tinggi. Vaksin dengan patogenisitas tinggi memiliki daya invasif yang tinggi terhadap bursa tetapi mampu menggantikan antibodi asal induk. Vaksin IBD
yang diharapkan adalah yang memiliki daya invasif yang rendah terhadap bursa dan juga bisa menggantikan antibodi asal induk Haffer 1982.
Vaksin inaktif killed vaccine dengan minyak adjuvant dapat mempertahankan antibodi asal induk selama 4-5 minggu. Pemberian vaksin aktif
live vaccine bisa melindungi anak ayam selama 1-3 minggu Lukert Saif 2003. Salah satu jenis vaksin IBD adalah vaksin Strain Winterfield 2512.
Vaksin tersebut diisolasi oleh Winterfield pada tahun 1965 dan dimodifikasi untuk produksi vaksin Ashraf 2005. Vaksin IBD Strain Winterfield 2512 memiliki
antigenik yang tinggi dan tingkat patogenitas yang sedang. Vaksin yang dibuat dari strain 2512 dapat melindungi ayam dari serangan virus IBD yang ada di
lingkungan karena memiliki tingkat imunogenisitas yang tinggi Haffer 1982. Antibodi asal induk maternal antibody yang tinggi dapat melindungi anak
ayam dari serangan dini virus IBD. Penggunaan vaksin aktif tidak efektif dilakukan pada anak ayam dengan titer antibodi asal induk yang tinggi, karena
antibodi tersebut akan dinetralisasi oleh vaksin aktif hingga umur tujuh hari Ahmed Akhter 2003. Antibodi asal induk tetap ada sampai umur diatas
empat minggu, tetapi kemampuan antibodi melindungi anak ayam hanya sampai minggu kedua.
Vaksinasi IBD umumnya dilakukan pada umur 10-12 hari tergantung kondisi antibodi asal induk. Kenyataan di lapangan biasanya peternak jarang
memperhatikan waktu vaksinasi yang tepat. Vaksinasi yang tepat harus berdasarkan titer antibodi asal induk. Namun kekhawatiran peternak akan
terjadinya serangan IBD pada usia dini menyebabkan mereka melakukan vaksinasi umur sehari sampai dengan satu minggu.
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh vaksinasi IBD Blend Strain Winterfield
2512 pada ayam pedaging umur sehari dan kemampuannya dalam mencegah infeksi penyakit.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infectious Bursal Disease
Infectious Bursal Disease IBD merupakan penyakit viral pada ayam dan
terutama menyerang ayam muda Jordan 1990. Infectious Bursal Disease pertama kali ditemukan pada tahun 1962 yang terjadi di Gumboro, Delaware,
USA. Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga dengan penyakit Gumboro Murphy et al. 1999.
2.1.1 Etiologi
Penyakit Gumboro disebabkan Virus Infectious Bursal Disease yang merupakan anggota genus Avibirnaviridae dari famili Birnaviridae. Birnaviridae
termasuk dalam virus dengan asam inti double stranded RNA. Ada dua jenis virus yang tergolong dalam famili Birnaviridae yaitu Infectious Bursal Disease Virus
pada ayam dan Infectious Pancreatic Necrosis Virus pada ikan Murphy et al. 1999.
Virus Infectious Bursal Disease tidak memiliki amplop dengan capsid single shelled icosahedral, heksagonal
, dan mempunyai diameter 55-60 nm. Genom virus tersebut terdiri atas dua segmen yaitu A dan B double stranded
RNA . Virion dari virus IBD relatif stabil pada suhu panas, resisten terhadap pH
3 sampai dengan pH 9, dan terhadap chloroform. Virus IBD bertahan pada suhu 60 °C selama 60 menit Murphy et al. 1999. Desinfektan yang dapat
menghambat virus yaitu iodine kompleks, derivat fenol, dan ammonium kuartener Lukert Saif 2003.
Virus IBD terdiri atas serotipe 1 dan serotipe 2. Serotipe 1 menyerang ayam, sedangkan serotipe 2 menyerang kalkun OIE 2008. Kedua serotipe
tersebut dapat dibedakan dengan uji virus neutralisasi Lukert Saif 2003. Virus IBD serotipe 1 bersifat patogen dan bisa bereplikasi dalam dalam sel B
bursa Fabricius. Virus IBD serotipe 1 menginfeksi limfosit B sehingga menyebabkan sitolitik dan memacu secara langsung terjadinya imunosupresif
akibat deplesi gen sIgM yang merupakan prekursor limfosit. Infeksi Virus IBD menginduksi terjadinya apoptosis pada peripheral limfosit bursa PBL, embrio
ayam, dan sel vero Rodriguez et al. 2005.
