Kemampuan birokrasi mengenali kebutuhan anak korban kekerasan seksual

Perlindungan Anak mempunyai tugas yaitu melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengembangan perlindungan anak dan peningkatan kualitas hidup anak. C. Responsivitas Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Bapermas PP PA dan KB Surakarta dalam Memberikan Perlindungan terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan tentang Responsivitas Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Surakarta dalam Memberikan Perlindungan terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual yang mencakup 1 Kemampuan birokrasi mengenali kebutuhan anak korban kekerasan seksual, 2 Kemampuan birokrasi menyusun agenda dan prioritas perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual, dan 3 Kemampuan untuk mengembangkan program perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual.

1. Kemampuan birokrasi mengenali kebutuhan anak korban kekerasan seksual

Anak merupakan investasi masa depan bangsa dan negara oleh karenanya hak-hak dan kebutuhan hidup mereka haruslah kita penuhi. Mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak berarti juga pemerintah kota Surakarta harus serius dalam memberikan perlindungan terhadap anak. 58 Dalam mengenali kebutuhan anak korban kekerasan seksual, Bapermas sudah memiliki kemampuan akan hal tersebut, dimulai dari hak hidup anak yang paling dasar. Anak sejak lahir sudah memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, untuk hak anak sendiri terdiri dari empat aspek yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi. Keempat hak tersebut Bapermas sudah mengetahuinya secara jelas, ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Prapti: “Hak anak yang harus dipenuhi itu ada 4, pertama hak hidup yaitu hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar, kelangsungan hidup contohnya mendapat asi eksklusif, tempat tinggal layak, dan makanan bergizi. Kedua, Hak tumbuh kembang yaitu hak yang harus diperoleh anak untuk mendapatkan pendidikan termasuk pendidikan usia dini, jadi mengembangkan potensi secara penuh dari anak contohnya memberikan kasih sayang, rekreasi, dan lainnya. Jadi lebih mengarah ke psikisnya. Terus yang ketiga hak perlindungan itu adalah hak untuk mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan, penelantaran dan eksploitasi. Jadi tidak boleh diperlakukan dengan kasar, tidak boleh dihukum secara fisik, digunakan untuk kepentingan seksual. Yang keempat hak partisipasi yaitu anak bisa memberikan partisipasinya termasuk dalam hal ini dia bisa mempengaruhi, karena dia ikut berpartisipasi jadi dia bisa mempengaruhi hidupnya sendiri.” Wawancara 8 April 2016 Pemenuhan kebutuhan anak korban kekerasan seksual itu bukanlah hal yang mudah, hal ini dikarenakan kebutuhan antara anak korban kekerasan seksual yang satu mungkin berbeda dengan anak korban yang lain, oleh karenanya harus ada identifikasi langsung kepada si anak ataupun walinya untuk diketahui apa 59 sebenarnya yang menjadi kebutuhan dari si anak tersebut. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Rita selaku Pengurus Yayasan Kakak: “Kebutuhan korban yang satu dengan yang lain itu beda. Ada yang butuh pendidikannya misalkan ancaman dikeluarkan dari sekolahnya, ada yang butuh dari segi medis untuk visumnya, ada juga yang butuh untuk traumanya.” Wawancara 11 April 2016 Pemenuhan akan kebutuhan dari anak korban tersebut menjadi tanggung jawab dari Bapermas selaku pihak yang ditunjuk pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual. Ibu Prapti mengatakan bahwa: “Kalau dia jadi korban kekerasan seksual itu efeknya kan itu, satu bisa dia nggak sekolah, bisa juga dia mesti kondisinya drop, ketiga mesti dari medis. Nah sekolah ini mesti kita carikan, memulihkan psikis dia yang drop, dari