Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA

2. Pengambilan sampel serum 10 ekor 3. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 10 ekor 3. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 14 42 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 28 32 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 3. Challenge 10 ekor 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 3. Challenge 10 ekor 42T- 10 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 42T+ 10 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha 1. Pengambilan sampel serum 10 ekor 2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA BF, limpa, otot dada dan paha

3.3.3 Pembacaan

Scoring Perubahan Patologi Anatomi Persentase menunjukkan bahwa banyaknya jumlah ayam yang mengalami perubahan patologi anatomi dari sepuluh ekor ayam yang dinekropsi.

3.3.4 Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA

Serum yang diperoleh dari pengambilan darah pada hari ke-1, 14, 28, dan ke- 42 diukur titer antibodinya terhadap IBD. Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan teknik indirect ELISA yaitu menggunakan microplate yang telah dicoating antigen virus IBD untuk mendeteksi keberadaan antibodi pada hewan coba. ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi atau antigen baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bahan yang harus disediakan yaitu satu paket ELISA kit yang terdiri dari ELISA plate, dilution buffer, kontrol positif, kontrol negatif, washing solution, diluent sample, conjugate, substrat ABTS, stop solution , dan record sheet. Sampel diencerkan 100 kali dengan perbandingan 3 µl serum dan 300 µl buffer pengencer. Sampel dimasukkan ke dalam semua pada microplate kecuali pada sumur A1, A2, A3, H10, H11, dan H12. Sumur A1, H10, dan H12 diisi dengan kontrol negatif sebanyak 100 µl. Sumur A2, A3, dan H11 diisi dengan kontrol positif sebanyak 100 µl. Plate yang telah berisi sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C . Sementara itu, dilakukan pengenceran washing solution dengan perbandingan 1:20, yaitu 20 ml dari washing solution dilarutkan dalam 380 ml aquades. Washing solution dimasukkan ke dalam plate dan didiamkan selama tiga menit, kemudian dibuang. Pencucian ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian plate dikeringkan. Kemudian conjugate ditambahkan sebanyak 100 µl pada ELISA test plate dan dicampur dengan cara menggoyang plate secara pelan-pelan. Plate diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C. Setelah itu dilakukan pencucian kembali seperti langkah sebelumnya. Selanjutnya pada masing-masing sumur ditambahkan 100 µl substrat ABTS dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 27 °C. Stop solution ditambahkan sebanyak 100 µl pada masing-masing sumur well ELISA test plate. Tahap terakhir pembacaan hasil dilakukan pada microplate reader dengan panjang gelombang 405 nm. Hasil pembahasan ELISA reader berupa angka-angka yang disebut dengan Optical Density OD. Titer antibodi dihitung berdasarkan nilai SP Sample value related to positif value. Rumus SP yang dapat digunakan adalah sebagai berikut. SP = Sampel OD – Rataan OD kontrol negatif Rataan OD kontrol positif – Rataan OD kontrol negative Berdasarkan nilai SP dihitung titer antibodinya dengan rumus sebagai berikut. Log 10 titer = 1.35 x Log 10 SP + 3.425 Titer = Antilog Log 10 titer Status antibodi IBD ditentukan dengan mengacu pada ketentuan brosur yang disertakan dalam ELISA kit Tabel 2. Tabel 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA Titer Antibodi Status Antibodi IBD 3000 ELISA Unit Kurang protektif 3000-6000 ELISA unit Protektif 7000 ELISA Unit Terjadi Infeksi BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Status kekebalan terhadap IBD sebelum divaksinasi dari anak ayam yang digunakan pada penelitian ini cukup baik, yaitu mencapai titer 3585 Elisa Unit. Berdasarkan manual kit yang digunakan Biocheck serum yang diperiksa memiliki titer antibodi yang protektif bila mencapai titer ≥ 3000 Elisa Unit. Titer antibodi yang diukur pada anak ayam sebelum divaksinasi ini merupakan titer antibodi asal induk yang dipindahkan dari induk ke anak melalui kuning telur. Antibodi asal induk melindungi DOC dari penyakit yang akan menyerang DOC pada minggu-minggu pertama. Antibodi maternal terdiri dari IgY, IgM, dan IgA, tetapi immunoglobulin yang utama adalah IgY dan IgA. Imunoglobulin Y sangat efektif, dideposit di kantong kuning telur dan diabsorbsi ke dalam sistem sirkulasi anak ayam DOC. Imunoglobulin