34 perubahan kedalaman yang bertahap. Nilai kecepatan arus residu M2 yang
cukup besar terjadi apabila gradien dasar perairan berkurang secara signifikan, terlihat pada bagian kepala teluk bahwa arus residu berputar searah jarum jam
dan memiliki kecepatan yang cukup besar dibandingkan pada area lainnya. Pada bagian kepala teluk, terlihat bahwa arus membentuk pusaran di daerah
pertengahan. Hal ini disebabkan perubahan nilai kedalaman yang cukup signifikan, dimulai dari kedalaman ratusan meter hingga mencapai kedalaman
maksimum di bagian pertengahan kepala teluk yang mencapai 2000 meter. Secara umum, pola arus residu M2 masuk dari bagian timur perairan,
kemudian bergerak ke atas hingga di bagian tengah. Arus sebagian ada yang bergerak ke arah kanan, masuk menuju teluk dekat stasiun pengamatan Kolaka
dan berputar berbalik arah keluar dari teluk kecil di sebelah kanan. Sebagian arus, kemudian bergerak ke arah atas lagi menuju kepala teluk namun arus
berpindah dari sebelah timur bergerak ke arah barat, bersamaan dengan bergerak menuju ke arah kepala teluk. Arus residu M2 bergerak mengelilingi
kepala teluk searah jarum jam, dengan kecepatan terbesar di daerah dengan kedalaman sekitar 200 meter, namun arus paling lemah di daerah dengan
kedalaman sampai 1000 meter di bagian kepala teluk. Arus residu keluar dari bagian timur kepala teluk menuju bagian pertengahan dan bergerak ke arah
barat perairan teluk, bersamaan dengan bergerak menuju ke arah mulut teluk. Bagian barat mulut Teluk Bone menjadi tempat keluaran arus residu M2.
4.3. Komponen K1
4.3.1. Perilaku rambatan gelombang pasut K1
Pola perambatan amplitudo gelombang pasut K1, pada Gambar 12, menunjukkan bahwa nilai amplitudo yang paling kecil berada di paling
selatanmulut teluk dan nilainya meningkat seiring keberadaannya sampai di
35 posisi kepala telukdi bagian utara. Pola perambatan yang ditunjukkan ini
bergerak secara beraturan dari arah mulut teluk, masuk dari sebelah timur terlebih dahulu kemudian menyebar ke arah barat. Secara sekilas pola
perambatan amplitudo K1 yang dibentuk mirip dengan pola perambatan amplitudo M2. Nilai amplitudo terkecil sebesar 0,313 m dan nilai amplitudo yang
paling besar sebesar 0,33 m. Pola perambatan amplitudo K1 ini memiliki kemiripan dengan yang terbentuk di perambatan amplitudo M2. Faktor yang
menyebabkan hal ini adalah perubahan nilai kedalaman secara signifikan di bagian kepala teluk dan juga bentukan dari Teluk Bone itu sendiri.
Menurut Hatamaya 1996, propagasi gelombang pasut K1 dengan nilai amplitudo yang tidak cukup besar ini, diduga berasal dari Samudera Pasifik
masuk melalui daerah Timur Indonesia lalu bergerak ke arah Barat. Nilai amplitudo K1 yang bergerak di perairan Indonesia, memiliki kisaran nilai
amplitudo yang tidak begitu besar antara 10 –30 cm, serta perbedaan nilai
amplitudonya tidak begitu besar. Perbedaan amplitudo yang terjadi di Teluk Bone hanya sebesar 0,017 m. Nilai perbedaan ini cukup jauh dengan perbedaan
amplitudo M2 yang mencapai 0,12 m di perairan ini. Pola perambatan fase K1 di Perairan Teluk Bone Gambar 13,
menunjukkan bahwa kontur co-tidal yang terbentuk pada perairan semakin merapat apabila gradien kedalaman berubah secara signifikan. Dekat stasiun
pasut Kolaka, nilai yang terbentuk lebih rapat dibandingkan di daerah tengah tengah perairan.Di bagian ini juga dapat terlihat bahwa gelombang pasut
berpropagasi masuk dari sebelah timur kepala teluk kemudian bergerak mengelilingi seluruh bagian kepala teluk dan keluar di bagian baratnya. Fase
berubah secara cukup cepat dilihat dari semakin rapatnya kontur co-tidal yang terbentuk di area bagian utarakepala teluk. Perambatan gelombang pasut K1
36
Gambar 12. Pola perambatan amplitudo komponen pasut K1 di Teluk Bone
37
Gambar 13. Pola perambatan fase komponen pasut K1 di Teluk Bone
38 masuk dari mulut teluk sampai ke kepala teluk membutuhkan waktu sekitar 1
menit 11,8 detik. Gelombang pasut K1 merambat masuk ke dalam teluk dengan waktu yang cukup singkat, dari mulut teluk hingga kepala teluk. Perambatan
gelombang pasut K1 masuk ke dalam Teluk Bone lebih cepat dibandingkan dengan perambatan gelombang pasut M2.
Pola perambatan fase K1 yang dibentuk dari model memiliki selisih 12 detik antara stasiun pasut Kolaka dengan Tanjung Mangkasa. Pola perambatan pasut
K1 bergerak dari stasiun Kolaka terlebih dahulu sekitar 12 detik lebih awal daripada di stasiun Tanjung Mangkasa. Hal ini diduga akibat letak stasiun pasut
Kolaka yang terletetak lebih dekat dengan mulut teluk dibanding stasiun pasut Tanjung Mangkasa.
Gelombang pasut K1 merambat masuk ke dalam mulut Teluk Bone, kemudian mengalami perubahan fase di posisi 3,4 LS. Perubahan fase ini terjadi
pada bagian leher teluk dan di bagian timur terlebih dahulu lalu diikuti di bagian barat teluk. Pada bagian pertengahan teluk dekat dengan stasiun kolaka
terdapat kontur yang membentuk lingkaran yang cukup rapat, dengan nilai fase yang berubah menjadi semakin lebih besar dibanding daerah disekitarnya.
Kontur lingkaran ini diduga merupakan pusaran arus residu K1 yang terbentuk didaerah teluk. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan nilai gradien
kedalaman yang terbentuk pada daerah tersebut. Amplitudo gelombang pasut M2 baru mengalami perubahan di posisi 4,2 LS sampai 3,7 LS. Nilai amplitudo
berubah secara bertahap dari 31,55- 31,7 cm, difase yang sama. Perubahan nilai amplitudo terjadi pada bagian timur terlebih dahulu kemudian disusul di
bagian sebelah barat. Hal ini disebabkan daerah di bagian timur terluk jauh lebih dangkal dibanding daerah di sebelah barat, sehingga penjalaran amplitudo lebih
dahulu berubah di bagian timur dibanding di sebelah barat.
39 Bagian leher teluk, nilai amplitudo berubah secara bertahap namun tidak
terlalu banyak dari 31,9-32,1 cm. Pada bagian leher teluk pun nilai fase bertambah menjadi 195,3
. Kepala teluk memiliki nilai fase yang berbeda-beda di bagian timur, tengah dan barat. Nilai fase di bagian barat lebih besar
dibanding di bagian tengah, dan di bagian timur memiliki nilai fase yang paling kecil diantara ketiganya. Untuk nilai amplitudo, semakin ke arah kepala teluk
nilainya semakin besar. Saat memasuki daerah kepala teluk nilai amplitudo sebesar 32,3 cm dan semakin meningkat menuju ke arah utara bagian kepala
teluk, yakni sebesar 33 cm.
4.3.2. Pemodelan Pola Arus Residu K1