medis juga kita fasilitasi. Pemulihan satu anak itu membutuhkan waktu panjang. Anak yang jadi korban itu harus dipulihkan fisik, psikis atau kejiwaannya dan dicarikan pendidikannya.” Wawancara 8 April 2016 Hal tersebut juga senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sunardi selaku Koordinator PPT Kelurahan Jebres bahwa: “Anak yang jadi korban itu anu mbak harus disembuhkan traumanya, dipulihkan kondisi kesehatannya dan juga pendidikannya itu tidak boleh putus, kita sering juga di kasus sebelumnya membantu untuk mendapatkan sekolahan yang pas.” Wawancara 1 Juni 2016 Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kebutuhan anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut adalah: 60 a Kebutuhan Pemulihan Psikiskejiwaan Kebutuhan akan pemulihan psikis atau kejiwaan ini menjadi kebutuhan dasar yang harus segera dipenuhi mengingat anak yang menjadi korban kekerasan seksual ini pasti akan mengalami trauma yang akan mengganggu kemampuan mereka dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Prapti yaitu: “Pertama anak yang jadi korban itu pasti ada trauma kan nah trauma ini yang harus kita hilangkan dulu, proses pemulihan trauma ini itu lama lho butuh berbulan-bulan nggak bisa sehari duahari langsung sembuh.” Wawancara 9 Mei 2016 Dalam hal memenuhi kebutuhan pemulihan psikis si anak korban tersebut Bapermas sudah memberikan fasilitasi dalam hal rehabilitasi, konselingnya, dan juga pendampingan dari psikiater atau pendamping lainnya. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Ibu Fitri selaku Manajer Divisi Pencegahan Penanganan Kasus Kekerasan: “Kalau psikolognya psikiaternya itu difasilitasi, mereka ada kerjasama dengan rumah sakit Muwardi kemudian rumah sakit jiwa ada itu untuk psikolognya untuk rehabilitasinya secara psikis.” Wawancara 6 Juni 2016 Sejalan dengan yang dikatakan Ibu Fitri tadi, Ibu Rita dari Yayasan Kakak juga mengatakan hal demikian: “Misal dari si anak ini ada trauma ya mereka memfasilitasi untuk rehabilitasi, konselingnya seperti itu.” Wawancara 3 Juni 2016 b Kebutuhan Pemulihan Fisik 61 Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan untuk pemulihan fisik, dalam hal ini yang dimaksudkan dengan pemulihan fisik ini adalah dari segi fasilitas medisnya. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual harus dilakukan pengecekan untuk kesehatannya, selain itu jika korban ingin menempuh ke jalur hukum juga pasti akan membutuhkan alat bukti yaitu visum, untuk masalah fasilitas medis ini Bapermas sudah memfasilitasinya. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Ibu Prapti selaku Kabid Perlindungan Anak Bapermas: “Dari sisi medis jadi itu kita dampingi juga bagaimana si anak mendapatkan layanan medis dengan baik. Secara medis pun juga harus divisum dulu karna kan kalau tidak divisum kan nggak tau benar benar terjadi tidak dan juga untuk membuktikan pelakunya benar benar melakukan, visum itu bukan hanya dia sudah hubungan seksual bukan lho, kalau dia hanya meraba tapi dia ada teman yang lihat itu visum juga namanya.” Wawancara 9 Mei 2016 Dalam memberikan layanan medis ini Bapermas menggratiskan untuk setiap layanan medis yang diakses oleh anak korban kekerasan, bukan hanya korban kekerasan seksual saja melainkan kekerasan yang lain juga tidak dipungut biaya atau gratis. Hal ini dibuktikan dengan perkataan yang disampaikan oleh Ibu Rita dari Yayasan Kakak, Ibu Fitri dari LSM SPEKHAM, Ibu Utami dari Kelurahan Jebres, Bapak Sunardi dari PPT Kelurahan Jebres yaitu: 62 Ibu Rita Yayasan Kakak: “Untuk layanan medis atau visum itu gratis dek, tapi nek dananya pas habis ya tetep bayar. Dulu itu biayanya 175.000 ribu dek kalau untuk yang nggak mampu kan mahal itu segitu.” Wawancara 3 Juni 2016 Ibu Fitri LSM Spekham: “Kalau visum itu gratis kalau itu korban kekerasan lho ya.” Wawancara 6 Juni 2016 Ibu Utami Kabid Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Jebres: “Iya gratis mbak kalau visum misal ada masalah kita langsung ada di rumah sakit.” Wawancara 1 Juni 2016 Bapak Sunardi Koordinator PPT Kelurahan Jebres: “Visum itu gratis mbak, tidak ditarik biaya.” Wawancara 1 Juni 2016 c Kebutuhan Pendidikan Dalam kasus kekerasan seksual anak ini yang menjadi objeknya adalah anak oleh karenanya hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak harus diupayakan. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari anak korban kekerasan seksual. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibu Prapti dari Bapermas: 63 “Kalau dia masih anak usia sekolah mesti yang diperlukan itu pendidikan kalau dia sudah sampai hamil misalnya mesti dalam suasana hamil dia tidak mungkin apa sekolah, tapi hak pendidikan dia itu tidak boleh hilang jadi setelah melahirkan kita carikan sekolah, kalau dia masih pengen di sekolah formal kita usahakan mencarikan dia sekolah formal, tapi kan biasanya malu nah itu kita siapkan mencarikan kejar paket karena pada prinsipnya kejar paket itu udah sama kayak sekolah formal.” Wawancara 9 Mei 2016 Bapermas dalam hal ini membantu si anak korban kekerasan seksual mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut didukung oleh perkataan Ibu Rita dari Yayasan Kakak: “Ada yang butuh pendidikannya misalkan ancaman dikeluarkan dari sekolahnya otomatis kita menghubungi bapermas untuk membantu kita, kalau anaknya ternyata masih nyaman sekolah disitu kita upayakan bapermas nanti bantu mendukung kita agar anak itu bisa tetep sekolah disitu tapi kalau anak itu misalnya tidak mau sekolah lagi disitu kita minta untuk memudahkan masuk disekolah mana seperti itu.” Wawancara 3 Juni 2016 d Lingkungan yang aman Lingkungan yang aman yang dimaksud disini adalah si anak bisa merasakan keamanan, jauh dari pelaku, jauh dari lingkungan yang membuat dia kembali mengingat traumanya. Anak korban kekerasan seksual ini pastilah membutuhkan lingkungan yang menurutnya aman sehingga proses pemulihan dia dari traumanya pun bisa berjalan dengan baik. Senada dengan yang dikatakan oleh Ibu Prapti: “Anak korban kekerasan itu butuh tempat yang aman, misalkan yang jadi pelaku kekerasan seksualnya itu 64 dari lingkungan terdekat misal tetangganya kan nggak mungkin kalau anak itu masih disitu jadi ya harus dipisah. Kita lihat aman nggak disitu, kalau nggak ya harus direlokasi ditempatkan ke tempat yang aman. Bukan Cuma anak korban kekerasan seksual saja tapi yang lain juga sama.” Wawancara 21 April 2016 Untuk memenuhi rasa aman terhadap anak korban kekerasan seksual tersebut Bapermas sudah membuat rumah sebagai tempat perlindungan anak korban yang disebut dengan rumah aman atau shelter. Dalam penelitian ini peneliti menemukan kesulitan untuk menanyai atau mewawancarai langsung baik korban kekerasan seksual maupun keluarga dari korban mengingat sifat dari korban yang dilindungi dan dirahasiakan keberadaannya, hal inilah yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini. Dari penjelasan tersebut diatas dapat diketahui bahwa kebutuhan dari anak korban kekerasan seksual itu ada 4 yaitu kebutuhan akan pemulihan psikis, kebutuhan akan pemulihan fisik, kebutuhan akan pendidikan, dan yang terakhir kebutuhan akan lingkungan yang aman. Bapermas dalam hal ini sudah memiliki kemampuan untuk mengenali apa saja yang dibutuhkan oleh anak korban kekerasan seksual tersebut. 