Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan sumbangan semua orang di semua tingkatan.
Dalam rangka melakukan perlindungan terhadap anak maka pemerintah membuat suatu program yaitu program Kabupaten atau Kota
Layak Anak KLA oleh pemerintah. KLA adalah kabupatenkota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui
pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam
kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.
C. Kekerasan Seksual terhadap Anak
Kekerasan adalah segala bentuk pembatasan, pembedaan, pengucilan, dan seluruh bentuk perlakuan, pelanggaran hak asasi manusia
untuk tujuan tertentu yang berakibat berupa dan tidak terbatas pada penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi Menurut buku
pegangan KLA. Richard Gelles dalam Huraerah, 2007; 47 mengemukakan arti kekerasan terhadap anak atau child abuse sebagai
perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah Child Abuse meliputi
berbagai macam bentuk tingkah laku mulai dari tindakan ancaman fisik sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.
Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap anak dibagi dalam 6 enam kelompok, yaitu Mulyana W. Kusumah dalam Wulandari dan Sri, 2012;
104: 1 Pencurian dengan kekerasan.
2 Pembunuhan. 3 Perkosaan.
4 Penculikan.
30
5 Pemerasan. 6 Penganiayaan.
Sedangkan menurut Suharto dalam Huraerah, 2007: 47 mengelompokkan Child abuse menjadi:
a. Physical abuse atau kekerasan secara fisik adalah meliputi penyiksaan, pemukulan, penganiayaan
terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian
terhadap anak. b. Psychological abuse atau kekerasan secara psikologis
meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak.
c. Sexual abuse atau kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan pra-kontak seksual antara anak dengan
orang yang lebih besar melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism maupun perlakuan kontak seksual secara
langsung antara anak dengan orang dewasa incest, perkosaan, eksploitasi seksual.
d. Social abuse atau kekerasan secara social. Dapat mencakup penelantaran dan eksploitasi anak.
Penelantaran adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-
kembang anak. Sedangkan eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap
anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. M. Irsyad Thamrin dan M. Farid menjelaskan kekerasan seksual
sebagai kontak seksual yang tidak dikehendaki oleh satu pihak dalam
31
Yuwono, 2015: 1. Inti dari kekerasan seksual terletak pada ancaman verbal dan pemaksaan tindakan. Selanjutnya Yuwono 2015: 2
mengatakan bahwa “Kekerasan seksual meliputi unsur-unsur mengancam, memaksa,
memperkosa. Yang dimaksud dengan mengancam adalah tindakan menakut-nakuti dengan tujuan agar pihak lain bertindak sesaui
dengan keinginan pihak yang menakut-nakuti. Memaksa adalah perintah dari satu pihak agar pihak lain mengerjakan sesuatu yang
diinginkannya. Pemaksaan bisa dalam bentuk verbal atau dalam bentuk tindakan. Sedangkan memerkosa adalah persetubuhan
paksa antara orang dewasa dengan anak. Pemerkosaan memiliki kandungan pengertian yang sama dengan memaksa yaitu sama-
sama bentuk dari tindakan, bedanya hanya tindakan memaksa belum tentu berbentuk persetubuhan sedangkan pemerkosaan
sudah pasti berbentuk persetubuhan.”
Hubungan seksual antara orang dewasa dan anak walaupun tidak dilakukan dengan cara mengancam atau memaksa secara hukum tindakan
tersebut masuk dalam kategori tindak pidana pemerkosaan terhadap anak. Salah satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi adalah Kekerasan
Seksual terhadap Anak KSA. Orange Brodwin dalam Paramastri 2010:2 mengatakan
Kekerasan Seksual terhadap Anak KSA sebagai tindakan pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan seorang anak dalam aktivitas seksual.
Aktivitas seksual tersebut meliputi melihat, meraba, penetrasi tekanan, pencabulan dan pemerkosaan.
Dampak kekerasan seksual pada anak dapat berupa fisik, psikologis, maupun sosial. Dampak secara fisik bisa berupa luka atau
32
robek pada selaput dara. Dampak psikologisnya meliputi trauma mental, ketakutan, malu, kecemasan bahkan keinginan atau percobaan bunuh diri.
Dampak sosial misalnya perlakuan sinis, cemoohan dari masyarakat disekelilingnya, ketakutan terlibat dalam pergaulan dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Komisioner KPAI, Pranawati 2014: 26 [Powerpoint Slide] menjelaskan bahwa kekerasan anak secara seksual
dapat berupa perlakuan pra kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism,
maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa incest, perkosaan, eksploitasi seksual. Bentuk-bentuk
Kekerasan Seksual terhadap Anak Yuwono, 2015: 7, antara lain: a. Perkosaan
b. Sodomi c. Oral Seks
d. Sexual Gesture e. Sexual Remark
f. Pelecehan Seksual g. Sunat Klitoris pada anak perempuan
Sedangkan menurut Yayasan Kakak yang dikutip dari Aditya 2013; 14 ada 4 bentuk yang termasuk dalam kategori kekerasan seksual
adalah: a. pelecehan seksual
b. perkosaan c. pencabulan
d. sodomi.
33
Dalam hal ini penulis memfokuskan penelitiannya pada 4 bentuk kekerasan tersebut dengan pertimbangan bahwa Yayasan Kakak ini
merupakan Yayasan yang peduli terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak di Kota Surakarta sehingga keempat bentuk-bentuk kekerasan
seksual itulah yang paling sesuai untuk diteliti di Kota Surakarta.
D. Responsivitas