2008, rangkaian peristiwa krusial di dalam dan luar negeri telah mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
perekonomian Indonesia banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya harga minyak dunia yang terus naik dan beberapa kali menciptakan rekor baru
pada bulan April dan Mei 2008, sehingga pemerintah terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak pada Mei 2008 dengan kenaikan rata-rata sebesar 28,7.
Disamping itu dampak krisis keuangan global juga mulai dirasakan imbasnya di Indonesia pada triwulan IV tahun 2008. Meskipun demikian perekonomian
Indonesia mampu tumbuh sebesar 6,06, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 6,28. Perlambatan ini terutama
disebabkan oleh melambatnya laju pada triwulan IV tahun 2008 seiring dengan perlambatan ekonomi dunia sebagai dampak krisis global.
4.3.1 Tinjauan Perekonomian RegionalWilayah.
Pada tahun 2008 kinerja perekonomian di sebagian besar provinsi yang digambarkan dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB
atas dasar harga konstan 2000 mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2007 Lampiran 8. Perlambatan pertumbuhan terjadi
di sebagian besar provinsi-provinsi yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional seperti provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara. Bahkan terdapat dua provinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif yaitu provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dan Papua. Perlambatan perekonomian yang terjadi di sebagian besar provinsi menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara nasional ikut melambat.
Pada tahun 2008, variasi pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia melebar, yaitu dari kisaran -2,50 sampai dengan 7,96 pada tahun 2007
menjadi kisaran -8,32 sampai dengan 8,64 pada tahun 2008. Melebarnya kisaran pertumbuhan ekonomi daerah terutama disebabkan oleh variasi kepekaan
dan antisipasi daerah dalam menghadapi dampak krisis keuangan global yang juga bervariasi. Beberapa daerah mampu menghadapi dampak krisis keuangan global
sehingga meskipun dampak krisis sudah mulai dirasakan pada akhir tahun 2008, tetapi masih ada beberapa daerah yang mampu mencatat pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi. Provinsi yang mampu tumbuh cukup tinggi antara lain provinsi-
provinsi di Sulawesi yang mampu tumbuh diatas 7 dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Barat yaitu sebesar 8,64.
Tabel 4.5
Rata-rata pertumbuhan Ekonomi Sebelum dan pada Saat Desentralisasi berbagai wilayah di Indonesia
Rata-rata Pertumbuhan PROVINSI
Umum Sblm
desentralisasi Di era
desentralisasi
NAD 3,72
3,54 3,87
SUMUT 5,13
4,56 5,62
SUMBAR 4,78
4,01 5,46
RIAU 7,42
7,02 7,78
JAMBI 5,08
3,71 6,28
SUMSEL 5,53
5,07 5,93
BENGKULU 4,40
3,37 5,29
LAMPUNG 4,60
4,10 5,04
SUMATERA 5,47
4,84 6,01
DKI JAKARTA 4,27
2,66 5,69
JABAR 3,58
1,53 5,37
JATENG 3,86
2,86 4,72
DI YOGYAKARTA 3,82
3,01 4,53
JATIM 4,28
3,18 5,23
JAWA 3,97
2,45 5,29
KALBAR 4,85
5,18 4,56
KALTENG 4,89
4,38 5,33
KALSEL 5,11
5,04 5,17
KALTIM 7,15
6,14 8,04
KALIMANTAN 5,87
5,41 6,28
SULUT 5,32
5,64 5,04
SULTENG 7,19
7,79 6,67
SULSEL 6,04
6,26 5,85
SULTRA 5,61
3,87 7,12
SULAWESI 5,97
6,02 5,93
BALI 4,44
4,15 4,69
NTB 6,10
8,38 4,10
NTT 4,91
5,07 4,77
MALUKU 0,29
4,14 4,17
PAPUA 6,21
10,59 2,37
LAINNYA 4,50
5,57 3,57
INDONESIA 4,69 3,19
5,99
Sumber: BPS - diolah Dilihat dari sisi penggunaan, pengaruh krisis keuangan global yang mulai
dirasakan dampaknya sejak triwulan IV tahun 2008 telah mengakibatkan kinerja ekspor beberapa provinsi melambat terutama pada akhir tahun laporan. Provinsi-
provinsi yang mengandalkan ekspor sebagai sumber perekonomiannya terkena dampakyang cukup sigifikan akibat krisis keuangan global. Kinerja ekspor
provinsi-provinsi di pulau Jawa pada tahun 2008 tumbuh sebesar 7,23 atau lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar
12,87. Sementara kinerja beberapa sektor mengalami penurunan selama tahun
2008 dibandingkan dengan tahun sebelumnya terutama sektor-sektor yang berorientasi ekspor. Di sektor industri, beberapa industri telah menurunkan
permintaan eksternal terutama pada akhir tahun laporan. Lain halnya di sektor pertanian, sebagian besar provinsi masih dapat tumbuh lebih balk seiring dengan
membaiknya produksi tanaman bahan makanan, seperti produktivitas padi dimana sebagian besar provinsi di Indonesia yaitu sebanyak 26 provinsi mengalami
peningkatan produktivitas. Demikian juga dengan komoditas jagung dimana sebanyak 28 provinsi mengalami peningkatan produktivitas. Hal ini menyebabkan
kinerja sektor pertanian di sebagian provinsi mengalami peningkatan. 4.3.2 PDRB Per Kapita
Selama ini, indikator yang paling umum untuk pendekatan ukuran kemakmuran adalah PDB per kapita. Namun pada kenyatannya PDB per kapita
menjadi potret yang tidak komplit untuk menggambarkan kemakmuran karena sangat dipengaruhi oleh transaksi pasar, PDB per kapita akan lebih baik bila
digunakan untuk menggambarkan ukuran produktivitas. Angka ini memberikan gambaran seberapa besar sumbangan tiap orang per kapita terhadap
pembentukan PDB Indonesia. Besaran PDB per kapita diukur melalui PDB atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun. Sedangkan secara
riil, peningkatannya diukur melalui pertumbuhan PDB per kapita atas dasar harga konstan 2000.
Berdasar data dari BPS, seiring dengan penciptaan nilai tambah dan peningkatan jumlah penduduk, nilai PDB per kapita Indonesia turut mengalami
pertumbuhan positif. Pada tahun 2004 tercatat PDB per kapita sebesar Rp. 10.610 ribu, pada tahun 2005 tercatat sebesar Rp. 12.675,5 ribu. Angka tersebut
kemudian meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai Rp. 21.678,5 ribu pada tahun 2008. Pertumbuhan PDB per kapita riil atas dasar harga konstan
2000 dalam lima tahun terakhir berkisar antara tiga hingga empat persen. Pada
tahun 2008 PDB per kapita riil tumbuh sebesar 4,47 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan tahun sebelumnya
yang mencapai 4,91.
4.4 Tinjauan Kemiskinan di Indonesia