2. Kemampuan menyusun agenda dan prioritas perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual 65 Bapermas PP PA dan KB dalam hal memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual sudah memiliki agenda dan prioritas yang akan dilakukan. Berikut ini agenda dan prioritas yang dilakukan oleh Bapermas: Tabel 4.3 Kebutuhan dan Agenda Prioritas No. Kebutuhan Agenda dan Prioritas 1. Pemulihan Psikis Memulihkan trauma anak korban kekerasan seksual melalui Rehabilitasi, Konseling, Pendampingan 2. Pemulihan Fisik Fasilitas Layanan Kesehatan gratis dan mudah diakses 3. Pendidikan Kemudahan mendapat pendidikan 4. Lingkungan yang aman Membuat tempat perlindungan yaitu Rumah AmanShelter Dari hasil wawancara diketahui bahwa agenda dan prioritas yang dilakukan oleh Bapermas adalah seperti diatas dengan penjelasan mendalamnya sebagai berikut: 1. Memulihkan psikis anak korban kekerasan seksual melalui Rehabilitasi, Konseling dan Pendampingan. Agenda dan prioritas yang dilakukan oleh Bapermas menyangkut kebutuhan akan pemulihan psikisnya yaitu Bapermas telah memberikan layanan seperti Rehabilitasi, Konseling dan Pendampingan. Dalam hal memberikan 66 layanan ini Bapermas bekerjasama dengan dinas, lembaga terkait yaitu dengan Rumah Sakit Jiwa, LK3 dan dengan LSM-LSM di Solo yang peduli terhadap perlindungan terhadap anak. Hal ini disampaikan oleh Bu Prapti dari Bapermas sebagai berikut: “SOP kita itu kan yang pertama langsung ke penanganan kepada korban dulu, kita kerjasama dengan LK3 Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga secara gratis, didalamnya juga ada teamworknya yaitu pekerja sosial, psikolog, dokter. Nanti kita kerjasama dengan mereka. Penanganan anak kan masing masing ya jadi nanti tergantung sama psikolognya, solusinya bagaimana, didampingi betul itu anak sampai benar-benar pulih.” Wawancara 8 April 2016 “Mesti dia butuh pendampingan psikolog, kita punya kerjasama dengan rumah sakit jiwa jangan dikira rumah sakit jiwa itu anak dimasukkan itu nggak, disana sudah ada ruang konseling sendiri ruangnya nyaman sekali jadi itu mereka didampingi bagaimana memulihkan trauma mereka kan pasti trauma dan itu bagaimana pemulihannya.” Wawancara 9 Mei 2016 Untuk masalah pendampingan ini Bapermas juga bekerja sama dengan LSM yang fokus pada masalah perlindungan anak, hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibu Fitri dari LSM SPEKHAM dan Ibu Rita dari Yayasan Kakak: Ibu Fitri dari LSM SPEKHAM: “Kalau kita ini ada pendampingan hukum, konseling itu juga kita lakukan, pendampingan bukan hanya pendampingan korban tapi juga keluarga, kemudian advokasi artinya melihat kebutuhan si korban itu seperti apa kita layani.” Wawancara 6 Juni 2016 Ibu Rita dari Yayasan Kakak: 67 “Ya kalau yayasan kakak itu kita melakukan pendampingan untuk kasus kekerasan seksual, jadi kalau misalnya di Polres itu ada kasus biasanya memang dirujuk ke Kakak atau ke LSM-LSM yang lain. Jadi tidak semua kasus yang ada di PPA itu dirujuk ke Kakak.” Wawancara 11 April 2016 Untuk pendampingan ini Yayasan Kakak melakukan pendampingan sampai anak tersebut bisa dikatakan hilang traumanya. Ini senada dengan apa yang Ibu Rita dari Yayasan Kakak katakan: “Sampai biasanya di persidangan tetap kita dampingi sampai vonis, setelah vonis biasanya kita sesuaikan dengan kebutuhan dari korban seperti apa gitu, jadi misalnya kondisinya sudah benar-benar baik, dia sudah bisa kembali ke sekolahnya, secara medis sudah nggak butuh lagi itu paling cuma kita pantau pie kabare seperti itu.” 2. Fasilitasi Layanan Kesehatan gratis dan mudah diakses. Agenda dan prioritas yang dilakukan Bapermas selanjutnya terkait dengan kebutuhan akan pemulihan kondisi fisik ini adalah dengan memberikan fasilitasi layanan kesehatan yang dapat diakses secara gratis untuk anak korban kekerasan seksual. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibu Prapti dari Bapermas yaitu: “Layanan medis ini sudah kita fasilitasi juga, gampang kalau mau mengaksesnya.” Wawancara 8 April 2016 “Dari sisi medis jadi itu kita dampingi juga bagaimana si anak mendapatkan layanan medis dengan baik.” Wawancara 9 Mei 2016 68 Kemudahan dalam mengakses layanan kesehatan ini juga dirasakan oleh pendamping dari Yayasan Kakak, dimana Ibu Rita mengatakan: “Kalau untuk korbannya sendiri kita gampang ngaksesnya dek, untuk minta visum atau pemeriksaan lainnya.” Wawancara 3 Juni 2016 Pernyataan mengenai kemudahaan dalam mengakses fasilitas medis ini juga dijelaskan oleh Staff PPA Polresta Surakarta yang mengatakan: “Misalnya pas pelaksanaan visum kalau memang itu korbannya nanti ada pelayanan khususnya.” Wawancara 9 Juni 2016 Ibu Fitri dari LSM SPEKHAM juga mengatakan hal yang sama tentang kemudahan mengakses layanan kesehatannya. Ibu Fitri mengatakan bahwa: “Terkait dengan penanganan itu mudah artinya kita kontak misal dengan rumah sakit seperti itu asal ada surat rujukan itu sudah bisa terlaksana.” Wawancara 6 Juni 2016 Berkenaan dengan fasilitas medis ini Bapermas sudah berkomitmen untuk memberikan layanan medis gratis dimana semua kegiatannya bersumber pada anggaran APBD 2. Ini seperti dikatakan oleh Ibu Prapti dari Bapermas: “Semua kegiatan yang termasuk dalam kota layak anak ini anggarannya dari APBD 2, jadi komitmen itu sangat tinggi, sampai daerah lain itu bingung dana operasionalnya dapat darimana, kenapa kok daerah lain tidak bisa maju kla nya ya karna nggak ada komitmen itu, nah kalau sudah ada komitmen itu yang menjadi pedoman kita dalam bekerja.” Wawancara 9 Mei 2016 69 Namun dalam hal fasilitas medis gratis pada kenyataannya masih ada anak korban yang harus membayar biaya khususnya untuk biaya visum dikarenakan anggaran yang dialokasikan untuk layanan tersebut habis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Rita dari Yayasan Kakak seperti berikut: “Kalau dana dari pemerintah itu misalnya di Muwardi, jadi misalnya di muwardi itu dananya udah abis ya harus bayar, bayar visum. Visum itu 175 dulu dek, ya untuk mereka yang nggak punya kan banyak ya dek.” Wawancara 3 Juni 2016 Untuk lebih memaksimalkan dalam rangka memberikan layanan kesehatan yang baik ini Bapermas juga bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi dan juga Puskesma-puskesmas yang ada di Kota Solo. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Ibu Fitir dari LSM Spekham yaitu: “Mereka ada kerjasama dengan rumah sakit Muwardi sama puskesmas untuk ini layanan medisnya.” Wawancara 6 Juni 2016 3. Kemudahan mendapat pendidikan Bapermas sebagai pihak yang diberikan tugas untuk melakukan perlindungan terhadap anak khususnya anak korban kekerasan seksual membuat agenda dan prioritas selanjutnya yaitu kemudahan mendapatkan layanan 70 pendidikan. Mengingat yang menjadi objek disini adalah anak yang sudah pasti masih di usia sekolah jadi hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak juga harus tetap diperhatikan. Untuk layanan pendidikan ini Bapermas juga sudah memberikan fasilitasi dengan membantu mencarikan sekolah si anak korban kekerasan seksual tersebut. Ini seperti yang dikatakan oleh Ibu Prapti dari Bapermas: “Kalau dia jadi korban kekerasan seksual itu efeknya kan itu, satu bisa dia nggak sekolah... Nah sekolah ini mesti kita carikan.” Wawancara 8 April 2016 “Kalau dia masih anak usia sekolah mesti yang diperlukan itu pendidikan kalau dia sudah sampai hamil misalnya mesti dalam suasana hamil dia tidak mungkin apa sekolah, tapi hak pendidikan dia itu tidak boleh hilang jadi setelah melahirkan kita carikan sekolah, kalau dia masih pengen di sekolah formal kita usahakan mencarikan dia sekolah formal, tapi kan biasanya malu nah itu kita siapkan mencarikan kejar paket karena pada prinsipnya kejar paket itu udah sama kayak sekolah formal.” Wawancara 9 Mei 2016 Untuk masalah pendidikan sendiri menurut Ibu Rita dari Yayasan Kakak, Bapermas sudah melakukan tugasnya dengan baik. Ini seperti yang Ibu Rita katakan bahwa: “Ada yang butuh pendidikannya misalkan ancaman dikeluarkan dari sekolahnya otomatis