Wewenang Direksi Perseroan BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

1. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. 2. Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga. Apabila Direksi tidak ada atau berhalangan karena suatu sebab, misalnya mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan atau berhalangan, atau diberhentikan sementara, komisaris dapat bertindak sebagai pengurus yang dalam hal ini semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga berlaku untuk komisaris tersebut. 2. Dalam Pasal 121 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan: a. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris. b. Komite sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Artinya Dewan Komisaris berwenang untuk membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris dan komite ini bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. B. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN

a. Wewenang Direksi Perseroan

Universitas Sumatera Utara Agar Direksi sebagai organ Perseroan yang mengurus Perseroan sehari-hari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan Perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus Perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus Perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya. 61 Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh oleh Direksi berdasarkan 2 dua prinsip dasar yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya fiduciary duty dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi duty of skill and care. 62 Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, karena Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi. Suatu perbuatan hukum sangat bergantung pada dipenuhi atau tidaknya kewenangan yang dimilki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan ini digolongkan ke dalam kewenangan yang berdasarkan pada: 61 Nindyo Pramono, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5 Nomor 3 Tahun 1997, hal. 15. 62 Chatamarrasjid Ais,Menyingkap Tabir Perseroan Piercing The Corporate Veil Kapita Selekta Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 71. Universitas Sumatera Utara 1. Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi. 2. Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa. 3. Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. 63 Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi sangat penting, terutama pabila dihubungkan dengan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya syarat subjektif sahnya suatu perjanjian. Hukum perjanjian pada lazimnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat subjektif ini, dengan ancaman kebatalan dapat dibatalkan setiap saat, selama masa daluarsa masih belum terlewati dan atau dalam perjanjian ini tidak diratifikasi lebih lanjut. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yag syarat subjektifnya tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 1331 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata KUHPerdata. 64 Menurut Sutjipto sebagaimana yang dikutip oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa: “Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaiman dimuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian, Direksi adalah organ melalui mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi utnuk dan 63 Ibid, hal. 118. 64 Ibid, hal. 118-119. Universitas Sumatera Utara atas nama perseroan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan pihak ketiga atau dengan kata lain, mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Kepengurusan oleh Direksi ini tidak terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari-hari. Direksi berwenang dan wajib mengambil insiatif dan membuat rencana masa depan perseroan dalam rangka menwujudkan maksud dan tujuan perseroan. sebagaimana diketahui maksud dan tujuan perseroan merupakan batas ruang lingkup kecakapan bertindak perseroan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa kewnangna Direksi untuk melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan, melainkan jua perbuatan-perbuatan lainnya, yakni perbuatan-perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan di dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan.” 65 Dilihat tata cara dan prosedur bagaimana Direksi mendelegasikan kewenangan dalam mengurus perseroan, maka terdapat 3 tiga pendelegasian kewenangan, yaitu: 1. Pendelegasian kewenangan Direksi kepada anggota Direksi lainnya; 2. Pendelegasian kepada pegawai perseroan; dan 3. Pendelegasian kepada pihak di luar pegawai perseroan. Dalam praktek, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi perseroan tidak ditetapkan dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS secara tersendiri, tetapi yang lazim, Rapat Umum Pemegang Saham RUPS menetapkan anggaran dasar dan dalam anggaran dasar tersebut antara lain diatur mengenai pembagian tugas dan wewenang Direksi perseroan. Dengan demikian, secara umum, pembagian tugas dan wewenang tersebut diusulkan oleh Direksi berdasarkan rapat Direksi dan tentunya memperhatikan 65 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004, hal. 166. Universitas Sumatera Utara struktur organisasi perseroan. Oleh karena itu, pembagian, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi tersebut lazimnya disesuaikan dengan struktur organisasi perseroan. 66 Wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar perseroan, antara lain sebagai berikut: 1. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih diperlukan perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk memohonkan perpanjangan waktu kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman; 2. Apabila dalam waktu satu bulan setelah Direksi memberitahukan pengeluaran saham-saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka Direksi dengan persetujuan komisaris mempunyai wewenang untuk menjual saham-saham itu kepada siapa saja; 3. Direksi bersama-sama dengan dewan komisaris berwenang untuk menandatangani surat-surat saham; 4. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai lagi maka Direksi berwenang untuk mengeluarkan duplikatnya atas permintaan yang berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh Direksi di hadapan yang berkepentingan tersebut. 5. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang, maka dengan bukti yang cukup serta jaminan-jaminan yang dianggap perlu, Direksi mempunyai wewenang untuk memberikan duplikatnya; 66 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005, hal. 62. Universitas Sumatera Utara 6. Direksi mempunyai wewenang untuk menahan keuntungan-keuntungan atas saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham tersebut, jika ternyata dalam suatu pemindahan hak, tidak terpenuhi kewajiban-kewajibannya; 7. Direksi atas tanggung jawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat seorang kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis; 8. Direksi mempunyai wewenang mewakili pereroan si muka dan di luar pengadilan serta berhak untuk melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau penguasaan beheer en beschkking dengan batasan-batasan tertentu; 9. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai Rapat Umum pemegang Saham RUPS; 10. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa pemegang saham setiap waktu bila dipandang perlu; 11. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika notulen tidak dibuat dengan proses verbal notaris. 67 Besarnya kewenangan yang diberikan kepada Direksi tidak berarti kewenangan Direksi tanpa batas. Kewenangan Direksi dibatasi oleh kewenangan bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan. Batasan tersebut antara lain adalah adanya doktrin Ultra Vires, yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan di luar kewenangan dari 67 Agus Budiarto, Op. Cit, hal. 68. Universitas Sumatera Utara Direksi tersebut. Apabila Direksi telah melanggar ketentuan kewenangannya sebagaiman yang telah dinyatakan dalam anggaran dasar perseroan, maka Direksi telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip ultra vires dan dengan demikian Direksi harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya sampai dengan mengikutsertakan harta pribadi Direksi tersebut. Pihak ketiga yang berhubungan usaha dengan perseroan tersebut tetap sah dan dilindungi tanpa memperhatikan ultra vires. Misalnya, terdapat suatu ketentuan yang disebutkan dalam anggaran dasar bahwa dalam melakukan suatu perbuatan hukum, seperti perjanjian kerjasama tertentu dengan pihak lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, namun dalam kenyataan yang terjadi prakteknya, Direksi tersebut telah melakukan perjanjian kerjasama tersebut tanpa meminta persetujuan tertulis atau memperoleh izin dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, maka akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh Direksi tersebut secara intern telah melakukan pelanggaran asas ultra vires tersebut, namun perjanjian kerjasama dengan pihak lain tersebut tetap sah dan berlaku. Pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi Perseroan yang di tinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain terdapat pada: 1. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: “perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang Universitas Sumatera Utara tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan”; 2. Pasal 92 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dan Perseroan; 3. Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan, artinya harus ada itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengurusan perseroan; 4. Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: adanya perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris dan atau Rapat Umum Pemegang Saham RUPS yang diatur dalam anggaran dasar; 5. Direksi tidak berwenang mewakili perseroan dalam hal terjadinya konflik kepentingan conflict interest. Perbuatan hukum perseroan terbatas yang tidak sesuai dengan cakupan kewenangan yang telah diuraikan perbuatan ultra vires, maka tanggung jawab pemegang saham, Direksi, dan komisaris menjadi tidak terbatas karena telah melampui batas kewenangannya. Bagi pemegang saham, menjadi tidak terbatas dalam hal yang dinyatakan pada Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Universitas Sumatera Utara Dalam pasal ini mengandung suatu pernyataan bahwa dalam hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabial terbukti terjadi hal-hal yang diuraikan dalam ketentuan pasal diatas. Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata- mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. Namun demikian, atas perbuatan-perbuatan Direksi tanpa persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS atau komisaris tetap sah dan mengikat pihak ketiga, namun tanpa mengurangi tangung jawab Direksi atas potensi kerugian. Untuk melaksanakan pembuktian terhadap perbuatan ultra vires sangatlah tidak mudah. Dalam hal terjadi suatu perbuatan hukum Direksi yang demikian dan pemberi persetujuan dalam hal ini Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham setuju atas tindakan Direksi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara ratifikasi atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi. Dalam hal wewenang Direksi untuk mewakili perseroan di luar pengadilan, anggaran dasar memberikan pembatasan-pembatasan, antara lain sebagai berikut: 1. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari dewan komisaris apabila ia akan melakukan tindakan-tindakan: a. Meminjam uang atas nama perseroan atau meminjamkan uang kepada pihak lain dalam jumlah tertentu; Universitas Sumatera Utara b. Mengikat perseroan sebagai penjamin utang; c. Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau mengalihkan barang-barang tetap milik perseroan atau membebani barang-barang milik perseroan tersebut dengan utang; d. Menggadaikan barang-barang bergerak milik perseroan yang bernilai tinggi. 2. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk mewakili perseroan harus dilakukann oleh dua orang anggota Direksi atau apabila Direksi itu terdiri hanya terdiri seorang direktur, maka harus dilakukan bersama-sama dengan komisaris; 3. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris atau Rapat Umum pemegang Saham RUPS; 4. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada anggota Direksi lainnya apabila akan melakukan tindakan yang menurut kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi perseroan; 5. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan perseroann antara para anggota Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para nggota Direksi itu.

b. Tanggung Jawab Hukum Direksi Perseroan

Dokumen yang terkait

Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 90 158

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 16

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN KUASA DIREKSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 3 33

PENGUNDURAN DIRI DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGUASAAN ASET DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS.

0 1 2

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Akuisisi Suatu Perusahaan Yang Merugikan Pemegang Saham Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 1

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

Analisis Penderivasian Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 14