Berdasarkan susunan genetiknya menurut American serotipe, virus IBD dikelompokkan menjadi dua yaitu, kelompok virus Amerika-Eropa dan Australia.
Kelompok IBD Amerika-Eropa terdiri atas sub kelompok IBD klasik dan sub kelompok IBD very virulence. Sebagian besar virus IBD yang ada di Indonesia
berada dalam sub kelompok IBD very virulence. Salah satu isolat asal Indonesia yaitu Indo 13 termasuk dalam sub kelompok IBD klasik, dan sangat dekat dengan
virus IBD klasik Amerika Mahardika 2008.
2.1.2 Patogenesa penyakit
Virus IBD mempengaruhi jaringan limfoid, terutama merusak sel limfosit B di bursa Fabricius, limpa, ginjal, dan seka tonsil. Infeksi virus umumnya terjadi
melalui oral tetapi infeksi melalui konjungtiva dan saluran napas juga sering terjadi . Virus muncul dalam waktu 4-5 jam dalam makrofag dan sel-sel limfatik
duodenum, jejunum, dan sekum. Duodenum, jejunum, dan sekum merupakan tempat pertama terjadi replikasi virus. Melalui vena portal virus mencapai hati
dalam waktu lima jam setelah infeksi terjadi. Virus IBD bersirkulasi melalui aliran darah utama menuju organ lainnya termasuk bursa Fabricius. Sel limfosit B
yang belum matang merupakan target utama untuk replikasi virus. Tiga belas jam setelah terjadinya infeksi sebagian besar folikel bursa positif mengandung virus.
Enam belas jam setelah infeksi terjadi viremia sekunder. Organ limfatik sekunder lainnya pada tahap ini mengalami infeksi dan terjadi replikasi virus pada organ
tersebut. Gejala klinis dan kematian terjadi dalam waktu 64-72 jam setelah terjadinya infeksi Wit Baxendale 2003. Virus ditransfer dari usus ke jaringan
lain oleh sel fagosit, sebagian besar adalah makrofag. Meskipun antigen virus dapat dideteksi di hati dan limpa beberapa jam setelah awal infeksi, tetapi tempat
utama virus bereplikasi pada bursa Fabricius Sharma et al. 2000. Infectious Bursal Disease
tahap akut, bursa mengalami pembesaran, hemorraghi, dan edema. Setelah lima hari ukuran bursa kembali normal,
selanjutnya setelah delapan hari bursa mengalami atropi. Selain itu, juga terjadi petechiae
pada proventriculus dan gizzard. Mukus pada usus meningkat dan organ parenkima membengkak. Limpa agak membesar dan terdapat spot kecil
berwarna abu-abu pada permukaannya. Diikuti infeksi oral, virus bereplikasi
dalam makrofag usus dan sel limfoid. Virus tersebut masuk ke dalam sirkulasi portal, sehingga menyebabkan viremia primer. Dalam waktu beberapa jam
setelah infeksi, antigen virus dapat dideteksi dalam sel limfoid bursa, tetapi tidak pada sel limfoid dari jaringan lainnya. Jumlah virus yang dilepaskan dari bursa
ini dapat menyebabkan sebuah viremia sekunder, sehingga dilokalisasi di jaringan lain Herendra Franco 1996.
2.1.3 Gejala Klinis
Kejadian infeksi virus Infectious Bursal Disease yang pertama kali pada sebuah peternakan, menyebabkan morbiditas mencapai 100 dengan mortalitas
diatas 90. Penyakit ini menyerang ayam umur 3-6 minggu. Target organ virus ini yaitu bursa Fabricius yang sedang mengalami perkembangan maksimal. Anak
ayam umur 1-14 hari kurang sensitif, karena anak ayam tersebut masih dilindung oleh antibodi asal induk Murphy et al. 1999.
Infeksi pada anak ayam umur 1-20 hari menyebabkan infeksi yang bersifat subklinis tidak menunjukkan gejala klinis. Tahap ini dapat menimbulkan infeksi
sekunder yang bervariasi. Efek lebih lanjut dari infeksi tersebut adalah timbulnya penyakit klinis pada umur 3-10 minggu atau lebih Zeleke et al. 2005. Infeksi
yang terjadi pada ayam umur lebih dari tiga minggu menyebabkan infeksi yang bersifat klinis berupa distres, depresi, muka sayu, anoreksia, diare, gemetar
tremor, dan dehidrasi. Gejala klinis berlangsung 3-4 hari, setelah itu jika ayam bertahan akan terjadi proses perbaikan. Kematian dapat mencapai 20-30 dari
populasi Murphy et al. 1999.
