terjadi pergeseran dari kesadaran individu kepada kesadaran sosial. Artinya, anak sudah menerima adanya sistem sosial yang mengatur perilaku individu.
c. Tingkat Postkonvensional Tahap 5 Kontrak Sosial
Pada tahap ini, perilaku individu didasarkan pada kebenaran- kebenaran yang diakui oleh masyarakat. Kesadaran individu untuk
berperilaku tumbuh karena kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip sosial. Dengan demikian, kewajiban moral dipandang sebagai kontrak sosial
yang harus dipatuhi bukan sekedar pemenuhan sistem nilai. Tahap 6 Prinsip Etis yang Universal
Pada tahap terakhir, perilaku manusia didasarkan pada prinsip-prinsip universal. Segala macam tindakan bukan hanya didasarkan sebagai kontrak
sosial yang harus dipatuhi, akan tetapi didasarkan pada suatu kewajiban sebagai manusia. Setiap individu wajib menolong orang lain, apakah orang
itu sebagai orang yang kita benci ataupun tidak, apakah orang itu sebagai orang yang kita cintai atau pun tidak. Pertolongan yang diberikan bukan
didasarkan pada alsan yang subjektif melainkan didasarkan pada kesadaran yang bersifat universal.
Sesuai dengan prinsip bahwa moral terjadi secara bertahap, maka strategi pembelajaran model Kohlberg diarahkan untuk membantu agar
perkembangan moral setiap individu meningkat.
III. Teknik Mengklarifikasi Nilai VCT
Teknik mengklarifikasi nilai value clarification technique atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu
siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudag
ada dan tertanam dalam diri siswa. Kelemahan yang sering kali terjadi dalam proses pembelajaran nilai
atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan langsung nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa
memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara
nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh
guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dengan nilai baru.
Salah satu karakteristik VCT sebagai model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses
menganalisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT
sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan: a. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang
suatu nilai. b. Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik
tingkatannya maupun sifatnya positif dan negatifnya untuk dibina kearah peningkatan dan pembetulannya.
c. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai
tersebut akan menjadi milik siswa. d. Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta
mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
John Jarolimek 1974 menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan metode VCT dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat. Setiap
tahapan dijelaskan di bawah ini: 1. Kebebasan memilih
Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: a. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan
pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh.
b. Memilih dari beberapa alternatif, artinya untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.
c. Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan, konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
2. Menghargai
Pada tingkat ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu: a. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang
menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian integral dari dirinya.
b. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menganggap nilai itu
suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkan di depan oranglain.
3. Berbuat
Pada tingkat ini terdiri atas 2 tahapan, yaitu: a. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.
b. Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihannya harus tercemin dalam kehidupan
sehari-harinya. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun
nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dengan siswa. Proses tersebut hendaknya dalam suasana santai
dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam
mengimplementasikan VCT melalui proses dialog: Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu
memberikan pesan-pesan moral yang dianggap guru baik. Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila
siswa tidak menghendakinya. Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga
siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.
Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas. Hindari respons yang menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia
menjadi defensif. Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.
Jangan mengorek alasan siswa lebih mendalam.
Model VCT dalam penerapannya terbagi atas empat macam, yaitu: 1. Model VCT dengan teknik percontohan, diterapkan melaui cerita
dari rekayasa guru.
2. Model VCT dengan teknik analisis nilai, diberikan melalui teknik reportase, analisis nilai, cerita tidak selesai.
3. Model VCT yang diterapkan melalui daftar matrik seperti daftar baik buruk, skala bertingkat.
4. Model VCT yang diterapkan melalui bermain peran permainan yang diperagakan di depan kelas Adnan,1996:75.
B. Kekeliruan Pendidikan dalam Pembangunan Sikap Anak
Strategi Pembelajaran Afektif atau strategi pembelajaran yang berfungsi
membangun dan membentuk sikap anak mereka siap dalam menghadapi
zaman yang kian berubah dalam segala aspek terutama perubahan, pergeseran, maupun pengikisan moral anak bangsa.
Agama dan PKn merupakan mata pelajaran ujung tombak dalam pembentukkan moral anak. Namun sangat disayangkan pembelajaran
Agama dan PKn, khususnya pembelajaran PKn yang terjadi di bangku Sekolah Dasar, hanya menitikberatkan kompetensi anak dalam segi
kognitifnya saja. Pencapaian pembelajaran Agama dan PKn yang terjadi di SD saat ini barulah tercapai pada taraf learning to know. Menurut
pengamatan saya, dalam pembelajaran PKn keberhasilan tujuan belajar masih pada taraf C
2.
Tujuan belajar baru tercapai pada taraf mengetahui isikonten dari materi pembelajaran tersebut. Dan sekolah-sekolah dasar di
negara ini mengevaluasi pembelajaran PKn dengan cara yang keliru menurut saya, mereka memberikan test pilihan ganda dari keseluruhan materi
pembelajaran yang pengevaluasiannya terjadi secara kognitif yakni menghafal. Padahal pembelajaran PKn ini menurut saya merupakan
pembelajaran yang sifatnya membangun nilai-nilai ataupun sikap-sikap untuk peserta didik, maka strategi pembelajaran yang terjadi harus
memperhatikan kemampuan kognitif dan psikomotorik anak tetapi juga harus memperhatikan kemampuan afeksi anak.
PKn menekankan pada nilai moral dan norma. PKn dinilai sangat penting untuk mengarahkan siswa menuju sikap dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Salah satu hal yang sangat berpengaruh adalah kemampuan guru dalam mengembangkan strategi
belajar mengajar melalui ketrampilan menggunakan beberapa merode yang