kita menghubungi bapermas untuk membantu kita, kalau anaknya ternyata masih nyaman sekolah disitu kita upayakan bapermas nanti bantu mendukung kita agar anak itu bisa tetep sekolah disitu tapi kalau anak itu misalnya tidak mau sekolah lagi disitu kita minta untuk memudahkan masuk disekolah mana seperti itu.” Wawancara 3 Juni 2016 71 Untuk semakin memudahkan dalam mendapatkan pendidikan yang baik dan layak ini Bapermas juga melakukan kerjasama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Surakarta. dalam 4. Membuat tempat perlindungan Tempat perlindungan bagi anak korban kekerasan seksual ini juga merupakan kebutuhan yang tidak boleh disepelekan. Kecenderungan pelaku yang berasal dari lingkungan terdekat korban inilah yang membuat anak korban tersebut harus diamankan ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh si pelaku. Dalam hal memberikan tempat perlindungan yang aman tersebut Bapermas membangun Rumah Aman atau bisa juga disebut sebagai Shelter. Ruman aman ini salah satunya berfungsi untuk melindungi korban bukan hanya korban kekerasan seksual melainkan korban kekerasan yang lainnya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Prapti dari Bapermas: “Iya rumah aman itu termasuk juga perlindungan untuk korban kekerasan, bukan cuma kekerasan seksual tapi kekerasan yang lain juga ...Rumah aman itu anaknya diamankan, orangtuanya didampingin gitu. Kita sering lho dampingin gitu, pendampingan itu bukan cuma anaknya lho tapi orangtuanya juga didampingi psikolog ...Kalau ada kasus misalnya kasus berat itu pendamping sudah paham harus diberikan ke rumah aman atau tidak.” Wawancara 21 April 2016 72 Saat ini Kota Solo sendiri memiliki 1 satu unit rumah aman dimana keberadaan dari rumah aman ini dirahasiakan dengan tujuan untuk menjaga keamanan si anak korban tersebut. Namun ternyata menurut Ibu Rita dari Yayasan Kakak, beliau mengatakan bahwa sekarang ini keberadaan rumah aman sudah banyak diketahui masyarakat dan juga pengamanan di rumah aman ini yang kurang. Berikut yang dikatakan oleh Ibu Rita “Ya jadi kendalanya di solo itu rumah aman yang ada sekarang ini udah diketahui dimana tempatnya pada sudah tau, trus apa tempatnya itu tidak terlalu aman, jadi orang luar itu gampang keluar masuk, pintu pagarnya terbuka seperti itu…bahkan pada saat pembukaannya pun juga di koran itu ada tapi sudah lama emang tidak tahun-tahun ini” Wawancara 3 Juni 2016 Jadi bisa dikatakan bahwa terkait rumah aman ini Bapermas kedepannya harus memperbaiki lagi terkait lokasi maupun pengamanannya misalkan dengan tidak membuat rumah aman itu sebagai tempat yang permanen dibangun, ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Ibu Rita “Rumah aman itu yang kita sembunyikan, bisa kos- kosan dan sebagainya, tidak dibangun secara permanen.” Wawancara 3 Juni 2016 Dan juga seperti yang dikatakan Ibu Fitri dari Spekham yaitu “Bisa pindah-pindah, bisa aja bukan seperti bangunan rumah seperti itu, mau kos-kosan atau apa” Wawancara 6 Juni 2016 73 Pada perkembangannya Bapermas PP PA dan KB telah menginisiasikan adanya Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta PTPAS dimana PTPAS ini adalah suatu jejaring yang terdiri dari beberapa anggota meliputi instansi, lembaga, institusi dan organisasi- organisasi yang sama-sama peduli atau bergerak dalam hal perlindungan terhadap anak. Anggota dari PTPAS ini berjumlah 48 anggota. Adanya PTPAS ini diatur dalam SK Walikota Surakarta No. 46274-A12006 dan Nota Kesepakatan Bersama atau MOU dimana dalam SK Walikota dan MOU tersebut sudah diatur juga kerjasama antara Bapermas PP PA dan KB dengan instansi, lembaga, institusi dan organisasi-organisasi terkait beserta dengan tugas atau peranan masing-masingnya.

3. Kemampuan untuk mengembangkan program perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual