barang dan jasa yang bisa dijual pelaku ekonomi. Semakin banyak pelaku ekonomi menjual, semakin banyak output yang akan mereka produksi dan
semakin banyak pekerja yang akan dikaryakan sehingga pengangguran akan dapat ditekan.
Dalam konsep multiplied effect yang merupakan implikasi dari perpotongan Keynesian dinyatakan bahwa efek pengganda belanja pemerintah
lebih besar dari 1. Artinya bahwa kenaikan belanja pemerintah yang direncanakan mendorong adanya kenaikan dalam pendapatan yang lebih besar. Hal ini
menunjukkan bahwa peranan pemerintah sangat penting didalam perekonomian untuk peningkatan output yang pada akhirnya akan semakin banyak menyerap
tenaga kerja. Variabel modal swasta investasi sektor swasta juga berpengaruh
signifikan menurunkan tingkat pengangguran. Investasi swasta yang digunakan untuk membuka usaha di Indonesia akan membutuhkan tenagakerja sehingga akan
membuka lapangan kerja. Semakin banyak investasi fisik diasumsikan akan semakin banyak atau semakin besar kapasitas produksi yang tercipta. Untuk
memastikan agar produksi bisa berjalan dibutuhkan operator tenagakerja. Hal ini menyebabkan tingkat penyerapan tenagakerja semakin tinggi sehingga tingkat
pengangguran akan menurun. Tabel
5.8 Hasil pendugaan parameter model terhadap tingkat
pengangguran terbuka
Dependent Variable: TPT
Variable Coefficient Std.
Error t-Statistic
Prob.
C 4,235071 0,774199
5,470259 0,0000
TOTKLUAR -1,706489 0,804214
-2,121935 0,0346
K -0,819379 0,367148
-2,231742 0,0263
UPAH 0,297859 0,464344
0,641461 0,5217
PENDIDIKAN 0,082740 0,045302
1,826438 0,0687
D1 3,013260 0,299700
10,05424 0,0000
R-squared 0,742604
Adjusted R-squared 0,720026
F-statistic 32,88978
ProbF-statistic 0,000000
Dalam penelitian ini, terlihat variabel Upah berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran terbuka TPT yang berarti bahwa kenaikan upah akan
menyebabkan peningkatan pengangguran terbuka. Namun variabel upah dalam penelitian ini tidak signifikan.
Upah dipengaruhi oleh struktur biaya, yaitu proporsi biaya untuk pekerja labour cost terhadap seluruh biaya produksi total cost. Bila proporsi biaya
pekerja dengan total biaya relatif lebih kecil, maka kenaikan upah tidak akan terlalu mempengaruhi biaya, maka pengusaha akan meningkatkan upah, begitu
pula sebaliknya. Sehingga upah berdampak pada permintaan tenaga kerja. Peningkatan upah menyebabkan peningkatan biaya produksi, sehingga pengusaha
akan mengkompensasinya dengan mengurangi jumlah tenaga kerja agar total cost –nya tetap. Dalam jangka pendek peningkatan upah ini akan menurunkan
permintaan akan tenaga kerja dan sekaligus meningkatkan jumlah pengangguran Tujuan dari semua perusahaan adalah memaksimisasi laba. Perusahaan
akan mengganti input lain yang relatif lebih mahal dengan input yang relatif lebih murah. Apabila upah tenagakerja meningkat maka perusahaan akan berusaha
mengganti dengan input lain yang lebih murah agar keuntungan yang diperoleh maksimal, hal ini disebut dengan efek substitusi. Selain itu peningkatan upah akan
meningkatkan biaya marjinal perusahaan, yang memungkinkannya untuk mengurangi output sehingga perusahaan akan mengurangi penggunaan seluruh
input termasuk tenaga kerja. Hal ini merupakan efek output. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva permintaan
tenaga kerja dimana slope-nya miring ke kanan bawah Gambar 5.4. Misalnya keseimbangan semula berada pada titik A dimana pasar yang terjadi adalah
penggunaan tenagakerja L
1
dan upah riil WP
1
. Apabila terjadi kenaikan upah minimum ke WP
2
maka perusahaanpasar akan meresponnya dengan mengurangi penggunaan tenaga kerja menjadi L
2
karena perusahaan akan mensubstitusi dengan modal dan input lainnya untuk mempertahankan keuntungannya.
Upah Riil WP
Tenaga Kerja, L WP
2
WP
1
L
2
L
1
L = L
d
WP B
A
Gambar 5.4 Kurva permintaan tenaga kerja
Sumber: Mankiw, 2007
Terdapat beberapa bukti empiris bahwa perubahan upah contohnya dengan undang-undang upah minimum mempunyai efek yang serius dalam
meningkatkan pengangguran remaja mengurangi jumlah orang yang bekerja. Kaum remaja adalah partisipan dipasar tenaga kerja yang paling mungkin
terpengaruh oleh undang-undang upah minimum, karena keterampilan mereka biasanya berada pada spektrum yang paling rendah. Sebuah studi penting pada
tahun 1970-an menemukan bahwa setiap 1 kenaikan upah minimum akan menyebabkan pengurangan 0,3 pangsa pasar kaum remaja dari total tenaga kerja
Mankiw, 2007.
