Dalam hal ini penulis memfokuskan penelitiannya pada 4 bentuk kekerasan tersebut dengan pertimbangan bahwa Yayasan Kakak ini
merupakan Yayasan yang peduli terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak di Kota Surakarta sehingga keempat bentuk-bentuk kekerasan
seksual itulah yang paling sesuai untuk diteliti di Kota Surakarta.
D. Responsivitas
Dengan perkembangan globalisasi yang terjadi saat ini membuat tatanan dalam masyarakatpun juga berubah. Seiring perkembangan
tersebut masyarakat menuntut pemerintah untuk melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik. Kepemerintahan yang baik ini disebut dengan
Good Governance. Pada dasarnya tujuan dari adanya Good Governance Hardiyansyah, 2011: 113 adalah tercapainya kondisi pemerintahan yang
dapat menjamin kepentingan atau pelayanan publik secara seimbang dengan melibatkan kerja sama antar semua komponen pelaku negara,
masyarakat madani, lembaga-lembaga masyaraka, dan pihak swasta. Wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara
yang solid dan bertanggung jawab, serta transparan, responsif, efisien dan efektif Rondonuwu, Welson Jericho, 2015:2.
Responsivitas adalah salah satu faktor untuk mewujudkan Kepemerintahan yang baik atau Good Governance. Santosa 2008: 131
dalam bukunya Administrasi Publik – Teori dan Aplikasi Good Governance mengatakan bahwa
34
“Syarat bagi terciptanya good governance, yang merupakan prinsip dasar meliputi partisipatoris, rule of law penegakan hukum,
transparansi, responsiveness daya tanggap, konsensus, persamaan hak, efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.”
Penjelasan dari Santosa tentang responsivitas sebagai syarat terciptanya good governance tersebut didukung oleh Gyong dalam Jurnal
Internasional Good Governance and Accountability in a Democracy yang berkata:
“Good governance has been closely linked to ‘the extent to which a government is ... committed to improving the public welfare and
responsive to the needs of its citizens, competent to assure law and order and deliver public services, able to create an enabling policy
environment for productive activities; and equitable in its conduct” Landell-Mill and Seragelden, cf Simbine
Good Governance berkaitan erat dengan sejauh mana pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
responsif terhadap kebutuhan warganya, mampu untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan memberikan pelayanan publik,
mampu menciptakan kebijakan untuk kegiatan-kegiatan produktif; dan adil dalam tindakannya
Jurnal Internasional Good Governance and Accountability in a Democracy, oleh Gyong, John Emmanuel. 2014. Volume 7, No 26
ISSN: 1857-7881 Print e- ISSN 1857 – 7431 hal 74
Tangkilisan 2005: 177 dimana responsivitas menunjuk pada
keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas bisa dikatakan rendah apabila ada
ketidakselarasan antara kegiatan pelayanan dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi dalam hal ini responsivitas bisa diartikan sebagai
kemampuan pemerintah dalam menanggapi dan memenuhi keluhan ataupun kebutuhan masyarakat secara cepat dan tepat. Dengan
35
menerapkan responsivitas dalam proses penyelenggaranan kepentingan publik maka akan dihasilkan pelayanan yang efektif dan optimal karena
pelayanan yang diberikan tersebut akan berorientasi penuh terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat selaku penerima layanan tersebut
dalam upaya melakukan pembangunan. Rondonuwu, Welson, Jericho 2015:6 dalam Jurnal Administrasi Publik mengatakan
“Responsivitas sebagai daya tanggap pemerintah kecamatan terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat serta permasalahan
dalam masyarakat yang
terkait dengan tugas dan fungsinya
. Organisasi yang memiliki tingkat responsivitas rendah
memperlihatkan bahwa kinerja organisasi mereka tersebut juga rendah.”
Oleh karenanya responsivitas menjadi hal yang penting dimiliki oleh Organisasi.
Senada dengan pernyataan tersebut, Ismail dalam jurnal Fikratuna 2013:380 mengatakan bahwa
“Responsiveness atau responsivitas adalah salah satu dimensi pelayanan publik yang juga merupakan indikator pelayanan
berkaitan dengan daya tanggap aparatur terhadap keluhan dan kebutuhan masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana
diatur dalam aturan perundangan.”
Responsivitas organisasi tergantung pada daya tangap orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut dari tingkat dan bagian-bagian
yang berbeda Waard, Henk Joseph, 2014:382. Responsivitas menyangkut kemampuan aparatur dalam menghadapi dan mengantisipasi
aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan pengetahuan baru. Birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam
36
menjalankan tugas dan fungsinya Siagian dalam Ismail, 2013: 380. Rondonuwu, Welson, Jericho 2015:6 dalam Jurnal Administrasi Publik
selanjutnya menjelaskan penerapan prinsip responsivitas dapat dilihat melalui indikator sebagai berikut:
a. Keselarasan antara program dan kegiatan yang dikembangkan oleh pemerintah dengan kebutuhan aspirasi masyarakat.
b. Kecepatan pemerintah dalam menanggapi aspirasi atau tuntutan masyarakat
c. Berbagai tindakan aparatur pemerintah untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat dalam pelayanan publik.
Terkait dengan indikator yang dikemukakan oleh Rondonuwu, Welson, Jericho tersebut peneliti kurang setuju dengan indikator poin
kedua yaitu tentang kecepatan pemerintah dalam menanggapi aspirasi atau tuntutan masyarakat, hal ini dikarenakan cepat saja tidak cukup apabila
kemampuan dari pemerintah untuk memenuhi aspirasi dari masyarakat tersebut tidak ada.
Menurut Dwiyanto 2012: 62 dalam bukunya Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, responsivitas adalah
“Responsivitas diartikan sebagai kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.”
Yang dikatakan responsivitas bukan hanya sebatas pemerintah mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi juga
bagaimana kemampuan pemerintah dalam membuat dan mengembangkan program sesuai dengan apa yang masyarakat lakukan. Atau secara singkat
dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi
37
terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Dari pengertian tentang responsivitas menurut Dwiyanto tersebut bisa
dijabarkan bahwa indikator responsivitas itu meliputi : 1. Kemampuan birokrasi mengenali kebutuhan masyarakat
2. Kemampuan birokrasi menyusun agenda dan prioritas pelayanan
3. Kemampuan untuk mengembangkan program-program
pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Indikator lain disampaikan oleh Ismail dalam Jurnal Fikratuna
2013: 382, dimana responsivitas pelayanan publik dalam operasionalisasinya dijabarkan menjadi beberapa indikator, yang meliputi:
1 Terdapat tidaknya keluhan pengguna jasa selama dua tahun terakhir;
2 Sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan pengguna jasa;
3 Tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa
4 Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.
Terkait dengan indikator responsivitas menurut Ismail tersebut dirasa peneliti kurang cocok jika diterapkan untuk penelitian ini mengingat
layanan yang diberikan oleh Bapermas PP PA dan KB ini bukanlah layanan yang bersifat konkrit seperti pada pelaksanaan pelayananan SIM.
38
Responsivitas disini juga bisa digunakan untuk menilai kualitas pelayanan suatu organisasi. Ini sesuai dengan pendapat Fitzsimmons
dalam Sedarmayanti, 2004: 90 yang mengatakan bahwa “Kualitas pelayanan merupakan sesuatu yang kompleks
sehingga untuk menentukan sejauh mana kualitas dari pelayanan dapat dilihat dari aspek Reliability, Responsiveness,
Assurance, Emphaty, dan Tangibles.”
Responsivitas bisa juga diartikan bahwa dalam pemberian layanan setiap organisasi harus diarahkan untuk melayani kebutuhan berbagai
pihak dengan sebaik-baiknya. Dalam mewujudkan responsivitas dibutuhkan kemampuan
pemerintah untuk lebih peka merasakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, yang dimaksud merasakan disini adalah melihat,
menginterpretasikan dan melakukan tindakan sesuai dengan harapan masyarakat.
“It could be argued that organizational responsiveness strongly depends on the cumulative sensing effort of all these
people acting at different organizational levels and within different functional areas.”
Journal International: Decentralization and Decomposability: Determinants of
Responsive Crisis Deployment, oleh Erik de Waard, Henk W. Volberda, Joseph Soeters. 2014. Vol.7 Iss 3 pp. 380 - 404
Terkait tentang responsivitas ini peneliti menggunakan aspek-aspek penelitian menurut Dwiyanto dengan alasan bahwa aspek tersebutlah yang
menurut peneliti paling sesuai dengan apa yang ingin diteliti dimana yaitu berfokus pada bagaimana kemampuan birokrasi mengenali kebutuhan
masyarakat dalam perlindungan anak dari kekerasan seksual, bagaimana
39
kemampuan birokrasi menyusun agenda prioritas pelayanan perlindungan anak dari kekerasan seksual dan kemampuan untuk
mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan aspirasi masyarakat terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak.
E. Kerangka Berpikir