BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
anak didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Belajar adalah suatu proses dimana suatu organism berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman Gagne, 1984. Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan, dan sikap. Margaret Gredler, terj Munandar, 1994 M.Sobry Sutikno mengemukakan, belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Dari definisi yang dikemukakan oleh pakar pendidikan, dapat ditarik
kesimpulan mengenai definisi belajar. Belajar ialah sebuah proses yang kompleks dari kegiatan berfikir dan merasakan yang terjadi di dalam
interaksi individu dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang hasil belajar tersebut mampu menambah merubah perilaku pembelajar
dalam bentuk kognitif, afektif, maupun psykomotoriknya yang berlangsung cukup lama dan bersifat progress. Apabila di dalam proses belajar tidak
mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses
belajar. Dari rumusan pendidikan nasional dan definisi belajar di atas, sudah jelas
bahwa belajar merupakan suatu kegiatan direncanakan yang kompleks dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas tingkah laku manusia
dalam bentuk kognitif, afektif, dan psykomotoriknya. Namun sangat
disayangkan, pada kenyataannya pendidikan yang berlangsung di Indonesia hanya menitikberatkan pada peningkatan kualitas kognitifnya saja dan
mengabaikan kualitas pembentukkan kemampuan afektif serta psykomotor si pembelajar.
Dengan demikian, tidaklah lengkap manakala dalam strategi pembelajaran tidak membahas strategi pembelajaran yang berhubungan
dengan pembentukkan sikap dan nilai. Ada orang beranggapan bahwa sikap bukan untuk diajarkan, seperti
halnya matematika, fisika, ilmu sosial, dan lain sebagainya, akan tetapi sikap untuk dibentuk. Oleh karena itu, yang lebih tepat untuk bidang afektif
bukanlah istilah pengajaran, namun pendidikan. Karena strategi pembelajaran yang dibicarakan dalam makalah ini diarahkan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga dimensi lainnya, yaitu sikap dan ketrampilan melalui proses pembelajaran
yang menekankan kepada aktivitas siswa sebagai subjek belajar, maka selanjutnya penulis menggunakan istilah strategi pembelajaran afektif.
Pada pengajaran afektif sangat sulit diukur karena masalah afektif ini bersifat kejiwaan. Pembelajaran afektif ini perlu dilakukan pada bidang studi
PKn karena dalam setiap materi pelajaran memiliki nilai yang harus ditanamkan pada siswa yaitu nilai-nilai moral.
Penerapan pembelajaran afektif dilaksanakan sesuai dengan materi dan target nilai yang akan ditanamkan kepada siswa. Melalui pembelajaran
afektif siswa dibina kesadaran emosionalnya melalui cara kritis rasional, melalui klarifikasi dan mampu menguji kebenaran, kebaikan keadilan,
kelayakan dan ketepatan. Pembelajaran afektif pada mata pelajaran PKn dapat dilaksanakan oleh
seorang guru dengan menggunakan metode percontohan dan pengaplikasian materi pembelajaran melalui learning by doing. Penerapan
pembelajaran afektif akan berhasil baik apabila ada keterbukaan dan kesediaan atau kesiapan para siswa dalam memberikan tanggapan setiap
stimulus yang diberikan guru. Melalui metode stimulus ini siswa akan
menemukan jati dirinya sehingga guru dapat memahami potret diri siswa itu sendiri.
Oleh karena itu, maka tugas utama guru adalah menjelajahi jenis ragam dan tigkat kesadaran nilai-nilai yang ada dalam diri siswa melalui berbagai
indikator, meluruskan nilai yang kurang baik dan menangkal masuknya nilai yang naif dan negatif, membina, mengembangkan dan meningkatkan nilai
yang ada dalam diri siswa baik kualitatif maupun kuantitatif, menanamkan nilai-nilai baru.
B. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif I. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif secara Teoritis
Pandangan para ahli mengenai pembelajaran afektif: a. Menurut Mc Paul, pembentukan moral tidak sama dengan
pengembangan kognitif yang rasional, pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian, bukan pengembangan intelektual.
b. Menurut Kohlberg moral manusia berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 dua tahap.
c. Menurut Rokeach 1968, nilai merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang
dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau
situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. d. Menurut Tyler 1973:7, nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide
yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai
suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik
untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
e. Menurut John Dewey dan Jean Peaget, berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses Restrukturisasi
kognitif yang berlangsung serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
f. Menurut Fishbein dan Ajzen 1975 sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap
suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata
pelajaran. g. Menurut Dooglas Graham Golu. Nilai tidak bisa diajarkan tetapi
diketahui dari penampilannya. Pengembangan dominant efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari
aspek kognitif dan psikomotorik, masalah nilai adalah masalah emosional dank arena itu dapat berubah, berkembang, sehingga
bisa dibina, perkembangan nilai-nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus tetapi melalui tahap-tahap.
II. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif secara Edukatif
Berdasarkan definisi yang dipaparkan oleh para ahli bahwa strategi pembelajaran afektif ialah suatu teknik dan metode mengajar seorang guru
dalam proses pembelajaran agar siswa-siswinya mampu menyerap, mengaflikasikan dan mengamalkan ilmu dan materi pembelajaran yang
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Pembelajaran afektif ini dapat diterapkan pada siswa sekolah dasar dengan proses pembentukkan sikap yang meliputi pola pembiasaan,
modeling. Melalui model strategi pembelajaran sikap yang meliputi model konsiderasi, model pengembangan kognitif, dan teknik mengklarifikasi nilai.
C. Perumusan Masalah