- 100,000
200,000 300,000
400,000 500,000
600,000 700,000
800,000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Nominal
Riil
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 5.5 Rata-rata tingkat upah minimum regional UMR di Indonesia tahun 1993-2008
Dalam penelitian ini dihasilkan bahwa variabel upah ini tidak signifikan mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia. Hal ini dapat
dimengerti bahwa walaupun secara nominal tingkat upah menunjukkan perkembangan yang cukup tinggi, namun jika dihitung secara riil ternyata tidak
terjadi kenaikan yang signifikan Gambar 5.5. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan tingkat upah tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat
pengangguran terbuka yang terjadi di Indonesia. Tabel 5.9 Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan utama di Indonesia Ribuan Sektor 1994
2002 2007
Pertanian 36.512,10 40.633,70
41.206,5 45,6
44,3 41,2
Pertambangan 725,5 631,8
994,6 0,9
0,7 1,0
Industri 10.588,80 12.110,00
12.368,7 13,2
13,2 12,4
Listrik gas dan air 182,1
178,3 174,9
0,2 0,2
0,2 Konstruksi 3.541,60
4.273,90 5.252,6
4,4 4,7
5,3 Perdagangan 13.724,00
17.795,00 20.554,7
17,1 19,4
20,6 Transportasi
3.355,60 4.672,60
5.958,8 4,2
5,1 6,0
Keuangan 623,4 991,7
1.399,5 0,8
1,1 1,4.
Jasa kemasyarakatan 10.658,00
10.360,20 12.020,0
13,3 11,30
12,0 Lainnya 131,1
- -
0,2 .
JUMLAH 80.042,20
91.647,20 99.930,2
100 100
100
Sumber: Sakernas BPS Ket: tercetak miring adalah dalam persentase
Variabel pendidikan yang diwakili oleh rasio penduduk yang menyelesaikan pendidikan SMA keatas menunjukkan pengaruh yang positif
terhadap tingkat pengangguran terbuka di wilayah Indonesia. Temuan ini cukup mengejutkan karena hal ini menandakan bahwa tingkat pendidikan justru
membuat tingkat pengangguran terbuka semakin meningkat. Hal ini disebabkan karakteristik orang-orang yang berpendidikan tinggi adalah berkeinginan untuk
mendapatkan pekerjaan formal disektor modern dengan upah yang tinggi Todaro dan Smith, 2006. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih-milih
pekerjaan yang akan mereka lakukan. Mereka beranggapan bahwa dengan pendidikan tinggi maka hanya pekerjaan formal disektor modern yang akan
mereka lakukan. Disisi lain lapangan pekerjaan disektor formal seperti industri dan jasa tidak lebih besar dibanding dengan lapangan kerja disektor informal
misalnya pertanian dan perdagangan Tabel 5.9. Pada saat yang bersamaan orang-orang yang lebih kaya justru terus
meningkatkan pendidikannya ke tingkat yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebuah penelitian di India, Pakistan dan Bangladesh menemukan bahwa sistem
pendidikan tinggi dinegara-negara tersebut justru berfungsi sebagai suatu ”tempat penampungan terakhir” absorber of last resort bagi kaum intelektual yang
jumlahnya sangat besar Blaug et al, 1967 dalam Todaro dan Smith, 2006. Studi lain di Bangladesh juga memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran dikalangan
tamatan pendidikan tinggi universitas mencapai 47 Islam, 1980. Todaro dan Smith 2006 juga mengemukakan bahwa banyak orang yang
cenderung menolak apa yang mereka anggap sebagai penurunan persyaratan atas pekerjaan mereka. Banyak pencari kerja dengan pendidikan tinggi yang
harapannya masih jauh melambung tinggi dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dipasar tenagakerja. Mereka akan memilih untuk tetap tidak bekerja selama
beberapa waktu daripada menerima pekerjaan yang menurut mereka kurang sesuai baginya, apalagi jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki.
Seiring dengan beberapa waktu lamanya menganggur dan seiring dengan itu harapan-harapan merekapun terus melemah, maka pada akhirnya orang-orang
yang berpendidikan tinggi tersebut terpaksa menerima jenis-jenis pekerjaan atau profesi yang sebenarnya hanya memerlukan tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Jadi sebagai akibat dari dampak friksional ini dan keterlambatan penyesuaian lags disisi penawaran tenagakerja maka pengangguran akan tetap saja ada bagi
semua orang termasuk bagi yang berpendidikan tinggi.
Hasil analisis regresi yang diperoleh sejauh ini mengindikasikan bahwa pemberlakuan kebijakan desentralisasi fiskal justru memberikan dampak yang
signifikan terhadap peningkatan tingkat pengangguran terbuka di wilayah Indonesia. Setelah desentralisasi diberlakukan, tingkat pengangguran terbuka
bertambah 3,01 dibanding sebelum desentralisasi. Lihat juga Tabel 4.8. Semakin besarnya dana yang ditransfer ke daerah dan terjadinya
peningkatan PAD yang disebabkan karena desentralisasi fiskal sebenarnya cukup mampu menggerakkan perekonomian sehingga tercipta lapangan kerja baru.
Namun tingkat lapangan kerja yang tercipta selama ini masih belum sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja yang tercipta sehingga masih terjadi
pengangguran. Studi terakhir yang dilakukan oleh LPEM menunjukkan makin kuat bukti yang menggambarkan iklim bisnis yang makin buruk setelah
desentralisasi dilakukan. Kesimpulan ini didukung pula oleh survei iklim investasi yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia bekerja sama
dengan Badan Pusat Statistik yang menunjukkan bahwa ketidakpuasan responden terhadap praktek korupsi dan pemungutan liar serta tambahan pungutan dan
peraturan daerah yang telah merugikan iklim investasi lokal
1
.
5.4 Analisis Model Kemiskinan