2.1 4 Pencegahan
Penularan virus IBD terjadi melalui kontak langsung dan kontak dengan peralatan fomites. Tindakan sanitasi dan pemberantasan vektor mekanis perlu
dilakukan untuk mencegah penyebaran virus IBD. Vektor mekanis penyebaran virus IBD tersebut adalah burung liar, nyamuk, tikus, dan kutu yang berada pada
lingkungan peternakan tersebut Jordan et al. 1999. Pencegahan virus IBD dapat juga dilakukan dengan imunisasi pada ayam. Vaksinasi penting dilakukan pada
breeder flock, hal ini bertujuan agar diperoleh anak ayam dengan kualitas antibodi
asal induk yang tinggi Lukert Saif 2003.
2.2 Vaksin dan Vaksinasi
Vaksin merupakan bibit penyakit atau mikroorganisme yang telah dilemahkan. Dikenal beberapa jenis vaksin yaitu live atau attenuated vaccine,
inaktif atau killed vaccine, subunit vaccine, conjugated vaccine, dan DNA vaccine,
dan recombinant vector vaccine. Pemberian vaksin bisa dilakukan secara subkutan, intramuskular, tetes hidung dan tetes mata. Vaksinasi adalah pemberian
vaksin bibit penyakit ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut Kindt et al. 2007.
Live vaccine atau attenuated vaccine merupakan vaksin yang mengandung
mikroorganisme yang diatenuasi sehingga mikroorganisme tersebut kehilangan kemampuan dalam menimbulkan penyakit, tetapi menyimpan kemampuannya
tumbuh sementara pada inang. Vaksin inaktif atau killed vaccine berisi mikroorganisme patogen yang telah diinaktivasi dengan cara pemanasan atau
kimiawi yang berarti bahwa patogen meningkatkan respon imun tetapi tidak bisa bereplikasi pada inang. Subunit vaccine berasal dari tiga bentuk vaksin umum
yang komponen atau subunitnya dari target patogen menggunakan exotoxin atau toxoid, capsular polysaccaharides, recombinant protein antigen. Conjugated
vaccine adalah salah satu vaksin polisakarida yang mempunyai kemampuan
mengaktifkan sel T. Deoksiribonucleat Nucleat Acid DNA vaccine adalah sebuah strategi vaksinasi di bawah pemeriksaan angka penyakit menggunakan
kode DNA plasmid protein antigen yang diinjeksi secara langsung ke dalam otot resipien Kindt et al. 2007. Vaksinasi DNA adalah sebuah alternatif yang
digunakan untuk mencegah dan mengontrol penyakit. Vaksin hidup dapat menstimulasi kekebalan aktif pada anak ayam.
Kekurangan vaksin hidup berupa adanya kemungkinan virus menjadi lebih virulen selama multiplikasi antigen dalam tubuh hewan yang divaksin. Penyimpanan dan
masa berlaku vaksin yang terbatas oleh karena itu diperlukan stabilisator dalam penyimpanan.
Kelebihan vaksin mati killed vaccine adalah tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi dan mudah dalam penyimpanan. Kekurangan vaksin
killed adalah dalam pembuatan vaksin tersebut sangat perlu diperhatikan agar
virulensi aktif tidak tersisa di dalam vaksin, kekebalan berlangsung singkat sehingga harus dilakukan pengulangan vaksinasi yang bisa menimbulkan reaksi-
reaksi hipersensitifitas Anonim 2007. Vaksin IBD live diproduksi sepenuhnya atau sebagian dari strain virus yang
dilemahkan yang dikenal sebagai mild, intermediet, intermediet plus hot. Vaksin IBD mild biasa menyebabkan lesio yang ringan pada bursa Fabricius,
sedangkan vaksin intermediet atau intermediet plus hot menyebabkan deplesinya sebagai besar folikel limfoid bursa Fabricius OIE 2008. Biasanya tidak ada tipe
vaksin yang menimbulkan imunosupresi jika digunakan pada ayam umur di atas 14 hari. Vaksin mild diberikan pada umur satu hari jika Maternally Derived
Antibodi MDA tidak ada, Jika MDA ada pada umur satu hari vaksinasi harus
dilakukan setelah antibodi asal induk berkurang. Vaksin intermediet menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius, limpa,
dan timus, tetapi kerusakan tersebut tidak bersifat permanen. Organ tersebut kembali normal setelah vaksinasi Syahroni et al. 2005.
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat