuensi mutasi berbanding lurus linear dengan dosis radiasi sinar gamma. Menurut Welsh 1991 radiasi bisa mengakibatkan efek langsung ataupun tidak langsung terhadap DNA. Efek langsung yang segera terjadi dari proses ionisasi adalah pemotongan DNA. Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur gula atau basa nukleotida dan putusnya ikatan hidrogen antar basa nukleotida. Kerusakan lain yang mungkin terjadi adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break atau putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand break. Kerusakan dapat terjadi pada tingkat DNA, kromosom dan pada tingkat sel. Akibat tidak langsung yaitu radiasi sinar gamma menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida. Gen dapat dianggap sebagai suatu target atau sasaran di dalam proses mutasi. Menurut Brewbaker 1983 mutasi genetik yang terjadi pada sebuah target hanya bergantung pada jumlah ionisasi dan tidak bergantung pada lamanya waktu ionisasi. Perubahan yang terjadi untuk menghasilkan mutasi genetik bisa terjadi pada tingkat gen atau tingkat kromosom. Menurut Claire 2002 perubahan nukleotida tunggal di dalam rantai cetakan DNA mengakibatkan produksi protein yang abnormal. Gen menentukan fenotipe melalui enzim yang mengkatalis reaksi kimia yang spesifik di dalam sel. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan menggunakan beberapa jenis enzim yang spesifik. Proses perbaikan dapat berlangsung tanpa terjadi kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan struktur pada sel. Pada kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan dengan sempurna sehingga walaupun kerusakan dapat diperbaiki, tetapi tidak seperti DNA aslinya. Tingkat kerusakan sel yang sangat parah mengakibatkan perbaikan tidak berlangsung dengan baik, bahkan bisa mengakibatkan kematian sel 2 . Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias Mutasi adalah proses suatu gen yang mengalami perubahan struktur untaian basa nukleotida. Mutasi diartikan juga sebagai perubahan permanen pada DNA dan akan merubah rantai asam amino yang terbentuk. Perubahan untaian DNA akan menyebabkan fenotipe tanaman juga berubah. Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bentuk pancaran energi seperti pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan sinar ultra violet Welsh, 1991. Mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma sudah cukup luas digunakan. Sinar gamma tidak memiliki massa dan muatan, sehingga bisa menembus jaringan dalam sel. Pengaruh radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik mutasi somatik dan sel gamet, perubahan tersebut dapat diturunkan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fenotipe. Perubahan dapat terjadi secara lokal pada tingkat sel atau kelompok sel sehingga individu dapat menjadi kimera Welsh, 1991. Mutasi telah diamati oleh beberapa peneliti dari berbagai negara sejak beberapa abad yang lalu. Dari Jepang dilaporkan bahwa pada akhir abad ke-17, seorang warga Edo sekarang Tokyo mempunyai tanaman hias ”morning glory” yang bunganya menyimpang dari tanaman-tanaman lainnya. Beberapa peneliti sudah menduga bahwa terjadi mutasi genetik secara spontan yang menyebabkan perubahan warna pada bunga tanaman tersebut, namun mereka belum punya alasan yang kuat untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada waktu itu Harten, 2001. Harten 2001 juga melaporkan bahwa sebenarnya konsep mutasi sudah lama diketahui. Charles Darwin, dalam bukunya tahun 1868 yang berjudul ”The Variation of Animals and Plants under Domestication ” telah menemukan adanya 2. http:www.infonuklir.com, Interaksi dengan materi bologis. diakses tanggal 9 Februari 2009. variasi pada daun dan bunga, namun beliau belum bisa mengemukakan alasan pada saat itu. Fenomena mutasi spontan mutasi alami inilah yang mendorong para peneliti untuk melakukan mutasi buatan. Mutasi buatan dengan sinar-X baru berhasil dilakukan pada tahun 1928 untuk tanaman tembakau dan pada tahun 1930an mutan komersial tembakau mulai dilepas. Pada tanaman hias, mutasi buatan secara komersial pertama kali dilakukan oleh De Mol van Oud dari Belanda pada tahun 1949 pada tanaman tulip Tulipa sp, warna bunga tulip menjadi menyimpang dengan aslinya. Mutasi ini sudah dilakukan mulai tahun 1936 dengan radiasi sinar-X pada bulb, namun 13 tahun kemudian baru bisa menghasilkan kultivar baru. Mutasi warna bunga pada tulip kultivar Estella pada 1954 juga dilakukan oleh De Mol van Oud. Pada tahun 1962 peneliti dari Amerika melakukan radiasi sinar gamma pada Dianthus caryophyllus dengan menggunakan akar sebagai bahan yang diradiasi Harten, 1988. Pemuliaan mutasi pada tanaman hias sudah sangat berkembang. Pengembangan ini diarahkan untuk sifat-sifat seperti warna bunga, vase life untuk tanaman hias pot dan bunga potong, dan keragaman corak daun untuk tanaman hias daun. Selama 30 tahun terakhir, perkembangan mutan komersial untuk tanaman hias sudah banyak dilaporkan. Informasi dari IAEA International Atomic Energy Agency tahun 1998 menyatakan bahwa ada 500 kultivar mutan dari 30 jenis tanaman hias yang sudah didaftarkan. Induksi Mutasi pada Famili Araceae Nariah 2008 melakukan percobaan radiasi sinar gamma secara in vivo pada 4 kultivar Caladium spp. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa nilai LD 50 pada Caladium kultivar Candidum yaitu 61.80 Gy, Caladium kultivar Sweet Heart 83.85 Gy, Caladium kultivar Pink Beauty 113.93 Gy dan 50.68 Gy pada Caladium kultivar Miss Mufet. Mutan albino dan mutan kerdil dihasilkan dari Caladium kultivar Sweet Heart. Mutan kerdil dan daun berbentuk seperti corong dihasilkan dari Caladium kultivar Pink Beauty. Melina 2008 melakukan induksi mutasi dengan sinar gamma pada dua spesies pilodendron secara in vivo, yaitu Philodendron bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth dan Philodendron xanadu. Radiasi sinar gamma menurunkan persentase tanaman Pilodendron yang hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Pada P. bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth, dosis 10 Gy mampu menginduksi pertambahan tinggi tanaman, ukuran daun dan jumlah daun. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin mengubah warna dan bentuk daun dari kedua spesies Pilodendron yang diuji. Faradilla 2008 melakukan radiasi sinar gamma pada dua kultivar anturium bunga, yaitu Anthurium andreanum kultivar Mini dan Anthurium andreanum kultivar Holland. Radiasi dilakukan pada bibit tanaman anturium yang berumur 2 bulan. Nilai LD 50 pada bibit A. andreanum kultivar Mini sebesar 134.47 Gy dan A. andreanum kultivar Holland sebesar 62.17 Gy. Pada dosis radiasi 0 Gy - 90 Gy, radiasi sinar gamma cenderung menurunkan persentase tanaman hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang tangkai daun, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Radiasi pada biji A. andreanum meningkatkan keragaman bentuk, ukuran dan jumlah daun tanaman anturium. Nilai LD 50 benih A. andreanum adalah 22.37 Gy. Pada taraf dosis 0 Gy - 200 Gy, Wegadara 2008 melaporkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman A. andreanum. Radiasi sinar gamma secara in vitro pada A. andreanum pernah dilakukan oleh Puchooa dan Sookun 2003. Radiasi dilakukan pada taraf 0 Gy -15 Gy pada kalus A. andreanum in vitro yang telah dikulturkan selama 4 minggu pada media Nitcsh dan MS yang dimodifikasi. Perlakuan dosis radiasi 5 Gy memberikan respon terbaik dalam hal pembentukan dan regenerasi kalus. Pada taraf dosis radiasi 10 Gy terjadi nekrotik pada jaringan, dan pada dosis 15 Gy bersifat letal terhadap jaringan A. andreanum. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi PATIR, Badan Tenaga Atom Nasional BATAN, Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamatan stomata dilakukan di Laboratorium Biologi Tumbuhan, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas steril tanaman Anthurium Wave of Love yang berumur 14 minggu yang dikulturkan secara in vitro pada media padat dengan pH 5.9. Bahan tanaman yang digunakan sebelumnya berasal dari planlet steril Anthurium Wave of Love. Pada setiap botol kultur terdapat banyak tunas dan di bagian pangkal tunas terbentuk bonggol. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan bonggol tunas dengan ukuran diameter 1 - 2 cm. Media in vitro dibedakan menjadi dua, yaitu media untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi dan media untuk subkultur. Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan in vitro tunas Anthurium Wave of Love sebelum radiasi adalah MS + 1 mgl BAP + 0.1 mgl IBA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Komposisi media yang digunakan untuk subkultur setelah perlakuan radiasi adalah MS + 2 mgl BAP + 0.5 mgl NAA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Komposisi media dasar Murashige dan Skoog MS disajikan pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan adalah aquadest, plastik, plastik wrap, karet, tissue, alkohol 70, clorox, dan spiritus. Bahan untuk pengamatan stomata meliputi kuteks bening dan selotip. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan dan sterilisasi media adalah botol kultur volume 300 ml, labu takar volume 1 liter, pipet volumetrik, pengaduk kaca, pH meter, timbangan analitik, magnetic stirrer, dan autoclave. Peralatan yang digunakan saat penanaman atau subkultur meliputi laminar air flow cabinet, cawan petri, pinset, gunting, scalpel, dan lampu bunsen. Radiasi sinar gamma dengan 60 Co dilakukan di dalam radiator gamma chamber 4000A. Objek gelas dan mikroskop digunakan untuk pengamatan stomata. Metode Penelitian Penelitian disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak RKLT dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf, yaitu: 0 Gy D0, 10 Gy D1, 20 Gy D2, 30 Gy D3, 40 Gy D4, dan 50 Gy D5, masing-masing taraf perlakuan diulang tiga kali sehingga ada 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati. Jumlah seluruh tunas dalam percobaan ini adalah 180 tunas. Model linear yang digunakan adalah : Y ij = µ + α i + β j + ε ij Keterangan : Y ij = nilai perlakuan dosis radiasi ke-i dan kelompok ke-j µ = nilai rataan umum pengamatan α i = pengaruh perlakuan dosis sinar gamma ke-i i= 0 Gy, 10 Gy, ....50 Gy β j = pengaruh kelompok ke-j j = 1, 2, dan 3 ε ij = galat percobaan Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5 . Pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft office excel 2007 dan software SAS 6.12. Pelaksanaan Penelitian 1. Sterilisasi peralatan Botol kultur, cawan petri, pinset, gunting, dan scalpel dicuci bersih, kemudian disterilkan di dalam autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 17.5 psi selama 60 menit. Alat tanam dan cawan petri yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100 C. 2. Pembuatan media Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi adalah MS + 1 mgl BAP + 0.1 mgl IBA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Media dibuat dengan menggunakan larutan stok yang telah disiapkan. Komposisi masing-masing larutan stok untuk membuat media dasar Murashige dan Skoog disajikan pada Lampiran 1. Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya sudah dipekatkan sehingga untuk pembuatan media hanya diperlukan dalam volume yang kecil. Semua larutan stok yang diperlukan dipipet, kemudian ditambahkan zat pengatur tumbuh dan gula, setelah itu dilarutkan dengan aquadest. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan air steril hingga mencapai volume 1 liter. Derajat keasaman larutan diukur dengan menggunakan pH meter. Larutan dibuat menjadi pH 5.9. Apabila pH lebih tinggi dari yang diharapkan, maka diturunkan dengan penambahan larutan HCl 1 N dan sebaliknya apabila pH lebih rendah dinaikkan dengan penambahan NaOH atau KOH 1 N. Agar sebanyak 5 gl ditambahkan ke dalam media sebagai bahan pemadat. Media dimasak sampai mendidih, selanjutnya media dimasukkan ke dalam botol kultur dengan volume 25 mlbotol dan ditutup dengan plastik. Media selanjutnya disterilkan di dalam autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit. 3. Perbanyakan tunas Tunas yang diradiasi berasal dari kultur in vitro tanaman Anthurium Wave of Love. Subkultur dilakukan dengan memisah-misahkan bonggol tunas dengan diameter 1 - 2 cm. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet yang telah disemprot dengan alkohol 70 dan disinari dengan sinar UV selama satu jam. Semua alat yang digunakan disterilkan dengan cara disemprot dengan alkohol sebelum dimasukkan ke dalam laminar. Pisau, pinset dan gunting yang diperlukan dalam proses penanaman eksplan harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam alkohol 70 dan dibakar. Perbanyakan tunas Anthurium Wave of Love dilakukan selama 14 minggu pada media MS + 1 mgl BAP + 0.1 mgl IBA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Perbanyakan tunas bertujuan agar tersedia tunas yang cukup untuk perlakuan dan agar tunas yang diperoleh memiliki kandungan zat pengatur tumbuh endogen homogen sehingga kondisi tanaman sebelum diberi perlakuan diasumsikan seragam. 4. Radiasi sinar gamma Unsur Cobalt isotop 60 60 Co digunakan sebagai sumber radiasi sinar gamma. Botol kultur dimasukkan ke dalam radiator gamma chamber 4000A. Dosis radiasi sinar gamma yang diberikan disesuaikan dengan taraf perlakuan. 5. Penanaman eksplan setelah radiasi Tunas yang telah diradiasi ditanam kembali selama tiga hari setelah perlakuan karena media yang terkena radiasi bersifat toksik bagi tanaman. Penanaman hari pertama merupakan ulangan I, hari kedua adalah ulangan II, dan hari ketiga merupakan ulangan III. Tunas yang ditanam merupakan tunas tunggal, pada setiap botol ditanam dua tunas. Komposisi media yang digunakan setelah radiasi adalah MS + 2 mgl BAP + 0.5 mgl NAA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. 6. Subkultur I dan II Subkultur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu subkultur I dan subkultur II. Subkultur II dilakukan 8 minggu setelah subkultur I. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan tunas yang terbentuk menjadi tunas tunggal dan ditanam pada media MS + 2 mgl BAP + 0.5 mgl NAA + 30 gl gula + 5 gl agar, pH 5.9. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk pada tunas yang diradiasi dan untuk mengamati kestabilan mutan yang terbentuk. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. 7. Pengamatan Stomata Pengamatan stomata dilakukan di akhir pengamatan, yaitu pada 16 minggu setelah radiasi MSR. Stomata diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali. Luas bidang pandang mikroskop pada perbesaran 400 kali adalah 0.28 mm 2 . Penghitungan jumlah stomata dilakukan pada satu bidang pandang di dalam satu preparat. Rata-rata jumlah stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata jumlah stomatabidang pandang dari 9 daun, kemudian hasilnya dikonversi menjadi jumlah stomatamm 2 . Ukuran stomata diukur berdasarkan panjang stomata. Setiap preparat daun Anthurium Wave of Love diukur tiga stomata. Ukuran stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata dari 27 stomata yang dipilih secara acak. 8. Kondisi Ruang Kultur untuk Inkubasi Kultur in vitro Anthurium Wave of Love diinkubasi di ruang kultur. Botol kultur disusun pada rak bertingkat dengan intensitas cahaya 1000-2000 lux selama 24 jam sehari. Suhu ruangan kultur untuk inkubasi adalah 23 C. Pengamatan Peubah yang diamati setiap minggu selama 16 minggu meliputi : Tinggi tunas, diukur mulai dari pangkal batang sampai daun yang paling atas Jumlah daun, diamati daun yang telah membuka Jumlah akar, diamati akar yang berukuran ≥ 0.5 cm Saat munculnya tunas baru Jumlah tunas baru, diamati tunas yang tingginya ≥ 0.5 cm Warna daun Bentuk daun Peubah yang diamati saat minggu ke 16 adalah: LD 50, dihitung berdasarkan jumlah eksplan yang hidup setelah diberi perlakuan Bentuk, ukuran, dan jumlah stomata, diamati secara mikroskopik dengan perbesaran 400 kali Persentase mutan Persentase mutan = jumlah tanaman mutan pada dosis A x 100 jumlah tanaman yang diradiasi Pengamatan tunas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : Jumlah tunas awal Tunas awal adalah jumlah tunas yang ditanam pada awal subkultur I dan awal subkultur II. Jumlah tunas setiap satuan percobaan pada awal subkultur 1 adalah sama, yaitu 10 tunas. Jumlah tunas pada awal subkultur II tidak sama untuk setiap satuan percobaan karena ditentukan oleh hasil perbanyakan subkultur I. Semua tunas hasil pemeliharaan subkultur I setelah 8 MSR dipindahkan ke media baru dan diamati pada pemeliharaan setelah subkultur II sampai 16 MSR. Tunas terkontaminasi Kontaminasi tunas disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Ada dua kemungkinan terhadap tunas yang terkontaminasi. Pertama, kontaminasi tunas yang masih bisa diselamatkan atau disterilkan, artinya kontaminan yang tidak mengenai seluruh bonggol Anthurium Wave of Love in vitro. Pada tunas tersebut dilakukan sterilisasi dengan menggunakan clorox 5 dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Kedua, tunas yang tidak bisa diselamatkan atau disterilkan karena kontaminan sudah menutupi eksplan tunas Anthurium Wave of Love in vitro . Tunas yang tidak bisa disterilkan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Terhadap tunas terkontaminasi yang dilakukan sterilisasi juga terdapat dua kemungkinan. Pertama, tunas menjadi steril kembali dan kemungkinan lainnya adalah tunas menjadi mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas yang mati karena bahan sterilan dicirikan dengan warna bonggol atau tangkai daun tunas menjadi putih. Tunas yang mati karena bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma Tunas yang dinyatakan mati karena pengaruh radiasi sinar gamma adalah tunas yang daunnya sudah berwarna coklat dan mengering. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati sampai minggu terakhir pengamatan 16 MSR, nilai tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar dianggap nol. Data hilang Data tunas yang dinyatakan sebagai data hilang adalah data tunas yang terkontaminasi dengan kontaminan yang menutupi seluruh bonggol dan tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas-tunas tersebut tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR adalah tunas yang masih hidup dan tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi tetap diamati sebagai tanaman contoh, nilai pengamatannya dinyatakan nol. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Pemeliharaan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah radiasi dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu pemeliharaan setelah subkultur I dan pemeliharaan setelah subkultur II. Subkultur I adalah pemindahan tunas pada media MS + 2 mgl BAP + 0.5 mgl NAA + 30 gl gula + 5 mgl agar, pH 5.9 setelah perlakuan radiasi sinar gamma dan diinkubasi selama 8 minggu di ruang kultur. Setelah diinkubasi selama 8 minggu, tunas Anthurium Wave of Love in vitro dipindahkan ke media baru pada subkultur II. Komposisi media pada subkultur I sama dengan komposisi media pada subkultur II. Subkultur I Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai terlihat setelah subkultur I, saat 2 minggu setelah radiasi MSR. Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy mulai menguning. Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning sampai 8 MSR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. a b Gambar 1. . Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR a Tunas Tanaman Kontrol, b Tunas Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 20 Gy Pada subkultur I ada beberapa tunas yang terkontaminasi. Kontaminasi yang terjadi setelah subkultur I umumnya disebabkan oleh cendawan. Kultur rentan terkena kontaminasi sampai 2 minggu setelah subkultur. Pada minggu- minggu berikutnya jumlah tunas yang terkontaminasi sudah berkurang. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur I disajikan pada Tabel 1. Persentase kontaminasi setelah subkultur I adalah 16.1 Tabel 1. Selama pemeliharaan setelah subkulur I belum ada tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tabel 1. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR Dosis Radiasi Gy Ulangan Tunas Awal Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan Tunas Mati karena Pengaruh Radiasi Tunas yang Diamati sampai 8 MSR 1 10 2 8 2 10 4 6 3 10 3 7 Jumlah 30 9 21 10 1 10 10 2 10 10 3 10 10 Jumlah 30 30 20 1 10 10 2 10 10 3 10 10 Jumlah 30 30 30 1 10 5 5 2 10 4 6 3 10 4 6 Jumlah 30 13 17 40 1 10 1 9 2 10 10 3 10 1 9 Jumlah 30 2 28 50 1 10 1 9 2 10 2 8 3 10 2 8 Jumlah 30 5 25 Jumlah total 180 29 16.1 0 0 151 83.9 Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal Subkultur II Pada saat subkultur II, dilakukan sterilisasi terhadap tunas untuk menghindari kontaminan-kontaminan yang tidak terlihat secara visual. Sterilisasi dilakukan terhadap semua tunas yang berasal dari perbanyakan setelah subkultur I. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk. Kimera adalah keadaan suatu jaringan yang terdiri dari sel mutan dan sel normal, sehingga sel-sel dalam satu individu tanaman memiliki komposisi genetik yang berbeda. Tunas yang diperoleh dari hasil perbanyakan subkultur I berjumlah 329 tunas. Semua tunas diamati dan dijadikan sebagai tunas contoh pada pemeliharaan setelah subkultur II Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR Dosis Radiasi Gy Ulangan Tunas Awal Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan Tunas Mati karena Pengaruh Radiasi Tunas yang Diamati sampai 16 MSR 1 32 12 20 2 28 13 15 3 30 22 8 Jumlah 90 47 52.2 0 0 43 47.8 10 1 31 3 28 2 45 17 28 3 29 15 14 Jumlah 105 35 33.4 0 0 70 66.6 20 1 13 12 13 2 15 10 15 3 15 9 15 Jumlah 43 0 0 31 72.09 43 100 30 1 7 7 2 9 1 8 8 3 9 2 5 7 Jumlah 25 10 40 13 86.67 15 60 40 1 12 11 12 2 11 11 11 3 12 10 12 Jumlah 35 0 0 32 91.43 35 100 50 1 10 10 10 2 12 11 12 3 9 7 9 Jumlah 31 0 0 28 90.32 31 100 Jumlah total 329 92 27.9 104 83.9 237 72.1 Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi setelah subkultur II. Tunas yang mampu bertahan hidup dengan baik hanya pada tunas tanaman kontrol dan tunas tanaman dengan dosis radiasi 10 Gy. Tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada yang mampu bertahan hidup, namun tidak terjadi pertumbuhan, daun menguning, dan bonggol berwarna hitam. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma pada 16 MSR adalah 83.9 Tabel 2. Tunas tanaman yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati dan dinyatakan sebagai tanaman contoh sampai 16 MSR. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 2a. Tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur II mencapai 27.9. Kontaminasi banyak terjadi pada tunas tanaman perlakuan kontrol dan tunas tanaman pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Kontaminasi disebabkan karena penanganan yang kurang baik, diduga kontaminan masuk ke dalam botol kultur pada saat subkultur. Tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan disajikan pada Gambar 2b. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Kontaminasi cendawan ditandai oleh adanya hifa seperti yang disajikan pada Gambar 2c, dan kontaminasi bakteri ditandai oleh adanya lendir pada media. a b c Gambar 2. . Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah Subkultur II. a Tunas yang Mati karena Radiasi Sinar Gamma b Tunas yang Mati karena Bahan Sterilan c Tunas yang Terkontaminasi Tunas yang terkontaminasi segera disterilkan dengan menggunakan clorox 5 selama 5 menit dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Tunas yang telah disterilkan tetapi masih terdapat kontaminan atau tunas yang berwarna putih karena tidak tahan terhadap bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Subkultur I Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Tabel 3 . Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I Keterangan : = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1 tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 a = data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5 12 KK = koefisien keragaman Peubah MSR Dosis Radiasi KK Tinggi Tunas 1 tn 8.49 2 tn 8.49 3 tn 8.64 4 tn 10.53 5 tn 10.12 6 tn 10.01 7 9.99 a 8 9.82 a Jumlah Daun 1 tn 10.94 a 2 7.09 a 3 tn 8.78 4 13.23 a 5 14.98 a 6 20.24 a 7 18.97 a 8 20.97 a Jumlah Akar 1 tn 16.02 a 2 tn 13.92 a 3 tn 11.18 a 4 tn 10.59 a 5 tn 8.31 a 6 tn 8.65 a 7 tn 8.27 a 8 tn 6.43 a Jumlah Tunas 4 12.32 a 5 14.33 a 6 14.12 a 7 8.73 a 8 10.21 a Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 1 MSR sampai 6 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 2. Dosis radiasi sinar gamma mulai menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 7 MSR dan 8 MSR Tabel 3. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro mulai 2 MSR sampai dengan 8 MSR, kecuali pada 3 MSR Tabel 3. Pada 2 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan pada 4 MSR sampai 8 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Pada 1 MSR belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena belum terjadi pertumbuhan tunas. Tunas tanaman masih mengalami adaptasi karena pengaruh radiasi dan saat subkultur. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah akar disajikan pada Lampiran 4. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar gamma pada 4 MSR sampai 8 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 5. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 11 MSR sampai dengan 16 MSR Tabel 4. Analisis ragam tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II saat 13 MSR, 14 MSR, 15 MSR dan 16 MSR Tabel 4. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro mulai 9 MSR sampai 16 MSR. Analisis ragam jumlah akar setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 8. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 10 MSR sampai dengan 16 MSR. Analisis ragam jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II Peubah MSR Dosis Radiasi KK Tinggi Tunas 9 tn 16.27 10 tn 4.24 a 11 6.95 a 12 4.53 a 13 8.54 a 14 8.27 a 15 8.46 a 16 13.12 a Jumlah Daun 9 tn 20.52 10 tn 19.15 11 tn 27.49 12 tn 23.85 a 13 17.85 a 14 15.77 a 15 16.61 a 16 16.76 a Jumlah Akar 9 7.12 a 10 7.59 a 11 5.26 a 12 4.96 a 13 2.14 a 14 3.39 a 15 4.02 a 16 2.71 a Jumlah Tunas 10 8.67 11 14.45 12 19.46 a 13 17.44 a 14 21.00 a 15 6.66 a 16 11.12 a Jumlah stomatamm 2 - 35.00 a Ukuran stomata - tn 17.41 a Keterangan : = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1 tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 a = data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5 12 KK = koefisien keragaman Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Tinggi Tunas a. Subkultur I Tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 1 MSR sampai dengan 6 MSR setelah subkultur I Tabel 5. Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 2. Tabel 5. . Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Keterangan : = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 a = data yang diuji merupakan hasil transformasi x + 0.5 12 KK = koefisien keragaman Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada 7 MSR dan 8 MSR. Tinggi tunas tanaman yang diradiasi selalu lebih rendah dari tinggi tunas tanaman kontrol Tabel 5. Pada akhir pengamatan setelah subkultur I 8 MSR tinggi tunas kontrol adalah 3.7 ± 0.5 cm, tinggi tunas yang diradiasi menyebar mulai dari 2.8 ± 0.2 cm sampai 3.2 ± 0.3 cm. Gambar 3 menunjukkan grafik pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro hasil radiasi sinar gamma. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro semakin tertekan seiring dengan peningkatan dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy masih relatif baik. Dosis radiasi Dosis Radiasi Gy Minggu Setelah Radiasi Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8 ....................cm....................

2.9 ± 0.7