A dideposit di dalam albumin. Imunoglobulin A ditelan oleh anak ayam selama pembentukan Fast 2008. Day Old Chick DOC dengan pertahanan antibodi asal induk yang bagus dilihat dari keseragaman titer yang tinggi. Penyeragaman titer antibodi asal induk dapat dilakukan dengan menyeragamkan titer induk yaitu melalui vaksinasi menggunakan vaksin hidup live vaksin. Vaksin hidup memberikan perlindungan yang tinggi bagi DOC karena DOC dapat terpapar pada semua tahapan perkembangan hidupnya Fast 2008. Hasil pemeriksaan hari ke-14 menunjukkan bahwa kelompok yang divaksinasi K1 dengan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 memiliki titer antibodi yang lebih tinggi secara nyata P0.05 dengan titer sebesar 4808±2050 EU dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksin Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa antigen dari vaksin mampu menstimulasi terbentuknya antibodi sehingga titer antibodi meningkat pada kelompok ayam yang divaksinasi. Kelompok ayam yang tidak divaksinasi K2 mengalami penurunan titer dari semula 3585 menjadi 3024 EU. Hal ini terjadi karena antibodi yang terdeteksi pada kelompok ini merupakan antibodi asal induk yang sudah mengalami penurunan. Meskipun pada umur 14 hari titer antibodi kelompok yang tidak divaksinasi sudah menurun tetapi masih dalam tingkat yang protektif. Menurut Akhmed Akhter 2003 titer antibodi asal induk pada anak ayam DOC dibuktikan masih ada sampai umur di atas empat minggu tetapi antibodi tersebut mulai hilang pada minggu kedua setelah menetas. Pengambilan sampel serum darah pada hari ke-14 dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi karena pada saat itu sedang terjadi puncak respon imunitas. Respon Imunitas semakin lama semakin menurun, sehingga akhirnya berada di bawah garis ambang yaitu 4-5 bulan setelah vaksinasi Prabowo 2003. Sebanyak 20 populasi ayam divaksinasi dengan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 mengalami perubahan patologi anatomi PA berupa ascites, petechiae otot dada dan paha kanan pada umur 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi IBD Strain Winterfield 2512 sampai hari ke-14 belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada bursa Fabricius. Gambaran patologi anatomi yang sama juga terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi K2. Namun pada kelompok yang tidak divaksinasi tersebut jumlah ayam yang mengalami perubahan PA lebih tinggi yaitu sebesar 30. Tabel 3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok Hari ke- Kelompok Perlakuan Keterangan K1 K2 1 3585±2362 a 3585±2362 a - 14 4808±2050,49 a 3024±1400,01 b - 28 3899±1942,24 a 2037±5597,44 a - 42T- 4622±3383,99 a 1998±3015 a Tidak Challenge 42T+ 4730±4317 a 8578±7915,12 a Dichallenge Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata P 0.05. Pemeriksaan titer antibodi pada hari ke-28 menunjukkan bahwa titer kedua kelompok tidak berbeda nyata P0.05. Kedua kelompok tersebut mengalami penurunan titer antibodi dari minggu sebelumnya. Namun rataan titer antibodi kelompok yang divaksinasi masih berada pada tingkat titer protektif. Penurunan titer antibodi pada kelompok yang divaksinasi K1 terjadi karena kerusakan bursa Fabricius mulai tampak yang mengakibatkan ganguan dalam pembentukan antibodi. Penurunan pada kelompok yang tidak divaksinasi K2 terjadi karena antibodi asal induk sudah mulai menghilang. Titer antibodi asal induk pada hari ke-28 tersebut sudah tidak protektif lagi. Perubahan patologi anatomi kelompok yang divaksinasi K1 pada umur ke-28 berupa adanya petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, bursa Fabricius membengkak, dan terdapat eksudat pada plicae. Sebanyak 40 populasi ayam mengalami kerusakan bursa Fabricius. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan vaksin aktif vaksin intermediet. Menurut Lukert dan Saif 2003 vaksin intermediet dapat menginduksi terjadinya atrofi pada bursa Fabricius, imunosupresif pada ayam umur sehari dan umur tiga minggu pada ayam SPF. Kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami kerusakan bursa Fabricius karena tidak ada infeksi pada kelompok tersebut. Kelompok ayam yang divaksinasi tetapi tidak ditantang K1 pada hari ke- 42 memiliki titer antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Titer antibodi kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata P0.05 jika diuji secara statistik. Namun berdasarkan rataan titer, kelompok yang divaksinasi bersifat protektif sedangkan kelompok yang tidak divaksinasi titer antibodinya sudah ttidak protektif lagi. Peningkatan titer antibodi kelompok ayam yang divaksinasi K1 dapat terjadi karena imunitas aktif dari ayam sudah terbentuk. Imunitas aktif mulai disintesis pada minggu keenam sampai berumur enam bulan Grindstaff et al. 2003. Salah satu kegunaan vaksin aktif adalah membentuk imunitas aktif OIE 2008. Antibodi asal induk pada kelompok yang tidak divaksinasi sudah sangat rendah karena dimetabolisme oleh tubuh. Vaksinasi menyebabkan mengalami perubahan PA berupa petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa bengkak, bursa Fabricius mengecil pada hari ke- 42 sedangkan pada kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami perubahan pada bursa Fabricius. Titer antibodi kelompok ayam yang divaksinasi dan ditantang dengan virus IBD K1 tidak berbeda nyata P0.05 jika dibandingkan dengan kelompok ayam yang tidak divaksinasi tetapi ditantang virus IBD. Titer antibodi kelompok yang divaksinasi K1 hanya terjadi sedikit kenaikan dari minggu sebelumnya. Kestabilan titer antibodi dari K1 tersebut dapat terjadi karena antibodi hasil vaksinasi masih mampu mempertahan kondisi tubuh ayam terhadap serangan virus yang diberikan. Kenaikan titer antibodi pada kelompok ayam yang tidak divaksinasi dapat terjadi karena keberadaan virus tersebut menstimulasi terbentuknya reaksi pertahanan. Berdasarkan manual ELISA kit yang digunakan titer antibodi dengan nilai lebih dari 7000 Elisa Unit menunjukkan bahwa ayam tersebut mengalami infeksi virus IBD. Selain itu, peningkatan titer antibodi yang dapat terjadi karena pengaruh uji tantang yang kedua kalinya pada hari ke-34. Pemaparan berulang terhadap suatu antigen dapat mempercepat pembentukan antibodi, karena tubuh telah mengenal antigen tersebut dan sel memori terhadap antigen tersebut sudah banyak yang terbentuk Ernawati 2006. Gambaran patologi anatomi pada hari ke-42 dua minggu setelah ditantang virus IBD menunjukkan bahwa semua ayam yang divaksinasi dan ditantang K1 terjadi perubahan seperti petechiae otot paha kanan dan kiri serta otot dada, limpa membengkak, bursa Fabricius mengalami perkejuan, hemorrhagi, dan terdapat eksudat. Gambaran patologi anatomi pada kelompok yang tidak divaksinasi K2 juga menunjukkan perubahan seperti petechiae pada otot dada, otot paha kanan dan kiri, limpa membengkak dan terdapat nodul putih, serta pada bursa Fabricius terdapat eksudat sereus, perkejuan, dan plicae lisis deplesi. Perubahan PA tersebut terjadi terhadap 80 dari populasi ayam. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi yang diperoleh dari hasil vaksinasi tidak mampu melindungi ayam terhadap infeksi virus IBD. Ketidakmampuan vaksin dalam mencegah serangan virus IBD dapat terjadi karena virus IBD yang digunakan dalam uji tantang merupakan subtipe yang berbeda atau varian dari virus yang digunakan sebagai vaksin. Menurut Soejoedono 1998 kegagalan vaksinasi diduga disebabkan oleh adanya perbedaan struktur antigen antara galur virus IBD dalam serotipe yang sama. Virus varian mampu meniadakan kekebalan ayam yang divaksinasi. Selain itu kegagalan vaksinasi pada penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh pemberian vaksin pada umur sehari yang mengakibatkan kerusakan bursa Fabricius dan organ lainnya. Perubahan patologi anatomi akibat vaksinasi yang paling menonjol terlihat adanya pembengkakan bursa Fabricius pada hari ke-28 dan pengecilan bursa Fabricius hari ke-42 sedangkan kondisi bursa Fabricius kelompok yang tidak divaksinasi normal baik hari ke-28 maupun hari ke-42. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Syahroni et al. 2005 yaitu terjadi penurunan kualitas bursa Fabricius karena pengaruh vaksinasi menggunakan strain intermediate, akan tetapi titer antibodi beberapa ekor ayam masih bersifat protektif terhadap Gumboro. Tabel 4 Gambaran patologi anatomi pada berbagai tingkat umur Hari ke Kelompok Keterangan PA K1 K1 K2 K2 Normal Normal - - - 14 Ascites, petechiae otot dada dan paha kanan Kapsula terdapat nodul putih, ptechiae otot dada dan paha atas - 20 30 28 Petechiae otot paha kiri, kanan, dan dada BF bengkak, ada eksudat pada plica Normal - 40 42 T- Petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa bengkak, BF mengecil Normal Otot dada matang 40 42T+ Petechiae otot paha kiri,kanan, dan otot dada, limpa bengkak, BF mengecil, perkejuan, hemorrhagi, dan eksudat Petechiae otot dada, otot paha kanan dan kiri, limpa bengkak dan ada nodul putih, BF mengecil, eksudat sereus, plicae hilang, perkejuan Otot dada matang 100 80 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan